TIGA
Disclaimer : I just own the story, not for character
Sho-ai! Fluff! Positive AU!
DON'T LIKE? DON'T READ!
Enjoy!^^
Matematika
"Kenapa 'x kuadrat ditambah tiga x' tidak bisa bersatu menjadi 'empat x'? Menyebalkan!"
Baiklah, tidak ada yang bisa menyalahkan Toru dengan segala macam makian yang keluar dari bibir mungilnya kala mengerjakan soal matematika yang (sok) innocent itu.
Taka yang medengarnya hanya bisa menghela napas. Tak dipungkiri bahwa dirinya cukup lelah dengan tindakan kekanak-kanakan Toru. Namun sebagai sahabat yang baik, ia harus bisa bersabar.
"Itu karena mereka tidak sejenis," Taka memulai penjelasannya. "Penjumlahan suku kuadrat hanya bisa di lakukan jika pangkat suatu suku sama atau sejenis."
"Jadi, mereka hanya bisa di bersatu jika mereka sejenis?"
"Tentu."
"Kalau begitu, kita bisa bersatu?"
"H-huh?"
"Tadi kau menjelaskan bahwa yang bisa bersatu hanya yang sejenis, bukan? Kita adalah sejenis yang artinya bisa menjadi satu, kan?"
"Ba-baka!"
- ღ -
Fisika
"Ichibane-san, tolong bacakan pernyataan pada halaman 135."
Ichibane Yumi segera bangkit dari bangkunya dan memulai penjelasan singkat tentang magnet yang terdapat pada halaman yang disebutkan oleh sensei tadi.
"Magnet merupakan sebuah benda yang dapat menarik benda-benda tertentu. Magnet memiliki dua kutub yang berbeda dengan gaya saling tarik menarik. Jika di hadapakan dengan kutub yang senama, maka akan terjadi gaya tolak menolak. Bentuk dari magnet sendiri—"
"Cukup. Silahkan duduk kembali, Ichibane-san." Ucap sensei mempersilahkan gadis manis tadi untuk kembali duduk.
"Seperti yang tertulis di buku kalian, bahwa magnet adalah sebuah benda yang memiliki gaya tarik menarik antara dua kutub yang berbeda," ucapnya mulai menjelaskan. "Magnet itu seperti manusia. Jika di hadapkan dengan lawan jenis, maka akan timbul sebuah ketertarikan." Lanjutnya sambil melirik ke arah Little-Mori kita.
Modusnya ketahuan sekali.
Tanpa diduga, murid yang sedari tadi diperhatikan mengangkat tangannya—bertanya, "Eum, sensei?"
Dengan senang hati, si sensei menghampiri meja Taka, "Ya Mori-chan, ada apa?" tanyanya disertai dengan nada genit di dalamnya.
Dasar sensei menel.
Dengan sedikit ragu, Taka menyuarakan pertanyaannya. "Me-mengapa aku dan Toru bisa saling tarik-menarik—dalam artian seksual? Pa-padahalkan kami se-sejenis?"
Sekelas yang tadinya sudah hening, kini menjadi semakin hening. Semua yang ada di dalam kelas itu tengah memproses pertanyaan yang kelewat vulgar dari seorang yang—menurut mereka—teramat innocent itu.
Tadinya sih memang innocent. Tadinya.
"A-apa?"
"D-dan gaya tarik-menarik menjadi semakin kuat ketika kami sedang berada di atas ranjang. Bukankah itu bertentangan dengan apa yang sensei jelaskan tadi?"
Si sensei menel tadi maupun teman-teman sekelasnya kembali memproses perntanyaan—pernyataan dari Little-Mori tadi.
Taka yang innocent, bersama Toru si yang diketahui segabai ketua klub American Football—yang di ketahui memiliki pikiran yang sangat nista, berdua di atas ranjang?
Berdua.
Di atas.
Ranjang?
"Me-memangnya apa yang kalian lakukan di atas ranjang?"
BLUSH
'Ka-KAWAII!'
Dengan penuh keberanian yang dimilikinya, Taka menjawab, "Me-merealisasikan pengertian dari ga-gaya?"
Gaya?
Gaya merupakan tarikan atau dorongan yang menyebabkan suatu benda bergerak. Saat menggerakkan benda dengan gaya, kita membutuhkan tenaga atau...
Gaya merupakan tarikan atau dorongan yang menyebabkan suatu benda bergerak...
Gaya merupakan tarikan atau dorongan...
TARIKAN atau DORONGAN
Dan dengan sebuah jawaban yang kelewat ambigu itu, cukup membuat seisi kelas pingsan akibat kekurangan darah. Termasuk si sensei yang menel dan nyerempet pedophile itu.
Ternyata si sensei juga seorang fujoshi.
- ღ -
Bahasa Inggris
Kita semua tahu bahwa Toru Yamashita dan Morita Takahiro adalah dua siswa yang memiliki prestasi yang berbeda dan terkesan saling melengkapi.
Misalnya saja ketika Toru yang memiliki masalah dengan pelajaran matematika, dengan sabar Taka akan mengajarkan Toru sampai pemuda bersurai blonde itu mengerti tentang pelajaran yang di cap sebagai pelajaran paling menyebalkan itu.
"Bagaimana mungkin pelajaran yang harusnya berisi angka dari nol sampai sembilan bisa memiliki huruf x dan y di dalamnya? Dasar pelajaran labil!" komentarnya tidak terima.
Begitupun dengan Taka yang memiliki masalah dengan pelajaran bahasa inggris. Bahasa universal yang di wajibkan kepada seluruh siswa untuk bisa menguasainya.
"Aku mencintai Jepang karena ini adalah negara kelahiranku. Jadi aku malas belajar bahasa lain selain bahasa Jepang." Kilahnya ketika ada yang bertanya mengapa ia selalu remedial di pelajaran ini.
Sore ini, Taka dan Toru tengah berada di perpustakaan sekolah, mengingat bahwa besok ada ulangan bahasa inggris. Untunglah petugas perpustakaan berbaik hati mengizinkan mereka tinggal lebih lama di perpusatakaan.
"Hei, Taka."
"Hm?"
"Bisa kemari sebentar?" tanyanya sembari melambaikan tangannya sebagai isyarat agar Taka mendekat kepadanya. Setelah Taka berada cukup dekat dengannya, Toru kembali berucap, "Bisa bacakan ini untukku?"
Taka mengernyitkan dahinya. Ia sungguh bingung dengan perilaku Toru saat ini. Tidak biasanya ia meminta bantuannya dalam hal kecil seperti ini. Ia yakin dengan seyakin-yakinnya jika Toru dapat membaca 'sesuatu' itu tanpa bantuannya.
Toru sedang mengetesnya atau apa?
Walaupun di dalam hatinya Taka yakin Toru hanya sedang mengerjainya, tetapi toh ia juga mencoba membaca sebuah kalimat yang ditunjukan Toru. Sebuah kalimat yang ternyata Toru tulis sendiri.
I love you,
Would you be mine?
Sebuah rona merah tipis menghiasi wajah manis Taka. Membuat sebuah seringai kecil muncul di wajah maskulin Toru.
"Jawabanmu, Little?"
"Ba-baka!"
"Hei, itu bukan sebuah jawaba—"
Chu~
"Ka-kau mengerti, kan?" ucap Taka sambil mengalihkan pandangannya dari manik kelam Toru—berusaha menyembunyikan rona merah yang semakin menghiasi wajahnya.
Mendapatkan reaksi tak terduga dari Taka mau tidak mau menghasilkan sebuah tawa yang keluar tanpa bisa dicegah oleh Toru. "Pfft! Hahaha kau lucu sekali—aw!"
Tawa itu seketika sirna karena sebuah cubitan di pinggang Toru yang diberikan dengan senang hati oleh Taka yang kesal. "Kau menyebalkan!"
"Aku tahu."
"A-aku membencimu!"
"Aku juga mencintaimu."
.
.
.
FIN? TBC?
A/n: O-okey...
Pertama-tama, saya mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pembaca yang sudah mau meluangkan waktunya untuk membaca karya saya. Dan saya benar-benar mengucapkan terimakasih kepada semua reviews yang begitu membuat saya terharu membacanya. :')
Hai! Sa-saya kembali dengan sebuah cerita fiksi dari dua orang yang idiottapiunyu ini~ Ma-maafkan saya jika ceritanya sulit dimengerti. Saya sendiri tadinya ngga yakin mau di publish atau cuma jadi draft aja di laptop, tapi karena saya ngga enak juga menelantarkan akun ini, dengan segala tekad yang ada, saya publish cerita ini setelah ulangan fisika yang kaya kampret itu =))
Untuk part yang Bahasa Inggris, saya mendapatkan idenya setelah membaca doujin AkaKuro di tumblr. Aje gile saya lagi tergila-gila dengan uke!Kuroko anjirrr dia imut banget =))) /stop.
Yang terakhir, saya ingin bertanya kepada para pembaca (jika ada),
Jadi ceritanya, saya berencana untuk membuat fanfic ini menjadi sebuah kumpulan drabble yang terdiri dari tiga part. Ceritanya bebas, kalian juga bisa membantu saya untuk memilih tema di setiap chapter. Dan akan saya realisasikan dengan segala kemampuan yang saya miliki untuk membuatnya.
Jadi, fanfic ini mau berakhir disini aja atau mau di lanjutkan?
Semuanya ada di tangan kalian, pembaca yang berbahagia(?)
Akhir kata,
Mind to review? :3
