LAST GOODBYE
Author: Keiko Sine
School life – Romance – Sad – Yaoi || NC 17
Na Jaemin
Lee Jeno & Mark Lee
DO NOT COPY PASTE OR PLAGIARIZE!
"Bagaimana kita menangis dan terluka, merasakan hal-hal manis dan pedih yang bisa didapatkan ketika memulai usia 17 tahun.
Betapa kuatnya kita..."
..
..
..
#BRAKK!
"Omo!"
Tepat setelah suara pintu ditutup dengan kencang, jeritan tenor wanita terdengar nyaring. Orang yang menggebrak pintu kini hanya berdiam sambil melepas sepatunya yang telah basah kuyup dengan gerakan bergetar. Ia kedinginan.
"Nana-ya, kenapa kau hujan-hujan begini, nak?" seorang wanita paruh baya dengan mengenakan apron dan spatula kayu muncul dari balik tembok dapur.
"Eomma…" ucapnya manja sambil memasang wajah memelas.
"Jeno meninggalkanmu lagi?"
"…" tanpa mendapat jawaban pun Ibu Jaemin sudah mengerti kalau Jeno meninggalkan anaknya lagi, karena ini sudah berkali-kali terjadi— ia sudah tak terkejut.
"Sudah kubilang belikan aku mobil seperti miliknya, aku tidak suka menumpang lalu ditinggal seenaknya."
#Tuk!
"Jangan meminta yang aneh-aneh," Ibu Jaemin memukul dengan sendok kayu yang ada di tangannya, "Appamu barusaja dapat promosi dari direktur dan tidak mungkin gajinya hanya dipakai untuk membelikanmu mobil baru."
Dia mendengus pasrah. Mendengar lagi-lagi penolakan yang ia dapat, Jaemin segera naik ke lantai atas untuk sampai ke kamarnya dengan langkah hati-hati. Seluruh badannya basah dan gesekan lantai marmer di kakinya terasa sangat licin.
Jam 6 tepat saat ia selesai keluar dari kamar mandi lalu mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Dilihatnya dari jendela, di seberang jalan sana rumah nomor A.19 dengan cat warna putih dengan sedikit garis abu-abu adalah rumah milik sahabatnya, Lee Jeno. Rumah mereka persis berseberangan dan kamarnya juga menghadap langsung ke jendela kamar lelaki Lee itu.
Keduanya telah berteman sejak sekitar— 5 tahun lalu, setelah keluarga Jeno memutuskan untuk pindah dari Gwangju ke Seoul karena urusan pekerjaan. Ini semua dimulai sejak usia Jaemin 12 tahun dan ia akan memasuki SMP, lelaki tinggi dengan senyum lebar seakan matanya akan hilang itu adalah Lee Jeno. Lelaki pertama yang menjabat tangan Jaemin untuk berkenalan. Sebenarnya masa SMP tak terlalu sulit karena kebanyakan temannya adalah anak yang sama di SDnya dulu, tapi— memiliki teman baru sebaik Jeno adalah sesuatu yang lain.
Setidaknya Jeno seperti menjadi sosok pengganti lain di kehidupan Jaemin, bedanya— hanya saja Jeno lebih pendiam dari orang itu. Jaemin melihat Jeno seakan menjadi 'Guardian' baginya, terdengar konyol, tapi itulah yang Jaemin rasakan.
Dia seperti telah kehilangan sosok yang berharga baginya— entah apa… Jaemin pun tak dapat mengingat orang itu. Namun perasaan itu ada, dia pernah merasakan sesuatu yang mirip dengan hal ini, tapi di sisi lain juga terasa asing dan berbeda.
Dan setelah Jeno datang, menawarkannya 'pertemanan' dan bumbu lainnya, Jaemin tidak menolak, Di hari-hari sepi itu… setidaknya ada Jeno yang tertawa di sampingnya.
Masa kecil yang polos dan konyol, Jeno kecil pernah membuatkan mahkota dari tangkai-tangkai kecil bunga… berwarna putih dan kuning yang tumbuh di belakang rumahnya, matanya berbinar melihat wajah cantik Jaemin yang rupawan. Dan dengan senyum lebarnya, Jeno mengenakan mahkota buatannya di kepala Jaemin dan meminta jari kelingking lelaki itu sebelum mengucapkan hal konyol lainnya. "Jaemin sangat kecil dan cantik, aku akan menikahimu ketika sudah besar, hehehe..." Kekehnya nyaring.
#DUUAARR!
Suara petir dari hujan deras di luar menyadarkan Jaemin dari lamunan masa lalunya. Ketika pemandangan lain mencuri pengelihatan, dia jadi ingat— bahwa 5 tahun adalah waktu yang tidak sebentar. Lee Jeno yang ceria dan polos sudah tak lagi sama, ketika Ia terus-terusan membawa gadis dengan seragam sekolah yang berbeda setiap harinya ke dalam rumahnya— masa-masa indah Jaemin seketika hangus dan terasa kelam.
Terlihat lampu kamar Jeno dinyalakan oleh si pemilik, dan disitulah Jaemin sebisa mungkin menghiraukan –namun tetap saja curi pandang- Jeno mencium gadis itu. Tak terlihat cukup jelas namun masih bisa dia lihat, bagaimana gerak gerik keduanya di rumah yang hanya ditempati Jeno seorang ketika orang tuanya sedang ada pekerjaan bisnis.
Mata Jaemin memanas dan ia tak ingin tahu lagi. Tak ingin tahu seperti apa ciuman itu, poloskah, kecupankah, atau panaskah.
Yang benar-benar ia tahu— Lee Jeno meninggalkannya di tengah hujan hanya untuk menjemput gadis-gadis itu dan dijadikannya one night stand.
"Nana-ya… makan malamnya sudah siap, nak."
"Ne Eomma…" dengan begitu lelaki bermata rusa keluar dari kamarnya lalu turun ke lantai bawah.
Reality hits you harder than you can imagine.
.
.
.
-FOR GRANTED-
.
.
.
Musim gugur datang lebih cepat dari yang ramalan cuaca katakan, dan dengan begitu Jaemin harus berangkat sekolah mengenakan coat tebal untuk mencegah udara dingin menyerang. Dia memiliki ketahanan tubuh yang dapat dibilang cukup lemah, apalagi sempat kemarin berlari menembus hujan dari halte bus ke rumah yang membuatnya hampir membeku jika saja Ibunya tak menyiapkan air hangat untuk mandi.
Keluar dari bus, Jaemin meletakkan kedua tangannya ke dalam saku coat saat dengan tiba-tiba sebuah lengan merangkulnya dari samping.
"Nana hyung~"
Ah, itu anaknya. "Selamat pagi Jisung-ah." Anak lelaki yang setahun lebih muda darinya ini adalah Park Jisung kelas 1-B, Jaemin sangat menyukai lelaki ini karena menurutnya Jisung sangat menggemaskan dan lucu saat ia goda.
"Pagi juga… hyung apa kau baik-baik saja? Hmh, aku sangat dendam dengan Lee Jeno, akan kuhabisi dia hari ini..!" ucap lelaki itu bersulut-sulut membuat Jaemin terkekeh. Jisung hanya merasa tak terima karena kakak kesayangannya harus menunggu berjam-jam di sekolah dan baru diberi kabar tiga jam setelahnya saat Jeno bilang ada urusan lain.
"Kau yakin bisa mengalahkan Jeno?"
Tatapan tak yakin terpancar di wajah Jisung dan lagi-lagi membuat Jaemin merasa gemas. Ditariknya pipi Jisung sambil terus melangkah ke koridor kelas. Ruang kelas Jaemin 2-A berada di lantai satu sedangkan ruang kelas Jisung ada di lantai dua, mereka berpisah di depan tangga.
Jaemin duduk di kursinya saat Yeri si bendahara yang cerewet itu memoleskan make up di wajahnya. Gadis itu memekik saat mendengar bisikan dari temannya yang lain. "Apakah benar? Dari Canada? Pasti dia tampan… hihihi…"
"Dan kabar baiknya dia akan dipindahkan ke kelas ini.. haha." Timpal temannya yang memiliki potongan rambut cepak.
Dari yang Jaemin dengar, akan ada siswa baru yang masuk di pertengahan semester ini. Dan isu-isu yang beredar menjadi sangat aneh juga membikin penasaran. Apakah anak baru itu dari keluarga kaya? Apakah dia dikeluarkan dari sekolahnya yang dulu karena membuat masalah? Lalu… kenapa harus pindah ke sekolah ini.
Sekang High School memiliki citra dan kredibilitas yang tinggi, mengapa harus menerima murid seperti dia… namun dari semua gossip yang beredar, bukan membuat para siswi takut, tapi para gadis itu malah penasaran bukan kepalang.
Lima menit sebelum bel pelajaran berbunyi, ini adalah kesialan bagi Jaemin karena disaat yang mepet seperti ini ia harus punya urusan dengan alam. Terburu ia keluar lalu berjalan dengan cepat menuju kamar mandi. Saat berjalan di koridor, ia melewati kelas 2-C yang merupakan kelas Lee Jeno. Mau tak mau matanya menatap ke dalam kelas dan untuk sepersekian detik ia melihat Jeno yang sedang tertawa lepas bersama teman-temannya.
Pemandangan sial.
Ia marah dan meleleh disaat yang bersamaan. Persetan dengan Jeno! Lelaki itu bahkan tak memiliki perasaan bersalah karena meninggalkan Jaemin tadi malam. Tapi— sementara itu hati Jaemin berkata lain… dia tidak bisa membenci Jeno.
Bagaimanapun, dia tidak bisa membenci lelaki itu.
#BRAKK!
"Aakh!"
Sial. Dia menabrak seseorang.
"Maafkan aku." Ucap Jaemin cepat tanpa melihat orang yang ditabraknya sambil membungkuk singkat. Dia tidak bisa berlama-lama lagi, dia harus buang air.
"Ya! Apakah begitu caramu meminta maaf?" ucapan terdengar ketus, membuat Jaemin membalikkan badan.
Siapa lelaki ini? Dia lebih tinggi dari Jaemin, wajahnya juga terlihat lebih dewasa. Apakah dia kakak kelas? Ah, mungkin iya. "Jeossong-hamnida…" ucap Jaemin dengan sopan dan membungkuk untuk yang kedua kalinya.
Lelaki itu terus menatap Jaemin tanpa mengeluarkan sepatah katapun. 'Dia aneh' ucap Jaemin dalam hati. Jaemin sudah melakukan apa yang dia minta, tapi— kenapa hanya terus diam tanpa memberikan reaksi sama sekali. Ini kasar.
Tanpa ingin membuang waktu lagi Jaemin segera melanjutkan jalannya ke kamar mandi.
..
..
..
"Namaku Marcus Lee, panggil saja aku Mark."
Jaemin tidak percaya dengan semua yang dilihatnya, bukankah itu adalah lelaki kasar yang ditabraknya beberapa waktu lalu? Jadi, dia adalah murid pindahannya, bukan seorang kakak kelas. Jadi… untuk apa sikap sopannya tadi? Hah, ternyata mereka seumuran.
"Kuharap kita bisa berteman baik, mohon bantuannya." Ucap lelaki bernama Mark itu lalu membungkuk singkat.
"Hei, ternyata wajahnya tidak terlalu beda dengan kita, dia orang Asia." Celetuk Heechan berbisik kepada Jaemin yang duduk di sebelah bangkunya, dia adalah temannya yang berisik dan mood booster kelas.
Jaemin terkekeh lalu mengangguk, dia setuju dengan itu. Mungkin sebelumnya lelaki Mark itu tinggal di Canada hanya untuk masalah pekerjaan orang tua atau yang lainnya. Semua orang yang melihat juga tahu kalau wajahnya adalah khas Asia.
"Baiklah Mark, silahkan duduk di belakang kursi Jaemin, hanya itu yang tersisa." Ucap Kang Saem, ah benar— hanya kursi di belakangnya yang masih kosong.
Jaemin menatap lelaki itu tanpa berkedip dan ia bersumpah Mark juga sempat menatap ke arahnya meskipun hanya beberapa nol sekon. Dan saat Mark berjalan melewatinya, Jaemin seolah melihat lelaki itu menaikkan sedikit ujung bibirnya. Tersenyum tipis seperti sebuah smirk yang mencurigakan.
'Dia aneh… benar-benar aneh.'
.
.
.
-FOR GRANTED-
.
.
.
"Nana-yaa… aku sangat sedih…" sepulang sekolah ini Jeno tanpa tahu malu memainkan lengan Jaemin dengan gerakan manja, membuat sang empunya memainkan bola mata jengah.
"Wae?" Tanya Jaemin. Sebenarnya di saat seperti ini Jaemin paling tidak suka dengan Jeno, dia akan meminta hal-hal aneh yang menurutnya sangat tidak pantas. Seperti beberapa waktu lalu, Jeno merayunya agar Jaemin bersedia berbohong kepada Eomma Jeno bahwa anaknya sedang ada studi wisata selama awal musim panas, tapi itu hanyalah alasan bagi Jeno untuk mendapat uang saku dan berlibur dengan teman-teman se-gank-nya.
Tapi di sisi lain, entah kenapa Jaemin merasa tak sanggup untuk menolak.
Dia menatap Jeno lekat, merasa tak rela jika sahabatnya yang polos dan ceria sudah tak lagi seperti dulu. Usia remaja 17tahun seperti mereka telah menganggap film blue sebagai makanan sehari-hari, namun tidak dengan Jaemin— dia rasa dirinya sedikit terlambat untuk mengerti pubertas semacam itu.
Jeno menyandarkan kepalanya di bahu Jaemin, "Appa mengambil mobilku, menjualnya."
Okey, ini cukup mengejutkan. "WAE?" Tak terasa Jaemin membesarkan volume suaranya.
"Beliau tahu aku sering mengajak gadis-gadis keluar dengan mobil itu, jadi—
"Jadi?" Tanya Jaemin tak sabaran.
"Jadi aku dibentak, Eomma menangis, dan semua fasilitasku dicabut." Seru Jeno dengan sekali tarikan napas.
"Ahahahaha…"
Jaemin senang.
Dia tak tahu harus berekspresi seperti apa lagi, yang penting dia senang. Senang karena Jeno akan sedikit meninggalkan kebiasaan buruknya. Tanpa uang dan mobil, Jeno tidak akan bisa berkutik kemana-mana dan itu membuat Jaemin lega. Jeno'nya' aman untuk beberapa saat.
"Kenapa kau malah tertawa? Jahat sekali." Rajuk Jeno.
"Yang jahat itu kau, tupai sialan!" Jisung dengan tiba-tiba muncul dari balik tangga, menepuk belakang kepala Jeno lalu berjalan ke arah keduanya yang berdiri di depan kelas Jaemin. "Kalau kau berani meninggalkan Jaemin hyung lagi…" dengan gerakan tangan Jisung di depan leher, "akan kupotong habis kepalamu."
"Diamlah! Ini bukan urusan anak kecil." Celetuk Jeno tak terima. Selalu seperti ini, Lee Jeno seolah tak memiliki rasa bersalah.
Jaemin merangkul Jisung dengan tangan kanannya, beralih menatap Jeno. "Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?"
Senyuman bodoh Jeno tercetak di wajahnya, yang membuat Jaemin sedikit meleleh entah karena alasan apa. "Bagaimana kalau kita berangkat naik bus bersama seperti dulu?"
..
..
..
..
Jaemin benar-benar tak percaya dengan apa yang barusaja ia lakukan, dia menuruti keinginan Jeno "lagi". Meskipun pulang sekolah bersama meniki bus merupakan hal yang sangat sepele, namun tetap saja ini terasa… curang. Jeno selalu bermain curang. Dan sialnya Jaemin tidak dapat menolak itu.
Kenapa Jaemin yang selalu merasa dipermainkan? Ditarik ketika lelaki Lee itu memerlukan bantuan dan ditinggalkan ketika tak merasa butuh.
'Dia jahat… tapi aku menyukainya.'
Jaemin keluar dari balcon rumahnya di lantai dua, menghadap ke depan rumah Jeno dan pemandangan dari jendela kamar Jeno yang sedang belajar serius dengan kacamata dan pena itu terasa sudah sangat langka untuk didapatkan. Mungkin ini adalah sisi baik dari kemarahan ayah Jeno untuk menarik semua fasilitas anaknya.
Namun ini bagus, karena jika dipikir lagi terakhir kali Jaemin melihat Jeno belajar seserius ini adalah ketika ujian kenaikan kelas dua beberapa bulan yang lalu… selain itu— pemandangan kamar Jeno hanyalah hal-hal porno yang membuat mata serta batinnya hancur.
'Tidak adil.'
'Jika aku juga melakukan hal-hal semacam itu semauku, akankah kau merasa sakit, Lee Jeno?'
Jaemin menggeleng tak yakin atas pertanyaannya sendiri. Dia tidak mencintai Jaemin seperti lelaki itu mencintainya. Dan begitulah awal dari semua rasa sakit ini dimulai.
Pukul 9 malam lebih saat Jaemin memutuskan untuk masuk ke dalam kamar dan bersiap untuk tidur. Dia ingin tidur lebih awal hari ini, mungkin dinginnya musim gugur menjadi alasan baginya untuk segera bermalas-malasan dengan bantal dan selimut.
Meminum air sebelum tidur adalah kebiasaannya sejak kecil, jadi… saat Jaemin meminum setengah gelas airnya dalam sekali teguk itu adalah hal biasa. Rasa kantuknya langsung menyerang saat punggungnya membentur kasur yang empuk. Meski ia tahu untuk sampai ke tingkat tidur pulas REM itu setidaknya membutuhkan waktu kurang lebih satu jam, Jaemin bersikeras untuk langsung menutup mata.
Namun hari ini lain, saat sepuluh menit terlewati, mulut Jaemin berkecap lembut untuk membawa dengkuran halus itu keluar— pertanda tidurnya sudah pulas. Dan dengan perlahan ujung bibirnya terangkat tipis, siapapun yang melihat pasti tahu bahwa Jaemin kini tengah tersenyum di dalam tidurnya.
Kini kedua ujung bibirnya mulai terangkat membentuk senyuman setulus bayi yang membuat siapapun meleleh. Jaemin memeluk erat guling putih didekapannya, "M-Minhyung hyung…" ucapnya pelan.
.
.
-TO BE CONTINUED-
Author Note:
Hai.. Hai.. ini Sine lagi bawa cerita buat kalian hueheheee.. aku sekarang lagi tergila-gila sama kedekatan NoMin (Jeno Jaemin) dan rasanya kurang afdol aja kalau gk bikin FF tentang mereka wkwk.. :-D
Dan kenapa sih di chapter 1 ini begitu Jaemin ngigau nama Minhyung langsung TBC aja? BTW Minhyung itu siapa? Eiitss—
Jangan lupa klik bintang (vote/like) dan review yaa..^^
BTW Aku masih baru ya di ffn, tapi mulai nulis udah dari 2015 di wordpress sm wattpad. ^^ salam kenal (bow)
Regard.
-Keiko Sine
#nomin #nominff #jaeminff #jenoff #nctff #nctdreamff #nominfanfic #nominfanfiction #Jaeminfanfic #jenofanfic #markmin #markminff #markminfanfic #markminfanfiction #nctfanfiction
