The Hidden Story
Kisah-kisah NextGen tentang cinta mereka. Yang berhubungan.
Seluruh karakter milik JKR
Latar tempat: Hogwarts, Hogsmeade, dan lain-lain.
Chapter 1 masih T, sih. Tapi chapter entah chapter berapa akan diubah rating-nya jadi M
Chapter 1... BirthdayFic—atau BirthdayChapter—untuk yang lahir di Januari, deh! :D HBD, All.
\ [ ._. ]
Scorpius
Aku tak pernah mengerti perasaan ini.
Di saat kami sedang berbaring beralaskan rumput tebal dan menatap awan yang berarak, kucoba genggam tangannya. Aku tahu dia kaget. Kepalanya—yang semula lurus menatap awan sambil tersenyum—sontak menghadap ke arahku sambil mengernyit.
Tapi kubiarkan saja kekagetan dan bahasa tubuhnya itu. Malah genggaman tanganku di tangannya semakin erat.
"Scorp?" panggil orang itu. Oh, ngomong-ngomong orang itu adalah Rose.
"Hm?" Aku hanya bergumam menimpalinya.
"Lepaskan tanganku," pintanya pelan.
Aku menolak. "Tidak."
Hening sejenak.
"Kita... tetap sahabat, kan?"
Sebenarnya sangat berat untuk menjawab pertanyaan ini. Kalau bisa memilih, aku memilih disuruh mengabdi pada Pangeran Kegelapan pesek yang sudah mati membusuk daripada menjawab pertanyaan ini.
Tapi aku tidak ingin mengecewakannya.
"Ya," kataku. "Ya."
.
.
Lily
"Al," kataku. "Cokelat mana yang enak?"
"Tidak ada," kata Al malas. Kakakku yang satu ini memang paling malas kalau kupaksa menemaniku. Apalagi waktu aku mencari cokelat untuk kuberikan pada Scorpius. "Kalau untuk Malfoy, tidak ada yang enak."
Aku cemberut dan meletakkan cokelat berbentuk hati berbungkus kertas emas yang sudah kupegang. "Kok gitu, sih? Pasti ada kok, yang enak."
"Semuanya enak," katanya. "Tapi tidak untuk Malfoy."
Aku mendengus. "Terserah kau saja. Tapi aku akan membelikan Seeker yang mengalahkanmu itu sebuah cokelat berbentuk hati dengan rasa yang manis!"
Al membelalak. "Mengalahkanku? Malfoy bau itu mengalahkanku? Sejak kapan?"
Aku tak peduli. Kuambil kembali cokelat yang tadi kuletakkan, lalu aku segera berjalan ke kasir, meninggalkan Al yang mulai menggerutu dan memaki-maki keputusanku.
Hah... semoga Scorpius menerima cokelatku.
.
.
Al
Setelah selesai menemani Lily membeli cokelat—dengan percakapan yang sama sekali membuatku kesal—aku dan dia segera kembali ke Hogwarts dengan berjalan kaki.
"Aku senang bisa ke sini," ujar Lily, mengajakku berbicara. "Akhirnya aku bisa membelikan Scorpius sebuah cokelat!"
Tanpa sadar aku mendengus mendengar kata-katanya. "Huh. Malfoy lagi, Malfoy lagi."
Lily mengernyit. "Kau kenapa, sih? Dari tadi kelihatan bosan dan malas menemaniku. PMS*, ya?"
Aku menggeleng sambil mencibir. Enak saja dia mengataiku—yang macho seperti ini—sedang terkena PMS! "Eh? Tidak ada apa-apa. Aku cowok, Lils. Jelas tidak sedang PMS!"
Lily hanya mengangguk pelan sambil nyengir, lalu kembali asyik dengan cokelatnya. Ia pandangi cokelat itu, ia taruh lagi ke dalam plastik, lalu ia ambil lagi, dan seterusnya begitu. Entah selanjutnya akan ia apakan cokelat itu!
Melihatnya memperlakukan cokelat itu dengan 'mesra', aku langsung merasa gerah! Risih! Panas! Argh.
Dan tiba-tiba aku merasa tertantang saking risihnya. Aku ingin membicarakan sesuatu dengan Lily. Hal yang sudah... er, kututup-tutupi sejak dulu, sebenarnya.
Dengan agresif—tanpa kesadaranku, sebenarnya—kugenggam tangannya erat. Dia hanya diam, dan aku menjadi semakin tertantang.
"Lils?" panggilku setelah memberanikan diri. Entah kenapa aku merasa sedikit gugup. Dan tanpa kusadari genggaman tanganku menjadi semakin erat.
"Hm?" Dia hanya bergumam menimpaliku.
"Er..." Sejenak rasa raguku timbul.
"Apa?"
"Me-menurutmu bagaimana rasanya jatuh cinta?"
Dia mengernyit. "Heh? Memangnya kenapa?"
Dan hatiku, yang sudah benar-benar tertantang sekaligus risih karena melihat Lily begitu mencintai Malfoy, memutuskan berterus terang. Dengan cepat, tanpa spasi, dan tanpa kesadaranku. Semuanya meluncur begitu saja, "Karenaakumencintaimu."
Lily langsung melepaskan genggaman tanganku tanpa bicara. Wajahnya kelihatan sangat amat tidak suka dengan kalimat yang baru saja kuucapkan. Dan wajahku otomatis memanas. Huh, pasti memerah.
Sebelum dia benar-benar marah dan menganggapku 'gila' atau 'tidak normal', aku langsung menimpali, "sebagai saudara, tentu saja..."
Lily mencibir—walaupun kedua ujung bibirnya terangkat membentuk senyuman kecil—sambil menjitak kepalaku. "Ya ampun! Kukira kau serius! Dasar, Al! Tidak normal!"
Aku menggaruk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal. "Hehehe..."
Lils, aku memang tidak normal. Aneh, gila, autis, terserah kau sajalah.
Karena sebenarnya aku memang mencintaimu.
.
.
Rose
Bukan begini harusnya.
Harusnya setiap Scorpius menatapku lekat-lekat atau bahkan menggenggam tanganku, aku biasa saja. Dan tidak perlu menanyakan pertanyaan konyol seperti, "Kita tetap sahabat, kan? Tentu saja dong."
Tapi aku tidak bisa untuk tidak merasa aneh.
Rasanya setiap dia menatapku atau menggenggam tanganku, dia menganggapku 'lebih' dari sekedar sahabat.
Atau aku saja yang terlalu berlebihan, ya? Kan belum tentu Scorpius... er, mencintaiku!
Buktinya dia mengatakan aku dan dia tetap sahabat waktu dia menggenggam tanganku.
.
.
James
Bukan aku kalau tidak suka menjahili orang.
Bersama dengan sepupuku, Fred, kami berdua menjadi duo jahil terjahil se-Hogwarts. Tak ada yang bisa mengalahkan kami! Mungkin kecuali The Marauders dan Kembar Weasley. Menurut Profesor McGonagall, sih.
Yang kulakukan setiap hari adalah menggantung orang lain di langit-langit atap atau sekedar melempari orang-orang yang lewat dengan lumpur hijau bau.
Seperti saat ini.
Begitu kulihat Rosie dengan Malfoy berjalan masuk ke dalam kastil sambil berpengangan tangan, naluri jahilku langsung kumat. Lumpur hijau bau yang kupegang—dengan sarung tangan tertentu agar tanganku tidak bau juga, tentu saja—langsung kulemparkan pada mereka berdua.
"Aaaa!" Rose menjerit ketika lumpur bau yang lengket itu tumpah di atas rambut keritingnya yang jelek.
Dan aku terbahak-bahak melihatnya. Entah kenapa aku kesal sekali setiap melihat Rose, walaupun dia sepupuku. Mungkin ini semua karena dia adalah satu-satunya Weasley yang berteman dengan Malfoy!
"Hahahaha!" Aku tertawa. "Dasar keriting kusut jelek!"
Siapa sangka kalau wanita keriting yang kutertawai ini akan mengubah hidupku ke depannya?
.
.
Lily
Hari ini adalah hari latihan Quidditch bagi tim Slytherin.
Karena aku adalah anggota salah satu tim Quidditch Gryffindor, aku dilarang keras mengintip latihan itu. Kalau mengintip saja dilarang, apalagi melihat secara langsung di tribun. Karena itu, aku menunggu di sebuah pohon dekat lapangan.
Menunggu Scorpius. Sambil membawa sebuah cokelat berbentuk hati dengan hati yang berdebar-debar.
Semoga dia tidak menolak cokelatku. Seperti yang kemarin-kemarin terjadi.
Dan begitu Flint—kapten tim Slytherin—meneriakkan "Latihan selesai", aku langsung keluar dari persembunyianku. Mataku langsung mencari-cari, di mana Scorpius berada.
Dia ada di sana. Berjalan sendirian sambil menenteng Firebolt 3 supercanggih miliknya.
"Scorpius!" teriakku.
Dia berbalik.
Dan aku bersumpah aku tidak pernah melihat lelaki setampan dia. Dengan rambut pirangnya—yang tersibak otomatis saat ia berbalik—dan mata ice yang... hah, entahlah. Kata amazing pun tidak dapat menggambarkan betapa sempurnanya mata itu.
"Ada apa, Potter?" tanyanya.
Setelah mengambil napas panjang, aku segera berlari menghampirinya. Lalu aku menyerahkan cokelat berbentuk hati yang sudah kubungkus dengan kertas kado merah itu. "Ini, untukmu."
"Kenapa kau memberikanku cokelat?" tanyanya sebelum mengambil cokelatku.
"Karena aku menyukaimu," kataku jujur.
"Kalau begitu... maaf. Aku tidak bisa menerima cokelatmu," katanya.
Lagi-lagi cokelatku ditolak.
.
.
TBC
*: Pre-Mens Syndrome. Uring-uringan yang dialami wanita yang siklus bulanannya—haid—sudah ingin datang. Untuk penjelasan lengkap, cari di Google, ya.
Well, mind to RnR? Thank you ({})
