Percobaan pertama gue –nyengir.
PENGALAMAN CINTA
Disclamer: Naruto punya abang Masashi Kishimoto. Kalau Kakashi punya gue! –nyolot/geplaked/
Warning: AU! OOC –semanata-mata untuk menghibur!
Summary: Oooh... Anko patah hati lagi! Siapa lagi yang ikut pusing kalo bukan Kakashi dan Rin, sahabat SMU Anko? Rutinitas menghibur Anko yang putus cinta selalu terjadi di kamar paviliun Kakashi. Untung ada Kakashi, sobat dalam SUSAH dan seneng, nangis dan ketawa... pokoknya komplet deh!
Episode pertama!
Lampu, kamera, action!
"EGHHH….., Kabuto, apa-apaan sih lo? Gila lo ya?" bentak Anko garang.
"Ayo dong sayang. Di sini gak ada siapa-siapa kok. Sekalian ngerayain tiga bulanan kita dengan istimewa."
Anko melotot. "Apa? Apanya yang istimewa? Kabuto! Lepas! Minggir! Gue mo pulang!"
Kabuto malah memeluk Anko. "Sayang, pertama kali semua juga pasti kayak kamu gini. Ketakutan. Dulu aku juga gitu, tapi sekarang..."
"BRENGSEK! Playboy kelas bulu lo! Jadi ini yang lo incer?" Anko menampar mulut nyosor Kabuto yang nyaris menyerempet leher jenjangnya yang mulus. Lalu senjata pemungkas penghancur masa depan: tendangan keras di selangkangan Kabuto.
"WADAW!" pekik Kabuto. Belum sempat nyut-nyutan hilang, dengan sigap Anko mendorong Kabuto yang masih meringis ke dalam kamar mandi di kamar Kabuto. Klik! Ia menguncinya dari luar. Biar mampus!
OooxooO
Braaak! Pintu paviliun terpentang lebar. Kakashi melotot mendadak dari tidur sorenya. Gila apa, lagi enak-enak tidur tiba-tiba Anko masuk paviliunnya dengan muka sembap dan mata bergenang air mata, siap sedia untuk nangis bombay.
"Lho, katanya ada acara dinner ngerayain tiga bulanan?" tanyanya saat melihat Anko, sahabatnya, masuk dengan tampang berantakan, masih memakai gaun biru muda yang dinner banget. Gaun cantik berbahan lembut model sackdress yang kelihatan anggun dan romantis. Seromantis bayangan Anko tentang malam perayaan tiga bulanannya.
Anko manyun, lalu melompat ke sofa. "Uggghhh!" ia pun menangis kencang-kencang.
Dengan sigap Kakashi turun dari tempat tidurnya dan menyodorkan segelas air mineral. "Putus lagi?"
"Brengseeeekkkk...!" pekik Anko.
Rangkulan dan tepukan Kakashi di pundaknya selalu berhasil mengurangi pekikan makian Anko dan membuat tetangga sekompleks urung mencaci maki Anko saking berisiknya.
"Halo. Rin? Ke sini dong. Teman kita patah hati lagi nih. Kali ini kayaknya serius." Ritual yang sama. Anko datang menjerit histeris, Kakashi menyodorkan minuman, Anko histeris lagi, Kakashi menelpon Rin. "Nah, udah tenang? Mau cerita?" Selanjutnya, Kakashi jadi pendengar setia segala kemurkaan Anko.
"Gue gak nyangka, tau nggak, Kakashi, nggak nyangkaaa...padahal, padahal, lo tau sendiri kan? Kabuto itu baik banget, kan?"
Kakashi mengangguk kalem. Cowok berbadan tegap bermuka macho ini sudah ngerti luar-dalam kelakuan sobatnya.
"Tuh kan, lo aja ketipu. Lo juga nyangka dia baik banget, kan?"
Kakashi mengangguk lagi. Habis, memangnya Anko mau percaya kalau Kakashi bilang Kabuto itu brengsek?
"Gue benci banget. Ternyata semuanya Cuma tipuan! Halusinasi! Fatarmogana..."
Kakahi mengerutkan alisnya.
"Lo ngerti kan, Kakashi? Dia ternyata brengsek. Gue benci! Tau nggak, tadi sebelum pergi ke restoran, Kabuto ngajak gue ke rumahnya dulu. Katanya ada yang ketinggalan. Tau nggak? Ternyata rumahnya gak ada orang. Dia bilang, gimana kalo kami ngerayain hari jadian kami di rumah dia aja." Anko meneguk minumannya dengan gelisah, lalu menarik napas panjang. "Ya gue setuju aja. Tapi ternyata... dia berusaha... dia berusaha..."
Kakashi menatap mata Anko. "Beusaha apa, An?"
Anko memejamkan matanya yang bercucuran air mata rapat-rapat. Menggigit bibirnya kuat-kuat. "Dia berusaha ngajak gue gituaaaannn..." Anko melompat ke pelukan Kakashi sambil sesegukan.
"Apaa?" suara Kakashi menggelegar, bisa jadi menimbulkan gempa bumi kecil.
Anko nyaris terpelanting gara-gara Kakashi berdiri mendadak. "Kakashi, mau kemanaaa...?" rengeknya.
"Mau menghajar Kabuto."
Anko buru-buru mencengkram lengan Kakashi. "Jangaaan... di sini aja. Gua nggak mau lo berurusan sama Kabuto. Lagian, gue masih pengin curhat."
Tangan Kakashi mengepal. Selama ini, setiap kali Anko patah hati gara-gara cowoknya, Kakashi oke-oke saja saat dilarang 'menyelesaikan masalah secara laki-laki' dengan mantan-mantannya Anko. Tapi kali ini? Itu kan sama saja dengan percobaan pemorkasaan. "Lo gila apa gimana sih? Dia nyaris memerkosa lo, tau! Masih bagus gue gak lapor polisi!"
"Tapi kan nggak diperkosa."
"APA? Anko mau diperkosa? Sama siapa? Lo baik-baik saja kan, An?" tiba-tiba Rin nongol dan mengguncang-guncang bahu Anko dengan panik.
"Bukan diperkosa," tukas Anko risi.
Kakashi mamakai jaketnya.
"Kakashi..., di sini ajaaa. Gue perlu kalian berdua lagian ngapain ngurusin sih Kabuto? Biarin aja dia mampus gue kunciin di kamar mandi."
Kakashi melirik dari sudut matanya. "Lo ngunciin dia di kamar mandi?"
Anko mengangguk sambil nyengir. Rasanya dia sedikit puas kalau ingat sekarang Kabuto pasti lagi sibuk teriak-teriak minta tolong. Pastinya dengan posisi kamar mandi di dalam kamar, Kabuto bakalan lama ada di situ. Mungkin sampai nanti malam, waktu orang tuanya mulai sadar anak lelakinya yang kurang ajar itu belum keluar buat makan malam.
"Bagus! Biar dia mati dimakan kecoa." Kakashi melempar badannya ke kasur.
"Kalian ngomongin siapa sih? Siapa yang dikurung di kamar mandi? Pemerkosanya?" Rin celingukan bingung.
"Kabuto," jawab Anko pendek.
"KABUTO?"
Anko mengangguk.
CTAK! Rin menjetikkan jari kuat-kuat. "I knew it! Gue udah duga si Kabuto monyet itu brengsek! Untung lo belum sempat diapa-apain."
Anko dan Kakashi menatap heran ke arah Rin.
"Kok?" ujar Anko bingung.
"Tapi lo jangan marah ya, An?"
Alis Anko naik dua sentimeter. "Marah?"
"Si Kabuto pernah nyoba ngerayu gue..."
"Apa?"
"...ngerayu Mamori anak sebelah, ngerayu Orihime anak kelas 3 IPA 1, ngerayu Ayame anak ibu kantin, malah pernah ngerayu bu Tsunade, guru magang waktu itu."
Anko melongo. "Selama dia pacaran sama gue?"
Rin mengangguk.
"Sialaaah! Terkutuk! Kurang ajar! Nggak tau diri! Sok kecakepaaannn!" jerit Anko murka. Sementara Anko mengamuk, Kakashi dan Rin siap-siap pasang jurus 'menghindari timpukan kilat'. Masalahnya, sambil jerit-jerit Anko melempar semua benda yang ada di kasur. Semua yang ada di kasur, bantal, guling, plus kaus kaki bau kas Kakashi latihan bola, bertebrangan ke mana-mana.
"Aduh!" pekik Rin yang sial kesambit kotak pensil. Hah? Kotak pensil?
"Anko, stooop!" Kakashi buru-buru menahan tangan Anko begitu sadar Anko mulai merambah meja belajar yang berada persis di sebelah kasur.
Biarpun sekarang Anko sudah lumayan tenang, dongkolnya belum hilang juga. Baru kali ini dia putus pacaran dengan cara semengerikan itu. Bibir Anko masih bersungut-sungut sewot sambil sesekali meninju kasur Kakashi yang sudah babak belur alias berantakan kayak habis kena gempa bumi lokal.
Anko paling anti menjomblo. Kenyataannya memang Anko tidak pernah menjomblo. Sayangnya, dari sederet cowok yang pernah pacaran sama Anko, tidak ada yang bertahan lebih dari tiga bulan! Gampang buat Anko dapat cowok lain setelah putus cinta dan meraung-raung histeris pada kedua sobatnya, Kakashi dan Rin. Cowok mana yang nggak ngiler sama wajah cantik, gaya keren, dan bodi oke Anko?
Mata Anko masih bengkak. Maskaranya belopotan di sekiling mata. Mirip orang kena tinju waktu tawuran. Rambutnya yang hasil nyalon dari pagi, jadi jabrik mirip singa jantan.
"Kayaknya gue kena kutukan deh," keluh Anko.
"Kutukan? Siapa yang ngutuk elo?" tanya Rin.
Anko angkat bahu. "Mana gue tau? Yang jelas, gue nggak pernah bisa punya pacar lebih dari tiga bulan. Selalu putus. Apa lagi coba, kalo bukan kutukan?"
"Apes?" celetuk Rin sadis.
Kakashi cekikikan.
"Kok kalian malah ngetawain gue sih? Lo sih enak, Rin, dari zaman bedil sudut sampe peluru kendali, pacar lo itu-itu aja: Obiiitooo... melulu. Nggak putus-putus. Jelas lo nggak menanggung kutukan."
"Jelas lah. Siapa yang mau ngutuk gue? Mantan gue cuma satu, itu juga putus baik-baik."
Mendadak Anko terlonjak, mirip orang yang nggak sengaja menduduki belut listrik. "HAH? Maksud lo? Kemungkinan ini kutukan dari mantan-mantan gue?"
"Siapa tahu."
Kakashi mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Stop, stop! Kalian ngomongin apaan sih? Kutak-kutuk-kutak-kutuk."
"Kutukan," ralat Anko.
"Ada-ada aja. Realitis dong, An. Masa sih ada yang begituan."
"Kalau begitu kenapa dong?"
Kakashi menggaruk-garuk kepalanya. "Mungkin ini semua alasannya dari lo sendiri."
"Lho, kok gue? Udah jelas mereka-mereka itu yang aneh. Malah ada yang brengsek kayak Kabuto. Masa gue bertahan pacaran kalo mereka kayak gitu?"
Sepertinya sudah saatnya Kakashi memberitahu sahabatnya ini. Siapa sih yang tega melihat teman dekatnya setiap tiga bulan patah hati? Apalagi kalau dia selalu menangis di paviliunnya ini. "Mungkin karena lo terlalu gampang jatuh cinta."
Ekspresi Anko kali ini betul-betul luar biasa. Matanya melotot, bibir melongo, ditambah mematung di posisinya. Kakashi duduk di sandaran tangan sofa tempat Anko duduk.
"Masa lo gak sadar?"
Anko menggeleng. Rin ikut menggeleng.
"Coba gue tanya, pernah nggak lo nola cowok?"
"Nggg... pernah, Kakuzu."
"Anko, Kakuzu jangan dihitung. Dia kan penjaga sekolah. Umurnya aja hampir tiga lima. Serius, An."
Anko berpikir keras. Setiap putus dari satu cowok, Anko selalu menerima ajakan jadian cowok berikutnya. Tentunya nggak sembarang cowok berani menyatakan cinta pada Anko. Paling tidak, si cowok harus sadar diri. Introspeksi sebelum maju. Cukup ganteng atau nggak, cukup keren atau nggak, dan ... cukup 'bermutu' atau nggak untuk jadi pacar Anko. Semacam seleksi gitu deh. Menolak cowok? Siapa yang harus ditolak? Mereka semua cowok keren.
"Kayaknya nggak, semua mantan gue emang cowok yang gue suka kok..."
"Suka? Cuma sekedar suka terus lo langsung jadian? An, lo terlalu gampang pacaran. Nggak milih-milih. Setiap putus, lo anti ngejomblo. Status punya cowok buat lo penting banget. Sampe-sampe lo nggak milih cowok macam apa yang lo terima. Jelas aja lo putus melulu. Gue udah lama merhatiin ini lho, Anko... dan gue yakin banget, itu sebabnya. Kebanyakan pacar lo Cuma pelampiasan dari yang sebelumnya." Kakashi nyerocos panjang-lebar. Pidato siang hari.
"Kayaknya Kakashi bener deh," timpal Rin.
Anko terdiam. Masa iya?
OooxooO
Anko menyelonjorkan kaki di kursi teras pavilion Kakashi. Lumayan juga sore-sore begini kena angin sepoi-sepoi. Kakashi duduk di sebelah Anko, siapin kuping buat jadi gentong nampung curhatan Anko. Plus siap bahu. Hehehe, a shoulder to cry on gitu maksudnya.
Rin kerajinan chatting. Padahal chatting-nya kalau bukan sama Obito (pacarnya, yang dalam keadaan mengigau pun Rin ber-sms ria sama dia), paling sama Kirio, abangnya yang sekolah di luar negeri. Rin bilang dia bakal menyusul ke teras kalau Obito sudah seratus kali mengetik I love you selama mereka chatting. Dia duduk santai di depan laptop Kakashi yang internatnya online nyaris 24 jam.
"Barangkali lo bener juga ya, Kakashi….," desah Anko pelan.
Kakashi menyeruput teh panasnya. "Mungkin."
"Abis gimana dong, Kakashi? Gue nggak tahan ngejomblo. Kayaknya ada yang kurang aja gitu."
"Kan ada gue sama Rin."
"Tapi kalian berdua kan sobat gue, bukan pacar. Masa sih gue mau mesra-mesraan sama elo?" Anko melirik Kakashi sambil nyengir.
"Kalau itu bisa membantu. Paling nggak, sampe lo nemuin cowok yang tepat. Sama gue, paling nggak lo juga nggak perlu nangis bombay gara-gara patah hati." Kakashi melempar batu ke arah taman.
Anko memandang langit-langit teras dan mendesah. "Sampe gue nemuin cowok yang tepat?"
"He-eh."
"Selama ini satu pun nggak ada ya, Kakashi?"
Kakashi mengangguk. "Gue rasa mulai sekarang lo harus berhenti pacaran Cuma gara-gara lo nggak suka ngejomblo. Cari deh orang yang tepat. Satu orang yang tepat bakal jauh lebih baik daripada seribu cowok yang sama sekali salah. Sekeren apa pun mereka."
"Gue rasa lo bener juga. Kayaknya cowok-cowok gue yang dulu kok nggak ada yang beres ya, Kakashi?" Anko mengetuk-ngetukan jarinya di bibir, menerawang ke masa lalu. "Lo inget Kidoumaru, nggak? Cowok gue yang pemain band itu?"
"Oooh, yang bikin nyokap-bokap lo nyaris kena jantung begitu tahu lo pacaran sama dia?"
Anko mengangguk. Tiba-tiba dia cekikikan sendiri. Ingatannya terbang ke masa pacarannya saat kelas satu SMU sama Kidoumaru yang ancur itu. Dan sumpah, Anko bersyukur semuanya sudah berlalu!
OooxooO
Flashback:
Anko celingukan mencari sosok Kidoumaru. Ah, itu dia!
Kidoumaru menstater motor gedenya. Kakak kelasnya ini memang terkenal hobi balap motor. Dia juga penggebuk drum band underground yang lumayan terkenal di Konoha. Sebenarnya Anko kurang paham tentang musik yang berisiknya minta ampun itu. Setiap kali band Kidoumaru manggung, satu-satunya kata yang keluar dari mulut vokalisnya yang Anko ngerti cuma, "AAAHHH!"
"Gue duduknya nyamping ya, Kidoumaru?" Anko panik melihat jok motor gede yang tak kalah gede dengan ukuran motornya itu. Tapi siapa sih yang bakal nolak boncengan naik motor sama cowok semacho Kidoumaru?
Kidoumaru mengangkat alis. "Nyamping? Emang lo mau ke pasar naek motor bebek? Kalo duduknya nyamping, gue rasa lo harus pake konde," kata Kidoumaru dengan suara garangnya.
Anko meringis. "Gue ngadep depan deh." Dari pada harus pake konde.
BERERERRP... BEREREERP... BRUUUMMM, suara motor itu juga gede banget, Anko memeluk pinggang kekar Kidoumaru dari belakang. Sambil setengah mati mencari posisi yang pas supaya gambar Doraemon di balik roknya aman.
"Kidoumaru, jangan ngebut dong. Gue nggak biasa nih naik motor..."
"Itulah seninya motor, Sayang. Semakin kenceng motor gue, semakin kenceng lo meluk pinggang gue. Asyik, kan?" Kidoumaru memutar gasnya.
Muka Kidoumaru mendadak seperti tercekik. Jadi aneh. Matanya jadi agak juling.
"Ekhh, ekhhhh, Sayang, melukknya khekencengan… gue bias mhati nih…"
"Anko, kamu dari mana? Kenapa kamu terlam–"
"Mama, kenalin, ini Kidoumaru."
"Halo, Tante." Kidoumaru mengulurkan tangannya yang penuh berbagai macam aksesori metal. "Apa kabar, Tan? Saya Kidoumaru. Anak band metal di sekolah kami," ujar Kidoumaru sambil mengguncang-guncang tangan Mama.
Mama meringis. Betul-betul meringis. Persis orang meringis nahan sakit perut atau gara-gara kakinya menginjak duri landak. Yang pasti Mama meringis. "Halo, Nak Kidoumaru. Silahkan duduk."
"Oh, nggak usah, Tante. Kebetulan saya mau langsung cabut aja. Masih ada urusan di kios tato saya. Banyak pelanggan."
Anko yakin mata Mama nyaris melompat keluar karena terlalu ngotot menelan ludah mendengar Kidoumaru –pemilik kios tato yang banyak pelanggannya– mau cabut.
Dan bisa ditebak, sorenya sewaktu Papa pulang kerja, Mama membuat laporan tentang Kidoumaru lengkap dengan ciri-cirinya, termasuk semua ucapan Kidoumaru. Kios tato, mau cabut, anak band metal.
Dan Anko pun masuk ke ruang makan untuk disidang.
"Anko...," Papa mulai pidato kenegaraannya. "Kamu anak perempuan Papa satu-satunya." Itu mah Anko juga tahu, karena selama lima belas tahun Anko kan tinggal di rumah yang sama. "Kakak kamu, Asuma, ada di luar negeri. Bisa dibilang kamu satu-satunya milik Papa dan Mama sekarang."
Anko menunduk mengaduk-ngaduk nasinya. Curang banget Asuma. Pasti sekarang abangnya itu bebas merdeka di negara Paman Sam sana. Pacaran sama cewek-cewek keren. Padahal gaya cewek-cewek sana pasti bikin Mama seratus kali lebih shock daripada waktu melihat Kidoumaru tadi.
"Papa nggak mau kamu terjerumus pergaulan bebas."
Oh my God... here it comes...
"Papa pengin kamu bisa pilih-pilih temem bergaul. Jangan sampai kamu salah pergaulan. Apalagi sama cowok-cowok urakan yang nggak jelas juntrungannya seperti Kodomo…"
"Kidoumaru, Pa."
"Ya, Kidoumaru. Yang Mama ceritakan sama Papa tadi."
"Tapi, Pa, Kidoumaru bukan anak urakan..."
"Tapi punya kios tato?"
Anko angkat bahu.
"Pokoknya, Papa nggak mau kamu bergaul sama cowok macam begitu," tegas Papa.
"Tapi Pa..."
"Nggak ada tapi-tapian, ini semua demi kebaikan kamu," putus Papa final.
OooxooO
"Masa bokap gue bilang gitu sih, Kakashi? Padahal kan Kidoumaru pacar gue...," dumel Anko.
Papa kebangetan deh! Masa Anko diultimatum untuk nggak ketemu Kidoumaru lagi atau Anko bakal dikurung alias dilarang ke mana-mana kecuali ke sekolah. Sadisnya lagi, Papa bilang Kakashi ditetapkan sebagai satu-satunya laki-laki yang dizinkan datang ke rumah. WAH! Terus kapan Anko punya pacar dong? Memangnya harus pacaran sama Kakashi? Papa tega banget! Mengkekang kebebasan dan kecerian masa remaja nih namanya!
"Ya intinya bokap-nyokap lo nggak suka sama Kidoumaru," jawab Kakashi pendek sambil menekan tombol X pada stik PS2-nya, menendang musuh yang nyolot bergoyang kanan-kiri di depannya.
Anko meniup poninya. "Itu sih gue juga tahu. Masalahnya, berarti bokap gue nggak menghargai kejujuran gue dong. Jarang lho, anak zaman sekarang, mau terus terang soal pacarnya ke orangtua mereka," balas Anko membela diri.
"Lo suruh aja Kidoumaru berhenti dari band anehnya, terus ganti usaha tatonya jadi usaha pengetikan kilat atau rental komputer. Panti pijet bisa juga."
"Kalo gitu sih, mending gue pacaran sama Gai aja."
"Ya udah, pacaran aja sama Gai sana."
Anko menggebuk bahu Kakashi pakai bantal. "Serius dong, Kakashi! Gue ke sini mau minta bantuan elo, tau! Eh, elo malah ngeledek gue."
"Habis gimana dong? Jelas bokap lo nggak suka sama Kidoumaru. Jujur nih, kalo gue jadi bokap lo, gue juga nggak mau anak perempuan gue pacaran sama cowok model Kidoumaru."
"Tuh kaan, Kakashi..."
"Serius. Mendingan sekarang lo yakinin ortu lo kalo Kidoumaru anak baik-baik. Kalo bisa ya lo minta Kidoumaru berubah. Selama dia masih kayak gitu, bokap lo tetep aja nggak bakalan suka."
Anko terdiam. "Pokoknya bakal gue tunjukin kalo Kidoumaru itu anaknya asyik. Masa sih, bokap-nyokap gue nggak bisa ngelihat tampang keren Kidoumaru di balik gaya urakannya?"
Kakashi melirik bingung. "Tampang keren?"
Seandainya Papa dan Mama bisa melihatnya, mungkin aja kan mereka agak melunak? Maksudnyaaa... cowok cakep selalu bisa dimaafkan. Ya kan?"
"Good luck deh," Sahut Kakashi datar sambil tetap serius menatap layar TV.
OooxooO
"Ya ampuuuun, Anko..., Kamu mau ke mana pake baju aneh kayak gitu?"
"Mau nonton konser, Ma," jawab Anko cuek. Jangan bilang Mama mau mengeluarkan perintah mengganti tank top singlet, jins hipster robek-robek, rambut gaya punk acak-acakan, plus atribut metal lainnya. Apalagi kalau harus menghapus make-up gothic-nya. Tok, tok, ini kan konser punk?
Kayaknya kepala Mama langsung pening deh. Buktinya Mama mendadak duduk di kursi meja makan sambil melongo memelototi Anko-nya. "Pake baju begitu?" ulang Mama.
"Ma, Anko mau nonton konser," ulang Anko, meyakinkan Mama nonton konser memang begini. Kecuali konser Jazz atau Melow.
Mama menarik napas dalam-dalam, mengibas-ngibaskan telapak tangannya di depan hidung. Mungkin angin hasil kipasan tangan itu menambah udara yang masuk ke paru-paru Mama yang jadi sesak akibat kaget. "Oke. Kamu pergi sama siapa?"
"Sama Kakashi kok, Ma..."
Pasti Mama langsung lega mendengar nama Kakashi. Satu-satunya cowok yang sering diundang makan di rumah. Malah makanan-makanan favoritnya hampir selalu disiapkan.
"Nah, tuh Kakashi dateng." Suara bel pintu berbunyi.
"Sore, Tante," sapa Kakashi sopan.
Mama langsung sumringah melihat Kakashi. Saking akrabnya, kayaknya Mama dan Papa lebih percaya kata-kata Kakashi atau Rin daripada Anko. "Mau pergi sekarang?"
"Iya, Tante."
"Ya sudah. Titip Anko, ya? Dandanannya aneh gitu kayak landak. Tante takut dia diculik," komentar Mama asal.
"Kami jalan dulu ya, Tante?" pamit Kakashi.
"Dah, Mama..." Anko mengecup pipi kanan kiri Mama. Fiuuuuhhh, untung ada Kakashi. Masa sih, Anko harus rela nonton konser pake gaun? Hiii...
OooxooO
"Gila lo, An, gue jadi ikutan dosa, tau!" Bibir Kakashi bersungut-sungut.
Anko nyengir. "Tapi apa yang lo lakukan buat gue ini bener-bennneeerrr berarti," rayu Anko.
Kakashi memutar bola matanya. "Berarti gimana? Gue jadi bohong sama nyokap lo. Belum lagi kalo ada apa-apa pas lo lagi sama Kidoumaru nanti. Yang kena kan gue juga, udah bantuin lo pergi diem-diem sama Kidoumaru."
"Iya, iya, iyaaa... tapi gue janji deh, nggak bakalan ada apa-apa."Anko mengacungkan dua jarinya. "Suer."
Kalau sudah begini, Kakashi bisa apa? Kenapa sih laki-laki sering lemah sama rengekan wanita? Biarpun Anko mengacungkan empat tanda suer dengan jarinya, tangan kiri, tangan kanan, kaki kiri, kaki kanan, siapa yang bisa jamin Anko bakal aman-aman saja sama Kidoumaru? Anak punk yang rambutnya bisa dibuat tusuk sate?
"Stop, stop, Kakashi..." Anko memukul-mukul sisi pintu mobil.
"Iya, iya... kok kayak nyetop taxi aja sih? Gue juga bisa lihat Kidoumaru berdiri di situ. Rambutnya bisa buat rambu lalu lintas." Kakashi menepikan mobilnya.
Kidoumaru nangkring dengan macho di sadel motornya. Tidik bibirnya sekarang jadi tempat bertengger anting silver. Cuma di luar sekolah Kidoumaru bisa memamerkan semua antingnya. Di bibir, di alis, di hidung. Malah ada gosip Kidoumaru ikut-ikutan Axl Rose tindik di... Hiii...
"Hei, man, thanks ya udah ngejemput cewek gue." Kidoumaru merangkul pundak Kakashi.
Kakashi tersenyum sekilas. "Berhubung gue yang harus mulangin lagi, pastiin lo balikin dia ke gue utuh. Kalo ada apa-apa, lo balikin aja sendiri ke rumahnya."
Entah apa yang lucu, tapi Kidoumaru tertawa ngakak sambil menepuk-nepuk, atau tepatnya menggebuk-gebuk punggung Kakashi. Sebenarnya Anko agak ngilu melihat anting bibir cowoknya itu ikut bergerak-gerak.
"Santai, maaan, dia pasti aman."
Kakashi pun berlalu.
OooxooO
"Yeaaahhh! Arggghhh... waccacacacaca aaahhh!" begitu kira-kira teriakan vokalis band Kidoumaru yang tertangkap oleh Anko.
Anko melirik kanan-kiri. Nyaris semua orang di situ memakai celana kulit ketat dengan rambut berdiri tegak, malah runcing-runcing. Sepatu mereka juga mungkin empat nomor lebih besar daripada ukuran kaki mereka sebenarnya.
"Ini buat Ankooo...!" DUNG TAK TAK DUNG TAK DUNG TRAKTAK TAK TAK CESSSSSS!
Anko melongo waktu namanya disebut lalu diikuti gebukan atraktif drum dari Kidoumaru. Belum lagi aksi heroik Kidoumaru berdiri di atas bangku lalu menunjuk Anko dengan stik drumnya. "Cintakuuuu!" pekiknya lagi.
"Yeeeaaahhh!" sambut kerumunan anak muda itu sambil melompat-lompat.
Sedetik, dua detik. Tiga detik, Anko baru sadar. Romantis banget. Well, bukan dalam artian romantis yang 'romantis' ya. Maksudnya bukan sentimentil gitu. Yang jelas pacarnya yang keren dan punk abis itu menyebut namanya di depan kerumunan penonton, menunjukkanya dengan stik drum, lalu menjerit histeris 'Cintakuuu!'. Itu cukup romantis lho, buat orang-orang segarang Kidoumaru.
Bersambung deeh...
