Kaneki kembali terdiam, saat gadis berambut ungu itu datang lagi padanya. Di bangku taman, sore hari dan dalam keadaan yang sepi. Bahkan ia sadar jika hembusan angin semakin lama semakin terasa dingin.
Namanya Kamishiro Rize – dan ia terpana akan senyumnya yang mengembang saat ia sedari tadi tak sama sekali mempersilahkan gadis itu untuk duduk disebelahnya, terus terpana tanpa sadar jika gadis itu telah berdiri didepannya untuk waktu yang dalam sekitar satu menit.
Gadis itu menyapa, dan membuat Kaneki sadar dari khayalannya. Pemuda berpenampilan culun itu tersenyum kikuk, lalu mempersilahkan Rize untuk duduk disebelahnya.
Ini sudah yang kedua kalinya mereka bertemu di taman. Sebelumnya mereka pernah bertemu berkat janji yang mereka buat di social media. Mereka berdua bukan siapa-siapa, bahkan tak punya hubungan apapun sama sekali –
- hanya salah satu orang dari friendlist di akun social media yang mereka miliki yang bisa diajak untuk berbicara dan mengobrol.
Kaneki masih terlihat agak kaku, meski tidak sekaku yang sebelumnya. Bahkan ia tidak yakin untuk menatap lurus kedepan hingga membuat pandangannya menurun kebawah. Ini cukup membuatnya merasa gelisah untuk terus berada disamping Rize – meski kenyataannya ia tidak ingin Rize pergi.
Rize mencoba membuka topik pembicaraan, sekedar bertanya tentang kabar Kaneki setelah pertemuan mereka yang sebelumnya. Kaneki membalasnya dengan menjawab bahwa ia baik-baik saja. Ia bahkan yakin bahwa ia tidak demam atau hal semacamnya sambil mencoba memberikan senyum pada Rize meski ia terus menatap kebawah.
Dan Rize tertawa pelan.
"Hey!"
Rize menyahut dengan nada yang bersahabat. Membiarkan Kaneki kini menoleh kearahnya. Gadis itu tertawa manis, hingga akhirnya membuat Kaneki salah tingkah dan berakhir dengan kedua pipinya yang bersemi.
Dalam hatinya, ia tidak akan melupakan senyum itu...
Rize kembali berbicara, ia berkata bahwa Kaneki tak perlu secemas itu terhadapnya. Ia bukan gadis yang menakutkan, ia hanya gadis yang ingin menjadi teman Kaneki. Toh mereka juga memang teman di social media.
Kaneki mengangguk akan hal itu. Benar apa yang Rize katakan, ia tidak perlu merasa cemas. Ia tidak perlu merasa gelisah ataupun kaku saat berada disamping Rize. Lagipula apa yang membuatnya merasa seperti itu? Orang-orang yang berlalu lalang disekitar taman (disore hari, mereka tidak terlalu ramai) sama sekali tak peduli dengan apa yang mereka lakukan.
Kaneki merasa bisa... ia bahkan kini berani menatap langsung wajah Rize yang terlihat begitu manis dimatanya. Tatapan mereka sempat bertemu dalam waktu yang cukup lama, hingga akhirnya Kaneki membuang mukanya kearah lain karena tak kuat menahan semu merahnya.
Rize kembali tertawa renyah...
Gadis berambut ungu tersebut menyuruh Kaneki diam sebentar. Rize membuka tak selempang yang ia kenakan, memasukkan tangannya kedalam sana dan mencoba merogoh sesuatu yang sebelumnya telah ia persiapkan.
Disisi lain Kaneki terlihat cukup merasa penasaran. Apa yang Rize lakukan terhadap tasnya?
"Ketemu!"
Rize mengeluarkan dua bungkus batang coklat dari tasnya. Ia terlihat tersenyum senang hanya karena sebuah coklat yang kenyataannya ia beli di supermarket sebelum ia datang kesini. Netranya kini mencoba melirik Kaneki, remaja penyuka buku itu tersenyum padanya.
Rize menyodorkan satu bungkus coklat pada Kaneki, dan sontak membuat Kaneki merasa sungkan. Ia datang kesini bukan untuk minta dibelikan coklat. Ia datang kesini untuk memenuhi janji yang telah ia buat dengan Rize.
"Sudahlah, ambil saja"
Rize mengatakan itu dengan pipi yang agak sedikit memerah, hal itu membuat Kaneki mau tak mau menerima saja coklat yang diberikan Rize. Itu hal yang cukup mengejutkan bagi Rize, mengingat ini adalah hal yang baru ia lakukan untuk yang pertama kalinya –
- Memberi coklat pada seorang cowok? Ini bukan hari valentine bukan? Lagipula ia tidak mengharapkan itu kembali disaat hari white day tiba.
Kaneki masih terlihat terdiam sembari memandangi coklat pemberian Rize. Sejenak ia melirik kearah Rize, gadis itu membuka bungkus coklatnya lalu memakannnya. Itu terasa manis dan lembut, dan Rize merasa lebih baik akan hal itu.
Rize kembali melirik kearah Kaneki, pemuda itu masih juga belum memakan coklat pemberiannya. Mungkin karena malu? Atau malah merasa sungkan? Ia tidak tahu sama sekali akan hal itu.
Rize bertanya pada Kaneki, kenapa coklat yang ia berikan tidak dimakan olehnya. Kaneki kembali membuat senyum kikuk. Ia merasa malu, ia bilang pada Rize bahwa ini yang pertama kalinya bagi dirinya diberi coklat oleh seorang gadis.
Terlebih gadis itu adalah Rize...
"Aku kan temanmu, untuk apa malu?"
Jawaban dari Rize seakan meyakinkan Kaneki. Itu benar! Ia tidak perlu merasa sungkan akan hal itu, meski dalam sisi lain ia sadar jika mendekati Rize akan membutuhkan waktu yang cukup lama, ketika sadar atas apa yang baru saja Rize katakan padanya.
Hahah... lucunya ia... mengharapkan seorang gadis yang ia kenal dari social media...
"Sankyuu.."
Kaneki lalu membuka coklat yang ia terima dari Rize, lalu memakannya secara perlahan. Manis, dan terasa lembut dilidahnya. Bahkan ia tidak sadar jika satu potong kecil coklat menempel di sebelah sudut bibirnya.
Rize kembali tertawa renyah melihatnya dan Kaneki melihat tawa itu. Kaneki bertanya pada Rize tentang apa yang ia tertawakan. Rize menggeleleng pelan sembari tersenyum lembut. Ia mendekat kearah Kaneki, dan tentu membuat Kaneki agak sedikit merasa gelisah hingga memiringkan tubuhnya agak menjauh dari Rize.
Rize cemberut padanya. Bibirnya agak melengkung kebawah dengan pipi yang dikembungkan, dan itu membuat Kaneki seolah ingin mencubit pipinya. Benar-benar gadis yang manis dengan perilaku sama seperti gadis kebanyakan.
"A-apa yang kau mau dariku?"
Kalimat itu keluar dari bibir Kaneki, menegaskan bahwa ia ingin tahu apa yang ingin dilakukan Rize padanya hingga gadis itu mendekat kearahnya. Bukan karena ia tak ingin itu, namun ini di tempat terbuka –
- Oke! kepala Kaneki dipenuhi dengan khayalan yang tak masuk akal sekarang!
"Bukan itu..."
Jemari lentik Rize mendekat kearah wajah Kaneki, tentunya membuat sang empunya merasa tak lagi dapat menahan rona merah dikedua pipinya. Jemari Rize mengambil potongan kecil coklat yang menempel diwajah Kaneki, lalu menunjukkan itu pada Kaneki dengan wajah yang cemberut.
"Aku ingin mengambil ini dari wajahmu tahu!"
Dan seketika Kaneki memerah malu karena itu...
Gadis yang perhatian...
Batinnya...
"Sankyuu..."
"Eh? Untuk apa?"
"Ka-kau perhatian padaku"
"Hihi~ memangnya enggak boleh? Kita teman kan?"
"U-um..."
Dan selanjutnya, mereka menghabiskan waktu mereka dengan obrolan demi obrolan hingga akhirnya mereka ternggelam dalam obrolan mereka sendiri.
.
.
.
.
- Asphyxia –
.
.
.
.
[Kaneki Ken] : "Eh? Tapi kenapa mendadak begini?"
[Kamishiro Rize] : "Bukan begitu, aku hanya ingin bertemu saja"
[Kaneki Ken] : "Soal Rekomendasi buku lagi?"
[Kamishiro Rize] : "Sedikit. Apa tidak boleh?"
[Kaneki Ken] : "Bukan itu maksudku. Ini sore hari, apa kau tidak takut untuk keluar sendirian? Lagipula aku ada sedikit kesibukan"
[Kamishiro Rize] : "Aku berani! Kamu tidak perlu cemas akan hal itu. Tapi jika kamu ada kesibukan, apa boleh buat"
[Kaneki Ken] : "Di taman kan?"
[Kamishiro Rize] : "Ya? Apa maksudmu?"
[Kaneki Ken] : "Akan kuusahakan. Jadi, kutunggu disana ya!"
[Kamishiro Rize] : "Beneran?!"
*[Kaneki Ken] Has been Logged Out*
Kaneki tersenyum lembut saat melihat riwayat chatnya dengan Rize dilayar smartphonenya. Ada saja yang memaksanya untuk melengkungkan bibirnya keatas dari percakapannya dengan Rize.
Kaneki kini berada di kamarnya, tepat setelah pulang dari pertemuannya dengan Rize tadi lalu mengantarnya ke stasiun kereta akibat hari yang semakin malam. Ia tahu, ibunya pasti masih bekerja dan belum pulang. Maka dari itu ia sebelumnya memasak makanan terlebih dahulu sebelum akhirnya ia bisa berbaring dikasurnya yang nyaman ini.
Terlintas ingatan tentang Rize yang amat perhatian padanya, ketika memori itu menggambarkan sosok Rize yang tengah tersenyum padanya. Seketika pipi Kaneki bersemu merah. Ia seakan malu pada khayalannya sendiri.
[Kamishiro Rize] : "Aku berani! Kamu tidak perlu cemas akan hal itu. Tapi jika kamu ada kesibukan, apa boleh buat"
Matanya tertuju pada balasan chat dari Rize. Entah apa yang ia pikirkan soal itu, toh lagipula sebenarnya ia tidak terlalu sibuk sebelumnya. Namun karena ini Rize dan gadis itu terlihat kecewa dari tulisan yang ia ketik dilayar smartphonenya, pada akhirnya Kaneki menurutinya.
Kamishiro Rize, gadis yang baru seminggu ia kenal lewat social media. Mereka terlihat dekat berkat Kaneki yang memposting gambar sebuah buku favoritnya, dan tanpa ia duga seorang gadis manis mengomentari foto yang ia posting –
- yang tak lain adalah Kamishiro Rize.
Mereka bercerita banyak didalam kolom komentar, berbicara tentang buku yang Kaneki posting yang ternyata adalah favorit dari Rize juga. Hingga akhirnya Rize memutuskan untuk memilih private message dengan Kaneki dengan harap bisa lebih dekat. Alasannya sederhana, gadis itu tidak ingin orang lain melihat percakapannya dengan Kaneki dikolom komentar.
Mereka bercerita banyak satu sama lain dan semakin lama semakin terasa akrab. Mungkin benar ungkapan bahwa semuanya berawal dari Hobby, sama halnya seperti pertemanan mereka yang berawal dari hobby mereka membaca buku.
Hari demi hari mereka lewati dengan chattingan – sekedar melepas rasa bosan dikala waktu senggang yang mereka miliki. Hingga pada suatu hari Rize mengalihkan topik pembicaraan kearah lain. Bertanya tentang privasi Kaneki. Seperti dimana ia tinggal, hobby selain membaca buku dan hal semacam itu. Disisi lain, Kaneki sama sekali tak merasa risih akan hal itu meski itu mengungkit privasinya
Kaneki lalu memberitahu dimana ia tinggal kepada Rize. Dan itu membuat Rize cukup terkejut. Mereka tinggal di kota yang sama. Kaneki tidak terlalu peduli tentang itu, namun diluar dugaan ternyata Rize mengajaknya untuk bertemu di dunia nyata. Tentu saja Kaneki sempat bingung mau menanggapi seperti apa. Namun pada akhirnya ia menyerah dan menuruti apa yang Rize inginkan
Dan juga...
Tak pernah ia bayangkan jika mengobrol di dunia nyata akan terasa sedikit lebih sulit dibanding di social media. Mereka akhirnya mengetahui wajah satu sama lain. Mengingat akun Kaneki yang menggunakan pic chara anime sebagai poto profilnya, dan Rize yang menggunakan poto wajahnya namun tertutupi dengan masker sebagai poto profilnya.
Awalnya mereka kaku satu sama lain. Kaneki yang latar belakangnya termasuk orang yang sulit berkomunikasi secara langsung, dan Rize si gadis berkacamata yang sedikit agak introvert. Namun yah? Mereka bisa melewatinya dengan baik.
"Ibu pulang!"
Sahutan sang ibu membuat Kaneki tersadar dari lamunannya, menatap riwayat chatnya dengan Rize seakan membuatnya tak henti untuk terus tersenyum. Ia lalu beranjak dari kasurnya dan bergegas menemui ibunya lalu menyapanya. Kemudian, ibu dan anak itu melewati malamnya seperti biasa.
.
.
.
.
Kaneki terbangun dari tidur nyenyaknya. Cahaya matahari yang masuk melalui kaca jendala seakan memaksa matanya untuk terbuka lebar. Itu berkat ibunya. Sengaja membuka hordeng jendela tanpa ada niatan untuk membangunkan Kaneki, memasak sebentar untuk anaknya lalu pergi kerja demi menafkahi anak satu-satunya. Mengingat, ia tidak boleh datang terlambat di tempat ia kerja.
Kaneki duduk di pinggir kasurnya, sembari menatap kearah luar jendela. Langit belum seberapa cerah dan sejenak rasa kantuknya masih merayu dengan kuat untuk terus berada di tempat tidurnya.
Namun mau bagaimana lagi? Hari ini ia sekolah.
Pagi ini Kaneki tahu jika ibunya pasti sudah lebih dahulu berangkat kerja dan meninggalkan makanan di atas meja makan. Sejenak ia berpikir bahwa ibunya adalah sosok yang kuat. Merawat anaknya sendirian tanpa ada sosok ayah yang kini telah meninggal.
*Drrrtt~!*
Netranya mendapati ponselnya bergetar diatas lemari kecil disebelah kasurnya. Ia tersenyum tipis saat sesaat ia melihat nama Kamishiro Rize dari notifikasi ponselnya. Buru-buru ia mengambilnya dan membuka lockscreen.
[Kamishiro Rize] : "Selamat pagi~"
Kaneki tersenyum karena itu...
[Kaneki Ken] : "Selamat pagi juga. Kau tidak sekolah?"
Bagi Kaneki, pertanyaan itu adalah pertanyaan yang lumrah. Itu benar bukan? bahkan tingginya dirinya saja lebih tinggi dari Rize meski jika sekilas terlihat lebih tinggi Rize dibanding Kaneki. Itu tidak lain menguatkan dugaan Kaneki bahwa Rize seumuran dengannya dan tentunya ia masih sekolah.
[Kamishiro Rize] : "Ini aku sedang bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah"
[Kaneki Ken] : "Aku malah baru saja bangun dari tidurku"
[Kamishiro Rize] : "Benarkah? aku sekarang sedang berdandan sebentar. Mau lihat?"
[Kaneki Ken] : "Apa maksudmu?"
[Kamishiro Rize] Sending a picture*
[Kamishiro Rize] : "[ ]"
[Kamishiro Rize] : "Gimana menurutmu? Aku cantik kan? Hihi~"
Seketika Kaneki terdiam dengan pipinya yang memerah malu. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan gadis yang menjadi teman chattingannya ini.
Matanya seakan tidak berkedip sama sekali, ketika poto yang gadis itu kirim menunjukkan dirinya yang tengah berdiri mengenakan seragam sekolah yang terlihat amat cocok dengannya – Yah? Dia memfoto dirinya didepan cermin jadi wajar jika dirinya terlihat jelas. Ekspresinya membuat Kaneki jadi salah tingkah sendiri. Gadis itu tersenyum, namun memiliki arti lain.
Rambutnya terlihat masih belum kering benar, tatapan matanya yang begitu lembut yang kini tidak sedang ditutupi dengan kacamata, kulit putihnya yang bersih tanpa ada cacat sedikitpun dan bibirnya itu. Ya! Seolah ingin sekali rasanya Kaneki mengecupnya.
[Kaneki Ken] : "Kau terlihat manis..."
Sumpah! Kaneki benar-benar merasa malu ketika mengirim pesan itu pada Rize.
[Kamishiro Rize] : "Waaah~ Begitu kah? Makasih~!"
[Kaneki Ken] : "Ngomong-ngomong, kau sekolah di Kamii Gakuen?"
[Kamishiro Rize] : "Ada yang salah dengan itu?"
[Kaneki Ken] : "Bukan itu maksudku"
[Kamishiro Rize] : "Lalu apa?"
Ini agak sedikit menyulitkan bagi remaja macam Kaneki. Ia tidak menyangka jika gadis itu sekolah di tempat yang sama dengannya. Ingin bilang pada Rize bahwa ia bersekolah ditempat yang sama, namun ia masih ragu. Namun jika ia tidak bilang itu dan tidak sengaja bertemu di sekolah –
- itu akan menjadi kejutan yang membuatnya agak sedikit kerepotan nantinya!
Bukan begitu...
Ia hanyalah siswa penyendiri di sekolahnya. Memiliki penampilan yang culun dan cupu membuatnya merasa agak minder untuk bergaul dengan yang lain hingga akhirnya memaksa ia untuk bertarung sendirian.
Lalu bagaimana dengan Rize? Bagaimana jika dia adalah seorang primadona sekolah? Pelajar yang pintar? Gadis idaman? Atau sebutan lain yang bernada positif? Tentunya ia merasa khawatir pada Rize jika temannya tahu bahwa Rize dekat dengannya, yang notabene hanyalah siswa penyendiri?
Apa yang dikatakan temannya nanti?
Ia bahkan memikirkan hal sampai sedetil itu.
Namun yah? Keputusannya sudah bulat.
[Kaneki Ken] : "Aku tak menyangka jika kau bersekolah di sekolah yang sama denganku"
[Kamishiro Rize] : "EEH?! Beneran?!"
[Kaneki Ken] : "Untuk apa aku berbohong padamu?"
[Kamishiro Rize] : "Kalau begitu aku tunggu ya di stasiun tempat kamu mengantarku kemarin"
Sudah ia duga jika ini obrolan ini bakal berakhir seperti ini.
[Kaneki Ken] : "Kenapa kau tidak berangkat sendiri?"
[Kamishiro Rize] : "Kamu tidak mau berangkat sekolah bareng denganku?"
[Kaneki Ken] : "Bukan seperti itu..."
Kaneki bingung ingin mengetik apa pada keyboard dilayar ponselnya. Ini bukan berarti ia tidak ingin berangkat sekolah bareng dengan Rize. Namun jika dari rumahnya, arah menuju sekolah dan arah menuju stasiun itu berlawanan. Tentunya itu akan menguras tenaganya.
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun?"
[Kaneki Ken] : "-Kun?"
[Kamishiro Rize] : "Hehe~ biar terasa lebih dekat gitu"
[Kaneki Ken] : "Huh... baiklah jika itu maumu. Tunggu aku di stasiun jika kau sudah sampai"
[Kamishiro Rize] : "Oke. Kutunggu yaa~!"
*[Kamishiro Rize] has been logged out*
Mengukir senyum tipis, entah Kaneki harus bahagia atau tidak ia tidak bisa mengungkapkannya. Namun jika dilihat dari semburat merah di kedua pipinya, semua orang pasti sudah bisa menebaknya.
Melempar ponselnya kearah kasur, Kaneki pergi keluar kamarnya lalu menuju kearah kamar mandi. Entah kenapa ada sedikit rasa semangat yang membuatnya menjadi seperti ini. Padahal sebelumnya sih ia bahkan sering kali datang disaat kelas hampir dimulai.
Mungkin Karena Kamishiro Rize?
Siapapun tak ada yang tahu...
.
.
.
.
Kaneki kini telah tiba di stasiun yang telah disebutkan Rize. Seragam sekolah yang membalut tubuhnya terlihat cukup rapi, rambut hitamnya bersenandung ria terbawa angin saat ia tak menyangka jika kedatangannya bertepatan dengan kereta yang baru saja tiba.
Gerbong kereta itu terbuka. Mengeluarkan sekumpulan manusia dengan kesibukan mereka masing-masing, entah itu pekerja kantoran, pebisnis ulung, atau hanya sekedar orang biasa yang ingin mampir ke rumah neneknya. Sejenak ia memperlambat kecepatannya sembari mengamati sekitar.
Kaneki berjalan pelan, mengamati sekitarnya mencoba mencari sosok gadis berseragam sekolah yang sama, memiliki ciri yaitu rambut berwarna ungu dan kacamata yang bertengger dibatang hidungnya. Masih terus berjalan, dan terus berpaling ke kanan maupun ke kiri mencari sosok yang ia cari.
"Kaneki-kun!"
Kaneki menoleh. Itu suara gadis yang menyahut memanggil namanya. Berkacamata, helaian rambut ungu dengan aroma shampoo menusuk indra penciumannya. Gadis itu tersenyum lembut pada Kaneki, saat tatapan mereka bertemu dalam satu titik dimana Kaneki benar-benar terdiam bergeming saat melihatnya.
Kaneki benar-benar bersemu merah melihatnya...
Kamishiro Rize – gadis yang berhasil membuat Kaneki merasa malu itu kini mencoba berjalan kecil kearah Kaneki. Rize kembali melempar senyum bernada lain pada Kaneki, hingga membuat Kaneki tidak tahan untuk menahan diri lama-lama lalu mengajak Rize untuk segera pergi ke sekolah. Namun sayang, langkah Kaneki terhenti saat Rize menahan pergelangan tangan kanannya
"Tunggu dulu"
Kaneki menoleh, menatap gadis itu dengan kepala yang penuh tanda tanya. Rize tersenyum lembut. Pandangan mereka kembali bertemu dalam satu titik meski kini Kaneki masih bisa menahan untuk tidak mengeluarkan semburat merah pada kedua pipinya. Pegangan tangan Rize pun kini secara perlahan beralih menuju jemari Kaneki lalu saling bertautan disana. Tentunya membuat Kaneki cukup agak terkejut.
"Rize-san?"
Rize menggeleng pelan. Tidak! dia tidak ingin dipanggil seperti itu.
Rize membuka mulutnya, berkata pada Kaneki bahwa seharusnya ia tidak perlu seformal itu padanya. Ia ingin lebih dekat lagi daripada –san yang Kaneki gunakan. Sementara itu, Kaneki menaikkan kedua alisnya sembari tersenyum. Ia pikir, apa tidak apa jika ia memanggil Rize tanpa sebutan kehormatan?
"Ri-Rize?"
"-Chan nya mana?"
"Apa kau menginginkan itu?!"
"Tidak juga sih..."
Entah Kaneki bingung mau bereaksi seperti apa.
"Ri-Rize-chan..."
"Heeh~ makasih!"
"Kau senang karena aku memanggilmu seperti itu?"
"Aku bosan dipanggil dengan nama marga terus. Itu membuat aku merasa bahwa namaku tidaklah berguna"
"..."
"Kaneki-kun?"
"K-Kalau begitu biar aku yang memanggilmu seperti itu? Tak apa kan?"
"Boleh kok!"
Mereka saling melempar senyum satu sama lain, membuat hati yang terasa dingin kini luluh karena hangatnya suatu hubungan yang baru mereka jalin. Pegangan tangan Rize pada jemari Kaneki semakin terasa erat, dan Kaneki merasakan itu. Rize menariknya, mengajak Kaneki untuk segera berangkat ke sekolah bersama-sama. Kaneki pun mengangguk dan pergi.
Ah... indahnya masa remaja...
.
.
.
.
"Itu... Kamishiro Rize kan...?"
"Siapa laki-laki itu...?"
"Are...? aku tak menyangka jika ia mempunyai teman..."
Sayup-sayup Kaneki mendengar ocehan para gadis lain saat dirinya dan Rize memasuki gerbang sekolah. Mereka sedang membicarakan Rize dengan buruk, terlihat di mata mereka yang menajam kearah Rize. Gadis berambut ungu itu kini menunduk sembari tersenyum masam.
Kaneki sejenak melotot kearah sekumpulan gadis yang membicarakan Rize dari belakang itu. Tatapan mereka bertemu. Sekumpulan gadis itu awalnya agak risih saat Kaneki menatap mereka dengan intens, hingga akhirnya mereka tidak nyaman lalu pergi sembari misuh-misuh.
Genggaman tangannya yang bertautan dengan tangan Rize semakin terasa amat erat, saat Kaneki tak kuasa melihat Rize yang sedari tadi menunduk tanpa ada niatan untuk menatap lurus ke depan. Rize menoleh kearah Kaneki, kala genggaman itu terasa hangat. Kaneki tersenyum padanya.
"Tak apa, aku ada disini untukmu kok..."
Rize mengangguk lemah, kemudian perlahan ia tersenyum. Kaneki mengedarkan pandangannya, dan benar saja, mereka berdua mendapati pandangan banyak orang yang terlihat aneh atau bahkan lebih dari itu.
Semacam...
Ada hubungan apa mereka berdua...?
Itu Kaneki si penyendiri itu kan...?
Dan itu si Rize? Gadis yang dijauhi temannya itu?
Atau bahkan pertanyaan bodoh lebih dari itu.
Kaneki sama sekali tak peduli dengan itu. Netranya terus memandang lurus kedepan, tanpa peduli lingkungan sekitarnya yang memandang mereka deengan tatapan yang aneh – padahal kenyataannya ini lingkungan sekolah, lingkungan dimana siswa merasa aman sama halnya dengan rumah sendiri.
Sejenak Rize menengadahkan kepalanya ke depan saat Kaneki menarik dan menyuruhnya untuk mengikutinya. Genggaman tangan mereka belumlah lepas. Terjalin bagaikan simpul tali yang cukup sulit untuk dilepas.
Kaneki berbisik pada Rize, bahwa ia tidak perlu mendengarkan ocehan-ocehan orang lain yang didengar oleh telinganya. Ia tidak perlu membalas apa yang mereka katakan. Cukup terus melangkah maju dan cukup membuat telingamu tuli sejenak. Rize mengangguk.
Selang beberapa menit kemudian, mereka sampai di gedung utama sekolah. Hal itu membuat Rize merasa agak sedikit tidak nyaman. Ini hal yang pertama kalinya ia bisa merasakan hangatnya arti sebuah teman. Ia benar-benar tidak ingin ditinggal Kaneki, ia tidak ingin masuk ke kelasnya dan mendapati pandangan sinis dari temans sekelasnya – hal itu secara pelan ia katakan pada Kaneki, dan pancaran matanya seolah mewakili apa yang saat ini ia rasakan.
Kaneki menggeleng pelan. Remaja berambut hitam itu tersenyum lembut. Kedua tangannya kini memegang bahu Rize – meski tinggi badan mereka hanya berbeda berapa centi. Berkata padanya bahwa ia tidak perlu merasakan hal seperti itu. Ia harus kuat menghadapinya. Toh lagipula, Kaneki dan kelasnya tidak terlalu jauh. Hanya berjarak tiga kelas saja.
Rize perlahan tersenyum, meski agak terasa dipaksakan. Kaneki paham akan hal itu.
"Bagaimana kalau begini..."
"Huh?"
"Kita bertemu di atap sekolah, dan memakan makan siang bersama disana. Kau juga boleh membawa buku kesukaanmu, kita akan menghabiskan jam istirahat disana. Kau mau?"
"Be-benarkah?"
"Tentu! Aku akan menunggumu~"
"Kaneki-kun!"
*Hug!*
"Ri-Rize-chan?"
Dan maa... itulah yang terjadi...
.
.
.
.
Kaneki tidak akan pernah menyangka, ekspektasinya tentang Rize saat berada di stasiun kereta benar-benar jauh berbeda saat mereka tiba disekolah. Bukan berarti ia menyalahkan itu. Ia hanya seperti tidak bisa menerima kenyataan saja meski hanya sejenak.
Sosok Rize yang lembut, perhatian, teman yang baik, dan apapun itu selama itu bernada bagus, benar-benar melekat padanya. Surai rambut ungu yang tergerai menguarkan harum shampoo dengan varian harum terbaru benar-benar menusuk telinga. Gadis berkacamata penyuka buku, kulit putihnya yang lembut yang ia yakin banyak orang yang kagum padanya.
Namun apa? Gadis sempurna macam Rize ternyata tidak seperti apa yang ia bayangkan.
Mereka berdua kini berada di atap sekolah. Duduk bersandar pada dinding di samping pintu atap. Membuka kotak makan siang masing-masing setelah sebelumnya mereka sempat bercanda ria sekedar basa-basi.
Sosok Rize yang seperti itu ternyata tidak jauh bernasib sama seperti dirinya. Rize adalah gadis yang terlalu baik untuk menjadi teman sekelasnya. Ketika kelasnya dibanggakan dengan nilai Rize yang begitu tinggi (Bahkan Kaneki tidak menyadari jika siswi dengan nilai tertinggi seangkatannya itu adalah Kamishiro Rize) mereka malah menjauhinya.
Rize mungkin gadis yang menawan yang kemungkinan banyak remaja laki-laki di luar sana yang mau meliriknya. Namun apa yang ia dapati atas hal itu? Ia mau tak mau harus rela dijauhi oleh teman sekelasnya sendiri.
Rize yang selalu mendapatkan perhatian para guru, mau tak mau rela dicibir dari belakang hanya karena guru mereka selalu menekankan mereka untuk menjadi seperti Rize – yang kenyataannya mereka tidak suka dengan hal seperti itu.
Ini tidak adil. Kenapa harus begini?
"Apa kau tahan dengan keadaanmu yang seperti ini? Rize-chan?"
Rize menoleh ke samping, saat Kaneki mengatakan hal itu. Alisnya terangkat sebelah, apa yang Kaneki maksud?
Kaneki bilang padanya bahwa apa ia menerima keadaannya yang sekarang. Menerima kenyataan bahwa dia adalah seorang gadis baik yang dijauhi karena kecerdasannya. Gadis manis yang selalu menjadi perhatian guru, yang parahnya karena itulah ia menjadi bahan cibiran dan akhirnya dijauhi temannya sendiri.
Rize menggeleng pelan. Ia tidak membenarkan apa yang barus aja dikatakan Kaneki. Ia telah menerima keadaannya yang sekarang meski harus menempuh waktu yang cukup lama (mereka sekarang tahun ketiga, butuh waktu dua tahun bagi Rize untuk membiasakan diri). Dan sekarang ia bahagia, memiliki Kaneki sebagai satu-satunya teman yang ia miliki – dan perkataan itu tentunya membuat Kaneki memerah malu.
"Kau terlalu berlebihan Rize-chan"
"Enggak! Itu berarti bagiku. Karena temanku sebelumnya kini telah meninggalkanku"
"Apa maksudmu?"
Rize meraih sumpit yang berada dalam kotak makan siangnya, menjepit satu potong sosis dan mengangkatnya keatas, menyamakannya dengan awan di langit.
Rize bercerita bahwa ia dulu pernah memiliki seorang teman. Seorang gadis, tentunya. Entah gadis itu menganggapnya sebagai teman atau tidak, namun tiap kali mereka bertemu dan bersantai di suatu tempat, gadis itu selalu menanggapi apa yang ia katakan.
Mereka tidak terlalu akrab, hanya sekedar teman biasa yang saling berbagi cerita seputar sekolah mereka sendiri. Diiringi canda tawa juga tentunya. Dan bagi Rize sendiri, itu cukup berarti baginya.
Hingga pada suatu hari, gadis yang ia anggap sebagai teman itu keluar dari sekolah dengan alasan mengikuti orang tuanya yang pindah ke kota lain. Tentunya mau tak mau gadis itu harus pindah ke sekolah lain.
Gadis itu tak sempat berpamitan dengan Rize, atau memang karena ia tidak ingat dengan Rize? Entah Rize pun tak tahu. Menurut kabar yang ia tahu dari gurunya, temannya itu pindah ke kota sebelah dikarenakan pekerjaan orang tuanya.
Namun sayang...
Kabar menyakitkan tiba. Breaking news yang tayang di televisi menampilkan berita, tentang kecelakan beruntun yang terjadi di kota sebelah. Rize cukup terkejut akan hal itu. Ia berharap bahwa temannya tidak apa-apa dan selamat sampai tujuan.
Namun apa?
Doanya tak terkabul.
Tayangan itu menampilkan tempat kecelakaan terjadi, dan memperlihatkan betapa mengerikannya kecelakaan disana. Namun bukan hal itu yang membuat Rize terkejut.
Rize mendapati mobil temannya yang hancur di layar televisi. Tubuhnya serasa melemas dan cukup merasa sedih hingga ia mengeluarkan air matanya, saat liputan itu mengatakan bahwa tak ada satupun korban yang selamat.
"Ma-maaf membuatmu mengingat hal itu"
"Tak apa kok, itu kejadian yang telah berlalu"
"..."
Sejenak Kaneki berpikir tentang dirinya, apa ia sanggup bertahan jika seandainya ia memiliki nasib yang sama dengan Rize?
Rize bukanlah gadis yang seharusnya memiliki kehidupan yang seperti ia jalankan saat ini. Untuk seukuran gadis yang menjadi kebanggaan guru, dia bisa melakukan apapun. Bahkan ketika Kaneki bertanya tentang sosok Kamishiro Rize pada teman sekelasnya (Mengingat Kamishiro Rize cukup dikenal karena kepintarannya), mereka bilang bahwa Rize itu sosok yang mengagumkan, meski sering kali menutupi kelebihannya pada orang lain.
Cukup aneh sih bagi Kaneki. Ketika orang lain menganggap Rize mengagumkan, disisi lain teman-teman sekelas Rize malah menjauhinya karena suatu hal yang masih belum bisa Kaneki mengerti.
Dan dari situ, entah kenapa muncul satu keinginan kuat didalam hati Kaneki untuk membantu membuat kehidupan Rize menjadi sedikit lebih menyenangkan dari yang sebelumnya ia rasakan. Mereka sudah bersekolah ditahun ketiga, yang berarti mereka tidak lama lagi akan lulus. Secara, mereka kini memang berada di semester kedua.
"Kaneki-kun, aaaaam~!"
Kaneki menoleh ke samping. Itu adalah Rize, dengan sumpit yang menjepit sepotong kaarage, ia sodorkan kearah Kaneki. Kaneki merasa sedikit agak malu. Ia tidak pernah diperlakukan hal seperti ini sebelumnya.
Kaneki menatap Rize, seolah mengatakan bahwa apa kau yakin? Dan Rize mengangguk mengiyakan. Kaneki lalu mendekatkan mulutnya pada sumpit Rize lalu memakan potongan kaarage tersebut.
"Enak?"
"Hmm... Makasih"
"Hihi~ kamu mau lagi?"
"Tidak-tidak! aku punya juga" ucap Kaneki sambil buru-buru membuka kotak makan siang miliknya.
Mereka akhirnya menghabiskan waktu istirahat bersama di atap sekolah, ditemani hembusan angin yang terasa sejuk. Bercanda ria dan bercerita tentang hal yang menyenangkan. Detik demi detik mereka lewati dan merasakan rasa nyaman satu sama lain tanpa mereka sadari.
Dan disisi lain, Kaneki memantapkan niatnya, untuk membantu kehidupan sekolah Rize menjadi seperti yang seharusnya.
.
.
.
.
Hal pertama yang dilakukan Kaneki tentang membantu kehidupan sekolah Rize adalah, ia melihat-lihat eskul atau klub apa saja yang masih membuka anggota baru di mading dekat kelasnya.
Dia bukanlah siswa yang memiliki banyak teman yang bisa ia tanyakan tentang klub apa saja yang sedang membutuhkan anggota baru. Sebagai siswa yang berakhir menjadi penyendiri, agak sulit baginya untuk berbagi cerita, bahkan kepada teman sekelasnya sendiri.
Lagipula jika dipikir-pikir sih, dia juga masih punya teman – setidaknya dua orang. Hide si remaja berambut oranye dari kelas sebelah, dan Touka si gadis emosian yang kelasnya sama dengan Hide. Namun sayang ia tidak sempat untuk bertanya pada mereka tentang klub apa yang mereka ikuti.
Klub sastra? Paduan suara? Entah kenapa ia melihat banyak nama namun tak ada sama sekali yang menarik baginya – meski kenyataannya ini untuk Rize. Sejenak matanya terhenti pada kata band yang tertera disana. Band? Mereka membutuhkan seorang vocal?
Kaneki menyeruput soda kaleng yang ia genggam. Sejenak terlintas di dalam kepalanya tentang bakat apa yang Rize miliki. Meski gadis itu cocoknya berada dalam klub sastra mengingat ia menyukai buku. Namun entah mengapa baginya itu tidak terlalu membantu kehidupan sekolahnya.
Mereka kini berada ditahun akhir sekolah, hanya tinggal menghitung bulan untuk mengakhiri masa sekolah mereka. Berdiam diri di sebuah klub baginya hanyalah hal yang sama sekali tak menarik. Setidaknya Kaneki perlu memasukkan Rize ke dalam suatu klub. Ini demi Rize sendiri.
"Kaneki?"
Kaneki menoleh, sosok teman yang sebelumnya terlintas di dalam pikirannya akhirnya muncul juga. Panjang umur rupanya.
Namanya Hide – sekilas ia terlihat seperti siswa riajuu kebanyakan dengan wajah yang meyakinkan. Tak jarang ia sering dilirik para gadis di sekolah karena wajahnya yang rupawan meski rambutnya yang terlihat acak. Meski berbeda kelas, namun Kaneki tahu jika Hide merupakan siswa primadona di kelasnya.
"Hide, lama tak bertemu"
"Huh? Kita bertemu terakhir kali saat kau berjalan menuju atap sekolah tadi bodoh!"
"Hahah..." Kaneki tertawa hambar.
Sejenak Hide bertanya tentang apa yang Kaneki lakukan di atap sekolah. Meski tahu jika Kaneki adalah sosok penyendiri yang memilih tempat yang pantas untuk menyendiri, namun baru kali pertama itu ia melihat Kaneki menuju atap sekolah – padahal sih biasanya ia pergi ke kantin, membeli sebuah roti isi lalu mencari tempat yang sejuk untuk menikmatinya.
"Aku menghabiskan makan siangku di atap sekolah dengan Kamishiro Rize"
"..."
"Hide?"
*Slap!*
"Woi bangsat! Apaan pake gampar segala?" murka Kaneki saat pipinya ditabok Hide dengan sengaja.
"Kamishiro Rize? Si gadis pintar itu?"
"Ya! Memangnya kenapa hah?" ucap Kaneki sewot.
"Sadar diri bego! Dia gadis idaman dan sedangkan kau? Kau penyendiri yang suka berada di tempat-tempat sepi"
"Hide, berantem yuk! Lapangan luas tuh!"
Sekilas mereka memang terlihat bersitegang satu sama lain. Namun yah? Itu hanyalah candaan mereka semata. Mereka teman sejak kecil, jadi harap maklumi dengan candaan mereka yang agak absurd untuk seukuran anak sekolahan.
Kaneki kini mencoba bertanya pada Hide, tentang klub apa yang remaja berambut oranye itu ikuti. Kaneki memang tidak tahu sama sekali sih, toh lagipula ia memang tidak tertarik sama sekali pada semua klub yang ada di sekolahnya. Namun jika ini karena Rize, mungkin untuk kali ini ia harus tahu.
Hide lalu meresponnya, berkata bahwa ia merupakan salah satu anggota dari klub band. Belakangan band-nya tengah dalam keadaan yang tidak bisa dibilang baik sejak sang vokalis pindah sekolah ke sekolah lain karena suatu hal yang tak bisa ia jelaskan.
Kaneki terlihat senyum sumringah. Sejenak terlintas dikepala Hide, apa yang membuatnya seperti itu?
"Kenapa kau terlihat senyum goblok seperti itu?"
"Hahah! Tidak ada apa-apa kok, aku balik ke kelas dulu ya!"
Lalu mereka berpisah disana.
.
.
.
.
Malam harinya, Kaneki tengah berbaring di kasur kesayangannya. Mengangkat ponselnya keatas sembari senyum-senyum sendiri melihat layar ponselnya.
[Kamishiro Rize] : "Kamu menyarankanku untuk masuk ke salah satu eskul di sekolah gitu?"
[Kaneki Ken] : "Sebelum itu, apa kau mau? Aku tidak memaksamu sih tapi jika kau selalu kesepian di sekolah. Kenapa tidak masuk eskul saja? hitung-hitung kau bisa menghilangkan rasa bosanmu di sekolah"
[Kamishiro Rize] : "Tapi klub apa yang pantas untukku?"
[Kaneki Ken] : "Bagaimana dengan band? Temanku membutuhkan seorang vokalis"
[Kamishiro Rize] : "Aku tidak yakin dengan suaraku. Ngomong-ngomong soal temanmu, kamu punya teman juga ya?"
[Kaneki Ken] : "Apa yang membuatmu berpikir bahwa aku adalah siswa yang sama sekali tak punya teman?!"
[Kamishiro Rize] : hehe~ gak apa-apa kok. Hanya saja, aku agak iri, sedikit..."
Entah kenapa Kaneki agak sedikit merasa bersalah. Ia salah menggunakan kata-kata. Tidak seharusnya ia menyinggung perasaan Rize meski ia sama sekali tidak sengaja.
Namun yah? Hide hanyalah teman masa kecil Kaneki, sedangkan ia mengenal Touka akibat salah satu kejadian absurd yang pernah menimpa mereka hingga akhirnya mereka mengenal satu sama lain. Selain mereka berdua, Kaneki sama sekali tak kenal satupun orang lain di sekolahnya.
Menyedihkan... untuk seorang siswa di sekolah yang besar.
[Kaneki Ken] : "Maafkan aku..."
[Kamishiro Rize] : "Kenapa kamu meminta maaf padaku?"
[Kaneki Ken] : "Tidak seharusnya aku menyinggung perasaanmu"
[Kamishiro Rize] : "Haha~ Kamu begitu perhatian padaku Kaneki-kun. Kamu tidak perlu cemas seperti itu padaku"
[Kaneki Ken] : "Tentu saja bukan? aku ini temanmu!"
[Kamishiro Rize] : "Oke baiklah, aku memaafkanmu. Kamu puas?"
[Kaneki Ken] : "Makasih..."
[Kamishiro Rize] : "Entah aku bingung kau berterima kasih untuk apa, tapi ya sudahlah, sama-sama"
Kaneki tersenyum sejenak. Ia sedikit merasa agak baikan.
[Kaneki Ken] : "Balik ke pembahasan utama. Bagaimana menurutmu? apa kau mau masuk ke band?"
[Kamishiro Rize] : "Sudah kukatakan aku tidak yakin dengan suaraku"
Kaneki kembali tersenyum. Ia masih dalam posisi yang sama, kecuali tangan kanannya yang kini mencoba merogoh earphone di meja di sebelah kasurnya. Setelah itu ia lalu menghubungkannya dengan ponsel yang tengah ia gunakan lalu menggunakannya.
Ya! Dia berniat membujuk Rize untuk bernyanyi melalui voice note.
Masih terbayang dengan jelas suara Rize saat mereka berada di atap sekolah yang lalu. Mereka memang menghabiskan waktu disana bersama-sama. Sosok Rize yang cukup bersahabat, enak untuk diajak bercanda, tawanya yang renyah serasa membuat Kaneki memerah malu membayangkannya.
Juga suara yang ia keluarkan. Suaranya benar-benar lembut. Entah ia sama sekali tidak tahu. Dia bukanlah anak musik. Lagipula, jika baginya itu terdengar bagus, maka ia bilang bagus.
[Kaneki Ken] : "Oh ayolah! Suaramu bagus kok! Lembut-lembut gimana gitu?"
[Kamishiro Rize] : "HAH?! Apa maksudmu? Suaraku tidak seperti yang kau katakan"
[Kaneki Ken] : "Kalau begitu bernyanyilah padaku melalui voice note. Jika begitu, aku bisa menilainya kan?"
Dalam hati Kaneki, ia berteriak Kena kau! Dengan diiringi raut wajah yang terlihat senang.
Niatnya memang memancing Rize untuk bernyanyi. Ia memang bukanlah tukang bait dan tidak memiliki bakat dalam hal itu, namun jika ini Rize, maka ia akan berusaha.
[Kamishiro Rize] : "Kamu yakin?"
[Kaneki Ken] : "Tentu! Aku percaya kok jika kau bisa bernyanyi"
...
...
*Beberapa menit kemudian...*
...
...
*[Kamishiro Rize] sending a voice note*
[Kamishiro Rize] : "[Next 2 U]"
[Kaneki Ken] : "Sebentar... Itu kan lagu penutup seri Gundam UC RE:0096. Kau suka Gundam?"
[Kamishiro Rize] : "Berisik! Cepat dengar saja suaraku!"
[Kaneki Ken] : "Oke sayang~"
[Kamishiro Rize] : "A-Apa-apaan pake sayang segala?!"
Kaneki tertawa renyah. Boleh saja kan jika ia mencoba menggoda Rize dengan sebutan itu meski mereka berdua sama sekali tak mempunyai hubungan yang spesial?
Kaneki lalu memutar voice note yang dikirimkan Rize. Volume setengah dari maksimal telah ia siapkan sembari menutup matan mencoba meresapi tiap suara yang dihasilkan dari earphone yang ia gunakan.
*Jreeeng~ Jreeeng~ Jreeeng~ Jreeeng~*
Are? Rize bisa bermain gitar? Kaneki tidak tahu akan hal itu.
Sejenak Kaneki mendengar Rize bersenandung pelan diiringi gitar yang ia mainkan – itu terdengar dari earphone yang ia kenakan. Terasa begitu halus, bahkan ia sendiri cukup merasa suka dengan suara yang dimiliki Rize.
[Rekomendasi play lagu ini deh ya *SawanoHiroyuki[nZk]:naNami – Next 2 U –eUC-* biar tahu lagunya kayak mana. Dijamin bagus kok!]
Furi dake no kotae to eeru tai de ensou o tsunagu~
Hohoemu reido o daita kibou~
Erabu tame naraberu kitai no nai asa ni~
Motareru nowa tometa~
Sotto ringu nazoru~ Hidari no te ga~ fureta ai to mu~
Utawareru kuriin no kido mokuteki mo nai kate~
Fuanteina eikou no oto~
Take off my sought idol~
Then i can breathe in so deep~
Kiraina otona naru kage ga~
kasanaru youni kieta~
Yudaneru risou o sutereba~
Tsugi no jikan e no kooru~
...
...
..
Kaneki terdiam sejenak dengan mata yang tertutup rapat. Alunan lagu yang ia dengar benar-benar terasa seperti lagu pembawa tidur, begitu merdu dan bagus untuk gadis seumuran Rize. Hingga akhirnya matanya terbuka, sadar bahwa lagu yang ia dengar telah berhenti.
Seketika ia sadar bahwa ponselnya sedari tadi bergetar di sampingnya, layarnya memperlihatkan notifikasi dari Rize yang berderet hingga kebawah.
[Kamishiro Rize] : "Bagaimana dengan suaraku?"
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun?"
[Kamishiro Rize] : "Kamu masih mendengarnya ya?"
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun kau off?"
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun?!"
[Kaneki Ken] : "Oh maaf-maaf. Aku terlalu asik mendengar lagu yang kau nyanyikan"
Jujur, Kaneki benar-benar terpukau dengan bakat yang Rize miliki. Ia tidak menyangka jika gadis pintar yang menjadi teman chattingannya itu ternyata pandai dalam hal bernyanyi juga.
Bukan tanpa alasan, ia memang sempat terbengong sebentar saat lagu yang dinyanyikan Rize telah berhenti, padahal sih bisa dibilang lagu itu masih cukup panjang untuk dinyanyikan. Namun yah? Ia tidak bisa memaksakan hal itu pada Rize.
[Kamishiro Rize] : "Dih! Setidaknya beritahu aku"
[Kaneki Ken] : "Bagaimana caraku memberitahumu jika aku sedang mendengar lagu yang kau nyanyikan? Lagipula apa kau memang suka Gundam?"
[Kamishiro Rize] : "Lupakan soal Gundam. Jadi, bagaimana suaraku?"
[Kaneki Ken] : "Sebentar, kenapa kau ragu pada suaramu?"
[Kamishiro Rize] : "Kenapa kamu malah bertanya balik padaku?"
[Kaneki Ken] : "Kau memliki suara yang sangat bagus lho! sungguh! Aku bahkan bingung kenapa kau bisa meragukan suaramu sendiri saat kau memiliki suara yang amat bagus"
[Kamishiro Rize] : "Begitu kah?"
[Kanek Ken] : "Gimana? Tertarik dengan Band? Ku yakin suaramu pasti bakal membuat mereka kagum padamu!"
[Kamishiro Rize] : "Akan kupikirkan..."
Seketika Kaneki mengangkat tangannya keatas sembari menampilkan ekspresi bangga yang amat luar biasa. Di dalam hatinya, ia seperti berteriak Akhirnya aku berhasil membantunya atas apa yang ia lakukan pada Rize soalklub.
Pada akhirnya, ia berhasil membujuk Rize untuk bisa bergabung dengan klub temannya yaitu Hide. Bukan tanpa alasan, Rize memiliki suara yang bisa dibilang cukup bagus. Disamping itu, klub tersebut pun kini tengah membutuhkan seseorang yang mengisi posisi vokalis sejak vokalis mereka yang sebelumnya keluar dari Band.
Namun dibalik itu semua...
Kaneki memiliki maksud lain sih, dan ini demi Rize sendiri...
Karena bagi Kaneki, Rize adalah temannya yang berharga...
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun..."
[Kaneki Ken] : "Ya?"
[Kamishiro Rize] : "Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu"
Sejenak hatinya sedikit bergedup lebih kencang dari yang sebelumnya. Ada apa ini? Kenapa kepalanya serasa dipenuhi dengan candaaannya dengan Rize sebelumnya soal ia memanggilnya dengan sebutan sayang?
Huh?
[Kaneki Ken] : "Tentang apa? Katakan padaku..."
[Kamishiro Rize] : "Hmm... Enggak jadi deh! Sampai jumpa besok!"
*Kamishiro Rize has been logged out*
Seketika Kaneki dibuat mati penasaran oleh Rize. Sialan! Tak ia sangka jika gadis itu berhasil membuat degup jantungnya berdetak dua kali lebih cepat hanya karena sesuatu yang tidak jadi diutarakan padanya.
.
.
.
.
"Namaku Kamishiro Rize! Salam kenal"
Ucap gadis bersurai ungu itu sembari membungkukkan badannya. Tiga remaja lain yang berdiri di depannya pun kini memasang raut muka cukup ramah diikuti dengan si pemuda di samping gadis itu yang ikut tersenyum melihatnya.
Itu keesokan harinya, ketika Kaneki menyeret Rize menuju ke ruangan klub band dengan maksud untuk memperkenalkan diri. Yah, itu memang rencanan Kaneki sih untuk dapat memasukkan Rize ke dalam band, alih-alih membuat kehidupan sekolah Rize jadi sedikit lebih baik daripada yang sebelumnya mengingat, ini sudah tahun terakhir mereka berada di sekolah.
Setidaknya, membuat sebuah kenangan manis bukanlah hal yang tidak wajar bukan?
Pemuda berambut oranye – yang diketahui Rize namanya Hide dari Kaneki – menyuruhnya untuk kembali berdiri. Entah mengapa ia merasa tidak enak jika gadis ungu itu menundukkan kepalanya di depannya. Disamping itu, senyum Kaneki masih belum luntur dari wajahnya. Entah ia terlihat cukup bahagia hari ini mungkin?
"Aku tak menyangka jika kau tertarik dengan band kami. Namun sebelum itu, kau tidak dipaksa si bodoh di sampingmu itu untuk masuk ke band ini kan?" ucap Hide sambil menatap tajam kearah Kaneki, sontak membuat Kaneki membuang wajahnya kearah lain dan ditanggapi Touka dan Ayato dengan senyum yang cukup tipis. Kaneki melihat itu.
Ya! Tentu itu membuat Kaneki merasa cukup asing sih. Kirishima Touka dan Kirishima Ayato - kakak beradik yang identik dengan rambutnya yang cukup stylish yang kini berdiri di sebelah Hide – terlihat cukup akrab. Padahal kenyataannya sih, mereka sering bertengkar hanya karena masalah kecil yang tentunya membuat mereka cukup sulit untuk akrab satu sama lain meskipun mereka adalah adik kakak sekalipun.
"Ti-tidak sama sekali kok!" ucap Rize dengan tatapan menunduk dan seakan itu menguatkan dugaan Hide bahwa Kaneki merayu gadis itu untuk masuk ke band mereka. Hide masih menatap tajam Kaneki, namun Kaneki terlihat cuek.
Kaneki lalu berkata pada Hide bahwa ia tidak perlu merasa seperti itu. Kaneki memang tidak bisa mengelak jika apa yang membuat Rize mau masuk ke klub ini adalah karena dirinya. Namun, Hide, Touka dan Arima harus tau tentang suara yang dimiliki oleh Rize.
"Oh ya! Ngomong-ngomong, kau dan Touka-chan terlihat cukup akrab ya? Ayato?" tanya Kaneki dengan senyum miring. Tentu hal itu membuat kakak beradik itu salah tingkah dan membuat Hide disebelahnya tertawa kecil. Mereka memang saudara, namun bukan berarti mereka akrab.
"A-Apa yang kau katakan Penyendiri bodoh! Touka ya Touka, aku ya aku. Jangan buat aku dan si gadis galak di sebelahku ini terlihat akrab di matamu!"
Kaneki tertawa. Dalam batinnya ia berkata dasar tsundere! Pada Ayato.
"Huh?! Apa yang kau katakan adik bodoh?!"
"Apa yang kukatakan adalah kenyataan! Kakak bego!"
"Huh?! Ngajak berantem?!"
"Yok lah! Baku hantam kita!"
Abaikan mereka. Memperhatikannya hanya akan membuang-buang waktu saja.
.
.
.
.
Kaneki kini duduk di kursi yang sebelumnya telah dipersiapkan. Sejenak pandangannya mengedar kearah lain, menatapi betapa bersihnya ruangan ini, alat-alat musik yang tetata rapi, serta beberapa foto yang dibalut dengan bingkai minimalis menempel pada dinding. Entah mengapa ia merasa cukup betah di ruangan ini.
Pandangannya kini tertuju pada band dengan vokalis barunya itu. Hide memegang posisi sebagai pemegang bass, Touka sebagai gitaris, Ayato sebagai drummer, dan Rize sebagai vocal. Mereka terlihat cukup serasi satu sama lain, bahkan Kaneki sendiri tidak menyangka jika Ayato itu adalah drummer. Ia pikir adik kecilnya Touka itu seorang gitaris melihat dari postur tubuhnya yang agak kurus.
Kaneki tersenyum pada Rize. Ada sedikit rasa bahagia di dalam hatinya kala melihat Rize bisa sedikit tersenyum atas apa yang kini ia rasakan. Ia berhasil membuat gadis itu memiliki seorang teman. Bahkan ketika suara yang dimiliki Rize dites sebelumnya oleh Hide, anggota band yang kekurangan vokalis itu terpukau akan suarau yang dikeluarkan Rize.
Gadis itu terlihat sempurna dimata Kaneki...
Ya... terlalu sempurna untuk ia miliki...
Mungkin?
Mereka tengah bersiap-siap untuk memainkan sebuah lagu, seperti Touka dan Hide yang menyetel alat musik yang mereka pegang, Ayato yang sedang mencari stick drum yang hilang sebelah, dan Rize yang tengah membenarkan posisi mic. Rize – gadis itu awalnya ingin mencoba untuk bernyanyi sambil bermain gitar, toh itu juga memang kebiasaannya jika berada di dalam kamarnya. Namun untuk kali ini, Hide tak memperbolehkannya.
Apa boleh buat?
"Ayato, kau sudah menemukannya?"
"Baru saja aku temukan –" Ayato berjalan kearah drum dan duduk disana "- lagu apa yang akan kita mainkan?"
"Girl Dead Monster – Thousand Enemies? Mungkin? Kau hafal liriknya bukan? Kamishiro?"
"Rize saja tidak apa kok –" ucap Rize sambil tersenyum saat tatapan matanya bertemu dalam satu titik dengan pandangan Hide. "- dan aku hafal kok liriknya"
"Bagaimana denganmu Touka?"
"Kau ragu padaku Hide?"
"Baiklah kalau begitu!"
*Tap! Tap! Tap!*
Mereka memainkan sebuah lagu sebagai sebuah latihan dengan vokalis baru yang mereka miliki. Kaneki tersenyum di bangku, menatap Rize yang kini tersenyum padanya.
Fukigen sou na kimi to sugoshite~
Wakatta koto ga hitotsu aru yo~
Sonna~ furishite~ tatakau koto ni hisshi~
Itsu made mo kanaide koori no you ni~
Natsu no hizashi atsukute mo tokezu ni ite ne~
Kitto saki ni utsukushii hyouga ga aru yo~
Katachi aru~ Sonna kokoro~ dare datte~ kizukukeba motteru~
Kimi mo motteru~
Dan untuk yang kedua kalinya, Kaneki menikmati betul suara yang dikeluarkan Rize...
Dan selanjutnya...
Apa yang ia pikirkan tentang semua ini ternyata tidak seperti yang ia duga...
.
.
.
.
Hari demi hari tak terasa telah terlewati, sekitar seminggu atau lebih mungkin? Meninggalkan kepingan demi kepingan ingatan tentang apa yang mereka lakukan sebelumnya terasa begitu amat menyenangkan. Rize, gadis berambut ungu dengan penampilan yang cukup cantik tersebut kini sudah tak lagi menyembunyikan senyumnya pada semua orang.
Dia terlihat sedikit lebih bahagia sekarang...
Tentu...
Dia punya teman baru...
Sejak pertama kali ia berlatih bersama band barunya – yang kebetulan disaksikan oleh Kaneki saat itu – ia terus disibukkan dengan kegiatan bandnya. Entah itu hanya sekedar latihan atau apapun itu. Bertemu teman baru yang kebetulan satu hobby atau bahkan tertarik dengan bandnya, juga kegiatan manggung di luar sekolah yang pernah ia ikuti untuk pertama kalinya dengan bandnya.
Kini gadis itu tampak begitu manis dengan senyum barunya. Gadis yang dulu kesepian itu kini telah menemukan cahaya baru yang telah mengubah kehidupan sekolahnya. Ia benar-benar berubah sekarang, dirinya sibuk dengan kegiatannya yang terbilang cukup padat.
Dan yah...
Belakangan dia juga jarang menghubungi Kaneki karena kegiatannya...
"Sial... sudah lama aku tak merasakan desir angin dari atap sekolah"
Surai rambutnya berayun dibelai udara, cukup sejuk berkat awan putih yang melindunginyadari terik matahari. susu kotak yang ia genggam kini kembali ia minum melalui sedotan yang telah tersedia. Pandangannya jauh kedepan. Entah apa yang ia lihat sebenarnya tak ada satupun yang tahu.
Namanya Kaneki Ken...
Dikenal sebagai siswa yang suka menyendiri, tak memiliki banyak teman, misterius dan tertutup, juga sosoknya yang terkadang suka menghilang di keramaian. Remaja yang cukup menawan dimata gadis normal, meski sikap dan sifatnya sama sekali tak menunjukkan bahwa dia adalah sosok yang pantas untuk dijadikan pasangan hidup.
Ia berdiri di belakang pagar pembatas atap sekolah. Memandang jauh kedepan dan entah apa yang ia lihat, tak ada seorangpun yang tahu. Sahutan demi sahutan suara para siswa yang sedang berlari di lapangan sekolah tepat di sudut kiri pandangannya terasa menusuk telinga. Sejenak ia berpikir, ternyata para gadis berpakaian olahraga itu suaranya cukup kuat juga.
Ia sendirian disana, tak ada seorangpun yang menemaninya. Bahkan sejak ia ke ruangan band bersama Rize beberapa hari yang lalu, ia sudah jarang bertemu gadis berambut ungu itu dan kembali menyendiri. Sempat bertemu, namun hanya sekedar lewat saja dan sedikit senyum baru yang diberikan olehnya.
Kaneki paham kok.
Dia punya teman baru dan kesibukan barunya sekarang...
Entah kenapa ia menyesal mengenalkan band yang dipimpin Hide itu pada Rize jika akhirnya akan menjadi seperti ini. Bukan karena ia egois. Namun, ada sedikit rasa cemburu di hatinya kala gadis itu bersama orang lain.
Andai ia tidak memperkenalkan band pada Rize, mungkin Kaneki sekarang masih dapat bersama dengan gadis berambut ungu itu. Melewati canda tawa di tempat sepi, hanya mereka berdua saja tanpa ada satupun orang yang mengganggu. Namun apa daya? Kaneki tidak bisa memutar balik waktu yang telah berjalan dengan semestinya.
Apa yang telah ia lakukan pada Rize adalah satu perlakuan yang amat baik untuk gadis itu. Meski hati kecilnya malah meminta sebaliknya dan tidak ingin membiarkan Rize pergi lebih jauh, namun biarlah, Kaneki memang ingin membantu gadis itu untuk menemukan kehidupan barunya.
Namun yah? Rencana awalnya memang tidak seperti apa yang ia duga sebelumnya.
Ia pikir, jika ia mempertemukan Rize dengan band maka dirinya bisa semakin akrab dengan Rize meski hanya sebatas teman. Itu sudah cukup terasa amat berharga bagi Kaneki, walau terkadang ia berpikir untuk meminta lebih dari itu. Namun tak apa, ia masih sanggup bertahan dengan itu.
Tapi apa kenyataannya?
Rize berubah sekarang. Gadis itu kini semakin sering tersenyum pada orang-orang. Diri yang selalu disibukkan dengan kegiatan band, teman-teman barunya, ataupun memikirkan rencana tentang apa yang akan mereka buat kedepannya. Gadis itu benar-benar berubah sekarang berkat kehidupan barunya – tanpa sadar bahwa itu semua berkat Kaneki.
Itu benar-benar tidak seperti apa yang ia inginkan...
Hati kecilnya serasa ingin Rize tersenyum hanya untuknya, memenuhi notifikasi ponselnya dengan chat yang ia kirim, dan menghabiskan waktu bersama seperti saat mereka bertemu di taman sore hari. Tak peduli apa yang orang lain pikirkan tentang satu kepingan dari egonya, yang ia inginkan hanya Rize seorang.
Namun sayang gadis itu kini benar-benar berubah...
"Bodohnya aku memikirkan itu. Apa aku seegois ini sebelumnya?" Tanyanya pada dirinya sendiri.
Sejenak ia mendengar bunyi alat musik yang cukup keras dari arah samping kirinya. Ya, itu ruang band. Pintu menuju atap sekolah berada di lantai tiga tepat di lorong ujung kiri sekolah. Sedangkan ruang band berjarak dua ruangan dari pintu atap sekolah.
Cukup dekat hingga alunan musiknya terdengar di telinga Kaneki.
Ia membalikkan tubuhnya ke belakang. Langkah kakinya membawanya kini menuju pintu untuk mencari sumber suara yang menusuk telinganya. Ia tahu, itu adalah Rize dan yang lainnya yang sedang berlatih untuk tampil di festival sekolah nanti mengingat itu sudah cukup dekat. Mungkin sekitar seminggu lagi?
Kaneki memutar knop pintu, menariknya kebelakang lalu masuk ke dalam dan tak lupa menutupnya kembali. Getar bunyi drum terdengar di telinganya, diiringi dengan suara gitar dan bass yang saling sinkron satu sama lain. Dan terakhir, diikuti dengan suara emas seorang gadis yang tengah membawakan sebuah lagu bertema cinta.
Kaneki tersenyum simpul...
Ia terus melangkah secara perlahan, melewati satu ruangan yang penuh dengan gambar-gambar 2D di atas kertas. Itu klub manga dan karya kecil yang telah mereka buat. Lagu yang dimainkan band itu kini telah berjalan selama sekitar satu menit. Kaneki kembali melangkah, kini melewati sebuah ruangan yang penuh dengan rak-rak buku. Itu klub sastra –
- yang dulu ia pikir cocok dengan seorang gadis penyuka buku seperti Rize.
Itsukara darou?
Kimi no koto wo~
Oi kakeru watashi ga ita~
Douka onegai~
Odorokanai de~
Kiite yo~ watashi no~
Kono omoi yo~
[Lirik dari lagu Supercell yang berjudul *Kimi no Shiranai Monogatari*]
Kaneki kini telah sampai di depan ruangan band yang dipimpin Hide. Pemuda itu bersembunyi di samping jendela, dan memandangi isi ruangan itu dengan matanya.
Disana ada Rize yang tengah bernyanyi dengan raut wajah yang terlihat cukup senang, Touka dan Hide yang terlihat asik dengan bass dan gitar mereka, dan juga Ayato dengan skill drummernya yang cukup hebat. Di depan mereka berempat, ada beberapa sosok lain tengah duduk di bangku yang telah disediakan. Bertepuk tangan untuk Rize dan yang lainnya padahal lagu yang mereka mainkan belum selesai.
Kaneki tersenyum kecut. Rize kini semakin terasa jauh darinya.
Pemuda itu menundukkan kepalanya. Entah kenapa rasa semangatnya untuk pergi ke sekolah kini mulai hilang kembali setelah sebelumnya ia merasa sangat ingin pergi ke sekolah dihari-hari yang lalu saat Rize masih bersamanya. Helaian rambutnya menutupi ekspresinya kini, dan langkah kakinya kini membawanya menuju tangga dan turun ke lantai dua dimana kelasnya berada.
Namun tanpa sadar...
Rize melihatnya...
.
.
.
.
15.30 PM
[Kaneki Ken] : "Yo Rize! Bagaimana kabarmu?"
[Kaneki Ken] : "Ah, kau pasti sedang sibuk dengan band-mu ya?"
[Kaneki Ken] : "Entah kenapa aku serasa ingin menghubungimu saja"
[Kaneki Ken] : "Namun yah? Aku tidak bisa mengganggumu"
[Kaneki Ken] : "Kudengar kau akan tampil di festival sekolah nanti bersama teman band-mu kan?"
[Kaneki Ken] : "Itu bagus! Kuyakin itu akan sangat meriah nantinya"
[Kaneki Ken] : "Mereka semua akan terhibur dengan aksi panggungmu dengan teman band-mu, mereka bersorak gembira padamu, dan kau akhirnya temukan teman barumu..."
[Kaneki Ken] : "..."
[Kaneki Ken] : "Bagaimana dengan kehidupanmu sekarang?"
[Kaneki Ken] : "Maaf telah membuat kehidupanmu berubah. Namun yah? Aku melakukan ini hanya untukmu seorang"
[Kaneki Ken] : "Aku berusaha mencarikan klub untukmu dengan maksud membuat kau sedikit senang, melindungimu saat kau dikata buruk saat kita berdua berada di halaman sekolah, dan masih banyak lagi"
[Kaneki Ken] : "Semua itu hanya untukmu, Rize"
[Kaneki Ken] : "Dan kehidupanmu sekarang sudah berubah ya? Setidaknya senyummu yang hanya bisa kulihat dari jauh sudah cukup membuatku merasa senang"
[Kaneki Ken] : "Hahaha..."
[Kaneki Ken] : "Sebenarnya masih ada satu hal lagi yang ingin aku katakan padamu"
[Kaneki Ken] : "Namun maa? Kurasa lain kali saja deh!"
[Kaneki Ken] : "Salam dariku~"
*[Kaneki Ken] has been logged out*
20.17 PM
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun?"
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun? Kaneki-kun? Kenapa kamu tidak membalas pesanku?"
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun?!"
.
.
.
.
.
.
Tiga hari sudah berlalu sejak chat dari Kaneki memenuhi notifikasinya. Seisi sekolah kini mulai sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Sudah sejak dua hari yang sebelumnya sekolah mereka sengaja tidak memberikan pelajaran pada siswanya mengingat diminggu ini sekolah akan mengadakan sebuah festival yang selalu diadakan tiap tahunnya.
Para siswa terlihat sibuk satu sama lain. Ada yang sibuk merangkai bunga, menata ruang kelas mereka sesuai dengan apa yang mereka ingin buat pada kelas mereka sendiri, mendiskusikan tentang konsep apa yang akan mereka terapkan pada kelas mereka, menghias gerbang sekolah, dan kesibukan lainnya. Mereka diberi izin oleh dewan guru untuk menghias kelas mereka seperti apapun yang mereka mau.
Rize – gadis cantik itu kini termenung di atas bangku tepat di dalam ruangan band. Kedua kakinya merapat dengan tangan yang menopang pada pahanya. Kepalanya menunduk, seperti ada yang mengganjal di pikirannya saat ini.
Ia tahu, apa yang sebenarnya sedang tidak beres.
Sudah tiga hari sejak chat panjang dari Kaneki berlalu. Dan sejak itu pula, Rize tak menemukan sosok Kaneki dimanapun ia berada. Entah itu di kelasnya, di kantin, di atap sekolah, di halaman belakang sekolah, ataupun di tempat-tempat yang sepi saat ia teringat akan sosok Kaneki yang suka menyendiri.
Entah kenapa, rasanya ingin ia menangis meski itu agak sedikit memalukan.
Ia benar-benar melupakan keberadaan Kaneki yang selalu mencoba ada untuk dirinya. Ketika Kaneki mendorongnya pada kehidupan baru yang saat ini telah ia dapatkan, Kaneki lenyap dan menghilang dan berhenti mendorongnya dari belakang. Dan semua itu, karena Rize.
Dia sadar bahwa ia telah menjauh dari sosok Kaneki. Kesibukannya pada band dan teman-teman barunya benar-benar membuat ia lupa akan sosok Kaneki yang telah berjasa padanya. Ia tahu, ia tidak akan mendapatkan semua ini jika bukan karena Kaneki.
Namun bagaimana dengan Kaneki sendiri?
"Ka-Kaneki-kun bodoh..."
Ia mencoba menahan setengah mati air matanya hingga mata indahnya kini terlihat berkaca-kaca. Ada sedikit rasa sesal di dalam hatinya, seolah berkata bahwa mengapa aku bisa melupakan sosok yang telah berjasa padaku? Dibalik semua rasa bangga akan bandnya yang akan tampil ekslusif pada pembukaan, pertengahan dan akhir acara festival sekolah, yang nantinya pembukaan dan semua aksi panggung akan ditampilkan di lapangan indoor basket.
Dan bodohnya ia, merindukan sosok Kaneki setelah apa yang ia lakukan pada si pemuda penyendiri itu...
"Rize?"
Itu adalah Hide, yang tak sengaja masuk ke dalam ruangan dengan niatan untuk sekedar cek. Namun, ia tak menyangka jika ia akan bertemu dengan Rize disana –
- yang tengah menunduk, dan terdengar sedikit isak tangisnya.
"Rize?! Kau tidak apa?"
Segera Hide bergegas mendekati Rize. Berlutut didepannya dan mencoba meminta penjelasan pada Rize tentang apa yang membuatnya menjadi seperti ini. Dan disaat Rize menengadahkan kepalanya dan memperlihatkan tangisnya pada Hide, seketika itu pula Hide menghapus air mata Rize dengan jarinya.
Rize cukup terkejut akan hal itu...
Namun ia tidak bisa melakukan apapun...
Ia benar-benar membutuhkan sandaran dari seseorang sekarang...
.
.
.
.
Mereka berdua saat ini berada di kantin. Duduk di atas bangku saling berseberangan dengan gelas berisi jus stroberi. Rize terdiam menatap jus di depannya dan membuat Hide pun tertawa pelan. Ia berkata bahwa Rize tak perlu sungkan untuk meminumnya, Hide yang akan membayarnya.
Sejenak Hide menyadari bahwa siswa lain di sekitar mereka tengah memperhatikan mereka berdua. Terdengar bisik-bisik yang entah Hide sama sekali tak tahu namun ia tidak peduli sama sekali.
Hide lalu bertanya tentang apa yang terjadi pada Rize. Pemuda itu sadar jika Rize terlihat agak kurang fokus tiga hari belakangan ini, meski itu sama sekali tak mengganggu latihan mereka mengingat Rize cukup pintar untuk bisa menahan emosinya. Ia mungkin tidak dapat membantu banyak, namun setidaknya Rize mau curhat padanya dan mengurangi beban yang menimpanya.
"I-ini soal Kaneki-kun..."
"Kaneki-kun?"
"Ya..."
Hide sempat terkejut sejenak. Kaneki-kun? Apa mereka sedekat itu?
Rize lalu bercerita pada Hide, bahwa jika bukan karena Kaneki, maka ia tidak akan pernah mendapatkan kehidupan yang membahagiakan seperti ini di sekolah. Rize berkata bahwa ia sebelumnya hanyalah siswi yang dipaksa untuk cuek dengan keadaan sekitar akibat apa yang telah menimpanya.
Kepintarannya, membawanya pada masalah yang berakhir dengan kesendirian yang tak berujung.
Rize bilang semua itu telah ia lewati berkat Kaneki. Ketika Rize merasa takut akan cibiran orang lain di sekitarnya, Kaneki menggenggam tangannya dan berkata bahwa ia tidak perlu merasa takut. Pemuda itu bilang bahwa dirinya akan ada di sampingnya.
Ya! Kaneki sudah cukup baik padanya.
Namun apa? Kini pemuda itu menghilang dalam kehidupannya saat pemuda itu berpikir bahwa sosoknya tak lagi dibutuhkan Rize setelah kehidupan baru yang gadis itu dapatkan.
Itu tidak benar! Sama sekali tidak benar bagi Rize!
Ia tak pernah sama sekali berpikir tentang itu. Bagaimanapun, Kaneki adalah sosok utama yang membuatnya kini bisa mengukir senyum manis pada wajah cantiknya. Kaneki sudah mempunyai tempat tersendiri di dalam hatinya, disaat Kaneki berpikir bahwa dirinya tak lagi dibutuhkan oleh Rize akibat kesibukan Rize.
Kaneki adalah sosok teman terbaik yang pernah ia miliki! Dan tidak lebih dari itu!
Ia tidak ingin Kaneki sama halnya seperti teman yang pernah ia miliki dulu –
- Menghilang lalu meninggalkannya selama-lamanya!
Namun sekarang?
Kaneki telah pergi...
"Rize! Kumohon tenanglah..."
Hide menatap Rize dengan tatapan khawatir. Jemari tangannya kini mencoba menghapus air mata Rize yang turun menuju pipinya. Mau bagaimanapun juga, Rize adalah vokalis dari bandnya. Secara ini akan berdampak pada latihan mereka selama ini, toh acara akan dimulai hanya tinggal beberapa hari lagi.
Hide lalu menyuruh Rize untuk tidak perlu merasa khawatir seperti itu pada Kaneki. Pemuda itu tidak sedang pergi kemanapun, pemuda itu ada di tempat yang tidak mereka tahu. Hide hanya menyarankan Rize untuk fokus pada latihan mereka, mengingat acara akan dimulai sebentar lagi. Dan soal Kaneki, ia akan berusaha mencarinya untuk Rize.
"Makasih Hide-kun~"
"Lain kali jika kau ada masalah, ceritalah padaku. Oke?"
- Dan dibalas dengan anggukan oleh Rize.
Ya...
Dan tanpa mereka sadari...
Rumor tentang Hide dan Rize yang memiliki hubungan dekat tersebar dari telinga ke telinga...
.
.
.
.
[Hide] : "Yo Kaneki! Bagaimana kabarmu?"
[Hide] : "Kau sedang berada dimana sekarang?"
[Hide] : "Hei, setidaknya balas pesanku ini"
Kaneki dibangunkan oleh getar dari ponselnya yang berada di atas lemari kecil disebelah ranjangnya. Sejenak kelopak matanya terbuka, langit-langit kamarnya menjadi satu-satunya hal yang pertama kali ia lihat saat terbangun dari tidurnya.
Ia mencoba membangunkan setengah badannya lalu bersandar pada tumpukan bantal. Tangannya kini menggapai ponsel di atas lemari kecil disebelahnya. Membuka kunci layar, menatapi notifikasi chat yang berasal dari dua orang –
- Hide dan Rize –
- yang belum sempat ia balas sama sekali.
Ia mengernyit saat melihat pesan dari Hide. Entah mengapa agak terasa aneh rasanya saat teman dari masa kecilnya itu mengirim pesan padanya. Maksudnya, Hide tahu dimana Kaneki tinggal bukan?
Kenapa tidak berkunjung saja ke rumahnya?
[Kaneki Ken] : "Oh, memangnya ada apa?"
[Hide] : "Akhirnya dibalas juga! Kau kemana saja bodoh?"
[Kaneki Ken] : "Aku baru saja terbangun dari tidurku. Padahal awalnya kupikir, aku akan tertidur selamanya? Mungkin?"
[Hide] : "Kau bercanda? Apa yang kau lakukan semalam hingga bangun jam sekarang?"
Kaneki memandang jam yang menempel di dinding di atas pintunya. Pukul sepuluh lewat tiga puluh menit?
[Kaneki Ken] : "Itu bukan urusanmu. Lagipula apa yang ingin kau tanyakan? Tidak seperti biasanya kau mengirim pesan padaku?"
[Hide] : "Ini soal Rize"
Jujur saja. Entah mengapa ada perasaan yang tidak beres yang saat ini ia rasakan saat Hide menyinggung hal tentang Rize. Apa yang Hide pikirkan tentang gadis itu?
Apa ia menyukainya?
[Kaneki Ken] : "Rize? Ada apa dengannya?"
[Hide] : "Justru itulah yang ingin kutanyakan padamu. Ada apa denganmu? Rize mencoba mencarimu selama tiga hari namun kau tak pernah muncul dihadapannya"
Kaneki tertawa pelan. Ia tidak menyangka jika gadis itu akan mencarinya setelah chat panjang ia kirim pada gadis itu. Kaneki bukan bermaksud membalas dendam atau semacamnya, dan bukannya malah senang ia mengetahui bahwa Rize sedang mencarinya.
Hanya saja, kepalanya saat ini dipenuhi dengan pertanyaan semacam kemana saja Rize selama ini? Setelah apa yang ia lakukan pada hidupnya? Dan pertanyaan lain semacam itu. Kaneki memang tidak perlu perhatian lebih dari Rize, namun bukan berarti gadis itu sampai melupakannya bukan?
[Kaneki Ken] : "Aku sedang sakit, jadi biarkan aku tenang setidaknya hingga esok hari atau lusa mungkin?"
Kaneki berbohong. Nyatanya? Ia bahkan tidak sakit sama sekali. Ia sengaja bolos sekolah. Acara semacam festival sekolah akan terasa membosankan tanpa ada sosok teman di sampingnya, dan itulah yang saat ini Kaneki rasakan.
Dan jika seandainya ia berangkat sekolah pun, apa yang ia lakukan di sekolah tidak jauh-jauh dari pergi ke vending machine membeli satu kaleng kopi lalu menikmatinya di tempat yang sepi. Kelasnya tidak memerlukan tenaganya. Mungkin saja pikiran mereka tentang kaneki adalah –
- untuk apa kita meminta bantuan dari si penyendiri tidak berguna itu?
[Hide] : "Heeh? Kau bisa sakit juga ternyata?"
[Kaneki Ken] : "Kau sedang menyamakanku dengan siapa bodoh?!"
[Hide] : "Haha! Kalau begitu bagaimana jika sore nanti aku akan menjengukmu bersama Rize?"
[Kaneki Ken] : "Kau tidak perlu sebaik itu padaku. Aku sudah terbiasa sendiri saat ibuku meninggalkanku untuk pergi selama beberapa hari di kota sebelah karena pekerjaannya"
[Hide] : "Oh ayolah! Apa salahnya aku melihat keadaanmu?"
[Kaneki Ken] : "Salah karena kau mencoba peduli padaku"
[Hide] : "Kau ini..."
[Kaneki Ken] : "Mengapa kau tidak latihan band saja sore nanti daripada menghabiskan waktu hanya untuk menjenguk dan melihat keadaanku?"
[Hide] : "Sudahlah lupakan! Tunggu aku sore nanti ya?"
[Kaneki Ken] : "Apa yang kau katakan?"
Dan tanpa Kaneki duga, si osananajimi-nya itu telah logged out.
Sial!
.
.
.
.
Dan kini?
"Yo! Kaneki!"
Ia tidak menyangka jika Hide dan Rize benar-benar datang menjenguknya – yang nyatanya sama sekali tidak sakit. Sejenak ia melihat kearah jam yang menempel di dinding, hingga akhirnya tatapan matanya bertemu dengan Rize dalam satu titik.
Gadis itu terlihat agak sedikit bahagia, karena perjuangannya menemukan Kaneki berhasil mungkin? Atau hal lain?
Andai jika ia tidak menyahut untuk menyuruh masuk ke dalam dan mengunci pintu rumahnya saat seseorang – yang ternyata Hide dan Kaneki – mengetuk pintu tanpa bersuara, mungkin semuanya tidak akan berakhir seperti ini. Bodohnya ia mengira bahwa yang mengetuk pintu tadi adalah ibunya, padahal ibunya sendiri sedang pergi ke kota lain karena alasan pekerjaan selama beberapa hari.
Lagipula bagaimana ia bisa lupa untuk mengunci pintunya sesaat setelah ia pergi ke supermarket siang tadi?
"Sudah kubilang kau tidak perlu menjengukku-" ucapnya menatap Hide yang kini duduk di pinggir kasurnya (Saat ini Kaneki mencoba bersantai seharian di atas kasurnya layaknya seorang yang sama sekali tidak berguna)."- dan kau tidak sampai repot seperti itu, Rize" sambungnya saat melihat apa yang saat ini dibawa Rize.
- Satu kantung plastik. Mungkin berisi roti? Atau cemilan?
"Ti-tidak apa-apa kok, Kaneki-kun!"
Ucapan Rize terbata. Huh? Atau mungkin karena sudah lama mereka tidak berbicara satu sama lain?
Kaneki tersenyum simpul.
"Ka-Kaneki-kun, aku ke dapur ya!"
"Tentu..."
Rize bergegas pergi ke dapur sembari membawa apa yang ia bawa. Kaneki kini menatap Hide, orang asing terdekat yang sudah ia anggap sebagai teman itu kini hanya tersenyum misterius.
"Jadi? Kenapa kau tidak latihan? Festival sekolah akan dimulai tinggal beberapa hari lagi bukan?"
"Oh ayolah! Apa salahnya jika aku menjengukmu? Lagipula aku mengajak Rize juga"
"Sudah kubilang kesalahanmu adalah kau mencoba peduli padaku!"
"Hei! katakan padaku apa kau mencoba meniru sifat MC dari Light Novel karyanya Watari Wataru?"
"Ini merepotkan tahu! Padahal kupikir yang mengetuk pintu tadi itu adalah ibuku. Mungkin jika aku tahu kalau itu kau, aku tidak perlu menyahut untuk mempersilahkan masuk karena pintunya tidak kukunci"
"Kau bercanda? Aku ini temanmu bego!"
Hide memandang Kaneki dengan tatapan lelah saat Kaneki mencoba bersandar pada tumpukan bantal tepat di belakangnya. Sejenak tatapan mereka bertemu dalam satu titik sebelum akhirnya Hide mengajukan sebuah pertanyaan pada Kaneki.
"Jadi? Kenapa kau menghindarinya?"
"Menghindari siapa?"
"Siapa lagi?"
Hide mencoba memiringkan kepalanya, memberi kode bahwa siapa yang ia maksud disini adalah sosok Rize yang ia ajak untuk menjenguk Kaneki di rumahnya saat ini. Kaneki terdiam. Apa ia memang harus menjawabnya?
Ia hanya berpikir bahwa Rize sekarang tak lagi membutuhkannya setelah apa yang ia dapatkan. Meski hatinya masih merasa ingin bersama Rize lebih lama lagi, namun jika itu tidak bisa? Mau bagaimana lagi?
Kaneki sudah cukup bahagia kok!
Ralat...
Dia sudah bahagia sekarang...
"Apa kau mencoba ikut campur?"
Seketika Hide melihat kearah belakang dan memastikan bahwa ia masih berada di dapur. Setelah itu, ia mencoba mendekati Kaneki dan bilang bahwa Rize telah menceritakan semuanya padanya.
Namun bodohnya Hide, ia tidak menceritakan secara detail tentang apa yang Rize katakan padanya. Yang ia katakan pada Kaneki tidak lebih dari satu kalimat yang bermakna kemana saja kau selama tiga hari belakangan? Rize terus saja mencoba mencarimu bodoh!
"Kau tidak tahu apapun soal ini Hide dan kau tidak perlu tahu –" Kaneki mencoba mengambil nafas panjang sejenak, sebelum akhirnya netranya kini jauh menelusuri apa yang ada di luar jendela. "- setidaknya biarkan aku seperti ini, bahagia ketika melihatnya tampil di atas panggung saat festival sekolah nanti" sambungnya dengan penuh arti.
Hide menggaruk kepala belakangnya tanda tak mengerti. Sebenarnya, apa yang terjadi pada mereka? Keduanya seolah memiliki pemikiran yang berbeda.
"Kaneki –"
"Taraa~"
Mereka berdua dikejutkan oleh Rize yang muncul dari pintu. Gadis bersurai ungu itu tersenyum, dengan kedua tangan yang mengangkat nampan yang di atasnya ada satu mangkuk berisi bubur yang kelihatannya cukup enak dan segelas air dingin.
Seketika mereka berdua menghentikan pembicaraan mereka soal itu.
Rize menaruh nampan itu di atas lemari kecil di samping ranjang Kaneki, lalu setelahnya ia menggapai mangkuk itu dan mengambilnya satu sendok sembari meniupnya pelan. Kaneki tersenyum karena itu, dan Hide hanya terdiam.
"Katakan aaaa~ padaku"
"A-aku bisa memakannya sendiri!"
"Sudah ayo cepat lakukan!"
Hide mencoba menahan tawa kecilnya. Ia tidak pernah menyangka, bahwa sosok Kaneki yang cukup misterius dan masih banyak lagi ternyata tunduk juga pada Rize selain pada ibunya. Entah apa yang dipikirkannya saat ini tentang mereka berdua, namun ia yakin, hubungan mereka berdua tidak sekedar apa yang saat ini ia duga.
Hubungan mereka berdua telah jauh tererat satu sama lain.
Mereka bertiga kini berbicara satu sama lain dan diselingi dengan candaan ringan, setelah Kaneki memakan satu sendok bubur yang disuguhkan Rize hanya untuknya. Mereka tersenyum, tertawa renyah, dan suasana sedikit lebih agak ringan dari yang sebelumnya.
Hide lalu bercerita tentang band, tentang acara festival sekolah yang akan diadakan beberapa hari lagi. Dia bercerita pada Kaneki bahwa band mereka benar-benar berkembang berkat adanya Rize sebagai vokalis disana dengan suaranya yang indah. Tentu saja hal itu membuat Rize tersenyum dengan sedikit semburat merah di pipinya.
Hide lalu kembali melanjutkan ceritanya, tentang lagu-lagu yang akan apa yang akan mereka bawakan di atas panggung nanti, juga persiapan akan apa yang akan mereka tampilkan nantinya. Mereka hanya membutuhkan latihan beberapa kali lagi dan menyiapkan mental mereka sebelum akhirnya tampil di atas panggung dan memecah suasana nantinya.
Dan ia lagi-lagi menjelaskan, bahwa semua itu berkat Rize. Andai jika Rize tak datang dan bergabung sebagai vokalis, Hide yakin bahwa band mereka tidak akan bisa tampil di acara festival sekolah nanti. Hal itu tentunya membuat Rize tersenyum sembari menundukkan kepalanya mencoba menutupi semburat merah di pipinya.
Hahah...
Entah kenapa Kaneki serasa agak curiga dengan hubungan Hide dan Rize...
Menit demi menit mereka lewati bersama. Hingga tanpa mereka sadari, langit senja yang berwarna oranye kemerahan kini menjadi sedikit lebih gelap dari yang sebelumnya. Matahari belum sepenuhnya tenggelam di ujung barat, namun mereka bertiga bisa menebak jam berapa sekarang.
Hide lalu izin pamit untuk pulang lebih dulu karena ada yang harus ia kerjakan. Ia mengajak Rize untuk pulang bersama, dan dibalas dengan anggukan kecil dari Rize. Kaneki tersenyum masam. Padahal ia ingin Rize sedikit lebih lama lagi berada di dalam rumahnya –
- lalu mempertanyakan apa arti sosok dirinya didalam hidup Rize...
"Kalau begitu kami pulang ya! Ayo Rize~"
Usai berpamitan dengan Kaneki, mereka berdua lalu berjalan pergi. Tak ada genggaman tangan, namun kedekatan mereka membuat Kaneki sedikit merasa cemburu. Mau bagaimanapun, Rize adalah sosok yang telah membuat hatinya bergetar saat gadis itu berada didekatnya.
Namun sekarang?
Kaneki hanya bisa tersenyum simpul...
.
.
.
.
Dua hari setelah Hide dan Rize mengunjunginya, Kaneki sudah siap untuk berangkat pergi ke sekolah. Penampilannya hari ini sedikit agak berbeda dari yang sebelumnya. Rambutnya sedikit lebih berbentuk dan bergelombang (Bayangin aja Haise Sasaki rambutnya Hitam semua) meninggalkan kesan sosok remaja dengan rambutnya yang agak berantakan. Berdiri di depan cermin, lalu tersenyum melihat tiruan dirinya.
Setidaknya, untuk hari ini ia bisa sedikit merubah pandangan orang-orang tentang dirinya yang sama sekali tak menarik. Ini bukan berarti ia mengeluh tentang dirinya yang dikenal sebagai penyendiri, hanya saja, entah mengapa ia ingin sedikit merubah penampilannya.
Setelah puas melihat bayangan dirinya di dalam cermin, maka ia akan pergi ke dapur. Ia tahu jika ibunya tidak akan pulang dalam waktu dekat, maka ia hanya akan memakan yakisoba pan yang kemarin ia beli di supermarket kemarin siang. Mungkin itu hanya mampu mengganjal perutnya sampai siang nanti. Namun tak apa, ia bisa makan siang di kantin nantinya.
Dikala ia duduk sambil menikmati yakisoba pan, sejenak ia mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Tak ada notifikasi terbaru disana, tak ada apapun yang membuat paginya sedikit lebih cerah dari yang sebelumnya. Hingga akhirnya, ia teringat akan sosok Rize yang mengirim fotonya dipagi buta.
*Gimana menurutmu? Aku cantik kan? Hihi~*
Andai jika Kaneki boleh menebak, mungkin saat itu Rize juga tertawa seperti apa yang ia tulis di layar ponselnya. Pagi yang indah dengan obrolan pendek di social media. Terlalu manis untuk dikenang lalu dilupakan. Namun yah? Kaneki bisa apa?
Rize hanya menggodanya, dan tidak lebih dari itu...
Melihat Rize kemarin pulang bersama Hide saja seperti merasa sosoknya dalam hidup Rize telah digantikan oleh orang lain. Ia tahu ia tidak mau hal itu terjadi, namun apa boleh buat? Jika Rize yang menginginkan hal itu maka ia tidak bisa berbuat apa-apa. Lagipula ia tidak bisa memaksakan kehendak.
Bahkan...
Lebih dari itu...
Ia seperti merasa ada hubungan misterius diantara Hide dan Rize. Sempat hati bertanya dalam diam tentang ada apa dengan mereka berdua? Namun enggan untuk bertanya secara langsung.
Kembali ke dalam realita. Kaneki lalu berangkat menuju sekolahnya. Meninggalkan rumahnya yang kosong tanpa ada sosok ibu yang siap menyambutnya dari rumah.
.
.
.
.
"I-itu Kaneki Ken?"
"Itu si penyendiri itu kan?"
"Hei, bukankah ia sedikit lebih tampan dari yang sebelumnya?"
Dan benar saja.
Kaneki mengulum senyum tipis. Setidaknya ia ingin ini terjadi – menjadi orang ganteng yang menjadi pusat perhatian para gadis – walau hanya sekali dalam seumur hidupnya. Walau kemungkinan ia akan sulit mendapatkan sosok gadis yang selalu bisa berada disampingnya (Dalam hal ini diartikan sebagai seorang pacar) dengan alasan utama yaitu skill komunikasinya yang kurang bagus, Namun maa... Ia bisa mengharapkan hal itu pada Rize.
Ya...
Hari ini ia berniat untuk menemui Rize...
Sejenak ia merasa nuansa di dalam sekolahnya sedikit lebih berubah dari yang sebelumnya. Bahkan, ia tidak sadar jika gerbang sekolah sudah dipenuhi dengan hiasan berupa tulisan sambutan untuk orang luar dalam festival sekolah nanti. Satu persatu Stand kini mulai mengisi sepanjang jalan menuju gedung utama selolah.
Mengabaikan kenyataan bahwa kini ia tengah menjadi pusat perhatian akibat perubahannya yang mencolok, tatapannya kini terfokus pada gedung utama sekolah. Mengetahui jika sekolah akan seramai ini – para siswa seakan memiliki kegiatan masing-masing – membuatnya serasa ingin sekali keliling sekolah.
Namun yah? Mungkin dengan perubahannya yang agak mencolok, membuat kekuatannya – kekuatan dimana orang lain sulit merasakan hawa keberadaannya – akan hilang seketika.
Tiba-tiba -
*Bruuk!*
- Seseorang menabraknya dari belakang, tentu hal itu membuat Kaneki terdorong ke depan hingga hampir saja ia terjatuh. Kaneki lalu menoleh kebelakang –
"Hei! jangan menghalangi –"
"Ayato?"
- ternyata Kirishima Ayato yang menabraknya.
"Ya? Kau siapa?"
"Hei! kau melupakanku? Aku Kaneki Ken!"
"Kaneki? Haah?! Perubahanmu terlalu mencolok tahu! Kupikir tadi aku menabrak seorang riajuu makanya aku tadi berniat berkata kasar"
"Woi!"
Satu hal yang perlu diketahui, Kirishima Ayato ini adalah adik dari Kirishima Touka. Mungkin terlihat tampan dari satu sisi, namun disisi lain, itu tidak benar.
Oh ayolah! Ia adalah remaja yang tak segan mengeluarkan badword yang ia ketahui pada orang yang melakukan kesalahan padanya. Selain itu, ia tipa orang yang agak sedikit kasar meski tidak pernah melukai fisik sama sekali. Menyadari kenyataan bahwa dirinya sama sekali tak pernah akrab dengan Touka saja membuat Kaneki sadar, ia tidak ingin memiliki adik laki-laki macam Ayato untuk beberapa alasan. Toh ia juga terkadang masih berpikir kalau memiliki seorang adik perempuan itu cukup menyenangkan juga.
Lagipula apa-apaan dengan ucapannya soal berkata kasar jika seandainya Kaneki seorang riajuu?
Sarkasme?
"Jadi? Apa yang kau lakukan disini, Kaneki?"
"Bisakah kau berhenti menganggapku sebagai seseorang yang bukan bagian dari sekolah ini?"
"Oh ayolah! Ini tidak seperti Kaneki yang aku tahu. Festival sekolah akan dimulai beberapa hari lagi, bukankah momentum ini sangat bagus untuk tidak berangkat sekolah? Lagipula kau juga tidak ada di sekolah saat festival tahun lalu bukan?"
"Kau tahu darimana?"
"Kau tak perlu tahu darimana aku tahu soal itu, namun kenyataannya memang seperti itu kan?"
Bukan berarti Kaneki benci akan keramaian. Festival sekolah memang acara yang besar, namun ia tahu jika keberadaannya tak akan pernah dianggap ada di kelasnya (tahun lalu kelasnya mengadakan sebuah maid cafe). Lagipula jika seandainya ia datang saat itu. Apa yang ia lakukan tidak jauh-jauh dari pergi ke atap sekolah membawa sebuah minuman kaleng dan menatap suasana sekolah dari atas.
Ia tahu jika itu terasa menyenangkan, namun jika seharian seperti itu akan terasa bosan juga bukan?
Hari ini ia datang ke sekolah dan ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap sekolah hingga acara festival sekolah dimulai. Meski ia cukup menyukai satu sensasi dimana ia tak terlihat – dalan hal ini hawa keberadaannya terlalu kecil untuk disadari seseorang – di dalam keramaian. Namun alasan utama ia datang ke sekolah bukanlah itu -
"Kau tahu banyak tentang diriku ya?"
"Sudahlah, aku harus bergegas untuk latihan"
"Tunggu!"
"Cih! Apa lagi huh?"
"Boleh aku ikut denganmu?"
"Atas alasan apa?"
"..."
"Aku ingin bertemu dengan Rize..."
- Alasan utamanya adalah Rize.
.
.
.
.
Empat hari tidak datang ke sekolah, membuat Kaneki cukup terkejut dengan apa yang kini bisa ia lihat dengan matanya. Lorong sekolah benar-benar cukup ramai. Poster besar menempel pada dinding mempromosikan kelas mereka masing-masing agar menarik perhatian nantinya.
Ayato dan Kaneki kini berada di lantai tiga. Ada niat untuk ingin berkeliling sekolah di dalam hati Kaneki, memperhatikan para siswa yang sibuk menata kelas mereka dari sisi luar jendela, aroma lorong kelas yang terasa berbeda dari hari-hari biasa, menikmati suatu sensasi dimana ia bisa menghilang di dalam keramaian. Sungguh, ia ingin sekali berkeliling sekolah. Atau setidaknya ia ingin datang ke kelasnya meski kenyataan bahwa keberadaannya disana akan ditolak dengan mutlak.
"Ngomong-ngomong Kaneki, kenapa kau tidak datang ke kelasmu terlebih dahulu?"
"Ke kelas?"
"Tentu, aku tahu kau penyendiri yang susah untuk bergaul, tapi kelasmu tetap saja kelasmu bukan?"
"Soal itu..."
Mau bagaimana lagi? Ia tidak sekolah selama empat hari tanpa keterangan, dan tak ada satupun kontribusi yang ia lakukan terhadap kelasnya. Jadi? Datang ke kelasnya hanya akan membawa masalah. Mungkin ia akan dijauhi, atau yang terburuk, ia akan ditendang keluar dari kelasnya atas kontribusinya pada kelas yang sama sekali tak ada.
Siswa yang buruk...
"Soal itu?"
"Sudah lupakan. Lagipula untuk apa kau peduli padaku?"
"Dih! Memangnya salah jika aku bertanya huh?"
"Salah karena kau mencoba peduli padaku!"
"Huh?!"
"Bacot! Tuh kita udah sampai"
Mereka kini telah tiba, di depan pintu dimana di dalamnya akan ada alat-alat musik yang telah disiapkan untuk latihan, dan juga mungkin? Ada dua sosok gadis dan satu orang laki-laki yang telah menunggu Ayato. Kaneki tidak termasuk, dia bukan bagian dari band ini.
Ruangan band ini berjarak tiga ruangan dari tangga menuju atap sekolah yang berada di ujung lorong sekolah. Di lantai tiga ini tidak terlalu ramai mengingat lantai ini adalah lantai dimana ruangan klub sekolah berkumpul. Tentu saja bukan? para siswa tengah sibuk dengan kelas mereka dibanding dengan klub yang mereka ikuti.
Berbicara tentang klub, beberapa memang ada yang ikut merayakan festival sekolah dengan melakukan sesuatu dari kegiatan klub mereka. Misalnya klub manga yang menjual doujinshi dan yang lainnya.
"Ayato?"
"Apaan?"
"Kau tidak ragu untuk membukanya? Kurasa kakakmu berada di dalam ruangan lho"
Kaneki memang cukup mengenal Touka dengan baik. Meski gadis itu terlihat berbeda dari gadis kebanyakan, dimana sifat kasarnya sedikit lebih dominan ketimbang sisi feminimnya. Dia bisa dibilang gadis yang cuek, dingin dan agak sedikit tomboy. Juga, Touka terbilang siswa yang rajin. Datang ke sekolah lebih awal adalah hal yang biasa baginya, berbeda dengan adiknya yang agak pemalas.
"Lalu?"
"Kalau kau dimarahi bagaimana?"
"Huh? Kau pikir aku takut pada kakak bego itu?"
Kaneki speechless. Setidaknya ia sudah siap untuk melihat Ayato yang akan dimarahi nantinya.
Ayato memegang knop pintu – meski agak bingung juga sih? Dari sekian ruang klub yang ada hanya ruang band ini saja yang menggunakan pintu biasa – memutarnya lalu mendorongnya ke depan. Tak ada reaksi, tak ada tanggapan sedikitpun. Sebelum akhirnya cahaya yang masuk melalui jendela mulai beradaptasi dengan matanya.
"Touka?"
Disana hanya ada Touka, duduk di atas kursi sembari menyetel gitarnya. Didapati Kaneki raut wajahnya yang agak sedikit merasa bosan? Entahlah. Mungkin? Tapi ia rasa gadis itu sudah cukup lama menunggu seseorang datang kesini.
"Kaneki? Dan kau bego! Kemana saja kau?!"
"Dih! Dateng-dateng malah ngegas. Ngajak –"
"Touka, Rize dimana?"
"Entahlah. Saat aku datang kesini, Rize dan Hide pergi keluar bersama"
"Bersama?"
"Ya, ada yang salah dengan itu?"
"..."
"Ti-tidak kok..."
Ya...
Seharusnya ia mempercayai apa yang ia curigai...
Sejak Hide terus menyanjung dan mengangkat nama Rize terus dan terus keatas saat mereka berada di rumah Kaneki, disaat itu pula Kaneki merasa ada yang salah dengan mereka berdua. Mereka cukup dekat, bukan dari sisi sebagai sesama anggota band.
Semacam...
Hide memiliki rasa pada Rize?
Kaneki akui, mereka memang terlihat cukup serasi. Hide dengan sikap ramahnya yang disukai banyak orang dan juga cukup menarik perhatian para gadis sekolah, lalu Rize yang kini dikenal banyak orang sejak suaranya diketahui para siswa sekolah ketika lagu yang mereka mainkan disaat latihan terdengar hingga ke luar.
Vokalis dan bassis, bukankah cukup bagus jika mereka memiliki sebuah hubungan?
Meski Kaneki sama sekali tak menginginkan hal itu?
"Ka-Kaneki?"
"Maaf, aku harus mencari Rize"
"Begitu kah?"
"Kalau begitu hati-hati"
"Ya!"
.
.
.
.
Kaneki berlari kesana kemari dengan air muka yang perlahan mengucur dari pelipis, berharap ia bisa menemukan Rize sebelum hari esok tiba. Berlari ke setiap lorong sekolah, mencarinya di halaman sekolah dimana banyak stand yang telah berdiri disana, mencari ke lapangan olahraga dan mencari ke setiap sudut sekolah.
Namun ia tak menemukan Rize...
Sejenak rasa putus asa muncul di dalam hatinya, merayunya untuk menyerah dan memaksanya untuk beristirahat sebentar daripada terus mencari kemungkinan yang selalu ia semogakan itu. Tak ada yang tahu gadis itu berada dimana, bahkan Touka yang sedari tadi berada di ruang band pun bersaksi bahwa Rize maupun Hide pergi ke luar entah kemana.
Sial!
Ia masih belum menyerah!
- dan ia masih mampu untuk berlari, kesana kemari tanpa tahu dimana gadis dan ketua band itu berada. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat dari yang sebelumnya, raut wajahnya seakan tidak sedikitpun untuk bisa santai sejenak.
Terik matahari seakan membakar wajahnya yang dibasahi dengan keringat saat ia mendongak keatas. Begitu menyilaukan dan cukup membuat matanya sakit untuk melihatnya secara langsung. Namun meskipun begitu, ia masih belum bisa menyerah.
Dari halaman sekolah dimana para siswa yang telah selesai mendirikan stand kini berteduh, Kaneki kembali berlari dengan kecepatan yang ia punya. Matanya bagaikan radar yang membuatnya mampu melihat dimana Rize berada dan siapa yang berada di sekitarnya – meski sedari tadi ia sama sekali menemukan Rize.
Ia memasuki gedung sekolah. Sekilas ia melihat para siswa lain yang berada disana menatapnya dengan tatapan aneh dan sedikit takut, namun Kaneki sama sekali tak peduli. Ia lalu berlari menuju atap sekolah, namun sebelum itu, ia harus menanjaki puluhan anak tangga yang ia yakin bakal membuat kakinya terasa pegal.
Naik ke lantai satu, tak apa, kakinya masih terasa kuat. Kembali berlari menaiki anak tangga menuju lantai dua. Ia masih kuat, meski urat-urat di kakinya terasa amat kencang dan pegal. Lagi, ia kembali menaiki anak tangga menuju lantai tiga, namun tidak dalam kecepatan yang sama dengan sbelumnya –
- dan ya? Dia kelelahan...
Apa mencari sosok Rize bisa membuatnya lelah seperti ini?
Seperti Rize yang mencari dirinya seperti yang diceritakan Hide padanya?
Ia berjalan perlahan menuju atap sekolah. Namun, bunyi alunan drum bercampur padu dengan suara gitar dan bass terdengar dari ruang Band. Kaneki menaikkan sebelah alisnya. Sebentar, apa maksudnya semua ini?
Melangkah lebih cepat, mengabaikan orang lain yang kini menatapnya dengan pandangan aneh, Kaneki semakin lama semakin dekat dengan pintu. Meski begitu, ia tidak bermaksud untuk masuk ke dalam. Ia hanya ingin melihatnya dari jendela depan ruangan.
Perlahan, namun pasti, ia mengintip dari sana...
Dan ya...
Rize berada di sana, bersama dengan yang lainnya...
Sejenak ia bertanya, ada apa dengan mereka?
Bukankah Touka dan Ayato tahu jika dirinya tengah mencari Rize? Lalu mengapa mereka tidak memberi kabar padanya?
Mereka terlihat sedang latihan untuk festival besok. Mereka terlihat cukup bahagia, diatas kebanggaan mereka untuk bisa tampil lebih awal dalam pembukaan festival besok. Dan Rize – gadis itu terlihat cukup dekat dengan Hide.
Ya...
Gadis itu seakan menyanyi hanya untuk Hide...
Kaneki tersenyum karena itu...
Jadi? Sebenarnya apa maksud dari firasatnya selama ini?
Apa benar Rize memiliki hubungan dengan Hide?
.
.
.
.
.
.
"Hei kau tahu? Katanya Hide-kun berpacaran dengan Rize lho~!"
"Huh?! Yang benar saja?"
"Kau tahu darimana soal itu?"
"Mereka memang terlihat dekat tahu! Bahkan mereka terkadang pergi ke kantin bersama!"
"Kyaa~! Hide-kun dimiliki orang lain?!"
"Aku tak menyangka jika remaja tampan seperti Hide memilih gadis seperti Rize"
"Bassis dengan Vokalis? Bukankah itu terlihat cukup serasi?"
"Iya sih..."
"Lagipula Rize-san memang cantik lagi pintar, lembut pada orang lain pula. Kupikir ia memang cocok dengan Hide-kun"
"Haha! Kuyakin banyak gadis yang kecewa dengan Hide!"
"Tapi kalau gadis yang diterima Hide itu seperti Rize, aku sih tidak terlalu kecewa padanya"
"Dia gadis yang cantik lho~ meski kabar yang kudengar ia memang dulunya kurang disukai banyak orang karena suatu alasan"
"Tapi sekarang dia sudah berubah kok! Ia bahkan terkadang suka memperlihatkan senyum manisnya pada orang lain"
"Bahkan gadis seperti Rize yang dulunya punya masalah kini bisa dikenal orang banyak sejak suara indahnya berpadu dengan band"
"Haaa~ andai Rize-san itu pacarku!"
"Hei! apa yang kau katakan?!"
"Sial! Setidaknya biarkan aku berkhayal sedikit"
"Mereka serasi kan? Hide untuk Rize, dan Rize untuk Hide"
"Haaa~"
"Hei, apa-apaan itu? Rize untukku"
"Kau minta ditampol dengan Hide ya?"
"Hahaha~"
"..."
"..."
"Hei! bagaimana dengan pemuda yang dulu dekat dengan Rize?"
"Siapa?"
"Huh? Memangnya ada ya?"
"Itu..."
"Kaneki Ken?"
"Apa yang kau katakan?"
"Remaja sepertinya tak akan pernah bisa mendapatkan seorang gadis –"
"- apalagi gadis cantik nan pintar seperti Rize!"
"Dih! Malah ngegas, kau segitunya benci padanya?"
"Apanya?"
"Sepertinya apa yang ia katakan memang benar sih"
"Tuh kan!"
"Aku pun setuju"
"Pemuda seperti Kaneki Ken itu terlalu lucu untuk menjadi seorang pacar dari gadis semacam Rize"
.
.
.
.
.
.
Mereka tidak tahu...
Jika Kaneki Ken mendengar itu semua...
- Dan terasa menusuk telinga juga hatinya...
...
Hahah...
Apa ini? Ia bukan masokis tolol!
Ia bukan berarti senang karena Rize dimiliki orang lain, diatas rasa sakit yang ia alami...
Namun yah?
Semua pertanyaan di dalam pikirannya seakan terjawab sudah!
Seharusnya ia sudah menduganya dari awal...
Rize hanya menganggapnya –
- tidak lebih dari seorang teman yang berharga –
- dan tidak lebih dari itu!
.
.
.
.
.
.
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun? Kudengar dari Touka-chan jika kau ingin bertemu denganku ya?"
[Kamishiro Rize] : "Apa ada yang ingin kau katakan padaku?"
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun?"
[Kamishiro Rize] : "Aku akan menunggumu di atap sekolah ya!"
[Kaneki Ken] : "Kau tak perlu menungguku disana..."
[Kamishiro Rize] : "Tapi kenapa?"
[Kaneki Ken] : "Biarkan aku sendiri..."
*[Kaneki Ken] has been logged out*
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun?!"
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun?! Katakan padaku ada apa sebenarnya?"
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun?!"
.
.
.
Ya...
Bukan 'kamu' tapi 'kau'
- Bukankah itu perubahan yang cukup mencolok?
.
.
.
.
.
.
Hari esok telah tiba. Suasana ramai seakan mencekik seisi sekolah. Aroma makanan yang menyebar di atas udara seakan menusuk hidung. Ada yang sibuk dengan mempromosikan apa yang kelas mereka lakukan, ada yang sedang menjajakan makanan di stand yang mereka tempati, dan ada pula yang sekedar berdiri dan menjadi penunjuk arah bagi para pengunjung.
Rasa lelah dan letih dihari yang lalu diganti dengan senyum dan tawa yang memeriahkan suasana. Beberapa pengunjung ada yang masuk ke gedung utama sekolah dan berkeliling, ada juga beberapa yang datang ke gedung olahraga sekedar untuk melihat pembukaan festival yang telah dimulai beberapa menit yang lalu.
Suasana di sana masih hening ketika sang ketua OSIS membacakan pidato panjang lebarnya, hingga pidatonya diakhiri dengan slogan dari festival tahun ini yaitu –
- Kita tertawa, dan bahagia bersama! –
- dan diikuti dengan sorak gembira para pengunjung maupun para siswa dari sekolah yang duduk di bangku yang telah disediakan sebelumnya. Parade kecil lalu muncul dari sisi kiri panggung menuju kearah tengah bertepatan dengan sang ketua OSIS yang berjalan menuju sisi kanan panggung setelah selesai dengan pidatonya.
Parade meriah yang agak membosankan itu lalu selesai setelah beberapa menit berjalan. Lalu, tirai dari atas panggung seakan jatuh menutupi pandangan para penonton, bersamaand dengan lampu yang redup. Beberapa detik kemudian, alunan gitar mengejutkan suasana. Seketika para penonton berseru keras.
[Play! SawanoHiroyuki[nZk]:naNami – Next 2 U –eUC-] [Recommended!]
- Dan di sudut kiri di bangku paling belakang, seorang remaja berpenampilan sedikit agak berbeda ikut bertepuk tangan...
Dia Kaneki Ken –
- dengan senyumnya yang terlihat cukup khas...
Tirai yang menutupi panggung lalu perlahan terangkat ke atas. Dibarengi dengan sorot lampu yang berfokus pada panggung, seketika riuh para penonton serta tepukan tangan saling sahut-menyahut saat seorang gadis cantik perlahan maju ke depan –
- dengan senyumnya yang amat menawan – tentunya~
Furi dake no kotae to eeru tai de ensou o tsunagu~
Hohoemu reido o daita kibou~
Erabu tame naraberu kitai no nai asa ni~
Motareru nowa tometa~
Sotto ringu nazoru~ Hidari no te ga~ fureta ai to mu~
Utawareru kuriin no kido mokuteki mo nai kate~
Fuanteina eikou no oto~
Take off my sought idol~
Then i can breathe in so deep~
Kiraina otona naru kage ga~
kasanaru youni kieta~
Yudaneru risou o sutereba~
Tsugi no jikan e no kooru~
"Wooooo~!"
Itu adalah Kamishiro Rize, sosok gadis yang kini mengenakan rok pendek sepaha dengan motif kotak-kotak berwarna merah dan hitam, sweater putih dan baju berkerah berwarna hitam sebagai dalamannya. Gadis itu seakan menjadi pengubah suasana kala suara yang ia keluarkan membuat penonton mulai terpukau dengan lagu yang ia nyanyikan.
Kaneki melihat itu –
Disisi kiri sang bassis perlahan maju ke depan, menemani Rize sang vokalis yang berada sendirian di depan meninggalkan Ayato dan Touka dengan peran mereka masing-masing. Rize menoleh, mendapati sosok Hide di sampingnya, tentu membuatnya agak terkejut karena ini tidak seperti saat mereka latihan. Hide melempar senyum, dan dibalas dengan senyuman manis dari Rize.
"Tuh kan! Rize dan Hide memang punya hubungan spesial!"
"Haha! Aku yakin sekarang jika mereka memang pacaran!"
- dan Kaneki kembali melihat sekaligus mendengar itu dengan jelas!
Have i still been cared?~ We've been together after all these days~
No much time talking over day and night~
When i feel your stare ~ my heart's like flying high above the phase~
Maybe we'll overcome the scars~
You want me to be free~
Free from legacies~ Free like meteors~
That's why i cried~
Since i've been attended to so kindly~
You're who make my makeup's off~
Take off my socks and gown~
Then i can breathe in so deep~
We had paced back and forth all that time~
You do never know that love i felt~
I can be an ordinary girl~
While i've been right next to you~
Para penonton berdiri sembari mengangkat tangan ke atas saat menikmati lagu. Mereka semua bersorak gembira seakan lagu yang Rize dan yang lain bawakan membuat mereka bersemangat. Disamping itu, Rize melompat-lompat kecil sembari mengangkat tangan kirinya ke atas dan melambaikannya, memberi kode pada penonton untuk mengikuti gestur tangannya.
Diluar dugaan gadis itu, ia tidak menyangka jika penampilan mereka akan disambut meriah seperti ini!
Won't you promise me? ~
No matter how far apart~
Always keep thinking of me~
We must be heart to heart~
Baby~ Twinkle~ Twinkle~!
My little fortunate star~
Are you with me~?
"..."
Take off my sought idol~
Then i can breathe in so deep~
Kiraina otona naru kage ga~
kasanaru youni kieta~
Yudaneru risou o sutereba~
Take off my dress and crown~
Then i can fall sound asleep
Kawaita kotba no ame ga~
Hokori no you ni kieta~
Kagi wo hanachikaketa~
Sono saki, come and gone~
...
...
...
..
.
"WOOOO!"
"Hei! bukankah tadi itu sangat keren?!"
"Sekali lagi! Sekali lagi!"
"Kurasa akan amat mengecewakan jika mereka hanya tampil satu kali!"
"Mereka nanti akan tampil sekali lagi kan?!"
"Aku tak menyangka jika suara sang vokalis cukup merdu, dan ia terlihat amat serasi dengan sang bassis tadi!"
"Apa yang kau katakan? Mereka memang pacaran tahu!"
"Hahah! Lupakan! Aku ingin mereka tampil sekali lagi!"
Sementara itu, Kaneki hanya terdiam sembari bertepuk tangan kecil. Apa yang orang lain katakan saat ini benar-benar terdengar begitu kuat di telinganya seolah indra pendengarannya kali ini memiliki kemampuan yang cukup hebat. Ia tersenyum pilu. Mau bagaimanapun, ia sudah terlanjur kecewa –
- kepada Rize tentunya...
Bertepatan dengan riuh suara penonton, tirai panggung perlahan turun ke bawah menutupi para anggota band yang membungkukkan badannya. Hingga sepersekian detik sebelum tirai itu benar-benar menutupi semuanya, Kaneki dapat melihat siluet dari kaki Rize yang berlari menuju Hide – entah apa reaksi gadis itu Kaneki sama sekali tak tahu.
Berpelukan? Mungkin? Atau malah saling melempar senyum satu sama lain?
Sial! Dia seakan dipaksa untuk menjadi masokis disini!
Kaneki menundukkan kepalanya, hingga ekspresinya sama sekali tak terlihat akibat lampu yang redup berbarengan dengan tirai yang sebelumnya perlahan menutup. Ia beranjak pergi dari sana. Meski ia terus mencoba membohongi dirinya sendiri untuk pergi dan datang ke festival ini. Namun tak apa –
- Setidaknya ia masih ingin bertemu dengan Rize, mengatakan sesuatu padanya meski itu akan sulit untuk hari ini...
Ya...
Ia akan benar-benar sulit untuk bertemu dengan gadis itu...
.
.
.
.
Di atap sekolah – di dalam kesendirian dalam sikon yang terjadi – Kaneki berdiri di belakang pagar pembatas atap sekolah. Kaleng cola yang berada dalam genggamannya kini tinggal setengah tersisa. Pandangan matanya jauh menatap ke bawah,melihat betapa ramainya sekolah.
Ia tersenyum simpul. Sempat terlintas dipikirannya soal –
- apa ia menikmati kesendirian seperti ini?
Yah? Dia tidak punya tempat untuk sekedar beristirahat. Menikmati sejuknya udara di atap sekolah adalah pilihan terakhir yang ia miliki. Lagipula jika seandainya ia memiliki opsi lain selain ke atap sekolah, memangnya ia akan pergi kemana?
Ke taman sekolah? Ke toilet? Dia saja bahkan tak terdaftar sebagai anggota klub manapun.
Ada satu keinginan kecil yang hinggap di dalam hatinya, yaitu kembali ke kelasnya. Namun maa... ia mungkin akan kembali ditendang lagi.
Teringat ketika ia pergi dari gedung olahraga tepat setelah perform dari band-nya Rize dan yang lainnya, langkah kakinya membawanya pada kelasnya sekedar untuk melihat-lihat sejenak. Dan sesampainya ia disana –
- Teman seisi kelasnya menatapnya dengan tajam, mendatanginya lalu –
- mendorongnya keluar sambil berkata –
- Pergilah bermain sana! Siswa pemalas sepertimu tak bisa diterima di kelas ini!
Itu agak sedikit menusuk bagi Kaneki sih, tapi mau bagaimana lagi? Alasannya ia tak sekolah karena sakit kala kelasnya sedang dihias dan tengah menemukan konsep yang akan dibuat sama sekali tak akan diterima.
Oh ayolah! Lagipula siapa yang mau percaya padanya?
Sejenak ia melihat kearah jam tangannya – kali ini ia sengaja memakainya dari rumah.
Menyadari satu hal, seketika senyumnya seakan menipis. Hatinya berdebar lebih cepat dari yang sebelumnya saat waktunya telah tiba! Hinggap di pikirannya. Ia berbalik, raut wajahnya cukup meyakinkan. Seolah telah merelakan hal yang suatu saat ia ketahui kenyataannya.
Ya –
- Ini siang hari, bertepatan dengan jam istirahat –
- dan sudah waktunya ia menemukan Rize –
- membicarakan sesuatu hanya dengan empat mata saja.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ya...
Hanya empat mata saja...
Ia menemukan gadis itu di ruangannya, berbagi kebahagiaan bersama teman-temannya.
Ia tersenyum simpul, seakan menutupi suatu fakta yang ia tutupi dari gadis itu.
Dan ketika gadis itu bertanya –
- "Ada apa?"
Ia lalu meminta waktu sejenak, seketika gadis itu menoleh kearah teman-temannya. Gadis itu mendapati anggukan kecil dari yang lain.
Gadis itu tersenyum, sementara ia pun hanya terdiam dengan senyum amat tipisnya.
Mereka pergi berdua. Ya, hanya berdua saja.
Setelah itu satu orang dari temannya pergi keluar mengikuti gadis itu dari belakang -
- lalu teman-temannya yang lain berkata.
"Kau ingin pergi kemana?"
- Lalu ia membalas.
"Aku ingin melihat apa yang mereka lakukan"
"Hei, kenapa kau tidak bilang jika kau khawatir padanya?"
"Ya, aku mengkhawatirkannya..."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Mereka berada di atap sekolah, dikala awan sedang menutupi panasnya cahaya matahari hingga terasa cukup sejuk meski disiang hari.
Ia dan gadis itu berada di tengah-tengah atap sekolah, dengan jarak yang cukup dekat.
Sementara si penguntit yang tadi hanya melihat mereka dari belakang pintu atap sekolah, tentunya tanpa mereka berdua tahu.
Kaneki Ken – ia saat ini mencoba memperlihatkan senyum yang ia buat pada Rize – gadis di depannya itu.
Ia tahu, ini akan terasa sedikit menyebalkan saat jantungnya berdegup lebih cepat. Namun ia tak lagi dapat berpikir jernih untuk memilih kata yang sebelumnya telah ia rangkai di dalam kepalanya.
- lalu Kaneki berkata...
"Maaf membuatmu datang kemari..."
"Tidak apa kok, aku juga sudah jarang melihatmu –"
"- Kaneki-kun"
Balas gadis itu.
"Jadi, apa yang ingin kau katakan?"
"..."
"A-aku –"
.
.
.
.
.
"Mungkin ini agak sedikit memalukan bagiku. Tapi tak apa, aku sanggup untuk menahannya"
"..."
"Kau tahu? Hubungan kita mungkin terasa agak merenggang seminggu belakangan. Aku bahkan agak sedikit canggung ketika membawamu kemari"
"Teringat akan hal itu terkadang cukup membuatku sedih, seolah lupa pada canda dan tawa yang pernah kita ukir bersama diawal-awal kita kenal"
"Ya kan? Rize?"
"..."
Rize tak menjawab, dan hanya menundukkan kepalanya menutupi ekspresinya dengan rambut indahnya –
- dan Kaneki kembali tersenyum akan hal itu.
Ia lalu melanjutkan –
"Kita pernah bersama, tertawa dan berbagi kesedihan bersama, bahkan kau mulai peduli padaku meski kenyataannya aku hanyalah seorang penyendiri dan pecundang yang tak berguna"
"Dan sebaliknya, aku juga yang membawamu pada dunia yang kini telah kau raih yang jauh berbeda dengan apa yang sebelumnya kau rasakan –"
"- aku tidak berniat sombong dan meminta pamrih padamu, karena senyummu pada dunia barumu, itu sudah membuatku bisa ikut tersenyum"
"Kaneki-kun –"
"Tolong jangan potong ucapanku, Rize..."
Kaneki memamerkan ekspresinya kini pada Rize.
Ia terlihat amat begitu sedih dengan wajah kusutnya, hingga membuat Rize cukup terkejut.
"Kepedulianmu padaku seolah membuatku bisa sedikit menikmati indahnya hidup. Aku kurang bisa berkomunikasi sebelumnya, namun setelah kenal denganmu, setidaknya aku bisa belajar"
"Kaneki-kun –"
"Tolong cukup dengarkan saja Rize..."
Rize kembali terdiam, bukan karena bentakan halus, tapi karena ekspresi yang ditampilkan Kaneki saat ini.
Ia terlihat begitu sedih – di mata Rize.
"Jujur, jika dirimu akan berakhir seperti ini dan perlahan menghilang dalam hidupku, mungkin aku tak akan pernah mencoba memasukkanmu ke dalam band itu –"
"- Ya, aku memang egois. Namun mengingat alasan utamaku yaitu dirimu, aku memasukkanmu kedalam band itu"
"..."
"Kau pernah menghilang dariku, dan aku pernah menghilang darimu –"
"- Kita impas –"
"- Tapi apa iya?"
"..."
Rize kembali menundukkan kepalanya...
"Aku tahu kau menghilang dariku karena kesibukanmu dengan dunia barumu. Meski aku sering kali ingin bertemu denganmu, namun itu cukup sulit untuk kulakukan. Toh, aku tak ingin mengganggumu"
"Tapi dirimu –"
"- dirimu mencoba mencari diriku yang menghilang darimu, yang saat itu mencoba mempupuskan rasa yang pernah kubuat sedemikian rupa hanya untukmu"
"Kaneki-kun! –"
Kaneki menggeleng.
Pemuda itu kembali menyuruh Rize untuk hanya mendengarkannya saja.
"Sejenak pernah terlintas dikepalaku –"
"- 'untuk apa mencari diriku? Setelah dunia baru yang kau inginkan bisa kau raih' –"
"- namun tetap saja kau menemukanku, bersamanya"
"Nya?"
"Kau tahu? Seisi sekolah penuh akan rumor bahwa dirimu memiliki hubungan dengan Hide –"
"- aku setuju sih dengan itu. Kalian terlihat cukup serasi, kalian dekat satu sama lain, dan tentunya kalian saling berbagi satu sama lain bukan?"
"..."
"Ta-tapi –"
"Tidak apa, aku paham kok –"
"- kurasa, peranku sudah digantikan ya? Hahah..."
Kaneki tertawa, begitu halus, hingga terasa agak sedikit menyayat hati.
Rize mendongakkan kepalanya, melihat sosok Kaneki yang kini mencoba memperpendek jarak dengannya.
"Kau tahu? –"
"- Kurasa –"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
" – Aku suka padamu"
"..."
Kaneki menggaruk kepala belakangnya, tertawa kecil.
- Dan Rize terdiam, dengan raut wajah yang cukup sedih, seakan menyembunyikan sesuatu dari Kaneki.
"Haha... kurasa aku terlalu memaksakan cintaku padamu –"
"- lagipula kau suka pada Hide bukan?"
"..."
"Aku tahu kok, sejak aku menyadari bahwa aku tidak lebih dari sekedar teman bagi dirimu"
"Ta-tapi –"
Rize terdiam, terkejut, dan ada perasaan menusuk di dalam hatinya.
- saat ia melihat Kaneki tersenyum simpul. Mata pemuda itu berkaca-kaca, dan ada satu titik bening di ekor matanya.
Ya...
Ini sudah cukup bagi Kaneki Ken...
Seharusnya ia sudah menduganya dari awal, jika cintanya akan pupus seperti ini...
Kaneki lalu mengelus pucuk kepala Rize.
"Kau lebih pendek dariku ya? Padahal kukira dirimu lebih tinggi dariku"
Kaneki tertawa pelan. Matanya kini tertuju pada pintu atap sekolah.
"Lekas cepat ungkapkan perasaanmu padanya ya? Dia saat ini sedang menunggumu"
Bisiknya di telinga Rize, lalu ia melenggang pergi menuju pintu, dengan tubuh yang serasa lesu.
Ya, dia tahu...
Jika Hide mendengarkan pembicaraan mereka dari belakang pintu.
Kaneki membuka pintu, mendapati sosok Hide tepat di depannya.
"Ka-Kaneki..."
"..."
"Ma-maafkan aku, tapi aku memiliki perasaan yang sama padanya..."
Kaneki terdiam. Mengukir senyum tipis, tanpa sedikitpun melirik kearah Hide. Lalu melenggang pergi.
Toh –
- Kaneki juga tahu, Hide akan mengungkapkan perasaannya pada Rize.
Mendatangi gadis itu di atap sekolah, lalu membiarkan benang merah terajut dengan sempurna...
.
.
.
.
.
Hahahahah!
Entah ia bingung ini rencana tolol atau rencana gagal.
Ia sengaja mengajak gadis itu ke atap sekolah, dan mengatakan bahwa ia suka padanya. Meski ia tahu jika gadis itu menyukai orang lain.
Namun disaat yang sama, sosok yang disukai gadis itu mendengarkan pembicaraan mereka.
Hahahah!
Ini tidak lebih dari menyakiti hatinya sendiri!
Bodohnya~
Ia terlalu berharap lebih dari sosok gadis bernama Kamishiro Rize –
- yang kenyataaannya, gadis itu tidak lebih menganggapnya sebagai teman belaka!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sore hari telah tiba, meninggalkan moment indah yang beberapa jam lalu terlewati. Langit biru dan awan putih yang abstrak digantikan dengan langit sore yang cukup membosankan. Para pengunjung tidak terlalu banyak seperti siang tadi, bahkan beberapa stand ada yang sudah tutup karena kehabisan stock mereka.
Para pengunjung diarahkan ke gedung olahraga, karena disanalah, penutupan festival dilakukan. Namun sebelum penutupan ada beberapa perform yang akan ditampilkan.
Gedung yang berisi lapangan indoor itu dipenuhi dengan para pengunjung dan siswa sekolah. Kursi-kursi yang telah disediakan telah penuh, hanya menyisakan tribun di sisi kiri dan kanan yang hampir penuh.
Kaneki Ken – pemuda itu berdiri diposisi lantai dua gedung, berdiri di belakang pembatas. Ia tidak mendapatkan tempat di lantai pertama untuk menonton pertunjukan, maka dari itu ia datang kesini.
Sorakan demi sorakan menyeruak menusuk telinganya, saat band yang dipimpin Hide kini tampil setelah parade yang sebelumnya selesai dan turun dari panggung. Tepukan tangan saling menyahut satu sama lain ketika para anggota band mengambil posisi.
Sang vokalis – Kamishiro Rize – mengambil alih suasana. Gadis itu berkata bahwa ia akan membawakan sebuah lagu berjudul Kokuhaku dari grup musik terkenal di jepang yang bernama Supercell. Suara manisnya seakan membuat penonton terpaku dan terpukau tanpa ada yang protes pada lagu yang akan mereka bawakan.
- Disamping itu, Kaneki tersenyum melihatnya, berdiri di belakang pembatas dan hanya bisa melihatnya dari jauh...
.
.
.
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun..."
[Kamishiro Rize] : "Maafkan aku"
[Kamishiro Rize] : "Maafkan aku..."
[Kamishiro Rize] : "Aku tak tahu jika kau menyukaiku, bahkan rela mengatakannya langsung padaku. Walau kau tahu jika aku menyukai orang lain"
[Kamishiro Rize] : "Maafkan aku. Bukan berarti aku menolak perasaanmu, namun aku kini telah dimiliki dan memiliki orang lain"
[Kamishiro Rize] : "Dan kau adalah temanku yang berharga! Kaneki-kun"
[Kamishiro Rize] : "Kau adalah temanku yang berharga..."
[Kamishiro Rize] : "Entah apa yang terjadi padaku, dan bagaimana diriku sekarang jika kau tak membawaku ke dunia yang kau tunjukkan padaku"
[Kamishiro Rize] : "Kau adalah orang asing yang paling dekat bagiku. Kau sudah punya tempat tersendiri di dalam hatiku"
[Kamishiro Rize] : "Aku ingin kau selalu berada disisiku, selalu menjagaku, dan memperhatikanku dari jauh"
[Kamishiro Rize] : "Kau adalah teman terbaikku!"
[Kamishiro Rize] : "Maafkan aku jika aku menyakitimu, maafkan aku jika aku berubah dimatamu, maafkan aku jika aku tak bisa membalas perasaanmu"
[Kamishiro Rize] : "Tapi kumohon, tolong jangan buat hubungan kita hancur karena aku tak bisa membalas perasaanmu, Kaneki-kun"
[Kaneki Ken] : "..."
[Kaneki Ken] : "Akan kuusahakan..."
.
.
.
Oboeteru kana~
Kimi wo suki ni~ natta boku wa omoitsuitanda~
Nikori tomo shinai~ kimi wo zettai ni~
Warawasete yarou tte ne~
Dakedo sonna kangae wa~ migoto ni uchikudakareta~
Boku wa kekkyoku hitori de~ waratte bakari itanda~
Maru de kore ja doukeshi da~ kimi no senzoku de gozaimasu~
Nante odokete ittatte mattaku muhannou de~
Warae~ kimi no tame ni~
Boku wa~ nando datte~
Kusha kusha ni natte~
Muchakucha ni natte~
Nakitai kurai ni~ waraeru kurai~
Suki da yo tte sa~
[Supercell – Kokuhaku]
Semua bertepuk tangan, saat sang vokalis bernyanyi dengan suara merdunya. Sorakan demi sorakan bersahutan tanpa henti, saat sang bassis maju ke depan mendampingi sang vokalis di sisi.
Mereka berdua terlihat bahagia dan menatap satu sama lain, seolah membiarkan para penonton menebak hubungan apa yang mereka jalin sebenarnya. Kembali bernyanyi, sang vokalis kini bernyanyi seolah lagu yang ia nyanyikan dikhususkan pada sang bassis yang kini menjadi lawan sehadapannya.
Para penonton bersorak ria. Entah karena keduanya, atau memang karena lagunya yang terdengar begitu merdu.
Namun Kaneki tahu satu hal, meski ia hanya melihat dari kejauhan –
- mata gadis itu agak sembab...
Entahlah...
Namun ia bisa mengambil kesimpulan atas itu...
Disaat Kaneki melihat Rize, entah mengapa agak terasa sakit. Entahlah? Mungkin? Tapi perasaannya memang ditolak sih dengan alasan ia hanyalah teman terbaik yang pernah gadis itu miliki.
Ironi...
Yah...
Lagipula ia tidak bisa berharap banyak. Berharap Rize suatu saat nanti menjadi miliknya adalah pemikiran lama yang kini telah ia ketahui bagaimana kenyataannya.
Hingga akhirnya, lagu yang dibawakan Rize mencapai akhir. Penonton bersorak ria, bertepuk tangan dan mengatakan untuk dapat kembali tampil meski hanya satu lagu. Seluruh anggota band tersenyum, tanpa membalas, dan menundukkan badan mereka atas penampilan yang bisa mereka tampilkan –
- Dan disaat yang sama –
- Kaneki Ken telah hilang dalam posisinya...
.
.
.
.
.
.
.
.
Dia tertawa miris, disaat rambutnya menutupi ekspresinya.
- terbawa oleh angin. Melambai pelan memperlihatkan setitik bening yang memilukan.
Tak ada satu orang pun yang tahu keberadaannya sekarang.
Oh sial...
Ia mengucek matanya, menghapus apa yang telah ia keluarkan dari sudut matanya.
Jujur, apa yang ia rasakan sungguh teramat memilukan.
Ya! Dia memang lemah! Toh keberadaannya pun tak pernah dianggap.
- Dianggap juga hanya tidak lebih dari sekedar teman berharga pula...
Dalam hatinya ia menjerit pilu, seakan menyesali apa yang telah terjadi.
Ya...
Cintanya tidak lebih dari cinta bertepuk sebelah tangan...
Memilukan...
Dia kembali tertawa pilu, ketika kepingan ingatan tentang ungkapan perasaannya pada gadis itu kembali masuk ke dalam kepalanya.
- Dan berakhir dengan penolakan halus tentunya...
Hahah...
Ingin rasanya ia menampar dirinya sendiri.
Ia terlalu mengharapkan seorang gadis macam Kamishiro Rize menjadi miliknya.
- Hingga berakhir dengan menyakiti perasaannya sendiri.
Ia tahu...
Ia seharusnya mendukung hubungan gadis itu dengan temannya.
'Teman berharga' bagi Rize, dan 'Osananajimi' bagi Hide.
Bukankah itu bagus? Untuk seorang karakter sampingan di dalam cerita romansa picisan.
Namun sayangnya ia tidak menginginkan hal itu.
Ya...
Tidak sama sekali...
Ia tidak ingin menjadi karakter sampingan dalam hubungan mereka.
Ia hanya ingin kembali menyendiri –
- dan mengubur perasaannya –
- lalu menghilang dari kehidupan gadis itu untuk selamanya...
Hahahah...
Untuk apa arti dari 'teman berharga' –
- jika gadis itu senantiasa terus menyakitinya?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun, kau aktif?"
[Kamishiro Rize] : "Hide-kun ingin mengajakmu ke dalam pesta yang kami adakan atas penampilan kami. Meski aku yang menyuruhnya sih"
[Kamishiro Rize] : "Bagaimana? Apa kau tertarik?"
[Kamishiro Rize] : "Kaneki-kun? Kenapa hanya di read saja? balas dong"
[Kaneki Ken] : "..."
[Kaneki Ken] : "Tidak, terima kasih..."
*[Kaneki Ken] Has been logged out*
.
.
.
.
.
*Fin~*
.
- Asphyxia –
Disclaimer : [All character] Sui Ishida, [Music and lyric] SawanoHiroyuki, LiSA, Supercell
Genre : Romance, Hurt/Comfort, Drama [Maksa], [Semacam] Friendship, [Menjurus kearah] Angst, [Ada sedikit] Musical.
Thank you for Reading!
.
.
.
.
[A/N] : Well, mungkin ini cuma sekedar pemanasan sebelum saya akhirnya kembali menjejaki tanah biru tercinta ini. Sudah berapa lama? Empat bulan? Atau malah setengah tahun?
Kali ini giliran Tokyo Ghoul yang saya kunjungi. Yah? Meski ada alasan tersendiri kenapa saya mampir ke fandom ini, namun tetap saja, saya benci ama wibu yang sok ngaku psikopat Cuma gegara nonton TG.
Mohon maaf saya sampaikan dari berbagai sisi [Dan jangan tanyakan soal typo atau kesalahan dalam penggunaan bahasa, saya enggak sanggup nge-beta fanfic sendiri yang notabene nyampe ke angka 17k word]. Mungkin dramanya yang beneran maksa [sumpah] dan dipaksakan. Tapi yah? Inilah hasilnya, setidaknya saya bisa berbenah diri dengan review.
So...
Sampai jumpa, berharap kita bisa bertemu di fandom yang berbeda tentunya~
Bye Bee~
.
.
Sign : Fhaana [Previously known as Hana Natsuki]
