Naruto milik Masashi Kishimoto-sensei
We're in Love milik Ozellie Ozel
Rate : Teen
Pairing : ItaHinaSasu
Genre : Family, Romance
Warning : Gajeness, OOC, Sinetronisme, Gak Sesuai EYD, Boring, Typos
…
YOU HAVE BEEN WARNED
JUST FUCK OFF, IF YOU DON'T LIKE THIS STORY, PAIR, AND ANYTHING ABOUT IT
…
We're in Love
Chapter 1: 1997
...
Happy Reading
…
1 Januari 1997
Kegemparan terjadi di area perumahan elit yang berada di kawasan Minato. Para tetangga berkeluaran dari luar mansion mereka saat mendengar jeritan histeris seorang petugas kebersihan di subuh yang dingin ini. Mereka mengelilingi sebuah tempat sampah yang mana di dalamnya tergeletak sesosok bayi perempuan mungil sedang menggigil kedinginan di dalam sana.
Kulit bayi itu masih memerah. Tampaknya dia baru dilahirkan beberapa hari yang lalu. Para kerumunan orang berbisik-bisik. Siapa gerangan orang tua yang tega membuang bayi mungil tersebut. Padahal jika dilihat, kondisi bayi tersebut cukup sehat. Hal itu ditandai dengan pipi gembil dan kulit seputih susu meskipun masih didominasi kulit kemerahannya. Tak bisa dipungkiri jika bayi tersebut benar-benar manis.
Semua orang tak berani mengambil tindakan untuk menimang bayi tersebut. Mereka masih menunggu kedatangan polisi setempat yang telah mereka hubungi.
"Astaga ... siapa yang tega membuang bayi menggemaskan ini?" Seorang wanita bersurai gelap berjalan keluar dari gerbang mansionnya. Dia heran melihat kerumunan orang-orang di depan tempat sampah yang berada tepat di seberang mansionnya. Dia menatap tajam orang-orang yang berada di sekitar tempat sampah tersebut. "Kalian hanya melihat saja? Tidakkah bayi ini kedinginan?" Mikoto, nama wanita itu, menimang bayi mungil itu dengan pelan dan lembut. Dipeluknya agar bayi tersebut merasa hangat dan terlindungi. "Kami-sama, dia sudah cukup lama berada di luar," gumamnya lalu menggenggam telapak tangan kecil bayi tersebut.
"Mikoto-san, biarkan saja polisi yang mengurus bayi itu," ujar salah satu tetangga Mikoto. Dia terlihat tidak suka saat bayi manis itu bergelung nyaman di dada Mikoto.
Mikoto mendelik tajam. "Yumi-san, polisi bisa datang ke kediamanku jika ingin menemui bayi ini. Tetapi aku tidak setega itu membiarkannya tergeletak di tempat sampah yang kumuh dengan tubuh menggigil," hardik Mikoto sambil menipiskan bibirnya. Dia membawa bayi tersebut ke dalam mansionnya. Para tetangga yang sebelumnya mengerubungi tempat tersebut, kini telah kembali ke rumah masing-masing.
"Astaga, Mikoto, anak siapa yang kau bawa ini?"
Mikoto tersenyum kecil saat melihat sang suami tercinta sedang berjalan ke arahnya. Dia tampak biasa saja ketika melihat wajah sang suami yang terkejut. "Bayi ini ditemukan di tempat sampah yang ada di depan kediaman kita," jawabnya santai seraya mengecup hidung mancung bayi tersebut.
Fugaku menghela napas panjang lalu menuntun istrinya agar duduk di sofa yang ada di ruang tamu. "Berikan saja pada pihak yang berwajib," sahut Fugaku lalu ikut duduk di sebelah istrinya. Dia menyunggingkan senyum kecil saat melihat bibir kemerahan nan mungil milik si bayi menguap lebar. "Astaga, lucu sekali!" gumamnya terpukau.
Mikoto tersenyum lebar. "Kita adopsi saja! Bagaimana menurutmu?" tanyanya dengan mata penuh pengharapan.
Mendengar permintaan sang istri, Fugaku hanya bisa mengangkat bahu sejenak. "Urusannya akan merepotkan!" katanya.
Mikoto mencibir. "Ayolah," rengeknya lalu menyandarkan kepalanya di bahu sang suami. "Kau akan mengurus semua kerepotan itu demi aku. Benar, bukan, suamiku?" Dia menyunggingkan senyum semanis gula.
"Mikoto, ini akan ..."
"Sumimasen, Uchiha-sama," Sang supir pribadi keluarga Uchiha menyela percakapan sang majikan, "Di luar ada polisi yang mencari Anda."
"Kan sudah kukatakan ini akan repot jadinya," sahut Fugaku seraya melirik sang istri. Dia berdiri dan disusul oleh sang istri yang masih saja menimang bayi perempuan tersebut. Mereka berjalan menuju teras dan menemui dua orang polisi dan seorang polisi wanita yang menunggu mereka disana.
"Kau akan melakukan apa pun demi istrimu, bukan?" Mikoto mengedipkan matanya.
Fugaku hanya mampu menghela napas lelah. "Ini masih pukul setengah enam pagi, dan istri cantikku berhasil mengejutkanku," sahutnya lalu berbicara dengan ketiga anggota kepolisian tersebut.
Mikoto hanya mampu tersenyum lebar. Sepertinya dia akan disibukkan dengan merawat bayi manis di kediamannya. Dia menunduk dan mengecup kening bayi yang masih terlelap di pelukannya. "Selamat datang!" bisiknya bahagia.
*...*...*
1 Mei 1997
"Hinata-chan! Ayo, makan ini!" Sesosok lelaki berusia tujuh tahun tampak bersemangat saat menyuapkan bubur ke dalam mulut sang bayi mungil yang duduk nyaman di kursi khusus bayi. Mulut bayi mungil tersebut tampak kotor karena sisa-sisa bubur yang tersisa di sekitar pipi Hinata yang tembem. "Lihat-lihat! Pesawatnya akan meluncur! Shoo shoo..." kata Itachi bersemangat sambil melayangkan sendok mini ke mulut Hinata lagi. "Nyam nyam, enak?"
"Nam nam nak ..." gumam Hinata mengikuti Itachi.
"Dia membeo... dia membeo!"
Itachi mengernyitkan dahinya saat melihat sesosok bocah laki-laki berusia hampir tiga tahun sedang berlari ke arah mereka. "Memangnya demammu sudah sembuh, Sasuke?" tanyanya seraya berkacak pinggang.
Sasuke mengerucutkan bibirnya. Pipi tembemnya tampak menggemaskan. "Aku mau lihat Hinata makan," ujarnya sambil mendekatkan bibirnya ke pipi chubby Hinata.
Belum sempat kecupan Sasuke mendarat ke pipi Hinata, tiba-tiba saja Itachi menarik kursi Hinata agar menjauh dari Sasuke. "Jangan! Nanti demammu menular pada Hinata-chan!" teriaknya kesal.
Sasuke memberengut. "Niisan!" teriaknya kesal.
Itachi menggeleng. "Memang kau mau kalau Hinata sakit?" Sasuke menunduk sedih. Dia memilin kancing piyama birunya dengan ekspresi muram. Melihat hal tersebut, tentu saja sebagai kakak, Itachi merasa tak tega. "Niisan janji kalau kau sembuh, kau boleh cium Hinata, oke?"
Sasuke mengangguk. "Baiklah," ujarnya seraya berdiri. Dia menatap Hinata yang sedang asyik bermain dengan sendok mininya. Dia hendak menyuapkan bubur ke mulutnya, namun berkali-kali jatuh hingga mengotori piyama kecilnya. "Niisan, lihat Hinata jadi makan sendiri!" ujar Sasuke menahan tawa saat Hinata mengambil bubur dari piring dengan kepalan tangannya lalu memasukkan ke dalam mulutnya.
"Pantas saja Hinata-chan gendut!" kekeh Itachi disusul oleh tawa lebar Sasuke. "Dasar rakus!"
*...*...*
1 Juni 1997
"Otanjoubi omedettou, Kaasan!" Mikoto tersenyum lebar saat melihat tiga anaknya dan sang suami memberikan kejutan di pagi hari ini. Entah kenapa pagi ini dia bisa bangun kesiangan hingga mengabaikan kegiatan rutin paginya.
Fugaku tersenyum lebar lalu mengecup dahi sang istri. Dia meletakkan nampan besar yang berisi sarapan pagi untuk sang istri tercinta. Di belakangnya sang pelayan mendorong troli dan membawakan sarapan untuk mereka semua. "Nasi goreng spesial untuk istriku!"
Itachi yang sedang menggendong Hinata tampak tersenyum lebar. "Lihat, Kaasan! Tadi aku dan Sasuke memandikan Hinata dan Tousan memasak sendiri!" katanya pamer.
Mikoto tertawa geli. "Benarkah?" Dia melirik nasi goreng telur buatan sang suami. "Tampaknya enak," ujarnya. "Namun aku tak tahu spesialnya dimana. Kalau nasi goreng telur itu sudah biasa," candanya.
Fugaku mengerutkan dahinya. "Ini dibuat dengan cinta, jangan sembarang mengejek dulu!" katanya. Dia berbalik dan mengambil mangkuk berisi nasi bubur yang dicampur potongan wortel dan kentang. "Aku juga membuat bubur untuk Hinata!" katanya.
Melihat mangkuk buburnya, Hinata langsung bergerak-gerak liar di gendongan Itachi. Hal tersebut tak luput dari penglihatan Sasuke yang sejak tadi berbaring di sebelah sang ibu. "Lihat, lihat! Hinata-chan sudah lapar tampaknya!" ujarnya. Sifat jahil Sasuke muncul. Dia mengambil sesendok bubur dan berpura-pura menyuapkan ke mulutnya sendiri. Sontak saja Hinata merengek-rengek. "Ubu ubu ...!" teriaknya seraya menunjuk buburnya yang hendak dimakan Sasuke.
"Hinata, Hinata! Niisan makan, ya?" kata Sasuke lalu menjulurkan lidahnya ke sendok.
"Ubu! Ubu! Nam nam! Ubu!" teriak Hinata sambil berontak liar di gendongan Itachi. Tentu saja si sulung kelabakan karena hal tersebut.
Para Uchiha lainnya tertawa geli ketika melihat Itachi yang kerepotan. "Hentikan, Sasuke! Nanti Hinata menangis!" ujar Mikoto lalu mengelus surai raven anaknya.
*...*...*
1 Juli 1997
Beberapa hari ini anggota keluarga Uchiha tampak murung. Pasalnya sudah tiga hari ini Hinata tampak lemas dan hanya berbaring di ranjang saja. Bayi manis itu sangat cengeng dan terlihat lesu. Wajah manisnya tampak memerah dan terlukis kemurungan. Kondisi Hinata sangat mengkhawatirkan kedua saudara laki-lakinya.
"Kaasan, Hinata belum sembuh, ya?" tanya Sasuke sambil menaiki ranjang dan melihat sesosok bayi mungil yang terlelap.
Mikoto tersenyum lirih lalu menutup tubuh Hinata dengan selimut tebal. "Nanti malam Itachi dan Sasuke berdoa supaya Hinata cepat sembuh."
Si sulung mengangguk. "Tentu saja, Kaasan!" katanya. "Lagipula kami kasihan melihat Kaasan tidak tidur selama beberapa hari ini," ujarnya lalu mengecup pipi Hinata.
Sasuke mengikuti kelakuan kakaknya dan mengecup pipi gembil Hinata. "Cepat sembuh, Hinata," ujar Itachi lalu meninggalkan kamar adiknya.
*...*...*
1 September 1997
"Ayo, Hinata! Kemari... kemari!" Itachi merentangkan tangannya seraya tersenyum lebar. Dia menggenggam boneka kelinci yang menjadi pusat perhatian Hinata. Gemerincing di bawah boneka tersebut semakin membuat Hinata tertarik.
KRING KRING
"Ayo ... sini!" teriak Sasuke yang berdiri di belakang Itachi. "Ayo datang pada Niisan!" teriaknya pada Hinata yang melangkah pelan ke arah mereka.
"Ican ... Ican..." gumam Hinata lalu melangkah cepat. Kaki mungilnya yang dihiasi flat shoes mini merah muda, sesuai dengan gaun merah mudanya yang menutupi tubuh gempalnya. Kedua tangannya menjulur ke depan seraya terpekik riang. "Ican... Ican... Cacu ... Ita!" teriaknya. Kaki Hinata melangkah semakin ringan lalu berjalan dan meraih boneka kelinci di genggaman Itachi.
Sasuke tertawa lebar. "Yeye ... Hinata hebat!" pekiknya senang lalu melompat-lompat.
Itachi ikut tertawa lalu menggendong tubuh Hinata dan mengayunkannya tinggi-tinggi. "Hore! Adik Niisan pintar!" pekiknya senang.
Sepasang suami istri yang sedang duduk sambil berangkulan di sofa hanya tersenyum bahagia melihat aksi ketiga anaknya. Tiga bersaudara yang saling menyayangi. "Ternyata kau benar," bisik Fugaku.
Mikoto menaikkan alisnya. "Apanya?" tanyanya heran.
Fugaku tersenyum kecil lalu mengecup pipi istrinya. "Mengadopsi Hinata adalah pilihan yang tepat."
...
BERSAMBUNG
...
Holla Ozel kembali.
Konsep tata penulisannya terinspirasi dari Our December by Rosetta Halim. Tapi cerita beda loh.
Ini versi series dari Threesome in Love dan Madu-in Uchiha. Ratenya Teen, so sengaja diupdate pas selama bulan puasa.
Setelah bulan puasa usai, story ini bakal hiatus dulu, karna Those are Precious akan lanjut after vasting month end. Kalau Those are Precious end, baru deh We're in Love bakal dilanjut.
Sincerely,
Ozellie Ozel
