Disclamer : Fairy Tail selalu punya Om Hiro Mashima. Soalnya kalo punya saya dah saya bikin Natsu pacaran sama Lucy XD.

Title : Bukan Anak Jalanan

Genre : Drama, Action, Romance, Friendship, Humor, School Life etc...

Pairing : Natsu x Lucy and others...

Rated : T, mungkin semi M untuk action

Warning : Au, Abal, Gaje, OOC, Typo, Aneh, Alur membingungkan, mungkin akan banyak adegan kekerasan dan lainnya yang tak patut di contoh dll. Terinspirasi dari salah satu film sinetron Indonesia yang menurut saya cukup keren.

.

.

########

Mama...

Bagaimana keadaanmu di sana?

Pasti mama tenang kan di sana?

Syukurlah jika begitu.

Mama...

Apa mama tahu...

Aku sangat merindukan mama

Semenjak kepergian mama,semuanya berubah 180 derajad.

Rumah ini, suasana ini, keadaan ini, semunya telah berubah. Bahkan papa juga berubah.

Semenjak kedatangan 'dia', papa jadi benar-benar terasa jauh dariku.

'Dia' selalu merebut perhatian papa.

Dia selalu bersikap sok baik di depan papa.

Dan 'dia'...telah merebut segala yang ku miliki.

Aku...tak punya apa-apa lagi.

Apa mama tahu...

Sekarang tak ada lagi yang menemaniku melihat bintang-bintang.

Apa mama tahu...

Aku kesepian di sini.

Aku tak punya tempat untuk bersandar dan mencurahkan semua keresahan hatiku.

Seandainya...mama masih di sini...

Aku ingin mama peluk lagi. Aku ingin mama sayangi lagi...Aku ingin mama selalu di sisiku

Kami-sama, hanya satu hal yang ku inginkan...

Aku ingin waktu berputar kembali...

Agar aku bisa kembali bersama mama...

Itu saja

.

~Lucy Heartfilia~

.

.

Aku harus bertahan berapa lama lagi?

Di lingkaran kehidupan yang berantakan ini?

Aku harus bertahan berapa lama lagi?

Mendengarkan suara dua orang tua itu yang selalu bertengkar, saling menyalahkan dan tak pernah mau mengalah.

Hidup di tengah keluarga yang berada di ambang perpisahan

Aku harus bertahan berapa lama lagi?

Untuk menghapus ingatan di kepalaku tentang 'dirimu'?

Aku sakit! Aku frustasi!

Ketika 'kau' tiba-tiba menghilang. Menjauh dariku.

Ketika 'kau' tiba-tiba memutuskan hubungan selama ini.

Ketika 'kau'...berpaling kepada orang lain.

Hatiku hancur...kebahagiaanku sirna...

Ingatan wajahmu masih terukir jelas di kepala dan hatiku.

Sangat sakit...mengingatmu sedikit saja..

Aku gila hanya dengan mengingatmu

Ku mohon...

Hilanglah dari pikiranku.

Hilanglah dari bayang-bayangku.

Aku ingin melupakan semua kenangan yang pernah membuatku merasakan apa itu kebahagiaan.

Merasakan apa itu kasih sayang...

Dan...

Merasakan apa itu cinta...

Aku ingin melupakan semua itu. Walau berat rasanya.

Jadi...ku mohon...sekali lagi...

Jangan pernah kembali lagi ke dalam hidupku...

Hilanglah dari pikiranku...

Cukuplah sakit yang kau ukir dalam hatiku...

Yang terlanjur mencintaimu.

.

~Natsu Dragneel~

.

.

########

CHAPTER 1.

Suara alunan musik merdu dari sebuah ponsel berwarna pink berhasil membangunkanku dari alam mimpi. Aku mengambil handphone di dekatku dan mematikan alarm sebagai tanda bahwa aku sudah membuka mata.

Aku mendudukkan diriku di atas tempat tidur lalu mulai merenggangkan seluruh tubuhku. Ku singkap selimut tebal yang menutupi setengah tubuhku ke samping.

Kaki mulusku turun ke bawah, mulai berjalan perlahan menuju sebuah jendela berukuran cukup besar di samping tempat tidur. Menyingkap gorden dan jendela itu perlahan. Udara dingin menyegarkan menerpa kulit putih nan mulusku. Sang mentari pagi masih bersembunyi, enggang untuk segera menampakkan diri.

Manik karamelku menatap langit yang mulai tampak terang, memberikan suatu ilustrasi tentang betapa indah langit itu di pagi subuh ini. Aku menarik nafas perlahan dan menghembuskannya secara teratur, menikmati sejuknya udara pagi ini.

Tak lama pintu kamarku terbuka dan masuklah seorang maid berambut pink pendek yang langsung berjalan mendekatiku.

"Hime-sama, ternyata anda sudah bangun." kata maid itu sambil membungkukkan badan, memberi hormat.

"Ah, Virgo. Kau mengejutkanku. Ya...aku baru saja bangun." Jawabku. Dia adalah Virgo, salah satu Maid di rumahku yang sudah ku anggap seperti temanku sendiri.

"Anda bisa segera mandi Hime. Biar saya membersihkan kamar Anda."

Aku mengangguk. Tapi sebelum mandi, aku membenahi tempat tidurku dulu karena aku tak mau menjadi anak yang manja. Setelah rapi, Aku berjalan meninggalkan Virgo ke kamar mandi untuk membasuh tubuhku.

Kini aku sedang mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah. Aku mengucir ambut pirangku yang panjang dengan posisi miring menggunakan pita berwarna biru. Setelah berganti menggunakan seragam sekolah, aku segera turun ke bawah dengan menenteng tas di tanganku, untuk sarapan bersama keluarga.

Keluarga? Yang benar saja!

Kaki jenjangku menuruni satu per satu anak tangga karena letak kamarku berada di lantai 2 dan ruang makam berada di lantai 1.

Di depan meja makan, telah duduk dua orang berbeda gender. Salah satunya adalah Papaku. Ia tersenyum padaku.

"Ohayou Lucy sayang." sapanya. Panggil saja Jude Heartfilia.

Aku balas tersenyum, "Ya. Ohayou Papa."

Tapi begitu melihat sosok wanita berambut hijau yang duduk di depan Papa, senyumku luntur seketika.

Wanita itu, melempar senyum padaku lalu berdiri dari kursinya, "Lucy. Kau sudah siap ternyata. Kami sudah menunggumu dari tadi. Ayo kita sarapan." ajak wanita berambut hijau pendek itu.

Aku merasa ingin muntah mendengar kaliamat yang di keluarkan wanita itu. Bahkan sekarang moodku untuk sarapan hilang seketika hanya dengan melihatnya.

Dia adalah Brandish. Wanita yang telah menjadi 'Mama tiriku', karena wanita itu telah menikah dengan Papa sekitar setahun yang lalu.

"Ayo sayang kita sarapan. Mama Brandish sudah mengambilkan makanan untukmu." kata Papa.

"Tidak terima kasih. Lebih baik aku puasa seharian dari pada makan makanan yang di disiapkan oleh si Brandish" jawabku sarkastik.

Ku lihat Brandish memasang wajah sedihnya, "Astaga Lucy. Kenapa kau mengatakan hal seperti itu sayang?"

Papa langsung memarahiku "Lucy, kenapa kamu mengatakan hal seperti itu kepada Mama Brandish?! Dia adalah Mamamu sayang! Jadi sudah sepantasnya kau menghormatinya dan jangan pernah mengatakan hal seperti itu padanya!"

Ku kepalkan tanganku, berusaha menahan amarah. Aku sangat kesal dengan sikap Papa yang malah lebih membela Wanita sok seksi itu.

"Aku tak pernah menganggapnya sebagai 'Mama' atau bagian dari keluarga ini!" teriak ku lalu Aku langsung pergi dari hadapan Ayah dan Brandish dengan kaki terhentak. Dapatku dengar, Ayah memanggilku untuk kembali.

"Lucy! Kau belum sarapan! Kembalilah kemari lalu Papa akan mengantarmu ke sekolah."

"Tidak usah! Aku tak nafsu makan! Dan aku akan berjalan kaki saja!" Jawabku kemudian berjalan meninggalkan ruangan itu dengan suara Papa yang masih terus meneriakkan namaku. Tapi sama sekali tak ku gubris perkataan Papanya dan tetap pergi.

Oh ya. Aku belum memperkenalkan diriku. Namaku Lucy Heartfilia. Umurku 16 tahun. Aku sekolah di SMA Crocus, kelas dua SMA. Aku tinggal di Heartfilia korzen bersama Papa dan Mama tiriku'.

Saat ini aku sedang berjalan kaki menuju sekolahan.

Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa aku lebih memilih berjalan kaki dari pada naik mobil atau bus.

Jawabannya simpel.

Pertama, aku tak mau naik mobil karena malas satu mobil dengan Brandish. Habis ondel-ondel itu bekerja di perusahan Papa, jadi mereka pasti akan berangkat bersama.

Yang kedua, lantaran aku sedang ingin menenangkan diriku setelah kejadian tadi pagi.

Aku kesal. Sangat kesal karena Papa selalu membela Brandish dan tak pernah sekalipun membelaku!

Dan lagi Papa juga kelihatan lebih sayang kepada wanita menor itu dari pada aku, putri kandungnya sendiri.

Dasar wanita itu!

Dia selalu berhasil merebut segala perhatian Papa dengan aktingnya yang lebay dan sok dramatis seperti di sinetron-sinetron kacangan yang sering Virgo tonton di kamarnya.

Lalu apa-apaan tadi perkataannya? Sok baik sekali! Benar'benar MEN-JI-JIK-KAN!

Ku luapkan kekesalanku pada sebuah kaleng kosong tak berdosa yang berada di depanku.

"Dasar menyebalkan! Licik! Menjengkelkan!" kata-kata serapah itu keluar dari mulutku hingga membuat beberapa pejalan kaki yang tak jauh dariku menatapku bingung dan aneh. Ku cueki saja mereka lantaran aku benar-benar sedang 'bad mood'.

"Lama-lama aku benar-benar bisa stres jika setiap hari harus bertemu dengan si 'Mahmud' berwajah kadal itu! Menyebalkan !"

Aku menghela nafasku, berusaha menenangkan diri agar tak lepas kendali saat ini. Dan akhirnya aku bisa kembali merilekskan diri.

Kepalaku terangkat. Ku tatap cerahnya langit pagi yang mengiringi langkahku tapi tak secerah perasaan hatiku saat ini.

Tanpa ku sadari, air mata turun perlahan melalu manik karamelku.

Aku kecewa. Sangat kecewa dengan Papa yang malah menikah lagi. Kecewa dengan apa yang telah Pria itu lakukan padanya selama ini. Kenapa papa tega melakukan ini?

Aku lekas menghapus air mataku karena saat ini sedang berjalan di tempat umum. Aku tak mau menjadi pusat perhatian karena menangis di pinggir jalan yang telah cukup banyak orang berlalu lalang.

Ku biarkan angin pagi menerpa tubuhku, dingin. Membawa segala beban yang ku pikul berat sendirian. Hingga aku mulai merasa rileks kembali.

Aku tersenyum sedikit setelah berhasil menenangkan diriku. Memang dengan berjalan-jalan di pagi hari dapat membuat pikiranku fresh kembali.

Ku harap hari ini menjadi hari yang menyenangkan.

End Lucy pov.

.

.

##########

"NATSU SAMA!"

+DOK DOK DOK+

"NATSU-SAMA!"

+DOK DOK DOK!+

"Ck, berisik sekali sih!"

Aku bangun dari ranjang besarku karena terganggu dengan suara berisik orang yang memanggilku dari luar kamar. Aku berjalan dengan langkah sedikit gontai sambil menggerutu dan bersumpah akan menyumpal mulut orang di luar kamarku dengan sepatu karena dia sudah mengganggu tidurku.

"NATSU-SAMAAA!"

+DOK DOK DOK!"

Astaga! Kenapa dia tak bisa sabar sedikit sih ! Dan malah makin keras menggedor-gedor pintu kamarku! Dasar kepala bawang!

Dengan kesal aku langsung membuka pintu kamarku hingga orang yang berdiri di depannya terlonjak kaget.

"Astaga Macao! Apa kau tak pernah mengetuk pintu di rumah hingga pintu kamarku kau jadikan bahan percobaan kau gedor-gedor! Berisik tahu!"

Ternyata orang di depan pintuku adalah Macao, dia tukang kebun di kediamanku. Aku sangat kesal lantaran dia menggedor-gedor pintu kamarku tadi.

"Maaf Natsu-sama. Saya tak bermaksud lancang atau kurang ajar. Hanya saja sudah dari tadi saya memanggil anda, tapi anda tak menjawab. Saya hanya ingin membangunkan anda. Bukankah anda harus sekolah?"

"Ya ya. Aku juga tahu jika hari ini sekolah! Memangnya sekarang jam berapa sih?!" balasku sewot. Lalu aku memutar kepalaku untuk melihat jam dinding hingga akhirnya aku melihat waktu menunjukkan...pukul 6.40!

"ASTAGA! AKU KESIANGAAANN!"

+BLAM!+

Dengan panik aku langsung menutup pintu kamarku, tepat di depan wajah Macao. Dapat ku dengar ia merintih kesakitan. Tapi aku tak peduli karena aku harus bergegas jika tak mau terlambat 'lagi'.

Makalum lah...aku ini salah satu anak langganan terlambat kalau berangkat sekolah. Tadi malam aku baru tidur sekitar jam 2 pagi karena terlalu asik menonton film anime kesukaanku. Dan akhirnya...ya begini deh...

Ngomong-ngomong, aku belum memperkenalkan diriku. Perkenalkan, Namaku Natsu Dragneel. Cowok paling kece, paling macho, paling cool dan tampan sedunia. Bukan maksud aku terlalu pede atau apa...tapi itu adalah tanggapan sebagian besar kaum hawa yang pernah bertemu denganku. Bahkan banyak yang bilang jika ketampananku ini menungguli artis korea Lee Min Ho.

Apa lagi dengan rambut pink spike ku ini. Mungkin memang aneh jika ada laki-laki berambut pink, tapi rambut pink ini mata cocok denganku. Kontras dengan wajah dan kulitku. Dan rambut inilah yang menjadi daya tarik sendiri bagi perempuan. Karena rambut pink spike ku yang selalu terlihat berantakan telihat cool sekali.

Oh ya, aku masih duduk di kelas 2 SMA . Umurku 17 tahun dan aku bersekolah di SMA Fiore.

Tak sampai 3 menit aku sudah keluar dari dalam kamar mandi dan langsung berpakaian. Setelah selesai berpakaian, aku langsung menyambar tas di samping ranjangku. Ku lihat jadwal pelajaran untuk hari ini. Tapi, ah! Itu terlalu lama! Jadi ku masukkan saja buku-buku yang dapat ku raih ke dalam tas lalu langsung keluar dari kamar tanpa menyisir rambutku. Lagi pula memang gaya rambutku selalu terlihat berantakan.

+PRAANGG!+

"Dasar jalang! Bisakah kau berhati-hati dengan tindakanmu?! Aku heran kenapa kau bisa terlahir sebagai seorang wanita!"

"Apa kau bilang suami bodoh? Kau mengataiku jalang? Lucu sekali! Seharusnya aku yang mengatakan itu! Dengan siapa kemarin kau pergi, hah?!"

Ck, lagi-lagi suara itu. Aku benar- benar muak jika setiap hari harus mendengarnya.

Ketika aku sampai di ruang makan, ku lihat kedua orang tuaku sedang saling melempar makian. Bahkan Ibuku juga membanting gelas yang berada di atas meja hingga hancur berkeping-keping, tepat di depanku.

"JAGA BICARAMU!

"DIAM KAU! KAU HANYA MENGUMBAR JANJI SAJA TANPA PERNAH SEKALIPUN MENEPATINYA PADAKU! KAU PIKIR SUDAH BERAPA KALI KAU MEMBOHONGIKU!"

"JIKAU KAU TERUS BERKATA SEPERTI ITU, AKU AKAN BENAR-BENAR MENCERAIKANMU!"

"KAU PIKIR AKU TAKUT?!"

Aku menatap kedua orang itu dengan wajah mengeras. Mereka benar benar kelewatan! Kenapa mereka selalu bertengkar seperti ini! Apa mereka tak tahu jika aku di sini, melihat dan mendengar mereka saling mencaci maki.

Dua orang pembantu yang berdiri di dekat pintu dapur hanya menatap mereka dengan takut.

Dengan amarah memuncak, akupun berteriak, "BERISIK!"

Kedua orang itu langsung berhenti , lalu menatapku. Aku mengepalkan kedua tanganku, berusaha meredam amarah yang mungkin akan segera meledak sekarang.

"Ini masih pagi dan kalian sudah meributkan hal yang sangat mengganggu! Kalian bahkan tak menyadari keberadaanku! Dasar brengsek!" makiku.

Dapat ku lihat Ayahku menatapku dengan pandangan mautnya, "Jaga bicaramu Natsu! Di mana sopan santunmu?!"

Aku mendecih, "Cih! Jangan pernah bicara sopan santun di depanku pak tua! Apa kau tak pernah mendengar istilah, 'Anak adalah cerminan orang tuanya'?. Kau bahkan tak pernah mengajariku sopan santun! Dan kau juga selalu bersikap dan bicara kasar! Dasar sialan!"

Ku lihat pria bermbut merah itu terdiam, seperti memikirkan kata-kataku. Lalu aku beralih pada Ibuku yang tampak menunjukkan rasa bersalahnya.

"N-Natsu..."

Aku tersenyum hambar, "Khe, Apa ini yang namanya keluarga? Di penuhi dengan kebencian dan rasa saling tidak percaya. Aku benar-benar malu...aku malu memiliki orang tua seperti kalian!" Dan setelah mengatakan itu aku langsung berjalan keluar rumah tanpa menghiraukan teriakan dari mereka berdua.

"Natsu..hiks-hiks.." Dapat ku dengar suara ibuku menangis. Entah apa yang ia tangisi. Mungkin ia menyesal atau malu. Tapi aku sudah tak peduli!

Dengan menulikan telingaku, aku berjalan ke arah motor sport merahku. Memakai helm dan menstarter motorku lalu pergi dari rumah untuk ke sekolah.

+BROOOMM!+

Aku mengendarai motorku dengan kecepatan tinggi. Aku melakukan ini untuk menenangkan diriku yang terlanjur marah dengan orang tuaku.

Aku benar-benar marah! Kesal!

Kenapa mereka selalu bertengkar setiap hari? Bahkan di depanku! Di depan putra mereka sendiri!

Apa mereka tak malu?!

Aku benar-benar muak dengan keluargaku! Ayah dan Ibu selalu saling memaki dan mengancam akan saling menceraikan. Mereka pikir perceraian itu adalah jalan?

Jangan salahkan aku jika aku berkata kasar kepada orang tuaku.

Sedari kecil aku diasuh oleh pembantuku, bukan orang tuaku. Mereka terlalu sibuk bekerja hingga melupakan putra mereka. Bahkan ibuku, yang sudah melahirkanku tak pernah tahu kapan aku ulang tahun. Dan ketika mereka di rumah, mereka selalu bertengkar dan melempar cacian, didepanku!

Aku meringis miris. Meratapi keadaan keluargaku yang nyaris broken home.

Tiba-tiba aku teringat dengannya.

Jika saja dia masih di sini. Di sisiku. Pasti aku tak akan terlalu memikirkan saat-saat seperti ini. Dia juga pasti akan menghiburku dan menyemangatiku agar tetap tabah dan tegar. Tapi...itu dulu. Sebelum dia memutuskan untuk menjauh dariku dan tiba-tiba...menghilang dariku.

Aku menyentuh dadaku dengan tangan kiriku. Rasanya sakit sekali. Rasa sakitku bertambah ketika mengingatnya. Bahkan lebih sakit dari mengingat keluargaku. Sekarang aku tak punya orang yang menjadi tempatku bersandar.

Aku merasa sendirian...Kesepian...

Seandainya saja dia masih disini...

TIDAK!

Tidak Natsu! Berhenti memikirkannya! Berhenti mengingatnya!

Kau tak boleh seperti ini terus! Kau harus kuat!

Aku berusaha mengendalikan diriku. Lalu kembali fokus ke arah jalanan. Sekarang yang harus ku pikirkan adalah...CEPAT SAMPAI SEKOLAHAN!

Dengan nekad, akupun menambah kecepatan motorku agar aku bisa cepat sampai di sekolah karena 5 menit lagi bel masuk pasti akan berbunyi.

Karena terlalu cepat aku tak melihat jika di depan ada jalan yang tidak rata dan genangan air. Dan tepat sebelum aku melewatinya, seorang gadis tiba-tiba hendak menyebrang di dekat sana! Kepalanya tertunduk tak melihat ke depan.

Aku langsung panik.

"AWAS!"

"KYAAHH!"

End Natsu pov.

.

.

########

Tiba-tiba sebuah motor sport berwarna merah dengan garis-garis hitam melesat dengan cepat ke arah Lucy yang ingin menyebrang.

"AWAS!" Teriak pengendara itu.

Lucy yang kaget langsung berteriak.

"KYAAAHH!"

+NGUUEEENGG!+

+SROOTT!+

Motor itu berhasil menghindari Lucy dan melesat tepat di depannya. Tepat! Jika saja Lucy bergerak 5 centi saja, dia pasti sudah tertabrak atau terseret.

Orang-orang yang melihat kejadian yang bikin senam jantung itu lantas langsung menghampiri Lucy yang masih berdiri di tempatnya. Gadis itu membuka matanya, lalu mulai meraba wajah, tangan dan tubuhnya. Lalu bernafas lega ketika tak menemukan luka ataupun lecet.

'Kami-sama...terimakasih kau masih membiarkanku hidup' batinnya.

Beberapa orang langsung mendekati Lucy dan menanyakan apakah dia baik-baik saja.

"Ya. Saya baik-baik saja." jawabnya.

Akan tetapi ketika melihat keadaan seragamnya, gadis itu berubah histeris.

"SERAGAMKU!" teriaknya.

Gadis itu menatap nanar seragamnya yang kotor penuh lumpur dan noda kecoklatan. Pasti karena pengendara yang ngebut tadi, yang hampir menabraknya mengindarinya dan malah melewati genangan air. Dan akhirnya...bajunya kecipratan genangan itu!

Benar-benar orang itu! Membuat Lucy yang sedang kesal bertambah kesal saja!

Ia mengepalkan tangannya lalu menatap ke arah Utara, di mana pengendara tadi ngebut melewatinya. Mencoba mencari keberadaan pengendara yang telah mengotori seragamnya.

Ah! Itu di sana! Dia ternyata berhenti sekitar 10 meter di depannya, di pinggir jalan. Orang itu tengah membuka helmnya hingga terlihatlah surai pink di balik helm itu.

Dengan amarah memuncak berhiaskan seragam yang kotor, Lucy langsung menghampiri pengendara itu dan langsung melabraknya.

"Hey pinky! Jika kau ingin ngebut, ngebutlah di arena! Jangan di jalanan umum!" teriaknya. Teriakannya menginterupsi semua orang yang kebetulan lewat di dekat sana. Menarik perhatian mereka. Sepertinya akan ada tontonan menarik batin mereka.

Yang di panggil pinky kelihatan tak terima. Dengan masih duduk di atas motornya, ia membalas perkataan Lucy, "Siapa yang kau panggil pinky heh pirang aneh? Kaulah yang salah karena menyebrang tanpa menengok ke kanan kiri dulu!"

"Apa katamu?! Kaulah yang salah karena ngebut-ngebut! Dan lihat! Kau sudah mengotori seragamku!" terika Lucy lagi sambil menunjukkan seragamnya yang kotor karena lumpur.

Pemuda bersurai pink itu hanya menatap seragam Lucy datar lalu memutar bola matanya malas sambil mengorek-orek telinganya yang terlihat sangat menyebalkan bagi Lucy.

"Jangan cuma diam saja! Kau harus tanggung jawab!" teriak Lucy yang terlanjur marah karena pemuda bersuari pink itu tak merespon sama sekali.

"Urusai. Suara cemprengmu itu bisa merusak gendang telingaku! Jadi kau ingin aku bagaiman? kau ingin aku ganti rugi aras seragam kumuhmu itu?"

"A-ap-apa?! Kumuh kau bilang?!" Lucy benar-benar sangat kesal dengan perkataan pemuda pink itu. "Kau pikir siapa yang membuat seragamku kotor hah?! Dan aku tak butuh ganti rugimu! Kau pikir aku tak punya uang untuk membeli seragam baru?!"

"Dasar sok kaya." celetuk pemuda itu dengan nada mengejek.

"Kaya? Kalau aku memang orang kaya lalu apa urusanmu? Aku bahkan bisa membeli motor milikmu sebanyak yang ku mau! Kau iri?"

Pemuda itu terlihat sangat kesal. Ia menatap Lucy tajam, "Sebenarnya apa sih maumu?! Dasar cewek sombong!"

"Terserah apa katamu! Yang pasti, Aku hanya mau kau minta maaf padaku dan mengaku kalau kau salah!" tegas Lucy.

Pemuda itu mendecih. Minta maaf? Yang benar saja. Bahkan Ibunya tak pernah menyuruh ya meminta maaf ketika ia berbuat salah. Dan gadis ini dengan seenaknya menyuruhnya meminta maaf? Mana mau dia

"Aku. Tidak. Mau!" jawabnya dengan penekanan di setiap kata sambil melipat kedua tangannya angkuh. Manik hitamnya menatap tajam karamel Lucy.

Gadis berambut pirang di depannya terlihat tambah kesal. Pemuda bersurai pink itu melirik jam tangannya dan langsung berubah panik.

"Astaga! Hampir masuk! Ck! Aku tak punya waktu untuk meladenimu pirang aneh!" katanya lalu kembali memakai helm dan menstarter motornya lalu pergi begitu saja dari hadapan Lucy.

+BROOOMM...NGGEEENGGG...+

Lucy berteriak marah "HEY! KEMBALI KAU KEPALA PINK! URUSAN KITA BELUM SELESAI! HEI!"

Tapi terlambat, karena pemuda itu sudah tak terlihat dari inda penglihatannya.

"DASAR TAK BERTANGGUNG JAWAB! MENYEBALKAAAANN!"

.

.

-SMA Cocus-

.

Lucy benar-benar masih merasa sebal karena kejadian tadi pagi. Di sepanjang jalan ia jadi bahan tertawaan orang-orang. Bahkan di kelas juga! Ia jadi bahan bullyan teman-temannya yang menyorakinya seperti tukang gali kuburan! Tentu saja! Lihatlah baju seragamnya yang kotor penuh lumpur itu!

Untung saja, ia mempunyai seragam ganti di lokernya jadi ia tak perlu memakai seragam kotor lagi.

Ini semua karena pemuda itu! Pemuda berkepala pink itu! Setelah mengotori seragamnya, tak mau meminta maaf, dia pergi begitu saja seperti tak punya dosa sekal!

"Dasar cowok menyebalkan!" gerutu Lucy. Ia tak sadar jika teman sebangkunya terasa terganggu dengan gerutuannya itu.

"Astaga Lucy, kau membuat hafalan rumus yang semalam Juvia hafalkan jadi hilang dari kepala Juvia!" kesalnya.

"Kau fikir aku peduli?!" jawabnya sarkastik. "Akh! Kau membuat moodku jadi tambah jelek saja!"

Gadis itu, Juvia Lokser hanya menghela nafasnya, lalu menutup buku matematika di hadapannya dan berbalik menghadap Lucy. "Baiklah. Maafkan Juvia jika MOODMU jadi buruk. Lalu apa yang bisa Juvia lakukan? Sedari tadi saja kau terus menyumpahi pemuda yang hampir menabrakmu itu!"

"Habis dia menyebalkan sekali! Jika aku bertemu dengannya lagi, ku pastikan rambut pinknya itu akan ku botaki!"

Juvia memutar dua bola matanya malas, "Heh, jangan bicara begitu. Bisa-bisa kau tersedak kata-katamu itu dan jadi menyukainya lho..."

Lucy langsung mendeathglare teman sebangku sekaligus sahabatnya itu hingga gadis tak berdosa itu agak ketakutan.

"J-Juvia kan hanya bercanda. Sudahlah Lucy lupakan saja kejadian itu. Lagi pula itu kan sebuah kecelakaan." ujarnya.

Lucy masih berdecak kesal sambil memanggu dagunya dengan sebelah tangan, "Tapi tetap saja karena itu semua orang yang ku temui langsung memanggilku tukang gali kuburan atau tukang gali gorong-gorong! Kan malu! Dan aku yakin mereka akan memanggilku seperti itu sampai seminggu sedepan!"

"Kau terlalu berlebihan Lucy...yah mungkin saja hari ini adalah hari sialmu."

"Mungkin saja! Tapi ini semua karena cowok berkepala pink itu! Jika dia tak ngebut, mana mungkin seragamku jadi kotor! Dasar kepala kacang! Aku benar-benar ingin menarik rambutnya sampai copot! HUH!"

Juvia sweatdrop karena Lucy mengatakan hal itu sambil merobek-robek bukunya. Untung saja itu hanya buku coret-coretan.

"Ne, Lucy, dari pada kau bertingkah makin aneh, bagaimana jika kau ikut main truth or dare? Kau juga Juvia!"

Cana Alberona menghampiri Lucy dan Juvia. Ibu jarinya menunjuk ke arah gerombolan gadis yang sedang mengerubungi sebuah meja dengan pulpen di atasnya. Mereka melambai ke arah Lucy dan Juvia seolah mengajak mereka berdua untuk ikut bermain.

"Wah Juvia mau! Sudah lama kita tak main itu! Ayo Lucy kita ikutan!" bujuk Juvia.

Lucy tak bergeming dari tempatnya, "Entahlah Juvia. Aku sedang tak mood"

"Ayolah Lucy. Jangan seperti cewek PMS dong! Mana semangat masa mudamu? Ayo! Kau harus tetap ikut!" kukuh Cana. Ia menyeret Lucy dengan paksa di bantu Juvia hingga gadis itu berdiri dari bangkunya.

Lucy tampaknya tak punya pilihan. Akhirnya ia memilih ikut memainkan permainan Truth or Dare bersama gadis-gadis di kelasnya sebelum Cana makin ganas menyeretnya. (itu pun dengan terpaksa).

"Nah, begitu dong Lucy! Jangan cuma galau karena nggak dapat pacar! Sekarang kita mulai permainannya!"

Lucy masih terlihat tak semangat walaupun ikut dalam permainan itu. Berbeda sekali dengan gadis-gadis lainnya.

Pulpen di atas meja di putar oleh Cana dengan semangat. Pulpen itu berputar kencang dan semakin lama semakin lembat.

Juvia menyenggol lengan Lucy yang berdiri persis di sampingnya, "Pulpennya mau berhenti!"

"Ya. Dan awas saja jika sampai berhenti di depanku, maka akan ku kutuk orang yang telah menyeretku untuk ikut dalam permainan laknat ini!" katanya. Sementara Juvia hanya tersenyum kikuk karena jelas Lucy mengatakan itu untuknya.

Pulpen bergerak makin lambat. Lerasaan Lucy tiba-tiba jadi tak enak ketika melihat perputaran pulpen itu. Awas saja jika sampai pulpen itu menunjuk kepadanya, maka apa yang di katakan Juvia mungkin benar jika hari ini adalah hari-

"Pulpennya berhenti di depanmu Lucy!"

-sialnya.

WUT?!

Cana Alberona tampak tersenyum Licik, "Pilih Truth atau Dare?" tanya Cana.

MEMANG SIAL DIA HARI INI!

Pulpen di atas meja berhenti dan menunjuk tepat ke arah Lucy yang saat ini memandang nanar si pulpen. Bahkan Juvia yang berada di sampinya hanya bisa melotot dengan mulut terbuka karena ternyata...pulpen itu berhenti tepat di depan gadis bersurai pirang itu.

Rasanya Lucy benar-benar ingin melayang terjun dari gedung sekolahan sekarang juga karena apa yang dikatakan Juvia ternyata benar! Sial!

Ia menatap Juvia dengan tajam seolah mengatakan, 'Awas-kau-Juvia-akan-ku-lempar-kau-keluar-jendela'. Juvia hanya bersiul-siul ria seolah tak melihat tatapan tajamLucy walaupun terlihat dengan jelas jika gadis itu makin berkeringat.

"Ayo Lucy! Apa pilihanmu?!" desak Cana. Sepertinya gadis itu benar-benar tak sabar ingin mengerjai Lucy.

Akhirnya dengan membulatkan tekadnya, Lucy pun memilih...

"Aku pilih, dare."

Semua siswi yang mengikuti permainan Truth or Dare terperangah tak percaya, mereka memuji keberanian Lucy karena telah memilih dare. Bagaimana tidak, jika sang penanya Cana, tak ada yang berani memilih Dare

"Ka… kau serius Lucy?" tanya Juvia tak percaya.

Sebenarnya Lucy tak yakin sih, tapi jika dia memilih Truth...bisa bisa Cana menanyakan siapa orang yang Lucy sukai saat ini. Jika teman-temannya tahu, bisa-bisa ia menjadi bahan bully'an teman-temannya sekelas.

"Baiklah Lucy. Aku tahu kau itu gadis yang pemberani. Kalau begitu bersiaplah! Dare dariku adalah..." Cana mengutak-atik Handphonenya. Tiba tiba perasaan Lucy jadi tidak enak karena Cana mengutak-atik Handphonenya sambil senyum-senyum devil membuat merinding siapa saja.

"Kau harus menelfon nomer ini. Jika yang mengangkat perempuan kau harus bilang bahwa kau adalah selingkuhan kekasihnya dan jika laki-laki, kau harus bilang jika kau menyukainya!" perintahnya sambil menunjukkan nomer ponsel seseorang di Handphonenya.

WHAT THE-

YANG BENAR SAJA!

Mata Lucy membulat sempurna. Ia menatap nomer di layar ponsel Cana dengan melotot.

"KAU GILA?! Ini nomer siapa?!"

Gadis penyuka kartu itu menggendikkan bahunya. "Aku tak tahu. Aku menemukan nomer ini terpampang jelas di depan panti jompo saat hendak menengok kakekku di sana."jawab Cana santai.

Semua orang Jawdrop, termasuk Lucy. Bahkan author juga ikut jawdrop sampai hampir berhasil nelen tivi di rumah XD *di lempar tivi ama readers*

"Astaga Cana! Kau ingin aku menelfon nomer tak jelas itu?! AKU TIDAK MAU! Bagaimana jika yang mengangkat adalah kakek-kakek pedofil?!" pekik Lucy tidak percaya.

"Iya Cana. Apa kau tak kasihan dengan Lucy?" bela Juvia. Mana mungkin ia biarkan sahabatnya jadi incaran kakek kakek pedofil . Jika sampai itu terjadi bisa-bisa Lucy mogok sekolah dan tak akan mencontekinya lagi ketika ulangan. XD

"Lebih baik nomer telfon yang lain saja Cana." usul Bisca.

"Baiklah..."

Cana kembali mengutak atik handponenya lagi lalu berhenti ketika menemukan nomer telfon yang ia cari.

"Nah! Kalau begitu ini saja!" pekiknya. Ia memperlihatkan nomer telfon di layar Hpnya tepat di depan Lucy.

"Itu nomer siapa lagi?" Tanya Lucy.

Cana tampak cengengesan dengan wajah minta di blender oleh Lucy. "Ehehe...itu nomer telfon yang ku temukan dari uang seribuan lecek, kembalian naik becak."

DOEEENGG!

Lucy dan teman-temannya kembali Jawdrop. Gadis berambut pirang ini tak habis pikir, kenapa bisa ia mempunyai teman yang sangat hobi menyimpan nomer-nomer tak jelas seperti ini?!Sebagian lagi berfikir bahwa Cana sedang mabuk atau mungkin sakit jiwa sekarang.

"Kenapa kau sangat suka mengoleksi nomer tak jelas sih?!" protes Lucy. Ia benar benar ingin mencuci otak Cana yang dikiranya sudah lecek dan kotor karena kebanyakan main kartu.

Tapi Cana hanya menjawabnya dengan wajah yang benar-benar sok polos. Lucy sampai gatal di buatnya.

"Apa salahku? Aku kan hanya menyimpannya sebagai kenang-kenangan karena aku baru pertama kalinya naik becak seumur hidupku!" katanya dan Lucy benar-benar ingin menjebleskan kepalanya ke tembok sekarang juga sambil meraung-raung 'Kami-sama...sadarkanlah Cana dari pengaruh syeitan terkutuk..'

Melihat tatapan aneh Lucy, Cana tampak kesal.

"Ya ampun, kau ingin ini cepat selesai tidak? Makanya cepat telfon saja!" perintahnya.

Gadis berambut pirang itu tampak memelas, "Sebegitu tegakah kau menyuruhku menelfon nomer tak jelas seperti ini Cana? Di mana belas kasihanmu?!"

Cana tertawa jahat dengan background dark aura seperti di anime anime. "Muahahaha...tak ada belas kasihan untukmu anak muda. Kau harus menlfonnya karena ini adalah pilihanmu sendiri."

Juvia menatap Cana sweatdrop, "Sepertinya Cana mulai terpengaruh film semalam."

"Ya. Cana jadi tambah aneh." kata Kinana.

"Okey guys, jika kalian masih terus mendebatkan hal ini, maka tak lama lagi kita akan kembali ke pelajaran matematika kita yang memusingkan." cerocos Bisca yang terlihat kesal karena Lucy belum melakukan Dare nya juga.

"Aku juga tahu itu Bisca! Jika kau jadi aku apa kau mau melakukannya juga!" balas Lucy.

"Sudah-sudah! Begini saja. Kemarikan ponselmu Lucy!"

Cana langsung menyambar ponsel Lucy yang masih dia pegang lalu mengetikkan nomer di sana sebelum akhirnya ia kembalikan lagi ponsel itu pada pemiliknya. Sebuah nomer yang terbilang cukup cantik terpampang jelas di layar ponsel Lucy.

"Ini yang terakhir. Sekarang kau telfon nomer itu, Okey? Aku tak menerima penolakan!"

Lucy menatap nanar layar ponselnya. Kali ini Juvia lah yang bertanya.

"Sekarang nomer siapa itu?"

"Nomer ini aku dapatkan dari kertas bungkus gorengan yang tadi malam ku beli." jawab Cana.

Oke. Sepertinya Lucy benar-benar harus membawa selang dan menyemprotkan air ke otak Cana agar dapat berpikir jernih. Dia jadi tambah gila saja!

"Sudahlah. Dari pada kelamaan lebih baik kau telfon saja Lucy!" kata Bisca bersemangat.

"Iya. Ayo Lucy!" bujuk gadis-gadis lainnya.

Lucy langsung berubah lemas. Kenapa teman-temannya ini malah mendukung ide Cana sih?!Dasar teman tak setia kawan!

"Ayo telfon! Ayo!" perintah Cana dengan nada gemas."Atau kau takut?"

Lucy berubah serius. Selama ini tak ada yang pernah meragukan keberaniannya! Dan sepertinya Cana mulai mergukannya!

"Siapa yang takut! Oke! Akan ku telfon!" katanya mulai terpancing.

"Kau gila Lucy?! Kita tak tahu nomer siapa itu!" tahan Juvia tapi Lucy tetap kukuh dengan pendiriannya.

"Tidak! Aku akan tetap melakukannya! Tak ada yang bisa memanggilku bukan pemberani!"

Akhirnya Lucy memencet tombol telfon dan meletakkan telfonnya di atas meja dengan menyalakan loadspeaker. Juvia langsung terkejut ketika melihat Lucy benar-benar melakukannya sementara teman-temannya memandang takjub Lucy. Mereka mengerubungi hp Lucy di atas meja.

Sebenarnya Lucy agak ragu sih. Berbagai pikiran mulai menghantuinya. Bagaimana jika ini nomer telfon bandar narkoba? Bagaimana jika ini nomer telfon teroris? Bagaimana kalau ini nomer telfon pak J*kowi? Bagaimana kalau nomer telfon ini milik Sa*pul J*mil?

Lucy hanya bisa berdoa. Semoga nomer telfon ini sudah tidak aktif atau nomer ini tak pernah ada yang punya. Tapi harapannya luntur seketika ketika mendengar suara nada tersambung dari handphonenya.

+Tuuutt...tuuutt...tuuuttt...+

"Whoa! Tersambung!" pekik teman-temannya girang di depan Lucy yang sudah pasrah akan nasibnya. Yah...semoga saja tak ada yang mengangkat-

"Halo.."

-telfonya..

GLEK!

TERANGAKAT!

Lucy langaung membulatkan matanya ketika mendengar suara seseorang yang mengangkat telfonnya. Dari suaranya jelas bahwa dia adalah laki-laki.

Cana, Bisca, Kinana dan gadis-gadis lainnya langsung menari heboh tanpa suara layaknya penari dangdut yang biasa di sawer om-om. Sementara wajah Lucy bertambah pucat. Juvia yang merasa bertanggung jawab akan kesialan Lucy langsung memerintah teman-temannya untuk diam. Bagaimanapun ia tak mungkin melakukan hal setega itu pada sahabatnya Lucy.

"Tabahkan dirimu Lucy" kata Juvia mencoba memberi semangat. Tapi sama sekali tak berhasil membuat mood Lucy lebih baik.

"Halo...?"

Suara si seberang telefon kembali masih diam saja dan terlihat enggan menjawab.

Cana menyenggol pelan bahu gadis itu, "Ayo cepat! Selesaikan Dare mu Lucy. Karena dia laki-laki cepat katakan jika kau menyukainya!"

Karena tak ada pilihan dan ia harus segera menyelesaikan tugasnya, Lucypun menjawab telfon itu.

"Ha-halo..."

"Siapa ini?" tanya orang di seberang telefon. Dari yang dapat Lucy dengar suaranya terdengar cool sekali. Teman-teman Lucy bahkan sampai menggigit jari sendiri mendengar suara orang itu yang terbilang ...ekhem, seksi.

Lucy menarik nafasnya lalu menghembuskannya pelan.

"A-aku Lu-Lucy Heartfilia, dari SMA Crocus. A-aku ingin bilang jika aku menyukaimu."

Dan setelah mengatakan itu, Lucy langsung menutup telfonnya segera.

Suara sorakan dan konveti terdengar menggema setelahnya. Teman-teman Lucy salut akan keberanian Lucy yang telah berhasil melakuakan dare. Mereka juga menyalaminya sambil mengatakan 'selamat menempuh jalan baru'.

"Kau hebat Lucy!"

"Tak ku sangaka kau benar-benar melakukannya!"

"Kami tak akan meragukan keberanianmu lagi!" pekik mereka.

Sementara Lucy menanggapi teman-temannya dengan lesu. Ia benar-benar ingin berteriak sekarang, merutuki nasibnya yang benar benar sial. Sudah jatuh, tertimpa tangga. Mungkin itulah istilah yang cocok untuk Lucy sekarang. Ia hanya berharap, semoga...tak terjadi apa-apa setelah ini. Dan lagi...DIA TAK AKAN MAU MEMAINKAN PERMAINAN LAKNAT SEPERTI INI LAGI!

.

.

Sementara itu...

.

"Siapa itu Salamander?" tanya seorang pemuda bertampang sangar pada pemuda di sampingnya yang saat ini tengah menatap aneh ponselnya.

"Hanya gadis kurang kerjaan, Gajeel." jawabnya singkat masih sambil menatap ponselnya.

"Memang apa yang ia katakan?" tanya pemuda berambut pirang yang tiduran sambil bersandar di tembok.

"Katanya dia menyukaiku."

"Lagi? Ckck...aku heran. Kenapa gadis-gadis itu bisa menyukai pemuda aneh, sembrono dam serampangan sepertimu." celetuk pemuda berambut raven hingga akhirnya sebuah sepatu melayang dan mendarat dengan mulus di kepalanya.

"Tutup mulutmu Gray. Aku tahu jika kau iri denganku karena tak ada seorang gadispun yang pernah menyatakan perasaannya padamu."

Pemuda berambut raven itu mengelus kepalanya yang baru saja kena timpuk, "Ukhh...sakit tahu! Kau fikir kepalaku ini apa! Lagi pula aku hanya heran kenapa selalu kau yang mendapat banyak perhatian dari gadis-gadis! Ya kan Laxus?."

Pemuda berambut pirang mengangguk "Yah...aku sih tak kaget. Siapa gadis di kota kita yang tidak mengenalnya?" katanya.

Pemuda berambut pink yang di panggil 'Salamander' hanya memutar bola matanya malas

"Lalu apa yang akan kau lakukan dengannya, Natsu?" tanya pemuda bertampang sangar. "Bagaimana kalau kita cari dia dan kita kerjai?" Usulnya.

"Ck. Dia itu perempuan Iron Head, dan lagi dia bukan dari Sekolah kita."terangnya.

"He? Benarkah? Memangnya dia sekolah di mana?"

"Dia sekolah di SMA Crocus."

Laxus terlihat mengernyit, "SMA Crocus? Bukankah itu sekolah di pusat kota?"

"Hey! Itu tak begitu jauh! Jika menggunakan motor kita bisa sampai dalam waktu 20 menit. Bagaimana kalau kita ke sana?"

"Sudahlah. Tak usah...aku malas berurusan dengan seorang gadis tulen" ujarnya.

"Memangnya kau tak penasaran dengannya?" tanya Gray. Pemuda bernama Natsu terdiam. Ia seperti memikirkan usulan teman-temannya.

"Baiklah. Kita akan kesana dan mencari gadis itu!" katanya.

"Lagi pula Aku agak penasaran dengan gadis ini." tambahnya lalu tersenyum misteri.

Dan benang merah tak kasat mata yang mengikat keduanya pun kini akan terlihat jelas setelah pertemuan mereka.

.

.

########

BERSAMBUNG!

.

Yosh! Akhirnya selesai juga chapter 1 ini! Gimana readers? Jelek ya? Maaf ya kalau fanfic ini tidak memuaskan.

Sebenernya saya juga agak mikir-mikir sih buat bikin fanfic ini karena fanfic-fanfic saya sebelumnya di fandom ini maupun di fandom sebelah belum ada yang kelar. Habis saya udah nggak tahan mau bikin fanfic ini berhubung idenya dah ada di kepala dan nggak akan saya biarin ide ini tertimbun ide-ide lain. Jadi saya bikin deh fanfic ini. Maafkan Author yang sangat nggak bertanggung jawab ini TT_TT. *Di lempar meja ama readers*.

Oh iya minna...sebenernya fanfic ini nggak 100% ide murni dari saya. Tapi saya bikin fanfic ini karena terinspirasi sama salah satu film sinetron indonesia yang menurut saya sangat keren. Juga dari beberapa fanfic di fandom sebelah.

Sebenernya saya nggak suka sinetron, tapi setelah liet sinetron satu ini, saya langsung jatuh cinta. Alur cerita, Drama, persahabatannya kerasa banget. Terutama adegan berantemnya terus ada geng-geng motornya segala. Bikin ngeri n jerit-jerit sendiri kalo lagi pada berantem! Bener-bener keren banget dah!

Karena itulah saya terinspirasi untuk bikin fanfic yang jalan ceritanya hampir sama dengan sinetron itu. Tapi tenang aja, saya nggak akan njiplak filmnya 100% kok. Cuma beberapa aja yang bakal sama dengan film itu, yang lain murni mikir sendiri.

Tapi saya harap readers tetep mau Read n Review fanfic saya ini. Dan saya usahakan jika banyak yang suka n review saya akan update lagi chapter 2 secepatnya. Jadi...REVIEW PLEASE! ^_^