Cast: Kris, Luhan, Tao. - Sehun, Baekhyun, Chanyeol, Xiumin, Chen, etc.

Pairing: KrisHan (Dad-Daughter), HunHan (Couple), etc.

WARNING: Genderswitch, Typo, sad story (sometimes), depressing (sometimes), and confusing plot.

.

Rated: T

.

Disclaimer: EXO is God's and their parents'.

.

PROLOGUE

.

.


Seorang lelaki bertubuh jangkung, kini tengah menggenggam tangan istrinya yang tengah memejamkan matanya dengan lembut. Peluh mengaliri dahi mulusnya dan turun menuju ke leher jenjangnya. Tatapan teduh dilemparkan oleh pria itu kepada wanita yang kini terlihat sangat kelelahan setelah berjuang dengan keras melahirkan seorang nyawa ke dunia fana yang kini tengah mereka tempati. Tangannya yang bebas, merapihkan rambut basah istrinya dan mengelus surai lembutnya dengan penuh kasih sayang, membuat sang istri mengulum sebuah senyuman puas dan lega.

Tidak lama kemudian, seorang suster wanita datang menghampiri mereka dengan sebuah buntalan berwarna pink di gendongannya. Pria dengan surai pirang itu pun ternganga saat suster itu mendekatkan buntalan itu ke hadapannya. Tak terasa, air mata telah menuruni pipi tirusnya.

"Selamat Tuan dan Nyonya Wu, anak pertama anda sekalian sangatlah cantik."

Genggaman tangan mereka bertambah erat, jantung mereka berpacu dengan cepat saat bayi yang terbungkus nyaman di dalam kain berwarna pink itu menggeliat pelan. Dengan perlahan, pria bermarga Wu itu meraih buntalan pink itu, mengabaikan senyuman penuh arti sang suster yang ditujukan kepadanya serta istrinya. Tubuhnya serasa hangat saat akhirnya putri pertamanya tengah berada di dalam gendongannya. Senyumannya merekah saat bayi mungil itu membuka kedua mata besar nan indahnya. Tak terasa, air mata mulai menuruni pipinya lagi.

"Hey..." bisiknya parau sembari menahan isak tangisnya. "Hey, my baby girl."

Sang istri mengusap lengannya dengan lembut sembari tersenyum. Dia tahu betapa bahagia suaminya saat akhirnya putri kecil mereka terlahir di dunia. Bahkan sejak awal mereka menikah, pria blasteran Canada-China itu telah menginginkan seorang anak perempuan yang bisa ia manjakan nantinya.

"Aku papamu, namaku Yifan." mata tajamnya memperhatikan setiap gerakan-gerakan kecil yang dilakukan oleh putri kecilnya. Dia begitu mungil, dengan kulit putih seperti dirinya, hidung bangir nan mungil seperti ibunya, bibir mungil ber-warna merah muda, dan mata besar layaknya dirinya. Sungguh, bayi kecil Wu sangatlah sempurna.

Sadar bahwa istrinya juga pasti ingin segera menggendong dan menyusui bayi yang baru beberapa jam lalu dia lahirkan, Wu Yifan segera menyerahkan buntalan kecil itu, dan menaruhnya ke gendongan istrinya dengan lembut. Wanita itu tersenyum penuh arti kepada Yifan sebelum menatap putri kecilnya yang kini tengah menatapnya dengan tatapan polos dan menggemaskan.

"Halo, sayang..." bisiknya lembut. "Mama senang, ternyata putri mama cantik sekali."

Yifan tersenyum mendengar sang istri yang berbicara dengan anak mereka yang bahkan belum mengerti apa-apa. Diperhatikannya buntalan pink yang terus bergerak-gerak kecil itu.

"Namaku Wu Zitao, dan namamu..."

"Lu Han."

Zitao mengedipkan matanya bingung sembari menatap ke arah suaminya yang kini tengah menatapnya dengan tatapan sedikit takut. Dapat ia lihat pria yang ia cintai meneguk air liurnya sendiri dengan kasar, membuatnya tersenyum manis. Melihat senyuman yang dilemparkan Zitao padanya, Yifan pun turut tersenyum.

"Lu Han..." gumam Zitao sambil mengecup hidung mungil Luhan, membuat bayi cantik itu menggeliat geli setelahnya.

.

.

.

"Selamat datang ke dunia, Wu Luhan."

43 - 17

"Mama mama!" Luhan kecil yang saat itu baru berumur 5 tahun berlari menuju seorang wanita dengan tubuh ramping yang tengah memoles wajahnya dengan make up sembari memperhatikan refleksi bayangannya di sebuah cermin. Wanita itu menghentikan kegiatannya sejenak, dan menolehkan kepalanya ke arah sang anak yang tengah mengerucutkan bibirnya lucu sambil berkacak pinggang. Dia pun terkekeh gemas.

"Ada apa sayang? Mengapa kamu merengut seperti itu?" Zitao meletakkan peralatan make up nya di meja rias, lalu menggendong tubuh mungil Luhan dan mendudukkan putri tunggalnya itu ke pangkuannya.

"Papa nakal, ma!" gerutunya sambil menggembungkan pipinya lucu, sementara Zitao hanya bisa mengedipkan matanya bingung.

Belum sempat Zitao membuka mulut untuk bertanya lebih lanjut kepada putrinya, sang suami - Wu Yifan, berlari tergopoh-gopoh memasuki kamar mereka sambil memanggil-manggil nama Luhan. Di kedua tangannya terdapat dua buah dress mungil yang lucu, yang pastinya adalah kepunyaan Luhan. Gadis cilik itu merengut tidak suka saat melihat sosok ayahnya yang kini tengah mengatur nafasnya di hadapan dirinya dan ibunya.

"Mengapa kalian seperti ini, eoh? Mama sungguh bingung." Zitao menggerutu kecil sambil mengerucutkan bibirnya lucu, persis seperti anaknya.

Luhan memutar badannya menghadap ibunya dan memeluk leher jenjang ibunya sembari menatap wajah cantik wanita itu lekat-lekat.

"Papa bilang Lulu harus pakai dress yang dipilihkan papa, tapi Lulu tidak suka, ma!" jeritnya kesal. Zitao pun melirik ke arah suaminya yang kini tengah menarik nafas panjang, pastinya dia sedang menahan kekesalannya menghadapi putri tunggal mereka yang sangat bawel layaknya dirinya sendiri.

"Tapi dress yang dipilihkan papa sangat bagus, Lu." Zitao memberi komentar sambil membujuk anaknya yang cantik itu.

"See?! Bahkan mama setuju dengan papa, baby Lu." kilah Yifan cepat sambil mengangkat kedua dress mungil dengan desain dan warna yang berbeda tersebut tinggi-tinggi.

"I don't wanna wear those dresses!" Luhan menjerit kesal. Kenapa sih, ayah dan ibunya tidak ada yang mau mendukungnya? Mereka berdua malah berkomplotan untuk menyuruh Luhan memakai dress-dress kuno itu.

Sungguh Luhan kecil yang polos, tidak menyadari betapa sakit hati kedua orangtuanya karena putri kecil mereka tidak menyukai pakaian yang telah mereka beli bersama dengan harapan tinggi untuk putri mereka satu-satunya itu. Yifan mulai tersenyum kecut sambil perlahan menurunkan kedua dress itu dan melipatnya. Sebuah tarikan nafas dilancarkannya sebelum kemudian, pria itu memaksakan sebuah senyuman tampan menghiasi wajahnya.

"Baiklah, papa tidak akan memaksa. Lain kali papa akan belikan Lulu pakaian yang lebih bagus lagi." kemudian, sosok tinggi menjulang itu pun berjalan dengan gontai keluar dari kamarnya dan istrinya.

Zitao menatap sosok lesu Yifan dengan tatapan sedih sementara Luhan tersenyum penuh kemenangan karena telah berhasil mengusir ayahnya. Luhan sangat tidak suka dengan kedua dress yang dibeli oleh orangtuanya itu di malam natal. Padahal, Luhan lebih menginginkan dress pink dengan taburan glitter bintang-bintang yang lucu sebagai hadiah natalnya, bukan dua buah dress berbahan tafeta ber-warna ungu dan hijau pastel dengan pita besar menghiasi bagian punggungnya.

"Mama tidak menyangka Lulu jahat sekali."

Luhan mengedipkan matanya bingung sambil terus menatap wajah cantik ibunya yang kini tengah menunjukkan ekspresi sedihnya. Dia tidak menyukai orangtuanya yang bersedih, terutama ibunya.

"Lulu tidak jahat, ma..." gadis cilik itu membantah, lebih tepatnya mencicit pelan sebagai bentuk bantahannya. Zitao mengulas senyuman tipis memperhatikan tingkah laku buah hatinya.

"Lulu tahu tidak? Papa mengumpulkan berbukit-bukit uang untuk membelikan Lulu dress-dress manis tadi?" Luhan mengedipkan mata besar bak rusanya dengan lucu.

"Berbukit-bukit?" ulangnya dengan tatapan tidak percaya. Mulutnya menganga dengan lucunya, membuat Zitao gemas dibuatnya. Ibu muda itu pun menganggukkan kepalanya menanggapi pertanyaan polos dari anaknya.

Dikecupnya pipi gembul Luhan dengan gemas, kemudian lengannya menarik tubuh mungil anaknya itu ke dalam dekapan hangat khas seorang ibu. Dielusnya surai caramel nan panjang milik gadis kecilnya itu dengan lembut dan penuh kasih sayang. Kemudian, wanita itu iseng mencubit hidung mungil anaknya itu, membuatnya kaget sebelum mengerucutkan bibirnya lucu. Zitao pun turut mengerucutkan bibirnya, bermaksud meledek anaknya itu, dan ia pun tertawa renyah saat anaknya itu menggerutu tak suka sambil mendorong lengannya menjauh dari tubuh mungilnya.

"Lulu tau tidak, papa sangat menyayangi Lulu." wanita itu berucap sesudah selesai tertawa. "Papa yang membuat nama Luhan, karena Lulu sangat cantik dan anggun seperti rusa betina kecil yang baru lahir saat itu."

Luhan hanya bisa mendengarkan cerita ibunya dengan seksama. Lagi-lagi mulut mungilnya menganga lucu. Zitao yang menyadari hal itu pun terkekeh pelan sebelum mendorong dagu lancip anaknya ke atas supaya mulutnya menutup.

"Papa adalah orang pertama yang menggendong Lulu... Sebenernya suster sih." Zitao mengendikkan bahunya. "Tapi tetap saja. Dan kata pertama yang bisa Lulu ucapkan adalah 'Papa'."

Gadis manis itu memperhatikan saat ibunya mendekatkan wajah cantiknya padanya dan mengelus hidung mungilnya dengan hidung mancungnya itu dengan gemas.

"Papa sangat menyayangi Lulu. Apakah Lulu menyayangi papa juga?"

Tanpa ragu, Luhan kecil menganggukkan kepalanya dengan mantap sebelum mengulum sebuah senyuman khas bocahnya. "Lulu sayang papa mama!" ucapnya lantang.

"Kalau begitu, segera cari papa, pakai salah satu dress yang tadi papa bawakan, lalu kita segera berangkat menuju rumah Xing Xing-ahjumma, okay?"

Gadis kecil itu menganggukkan kepalanya. Dia segera turun dari pangkuan ibunya dan berlari keluar dari kamar besar milik orangtuanya sambil berteriak memanggil-manggil ayahnya. Zitao menarik nafas pelan sebelum mengulum senyum gemas. Putri tunggalnya itu memang sangat menggemaskan dan manja. Well, dirinya dan Yifan memang patut disalahkan atas sifat manja yang melekat pada diri Luhan itu. Ya, mereka selalu memanjakan Luhan bahkan semenjak gadis itu masih kecil. Namun, dirinyalah yang memang paling sering memanjakan gadis mungil itu, meskipun Yifan juga sangat menyayanginya.

Wanita itu pun segera berdiri dan menepuk-nepuk dress ketat yang membalut tubuh langsingnya itu, meluruskannya sekaligus menghilangkan debu-debu yang mungkin saja menempel di sana. Dilihatnya pantulan dirinya di cermin sekilas sebelum bibir kucingnya mengulum sebuah senyuman puas. Bahkan setelah melahirkan Luhan, tubuhnya masih tetap langsing seperti dulu kala. Ya, salahkan lah pekerjaannya yang menuntutnya untuk selalu berada dalam kondisi tubuh langsing namun berisi itu. Dia berjalan menuju sebuah lemari yang terletak di samping lemari besar yang berisi koleksi pakaian-pakaiannya itu. Dibukanya pintu lemari yang terbuat dari kayu putih itu dan menampilkan jejeran stiletto serta sepatu-sepatu cantik milik seorang Wu Zitao. Dengan cepat, wanita itu mengambil sebuah stiletto pendek berwarna perak yang cocok dengan dress ketat berwarna perak dengan beberapa berlian oranye di sekitar kerah dan lengannya. Zitao merapihkan rambutnya sekali lagi dan baru akan keluar dari kamar sebelum Yifan masuk ke dalam kamar dengan Luhan di gendongannya.

"Sudah siap, sayang?" pria tampan dengan tinggi yang terlampau dari tinggi normal laki-laki pada umumnya itu menggoyang-goyangkan Luhan yang tampak manis dengan dress ungu pastel yang dikenakannya.

Zitao menganggukkan kepalanya sebelum mengambil tas tangannya dan berjalan menghampiri keluarga kecilnya. Pemberi kebahagiaannya. Dikecupnya bibir penuh Yifan dengan lembut, lalu wanita itu mengecup pipi gembil anaknya.

"Let's go?"

43 - 17

Yifan merebahkan tubuhnya di kasur empuk berukuran king nya itu. Di sampingnya, Zitao juga turut merebahkan tubuhnya. Mereka baru saja selesai menidurkan Luhan di kamarnya setelah akhirnya pulang dari rumah Joonmyun dan Yixing. Perlahan, pria berusia 31 tahun itu mengelus pipi lembut istrinya dengan penuh kasih sayang, dan sukses mendapat respon sebuah senyuman dari istri cantiknya yang lebih muda 3 tahun darinya itu. Perlahan, Zitao dapat menyadari raut lelah yang tampak di wajah tampan suaminya itu. Tangannya pun mengusap pipi tirus Yifan, dan menepuknya dengan lembut.

"Ada apa, gege?" tanyanya lembut.

Yifan menarik nafasnya panjang.

"Tidak apa-apa, baobei. Aku hanya bingung saja." balasnya dengan suara parau. Zitao mengedipkan matanya bingung.

"Apakah ini ada kaitannya dengan pekerjaanmu?" tanya wanita cantik bermata panda itu lagi, sementara suami dengan alis tebalnya itu hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Lalu?"

"Ini tentang Luhan, Peach. Mengapa aku susah sekali dekat dengannya..." keluhnya. Nada sedih tersirat dalam setiap kata-kata yang dia ucapkan, dan Zitao dapat mengetahui itu. Tentu saja, setelah bersama dengan lelaki blasteran ini selama 7 tahun lebih, tentu saja dia mengetahui banyak hal mengenai seorang Wu Yifan.

"Kau dekat dengannya, sayang."

"Bukan begitu. Kau tahu sendiri betapa Luhan seperti kurang...menganggapku ada..." kata-kata terakhir dia bisikkan dengan sangat pelan, namun Zitao dapat mendengarnya. "Dia hanya menginginkanmu. Dia tidak membutuhkan papa yang tidak keren sepertiku, sayang. Apakah aku kurang dalam memberinya perhatian dan kasih sayang?"

Zitao menatap suaminya dengan tatapan nanar, namun tidak dapat berkomentar apa-apa, karena dia tahu masih ada banyak hal yang ingin disampaikan oleh pria itu mengenai buah hati mereka.

"Aku sangat menyayangi Princess Lu kita." ucapnya. "Dia adalah anak yang sempurna, anak yang selalu aku minta pada Tuhan selama ini. Dia anak kita yang memang sempurna bagi kita, Peach."

Ya, Zitao dapat mengingat jelas di malam setelah mereka melangsungkan upacara pernikahan mereka, Yifan mengatakan bahwa mereka harus bisa membuat seorang anak perempuan yang cantik dan manis. Manja, periang seperti Zitao, namun juga ber-karisma seperti Yifan. Meskipun saat itu mereka sempat berdebat karena Zitao lebih menginginkan anak laki-laki ketimbang anak perempuan, namun apa yang bisa dia perbuat. Mata Yifan berbinar menyampaikan kesungguhan akan keinginannya memiliki anak perempuan, dan pria itu selalu meminta seorang anak perempuan kepada Tuhan setiap mereka pergi ke gereja. Lambat laun, Zitao pun mengikuti suaminya, dan membantunya memohon kepada Tuhan agar mereka dikaruniai putri kecil yang cantik. Dan akhirnya, Tuhan mengabulkan doa-doa mereka. Lahirlah Wu Luhan yang lebih berharga daripada emas berlian apapun di dunia bagi Wu Yifan dan Wu Zitao.

"Dia menyayangi kita berdua, gege." Zitao akhirnya membalas. Ditatapnya mata tajam milik Yifan lekat-lekat sebelum bibirnya mengecup lembut bibir penuh milik suaminya itu. "Hanya masalah waktu, semakin besar dirinya, semakin dia sadar betapa kerennya papa Wu Yifan nya Luhan."

Yifan tersenyum mendengar kata-kata Zitao. Istrinya ini memang yang terbaik, selalu bisa membuatnya tenang dan tersenyum.

"Xie xie, wo de Peach. You really are the best." bisiknya lembut sebelum mencium bibir kucing Zitao dalam dengan penuh cinta.

43 - 17

Yifan tidak tahu apa yang terjadi, namun saat ini, dirinya tengah menggendong Luhan yang sudah berusia 9 tahun sambil menatap tubuh istrinya yang telah didandani dengan sangat cantik tengah terkulai lemah di dalam sebuah peti. Wajahnya pucat, namun tidak mengurangi kecantikannya. Bibir kucingnya tetap mengulum sebuah senyum, meskipun mungkin hanya dirinya yang menyadari bahwa wanita itu tersenyum. Yifan telah memegang tangan halus istrinya itu beberapa menit yang lalu dan dia bersumpah, tangan yang biasanya memberikan kehangatan baginya itu terasa sangat dingin.

Wu Zitao telah meninggal dunia.

Setelah berjuang melawan kanker payudara yang ternyata telah lama ada di dalam dirinya, wanita cantik berdarah asli China itu pun akhirnya dijemput Tuhan menuju alam yang lebih baik, dimana dia tidak perlu lagi merasa kesakitan sambil melawan penyakitnya lagi. Wanita manis nan menggemaskan itu meninggal di usia yang masih bisa dibilang muda - 32 tahun. Meninggalkan seorang suami berusia 35 tahun serta seorang anak yang masih duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar.

Yifan tahu, tak akan ada lagi yang memanggil namanya dengan nada manja. Tak akan ada lagi wanita yang membisikkan kata-kata cinta dan menenangkannya di saat dia kelelahan. Tak akan ada lagi Zitao yang membuatkannya secangkir kopi hangat di malam hari saat dia sedang harus lembur di rumah. Kartu kreditnya akan tetap utuh, tidak berkurang sepeser pun karena sang istri yang hobi belanja itu telah tiada. Dan satu yang pasti, dia kehilangan sebelah sayapnya. Sayap yang membantunya membangun keluarga kecilnya. Yifan menolehkan kepalanya ke arah Luhan yang hanya bisa terdiam sambil memperhatikan jasad ibunya yang cantik.

Luhan telah kehilangan ibunya.

Bagaimana Yifan bisa menahan airmata saat memikirkan hal itu? Mulai sekarang, dia akan menjadi single parent bagi Luhan. Bagi putri tunggalnya yang bahkan tidak pernah mau terbuka padanya. Hanya ada mama, mama, dan mama di otak serta hati Luhan. Bagaimana dia bisa mengurus Luhan dengan baik? Saat ini dia baru bisa mengakui bahwa dia adalah ayah yang buruk karena tidak memiliki rencana apapun dalam mengasuh anaknya dengan baik. Luhan harus tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan manis layaknya Zitao. Namun, dengan hilangnya wanita itu dari dunia ini, Yifan pesimis dapat menjadikan Luhan anak yang seperti itu. Bagaimana kalau dia tidak bisa menjaga Luhan dengan baik? Bagaimana kalau Luhan terjerumus dalam pergaulan yang salah? Tak terasa, air mata benar-benar menuruni pipi tirusnya.

"Papa..." suara gadis kecil yang begitu dicintainya membuyarkan lamunannya. Yifan menatap anaknya yang kini tengah menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Papa jangan menangis, Lulu sedih sekali..."

Sebuah senyuman tipis terukir di bibir Yifan tatkala Luhan mulai menangis dan memeluk lehernya dengan erat. Gadis kecil itu menyembunyikan wajahnya di pundak sang ayah dan menangis meraung-raung membayangkan sosok ibunya yang tidak akan pernah bisa menjaganya dan bermain bersamanya lagi.

Hati Yifan pilu. Tangisan Luhan adalah salah satu hal yang paling ia benci di dunia ini. Sikap Luhan tidak berbeda jauh dengan Zitao, dan itulah mengapa hatinya terasa sesak saat mendengar tangisan Luhan, mengingatkannya pada tangisan Zitao, yang ia deklarasikan sebagai hal yang paling ia benci di dunia ini.

"Uljjima, baby Lu... Daddy's here for you. I'll take care of you from now on."

.

.

.

Sudah 5 hari semenjak kepergian Zitao, Yifan selalu terbangun sendirian di kasurnya, tanpa sosok sang istri yang biasanya akan menatapnya dan tersenyum manis di pagi hari, membuatnya semangat dalam menjalani hidup. Selama 5 hari itu, Yifan selalu terbangun dengan air mata yang mengucur deras menuruni pipinya, dan selama 5 hari itu pula anaknya - Wu Luhan - selalu mengurung diri di kamar. Tidak mau pergi ke sekolah, tidak mau menonton tv, tidak mau makan ataupun minum, hanya berdiam diri di kamar sambil sesekali memandangi foto ibunya yang terpampang di dinding kamarnya. Pagi hari, pria berusia 35 tahun itu akan masuk ke dalam kamar anaknya dan menyuapinya sarapan, serta memberinya segelas susu. Di siang hari, dia menitipkan anaknya itu pada tetangga mereka, dan Yifan selalu berusaha untuk pulang cepat di malam hari supaya dia bisa menyuapi Luhan makan malam dan menemaninya di rumah. Yifan memaklumi sikap anaknya itu, dia pasti sangat terpukul. Namun, kali ini dia sudah tidak tahan. Dia tidak boleh selalu seperti itu atau dia akan sakit. Zitao juga pasti sedih apabila mengetahui kondisi anak semata wayangnya yang seperti ini.

"Baby Lu, bangun sayang." Yifan mengetuk pintu kamar anaknya dengan lembut. Sebelah tangannya kini tengah membawa sebuah nampan kecil dengan semangkuk sereal dan segelas susu serta air putih. "Waktunya sarapan, hm? Papa akan menemani Lulu seharian di rumah. Papa tidak akan ke kantor hari ini."

Biasanya, Yifan akan mendapat jawaban dari anaknya meskipun hanya gumaman. Namun kali ini, tidak terdengar suara apapun dari dalam kamar Luhan. Dengan degup jantung yang cepat, pria berstatus duda itu pun membuka kamar anaknya perlahan dan berjalan memasuki kamar minimalis itu. Ditutupnya pintu kamar anaknya, dan kaki-kaki jenjangnya membawa tubuhnya mendekat ke arah anaknya yang kini tengah meringkuk di balik bed cover ber-gambar Bambi nya itu.

"Sayang?" ayah muda itu meletakkan sarapan anaknya di sebuah meja nakas kayu yang terletak di samping tempat tidur anaknya, lalu dia mendudukkan dirinya di sisi tempat tidur. "Lu, papa suapi ya?" tawarnya lembut.

Perlahan, Luhan mulai menurunkan bed cover yang tadinya menutupi seluruh tubuhnya, menunjukkan wajahnya yang merah dengan bekas air mata yang ketara di pipinya. Gadis kecil itu masih sesenggukkan, dan badannya bergetar kecil. Tangan mungilnya menggenggam handphone kesayangannya - kado ulang tahunnya yang ke 8 dari kedua orangtuanya. Hati Yifan serasa ditusuk pisau melihat kondisi anaknya itu.

"Luhan..." dia pun membawa tubuhnya mendekat kepada Luhan. Gadis cilik itu pun mulai menangis lagi dan merangkak ke pangkuan ayahnya. Dipeluknya leher ayahnya itu dengan erat dan tangisannya pun bertambah keras.

Yifan memeluk tubuh mungil anaknya itu dengan erat sambil sesekali mengelus punggung sempit putri tunggalnya itu. Kemudian dia dapat mendengar sayup-sayup suara lembut Zitao yang bernyanyi dan mengucapkan selamat tidur untuk anaknya itu. Awalnya dia kaget, namun saat menyadari bahwa suara itu berasal dari handphone Luhan, dia pun mendesah kecewa.

"Lulu merindukan mama. Lulu ingin sama mama..." isak gadis kecil itu. "Papa, panggilkan mama kesini."

Bagaimana caranya? Oh, dia juga sangat ingin memanggil Zitao kesini sekarang juga dan memeluk tubuh mereka berdua dengan erat. Dia menginginkan istrinya kembali dan berkumpul bersama mereka. Ada banyak hal yang belum mereka lakukan bersama.

"Tapi Lulu sarapan dulu, okay?"

Luhan menggelengkan kepalanya.

"Shireo! Lulu tidak mau makan kalau tidak sama mama!" jeritnya kesal, masih dengan air mata yang berlomba-lomba mengucur deras dari kedua mata besarnya itu.

Yifan pun menatap anaknya dengan tatapan memelas. Sungguh, mengapa bisa ada ancaman 'tidak mau makan' yang keluar dari bibir kecil anaknya itu? Bagaimana kalau dia sakit?

"Lulu harus makan dulu. Kalau tidak, nanti Lulu sakit dan mama akan sedih." Yifan terus menerus membujuk anaknya. Namun, bukannya menurut, Luhan malah menggeram kesal. Didorongnya tubuh ayahnya agar beranjak dari tempat tidurnya. Tidak mau membuat anaknya marah, Yifan pun menuruti kemauan Luhan dan segera berdiri. Kemudian, gadis kecil itu mendorong tubuh Yifan ke arah pintu kamarnya hingga keluar dari kamarnya.

"Pokoknya panggilkan mama dulu, baru Lulu mau makan!" jeritnya sebelum membanting pintu kamarnya tepat di hadapan Yifan. Sebelum pria itu sempat bertindak, dia dapat mendengar suara pintu yang dikunci dari dalam oleh anaknya itu.

"Lulu! Dengarkan papa! Makan sarapanmu sekarang! Kalau nanti siang sarapanmu tidak diletakkan di depan pintu kamar dan tidak habis, papa tidak akan membelikanmu koleksi boneka barbie lagi!" biasanya ancaman itu cukup akurat. Namun...

"Lakukan saja! Lulu ingin mama, bukan boneka barbie!" teriakan Luhan terdengar dari dalam kamarnya. Yifan menggigit bibirnya dan menggeram kesal. Mengapa dia tidak bisa seperti Zitao yang disayangi oleh anaknya? Mengapa anaknya tidak pernah mau menuruti dirinya dan seolah menganggap bahwa dirinya orang asing? Demi Tuhan, apa dosanya yang bisa membuatnya dibenci oleh anak yang selalu dia mimpi-mimpikan setiap harinya?

"Fuck!" umpatnya sambil meninju tembok yang menjulang di hadapannya.

Oh Tuhan, apa salahku?

.

.

Luhan terbangun di malam hari karena merasa lapar dan haus. Gadis cilik itu memutuskan untuk tidur dari pagi hingga saat ini. Mungkin apabila dia tidak terbangun, dia akan melanjutkan tidurnya sampai esok hari. Diliriknya mangkuk kosong serta dua buah gelas yang telah kosong pula yang terletak di meja nakasnya. Luhan menggigit bibir bawahnya saat tiba-tiba sekelebat bayangan ayahnya yang menangis di depan makam ibunya muncul di otaknya. Luhan sangat takut. Ibunya kini telah tiada, dan Luhan tidak pernah benar-benar terlalu dekat dengan ayahnya. Meskipun dia tahu selama ini ayahnya selalu mendekatinya dan berusaha untuk menjadi ayah yang baik baginya, namun Luhan mempunyai ego tersendiri untuk menjaga jarak dari ayahnya. Padahal, dia sangat menyayangi ayahnya yang tampan dan penuh dengan kharisma itu. Namun, dia memang tidak pernah bisa menunjukkan perasaan sayangnya itu secara terang-terangan kepadanya. Berbeda dengan dirinya yang bisa saja terang-terangan mengatakan 'wo ai ni' di hadapan ibunya langsung.

Sejujurnya, dia merasa bersalah.

Setelah merasakan perutnya bergetar lagi, Luhan pun memutuskan untuk bangun dan berjalan keluar dari kamarnya, mencari beberapa makanan yang mungkin bisa mengganjal perutnya. Lampu rumahnya masih terang benderang, pertanda bahwa ayahnya belum tidur dan mungkin saja masih bekerja. Dia pun memutuskan untuk melangkahkan kakinya menuju dapur. Sesampainya di dapur, dia segera membuka kulkas dan mengambil beberapa cemilan seperti keripik, biskuit, serta yoghurt dari dalamnya. Kemudian, dilangkahkannya kaki-kakinya menuju ruang kerja ayahnya yang terletak tak jauh dari ruang keluarga dan dapur. Pintunya tidak ditutup, mungkin ayahnya kepanasan di dalam? Maka, Luhan pun memutuskan untuk mengintip, mencari tahu apa yang sedang dilakukan ayahnya.

"Apakah papa masih bekerja? Tapi sekarang kan sudah jam 3 pagi." batinnya. Mata besarnya mencari-cari sosok ayahnya di dalam ruang kerja, karena dia tidak melihat sosok tinggi itu duduk di kursi kerjanya dan menggambar beberapa desain mobil seperti biasanya.

Luhan pun memutuskan untuk masuk ke dalam ruang kerja ayahnya, dan betapa terkejutnya dirinya saat dia melihat sosok ayahnya yang sedang bersidekap menghadap ke arah jendela sambil menatap foto ibunya. Lebih tepatnya foto dirinya dan ibunya yang tengah berpelukan sambil tersenyum ke arah kamera. Keterkejutannya pun bertambah kala mendengar suara isakan yang keluar dari bibir ayahnya itu.

"Zitao... Sayangku, aku lelah sekali..." bisiknya parau, membuat hati Luhan serasa teriris pisau. Baru kali ini dia mendengar ayahnya terisak seperti ini.

"Tidakkah kau ingin membuatkan aku secangkir kopi panas?"

Luhan menggenggam kuat botol yoghurt yang dibawanya sambil menahan air matanya untuk keluar. Tidak, dia tidak ingin menangis lagi.

"Kau bilang, semakin besar Luhan akan semakin dekat padaku..." isaknya pelan. "Kau tahu betapa aku menyayangi Luhan, dia adalah permata kecilku yang paling berharga, sayang."

"Aku ingin yang terbaik untuk Luhan... Tanpamu, bagaimana Luhan mau menuruti diriku? Apakah dia menganggap bahwa aku benar ayahnya?"

Suara Luhan tertahan di tenggorokannya. Tanpa sadar, air mata mulai menuruni pipinya kembali, dan dia tahu bahwa wajahnya pasti telah memerah lagi saat ini.

"Apa yang kurang dari diriku, Zitao? Apakah aku ayah yang buruk? Aku kurang keren? Kurang lembut padanya? Apakah aku memperlakukannya terlalu kasar? Apakah aku terlihat seram di matanya?" Yifan mengusap foto Zitao menggunakan jempolnya.

"Tapi aku tidak akan menyerah, sayang. Aku akan mempertahankan janjiku padamu untuk merawat Luhan. Aku akan membuatmu bangga dari surga sana, my little Peach." sekilas, Luhan dapat melihat senyuman nanar yang dikeluarkan oleh ayahnya itu.

"Doakan aku berhasil, aku menyayangimu dan Luhan. Kalian adalah permataku yang paling berharga." kemudian, Yifan mulai terisak keras sambil memeluk foto Zitao dengan erat. Tubuh besarnya bergetar, baru kali ini Luhan melihat ayahnya dalam keadaan seperti ini.

Kemudian, Luhan pun menjatuhkan semua makanan yang dibawanya dan berlari menuju ayahnya yang masih membelakangi dirinya. Dipeluknya tubuh besar ayahnya yang selalu membawa kehangatan baginya itu dengan erat. Gadis itu pun kembali terisak sambil memeluk ayahnya. Yifan yang tiba-tiba dipeluk oleh anaknya pun merasa terkejut. Apakah anaknya mendengar semua perkataannya? Namun, itu semua tidak penting sekarang. Pria itu pun membalikkan tubuhnya menghadap ke arah anaknya dan mendekap Luhan dengan erat sambil menahan isakannya. Dia tidak boleh terlihat lemah di depan Luhan, karena dia yang akan melindungi anak gadisnya ini sampai besar.

"Papa..."

Yifan bergumam menanggapi panggilan dari anaknya itu.

"Aku sangat menyayangi papa. Maafkan Lulu, pa..."

Dan pertahanan Yifan runtuh sudah. Dirinya tidak bisa menahan isakan serta air matanya untuk tidak keluar lagi karena dia bersumpah, itu adalah kalimat sayang pertama yang diucapkan Luhan padanya.


Oke ini baru PROLOG. Basicnya, cerita ini bakal nyeritain tentang perjuangan Kris jadi single parent ngurusin Luhan sampe gede. Dan gue dedikasiin for my best dad ever! Craig, good luck on Germany, okay? I miss you so much, dad.

Oh btw buat W&D sama MBIJF, maaf gue belum update lagi. Laptop gue abis kemalingan dan file gue disitu semua, jadi gue harus ngetik ulang lagi. Sori yee... Bayarannya ini dulu dah wkwk. Hope you like it guys!