Never

Bingung judulnya apa.. udah ya never aja... orz #dilempar

Disclaimer: Punya abang saya, Masashi Kishimoto #makindilempar

8DDDDD silahkan dibacaa~ padahal fic gaahina masih ada yg belum diselesain...orz

Oya sekedar info, setiap chapter ada namanya, di awalnya coba dibaca menggunakan 'Never' ^o^/


CHAPTER 1

Try to lose


Gaara tampak sibuk mengamati jarum jam yang melingkar di tangan kirinya. Wajahnya terlihat tidak sabar saat mengetahui bahwa jam di tangannya itu menunjukkan pukul 9 malam. Ia lalu segera menancap gas mobilnya cepat. Tanpa peduli dengan kendaraan lain, Gaara dengan santai menyalip mobil-mobil lainnya. Beruntung tidak ada satupun polisi di daerah itu.

'Sebentar lagi.' Batin Gaara dalam hati.

Tiba-tiba terdengar dering nyaring dari ponsel miliknya yang berada di sebelah kursi sang pengemudi. Dengan sigap, Gaara segera mengangkatnya ketika melihat siapa yang menelepon.

"Sebentar lagi aku sampai, maaf aku telat." Ujar Gaara. Wajahnya segera tampak lega mendengar jawaban dari seberang telepon dan segera menutupnya dengan senyuman kecil. Tanpa terasa, Gaara akhirnya sampai di sebuah Restauran besar dengan lampu terang yang menyinari restaurant yang masih tampak ramai tersebut.

Gaara segera turun dari mobil yang berwarna hitam miliknya itu, dan berlari kecil dengan mata yang tampak mencari-cari.

"Gaara-kun! Disini!" Seru seorang gadis pelan seraya melambaikan tangan kirinya yang tampak terlingkar sebuah cincin di jari manisnya.

"Maaf, tadi aku harus membereskan dokumen lainnya." Ujar Gaara sesaat setelah duduk di hadapan wanita itu.

"Ja…Jangan meminta maaf terus. Aku jadi tidak enak." Wanita itu tersenyum kecil.

"Lalu, kau sudah memesan makanan?" Tanya Gaara melihat belum ada satupun makanan yang disajikan kecuali minuman dengan buah diatasnya tepat dihadapan Gaara.

"Um, aku… Menunggumu." Ucap wanita berparas cantik tadi dengan malu-malu.

Mendengar hal itu, Gaara tersenyum tipis. "Memang begitulah dirimu, Sakura."

Setelah memesan beberapa makanan, Gaara lalu membuka ponselnya dan sibuk melihat isi didalamnya. Melihat hal itu, Sakura segera menatapnya sebal.

"Kukira, kau mengajak Istrimu makan malam, bukan ponselmu." Sakura mencibir pelan. Gaara hanya segera memasukkan kembali ponselnya, hal yang belakangan ini sering Gaara lakukan.

"Ada apa? Kau tampak menyembunyikan sesuatu padaku, Gaara-kun."

"Tidak ada."

Sakura hanya menghela nafasnya dalam. Ia sudah mengerti sekali lelaki yang sudah menjadi suaminya dalam setengah tahun itu. Bila ia bilang tidak, maka tidak dan Gaara akan benci sekali jika dikorek terlalu dalam. Itulah Gaara.

"Kau tampak bosan." Sakura memandang Gaara khawatir.

"Aku hanya lelah dari pekerjaan, itu saja."

"Kau pikir aku percaya? Seorang Gaara tidak pernah berkata lelah dalam kamusnya. Ini pertama kalinya kudengar begitu. Kenapa? Apalagi ada sebercak lipstick." Sakura tersenyum menang. Memang sudah dari tadi Sakura memperhatikan hal itu, tapi Ia tidak berani bilang pada Suami yang Ia cintai ini.

Gaara segera menghapus bercak lipstick itu dengan tangannya tepat di wajahnya. "Jangan bodoh."

"Gaara-kun, aku tidak bodoh. Apa aku bilang lipstiknya ada di wajahmu?" Sakura makin tersenyum penuh arti.

Merasa kalah, Gaara segera menghela nafas dalam. "Jadi, kau tahu apa yang ingin kubicarakan mala mini?" Tanya Gaara datar. Sakura mengangguk.

"Untuk berpisah. Benar, kan?" Sakura lalu melepaskan cincin di jari manisnya dan menaruhnya di atas meja.

"Aku tidak ingin bilang…" Gaara langsung berdiri dari bangkunya untuk menjelaskan situasinya.

"Sudahlah, Gaara. Aku mau menikah denganmu karena dasar materi demi keluargaku. Kini, aku sudah punya pekerjaan dan keuanganku bagus. Kita menikah hanya karena Orang Tua kita saling mengenal dulu. Sekarang, kita dapat memilih jalan masing-masing. Maaf Gaara, kalau boleh jujur, aku sebenarnya tidak mencintaimu. Masalah perceraian, nanti akan kuurus dan kukirim suratnya. Rumah sudah rapih, barangku sudah kupindah semua tadi siang. Terimakasih." Sakura lalu berdiri dan membungkukkan tubuhnya dalam-dalam lalu segera pergi meninggalkan Gaara yang masih membatu di sana.

"Padahal aku hanya ingin bilang kalau aku mendapat kenaikan pangkat di perusahaan, sehingga dikerjai seluruh anak di kantor." Bisik Gaara mengingat Naruto, rekan kerjanya yang tadi mencoret-coret lipstik di wajahnya.

Gaara lalu mengambil cincin dengan berlian di tengahnya yang berada di atas meja tadi. Ia menggenggam kuat-kuat dan segera menuju arah tempat sampah dan melempar cincin tersebut kedalamnya.

"Tuan!" Seru seorang gadis yang sedang membawa nampan dengan beberapa gelas di atasnya.

Gaara yang merasa terpanggil segera menengok ke arah suara tersebut.

"Aku rasa anda salah membuang barang, Tuan!" Gadis berambut panjang dengan menggunakan baju pelayan tadi segera berlari tanpa memperdulikan gelas yang ia bawa.

"Tidak." Ucap Gaara pelan.

"Tapi, kulihat bentuknya seperti cincin. A…Aku akan mengambilnya, pasti tadi tidak sengaja terbuang. Maaf, tolong pegang sebentar." Gadis itu lalu meminta Gaara memegangkan nampannya dan segera merogoh-rogoh isi di dalam tempat sampah tadi tanpa merasa jijik. "Ketemu! Ini benar cincin, kau pasti salah membuangnya." Ujar gadis itu seraya mengambil kembali nampan yang Gaara pegang.

"Tidak, aku berniat membuangnya, terimakasih." Gaara lalu segera meninggalkan pelayan tadi dan berjalan menuju keluar.

"Tunggu! Tapi…" Belum sempat sang gadis menarik Gaara, gadis tersebut langsung terpeleset karena tumpahan air dari gelas yang ia bawa.

Sontak, Gaara langsung memandangnya kaget. Gaara mengakui gadis ini lebih cantik dari gadis yang pernah Ia temui saat melihatnya lebih jelas. Merasa kasihan, Gaara akhirnya membantu pelayan itu berdiri dibantu pelayan lainnya disana.

"Hinata, lagi lagi kau! Maafkan kecerobohan dia! Dia ini memang ceroboh! Cepat minta maaf, bodoh!" Ujar kepala toko dengan cepat kepada Gaara. Sang kepala toko langsung mendorong kepala Hinata kasar untuk menunduk.

"Maaf…" Ujar gadis tadi pelan, tampak kesakitan akan perbuatan sang kepala toko.

"Lepaskan dia, aku tidak apa." Gaara lalu mengangkat tangan Kepala toko yang berambut botak itu.

"Ah, terimakasih…" Hinata kembali membungkukkan tubuhnya dalam.

"Baiklah, kumohon anda tidak segan untuk datang kemari lagi. Terimakasih banyak! Hinata, ucapkan terimakasih!"

"Tapi tadi su…Ah! Teirmakasih." Ujar gadis bernama Hinata tadi saat melihat wajah seram seniornya itu.

Gaara hanya memaklumi dan segera berniat memasuki mobilnya kembali. Belum sempat Gaara menutup pintu mobilnya, lagi-lagi sang pelayan bernama Hinata menghampirinya.

"Maaf!" Seru gadis itu.

"Apa?" Gaara memandangnya sedikit heran.

"Ini, cincinnya lupa kau ambil! Sekarang kita tidak boleh menyia-nyiakan uang dan barang begitu saja! Ja-Jadi, simpanlah. Terimakasih, silahkan datang kembali!" Hinata lalu tersenyum dan kembali memasuki Restauran tadi.

Gaara hanya memandangi cincin yang berada di tangannya dan menggelengkan kepalanya.

"Gadis aneh."


Sudah hampir menjelang pagi, Gaara masih terjaga. Beruntung itu adalah hari Minggu. Kalau tidak, mungkin Gaara akan tertidur di meja kantornya dan dimarahi atasannya. Ia memandangi sebelahnya. Biasanya, Sakura sudah menyambutnya pagi-pagi. Tapi kini tidak akan ada lagi sosok Sakura di bangun tidurnya. Mengenai anak, Sakura dan Gaara terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga tidak pernah melakukan sesuatu yang dilakukan suami-istri pada umumnya. Gaara tidak pernah bermasalah dengan hal itu. Tapi, kini mungkin Gaara sedikit menyesal, karena Ia menyadari, Sakura akan melakukan hal itu pertama kali bukan dengan dirinya nanti.

Merasa butuh penyegaran, Gaara segera mengganti bajunya hendak lari pagi. Ia lalu keluar dari rumahnya yang cukup besar dan berlari kecil seraya mendengarkan musik dengan headphone biru miliknya.

Tidak terlihat banyak orang di jalanan. Tentu saja, karena jam di tangan Gaara masih menunjukkan pukul 3 pagi. Mana ada orang yang mau lari pagi sedini ini, kecuali dia benar-benar ingin menjadi pelari sprinter terhebat. Tapi, Gaara tidak mengincar hal itu. 'Penyegaran', hanya itu yang Gaara lakukan. Belum sampai 100 meter,Gaara kembali dikejutkan dengan sosok gadis yang menggunakan sepeda di arah sebaliknya. Semakin sepeda itu mendekat, semakin Gaara menyadari sosok tersebut. Sang pelayan yang kemarin di temuinya.

Merasa harus menyapanya, Gaara berhenti sejenak untuk menunggu gadis itu lewat. Tapi, disaat gadis itu melewati Gaara, bukannya berhenti, Ia malah melewati Gaara begitu saja.

"Hinata!" Seru Gaara pelan mengingat nama gadis itu.

"Eh? Kamu…Siapa?" Tanya Hinata bingung. Gaara sedikit malu karena yang dipanggil tidak mengingat dirinya.

"Aku pengunjung yang membuang cincin kemarin." Jelas Gaara. Hinata hanya membungkukkan tubuhnya dalam.

"Maaf tidak mengenalimu, aku ini...memang sedikit pelupa." Hinata hanya tertawa kecil dengan suara pelan tampak menyembunyikan sesuatu.

"Lalu…Kau sedang apa pagi-pagi begini?" Tanya Gaara penasaran.

Hinata hanya menggeleng. "Hanya…Jalan-jalan."

Gaara memandangnya lebih penasaran. 'Jalan-jalan? Teori yang aneh untuk seorang gadis pergi jalan-jalan sepagi ini.' Batin Gaara.

"Baiklah, aku permisi dulu." Hinata lalu segera menaiki kembali sepedanya, dan kembali meninggalkan Gaara.

"Lagi-lagi aneh."

Setelah cukup berlari, Gaara kembali menuju rumahnya dan dikejutkan dengan sosok Sakura.

"Ah, Gaara. Jam segini sudah bangun? Tidak biasanya." Sakura tersenyum tipis.

"Sakura…"

"Ini, surat perceraian kita. Aku sudah mengurus semuanya. Lalu… Sekali lagi, terimakasih banyak ya, Gaara-kun. Maaf kalau selama setengah tahun ini aku merepotkanmu." Sakura lalu memeluk Gaara yang langsung dibalas Gaara.

"Ng," Gaara memaklumi hal itu. Meski masih mencintai Sakura. Gaara tidak mau memaksakan segala sesuatunya kepada Sakura.

"Baiklah, aku pergi dulu. Jaga dirimu."

Setelah Sakura kembali menaiki mobil yang dikemudikan seorang pria yang memiliki paras tampan, Gaara hanya tersenyum tipis.

"Jadi, memang sudah ada gantinya."

Siang hari, yang biasanya sudah tertata rapih makan siang di atas meja, kini tidak ada. Mau tidak mau Gaara harus kembali ke sebuah tempat makan. Ia lalu kembali membawa mobilnya ke Restauran semalam.

"Selamat Da…Tang." Pelayan yang menyambut sedikit kaget melihat tamunya kali ini.

"Ah, kau…Masih ada tempat?" Tanya Gaara melihat Hinata yang menyambutnya.

Hinata mengangguk cepat."Ya, hari ini cukup kosong. Anda mau dimana?"

"Di tempat yang tak ramai dan dipojok saja, aku tidak begitu suka keramaian."

Mendengar hal itu, Hinata langsung menuntun Gaara ke sebuah tempat dimana bangku dan kursinya bergaya ala tatami dengan pemandangan danau diluarnya. "Kami harap anda menyukai tempat ini. Mau pesan apa?" Tanya Hinata seraya menyiapkan kertas.

"Onigiri dan ocha saja."

"Eh? Ba-Baiklah." Hinata lalu segera mencatat pesanan tersebut dan segera pergi saat Gaara selesai memesan makanannya.

Gaara hanya diam seraya kembali memandang ponselnya. Dilihatnya kembali foto-foto Sakura yang ia ambil diam-diam. Gaara lalu tersenyum tipis. Merasa cukup puas, Gaara langsung menghapus foto itu semuanya. Gaara merasa cukup untuk terus mengingat Sakura. Selesai mematikan handphone miliknya, hinata datang kembali. Melihat itu, Gaara segera menaruh ponselnya di atas meja.

"Ini pesanan anda." Ujar Hinata yang kembali datang dengan onigiri dan ocha di nampan kayu yang ia tadahkan dengan tangannya.

"Terimakasih."

"Sama-sama." Hinata lalu segera membalikkan tubuhnya dan kembali menjalankan tugasnya.

Gaara hanya melihat kembali Hinata sebelum menyantap makanannya. Wajah Gaara sedikit tersipu melihat wajah cantik dari Hinata. Dengan rambutnya yang panjang dan kulitnya yang putih dan bersih membuat wajahnya tampak sempurna. Hampir tidak ada cacat di wajah gadis itu. Tapi, hanya satu yang membuat Gaara lebih tertarik, Mata gadis itu. Berwarna ungu pucat. Warna yang jarang untuk dimiliki seorang gadis pada umumnya dan Gaara menyukai hal itu.

Sebelum pulang, Gaara kembali melihat Hinata sedang beristirahat di depan Restauran tadi.

"Ah, terimakasih! Silahkan datang kembali!" Tukas Hinata melihat Gaara keluar dari Restauran.

"Ng. Mungkin aku akan sering kemari." Ucap Gaara.

"Eh? Begitukah? Baiklah." Hinata tersenyum tipis. Gaara melihatnya lagi. Berbeda dengan gadis-gadis yang pernah ia temui, hanya Hinata gadis pertama yang tidak mau menanyai 'kenapa' dengan ucapan Gaara. Satu hal lagi bertambah menjadi poin positif di mata Gaara.

"Baiklah, sampai jumpa." Gaara lalu sedikit membungkuk dan kembali memasuki mobilnya.

Hinata yang masih berdiri didepan pintu tadi, kembali memasuki restauran keluarga itu untuk membereskan bekas tempat Gaara tadi.

"Eh..." Hinata mengambil sebuah ponsel di atas meja yang sedang ia bereskan. "Bukankah, ini ponsel Gaara-san?" Hinata lalu mengambil ponsel tersebut dan segera memberi tahu kepada Kepala Manajernya.

"Hm? Ponsel milik pengunjung? Kau kan yang menanganinya, kau yang bertanggung jawab! Bagaimanapun juga kau harus mengembalikkannya dalam hari ini! Kalau sampai aku tahu kau mengundurnya, atau tidak menyerahkannya, kau kupecat!" Ujar atasan Hinata tanpa berbasa basi. Mendengar hal itu, Hinata segera berlari keluar mencari mobil hitam milik Gaara.

Sudah hampir 2 jam Hinata berputar-putar mencari rumah yang memiliki mobil seperti Gaara, tapi tak kunjung ia dapatkan.

"Aku harus cari kemana..." Keluh Hinata bingung. Dewi fortuna tampak tersenyum pada Hinata kali ini, ponsel itu tiba-tiba berdering nyaring tanda bahwa ada panggilan masuk ke ponsel itu. Dengan segera Hinata mengangkat teleponnya cepat.

"Halo! Apakah anda Gaara-san? Maafkan aku! Aku bukan pencuri! Sungguh! Tapi, tapi...Po-Ponselnya tertinggal di..." Belum sempat Hinata menghabiskan omongannya, terdengar suara di seberang tertawa kecil.

"Ha...Halo?" Ucap Hinata ragu.

"Hahahaha... Sabar dulu nona! Aku mengerti. Temanku tadi menelepon dari rumahnya, bahwa ponselnya hilang. Lalu ia bilang ia tidak tahu nomor ponselnya sendiri hingga memintaku menelepon ponselnya. Jadi, bisa kuambil sekarang ponsel itu?" Tanya seseorang diseberang dengan suara laki-laki yang tampak nyaring.

"Ah...Baiklah. Aku ada di taman utara." Hinata lalu mendeskripsikan tampilannya saat itu sebelum akhirnya menutup panggilan tadi.

Tidak sampai 30 menit, tiba-tiba tampak lelaki berambut kuning dengan wajah yang masih terbilang tampan dihadapan Hinata.

"Yo! Jadi, kau yang menemukan ponsel ini?" Tanya laki-laki itu bersemangat.

"Ah, Iya." Hinata buru-buru menyerahkan ponsel berwarna hitam tadi ke tangan lelaki itu.

"Naruto, kau sendiri?" Tanya lelaki itu seraya mengulurkan tangannya.

"Ah, Hyuu-Hyuuga, Hinata Hyuuga." Hinata membalas uluran tangan Naruto.

"Baiklah... Jadi, kau siapanya Gaara? Matanya selalu tidak pernah salah." Ujar Naruto sambil memajukan bibirnya.

"Eh, aku pelayan Restauran yang tadi Gaara-san datangi." Hinata menunduk malu-malu berbicara dengan Naruto yang berdiri di hadapannya.

"Oh, begitu? Restauran apa? Apa mungkin aku bisa bertemu denganmu lagi kalau datang kesana?" Tanya Naruto seraya tersenyum.

Hinata hanya mengangguk. "Restauran di ujung jalan sana. Cu-cukup besar. Jadi mudah ditemukan."

"Yosh! Besok aku akan datang! Tunggu aku, ya!" Naruto tersenyum lebar. Hinata hanya diam bingung harus menjawab apa.

Setelah berpamitan akhirnya mereka berdua berpisah setelah Naruto benar-benar meninggalkan Hinata dan kembali memasuki mobilnya.


"Eh? Kau bilang apa?"

"Hi-Na-Ta!"

Gaara hanya diam mendengar ucapan sahabatnya beberapa detik lalu.

"Yang kembalikan tadi Hinata, lalu aku bertemu dengannya! Dia cantik sekali,kan? Cantik! Benar-benar seperti boneka jepang yang putih dan cantik! Ah, pokoknya dia gadis tercantik yang pernah kutemui!" Seru Naruto seraya melompat-lompat dihadapan Gaara yang merasa sedikit jengkel bahwa Naruto memiliki pemikiran yang sama dengannya.

"Baiklah, terimakasih sudah mengambil kembali ponselku." Gaara lalu berdiri dari duduknya dan menuju pintu rumahnya. "Silahkan pulang."

"Hee! Kejam sekali kau! Aku kan masih mau bercerita!" Seru Naruto memandang Gaara sedikit manja.

"Pulang!" Gaara lalu menarik Naruto lalu melemparnya keluar dan segera menutup pintu rumahnya cepat.

"Awas kau besok!" Seru Naruto sebelum memasuki mobilnya. Sementara itu, Gaara yang sudah memasuki rumahnya kembali mengambil ponselnya di meja dan memandanginya.

"Hinata?"


"Gaara! Hari ini aku mau ke Restauran tempat Hinata bekerja! Kau mau ikut?" Tanya Naruto riang.

"Tidak." Gaara segera mengalihkan pandangannya.

"Dasar. Baiklah, aku sendiri akan kesana dan membuat Hinata tertarik padaku, kyaa! Jangan pulang terlalu larut ya, Gaara!" Ujar Naruto ramai. Gaara hanya menghela nafasnya panjang melihat keributan yang dibuat sahabatnya itu.

"Gaara-san, si bodoh itu bicara tentang siapa? Pacarnya?" Tanya seorang gadis yang mendatangi meja Gaara.

"Entahlah." Gaara hanya menggeleng pelan.

"Paling-paling dia mengincar gadis lagi." Sambar seorang laki-laki berambut hitam.

"Kau tidak boleh bicara begitu, Sai!" Gadis tadi segera memukul Sai pelan.

"Kapan kalian bisa tidak menganggu ku?" Ucap Gaara pelan.

"Eh, maaf. Ayo Ino!" Sai lalu menarik gadis tadi cepat.

Gaara lalu menopang dagunya diatas meja dengan tangan kirinya. Membayangkan apa Naruto benar-benar serius akan menggoda Hinata seperti yang ia lakukan biasanya? Semakin berpikir jauh, semakin Gaara tidak tenang, takut sahabatnya itu membuat kekacuan. Dengan segera ia beranjak bangun dan mengambil mantelnya untuk menyusul Naruto


"Hinata!"

"Ah, Selamat datang!" Hinata membungkuk dalam.

"Kau ingat aku?" Tanya Naruto gembira. Hinata mengangguk.

"Naruto-san, bukan?"

"Iya! Senangnya kau masih mengingatku!" Naruto segera memeluk Hinata cepat. Hinata yang masih terkaget-kaget hanya diam.

"Jadi, disini penuh atau tidak?" Tanya Naruto seraya melepaskan pelukannya.

"A-Ah...Kebetulan hanya tinggal satu tempat saja." Ucap Hinata yang masih kaget akan pelukan Naruto.

"Beruntungnyaaaa!" Naruto tersenyum lebar.

Hinata yang melihat Naruto hanya tersenyum geli.

"Masih ada satu tempat lainnya?" Ucap pengunjung lainnya yang baru datang.

"Ah... Hanya tinggal satu, tetapi tuan ini sudah me..."

"Tidak! Ambil saja pak! Aku tidak jadi, kok!" Naruto buru-buru memotong ucapan Hinata.

"Sungguh? Baiklah." Bapak-bapak tadi lalu segera memasuki Restauran tadi.

"Naruto-san, padahal itu bisa saja jadi tempatmu." Ucap Hinata merasa tidak enak hati.

"Aku beli! Tapi kubawa pulang saja. Sebagai gantinya..." Naruto lalu tersenyum malu-malu. "Kau mau menemaniku makan?"

Hinata segera menggeleng. "Maaf, tapi... Bisa saja aku pulang hingga tengah malam."

"Tidak apa, kutunggu!Tengah malam, kan?" Naruto tersenyum kembali. "Tapi, kalau aku tidak ada, tunggu aku ya! Pokoknya kau harus menungguku! Soalnya aku mau memberitahumu sesuatu!"

Merasa kalah, Hinata hanya pasrah.

"Baiklah aku akan menunggumu."


Sudah pukul 3 pagi, akhirnya Restauran tadi tutup. Kebetulan hari ini Resaturan sangat ramai dan berisi penuh pengunjung hingga Resturan tadi harus tutup lebih lama dari biasanya. Hinata yang selesai mengganti bajunya, segera menuju keluar. Ia sedikit mencari Naruto didepan pintu Restauran tapi tidak ada. Janjinya adalah tengah malam. Sudah seharusnya Naruto ada disana. Merasa harus menepati janjinya, Hinata lalu menunggu Naruto di bangku taman yang berada di depan Restauran tadi.

Awalnya Hinata tidak mau, tapi Ia takut Naruto akan kembali. Tapi kalau tidak? Hinata hanya diam, berjanji bahwa 1 jam Naruto tidak datang, ia pulang.

Salju akhirnya mulai turun malam itu. Hinata hanya mengeratkan tubuhnya untuk menghangatkan diri. Sudah hampir sejam Hinata menunggu, tubuhnya sudah penuh ditumpuki oleh salju yang turun hingga akhirnya terdengar jejak kaki menuju arah Hinata.

"Siapa?" Ucap Hinata pelan. Matanya sedikit terbelalak melihat sosok yang datang.

"Seperti perkiraanku." Lelaki berambut merah marun itu segera melepas mantelnya dan melingkarkan ke arah tubuh Hinata.

"Ga-Gaara-san..."

"Apa kau bodoh? Untung saja aku kembali mengecek Naruto."

"Ma-Maksudmu?" Tanya Hinata tak mengerti.

"Tadi aku bertemu dengannya dijalan, ia bilang mau bertemu denganmu tengah malam saat kau selesai kerja. Tapi, tengah malam aku lihat Restauran ini masih ramai, jadi aku diam-diam saja dan segera pulang, Tapi, perasaanku tidak enak, jadi aku langsung beranjak dari rumah ke sini." Ujar Gaara menjelaskan dengan detail.

"Be...Begitu..." Ujar Hinata lemas.

"Berdiri." Gaara lalu menarik tangan Hinata.

"Ma-Maaf, kurasa aku pulang saja."

"Aku membawa mobilku, setidaknya hangatkan dulu tubuhmu." Gaara lalu menarik Hinata dan menyuruhnya memasuki mobilnya.

"Dimana rumahmu?" Tanya Gaara seraya menyalakan mobilnya.

"Di..." Jawab Hinata ragu.

"Dimana?" Tanya Gaara lagi tak sabaran.

"Di belokan kedua dari ujung jalan sana." Tunjuk Hinata ragu-ragu. Gaara hanya memutar setir mobilnya dan melaju cepat ke tempat yang ditunjuk gadis cantik itu.


Siapapun pasti terkaget-kaget melihat rumah ini, begitupun Gaara. Rumah ala rumah kuno Jepang yang berukuran besar dengan pintu gerbang tinggi.

"Ini...Rumahmu?" Tanya Gaara untuk kedua kalinya.

"Maaf! Aku, segera masuk, bolehkan?" Tanya Hinata gugup.

Gaara mengangguk. "Uhm, silahkan."

"Baiklah, terimakasih!" Hinata lalu segera membuka pintu gerbang rumah tadi dan menutupnya rapat secepat mungkin.

Gaara hanya terdiam melihat kelakuan gadis itu. Gaara kaget bukan karena besarnya rumah itu, karena bisa dibilang, keluarga Gaara yang memiliki perusahaan besar, memiliki rumah yang tak kalah besarnya dengan rumah Hinata saat itu. Tapi yang Gaara pertanyakan adalah, mengapa gadis kaya raya harus bekerja di Restauran yang pasti tidak memiliki gaji lebih besar dari uang sakunya.

Gaara akhirnya memutar otaknya dan kembali memasuki mobilnya dengan segudang pertanyaan.


TBC orz

Maaf ya dikiit :D/ hehehehe etto~~ thanks for read this! aw awa~

hahaha senangnya bisa nulis GaaHina lagi yang slight naruhina sih ufuufufuf~

Please Reviewww~~ i rlly need that D: nggak bisa belajar lebih banyak klau tak ada yg mereview 8"D

Sankyuuu~