Steadily Falling In Love
©baguettes
.
Wu Yi Fan - Byun Baekhyun
Don't like the pairing, don't read.
This is fiction only.
(Words: 5,187)
Love is a game–Wu Yi Fan
[Mata kita saling berjumpa satu sama lain tanpa adanya kesengajaan.
Tidak ada yang istimewa.
Dengan menyewa sebuah tempat.
Ruangan bernomor 56 di hotel kecil mungil yang jarang tidak diketahui banyak orang.
Sebuah pekerjaan kecil yang seringkali dilakukan di hotel mungil nan murah ini.
Atau—
Seperti itulah, kesepakatan yang kita buat bersama.]
"Aaah! Menyebalkan!"
Kris mengerutkan alisnya ketika mendengar teriakkan dari dalam kamar mandi. Baekhyun keluar dari dalam kamar mandi hanya mengenakan kemeja putih tanpa bawahan dengan muka yang ditekuk. Ia terlihat kesal bukan main. Dibantingnya pintu kamar mandi dengan kasar lalu menempatkan dirinya duduk di hadapan Kris.
"Kenapa?"
"Airnya tidak mau keluar. Padahal aku ingin mandi! Uuugh.." Baekhyun mengeluh. Tubuhnya sudah sangat lengket sehabis bekerja seharian penuh tanpa ada jeda istirahat sedikit pun. Terkadang, ia memang sering terlalu keras pada dirinya sendiri, tapi begitulah Byun Baekhyun. Rasa lelah yang dirasakannya membuatnya lebih sensitif dari biasanya, sampai-sampai telepon hotel yang digenggamnya bisa saja remuk karena ia menggenggamnya terlalu erat.
Yifan sendiri sudah kebal menghadapi emosi Baekhyun yang sering naik-turun tidak jelas.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Yifan, sedikit menyindir Baekhyun. Ia bangkit dari kursi yang didudukinya lalu menempatkan dirinya di belakang Baekhyun. Kedua lengan kekarnya sudah melingkar di pinggang Baekhyun sedangkan bibirnya asyik mengecup pipi Baekhyun.
Baekhyun mendengus.
"Tentu saja aku mau protes, bodoh!"
PIK
Baekhyun mendelik tidak suka ke arah lelaki tinggi berambut pirang itu. Sungguh, sifat Yifan terkadang jauh lebih brengsek darinya. Sering berbuat sesukanya seperti saat ini; mematikan sambungan telepon di saat ia memang sedang membutuhkan air untuk membersihkan diri dan malah membawanya untuk terbuai ke dalam permainan panasnya yang kotor tetapi membuatnya ketagihan.
Nafas Baekhyun tercekat di saat Yifan mulai berbisik seduktif di dekat daun telinganya, "Lakukan nanti saja. Bukankah percuma kamu mandi sedangkan tubuhmu akan berakhir kotor karena kedua tanganku?" bisiknya seduktif dan penuh penekanan.
Dia benar-benar gila.
"Kita di sini hanya untuk melakukan hal kotor, lagi?"
Baekhyun menggeliat resah saat merasakan lidah Yifan mulai menjilati daerah sensitifnya. Ia mengadahkan kepalanya untuk menatap manik mata tajam nan tegas milik Yifan. Sedangkan Yifan sendiri sudah berada di ambang batasnya. Baekhyun menggodanya menggunakan tatapan polos miliknya yang begitu manis dan juga menggemaskan. Kelemahan terbesar Yifan!
Tanpa disadari Yifan, Baekhyun menyunggingkan seringaian tipis.
"Hahaha... Tentu saja aku mengerti maksud kotormu itu, Yifan. Aku hanya bercanda, sayang~" Baekhyun tertawa puas seperti seorang maniak—padahal tidak ada yang lucu sedikt pun. Yifan memutar kedua bola matanya malas tetapi sebuah senyuman tipis terulas di bibir tebalnya.
"Menggodaku ketika mengetahui maksudku..."
.
.
[Ya.
Semua ini berawal dari hawa nafsu yang membuncah. Bermain-main seperti anak kecil.
Tidak adanya alasan.
Menjadikan permainan ini sebagai pemuas belaka.
Karena ingin merasakan sedikit kesenangan sekalipun menyia-nyiakan waktu yang ada.]
.
.
"Aaah.."
Nafas keduanya memburu selesai Yifan mengakhiri permainan panasnya bersama Baekhyun. Hari ini Baekhyun terlalu lelah untuk mengimbanginya, membuatnya tidak tega untuk meminta lebih ke Baekhyun. Mengingat beberapa hari yang lalu Baekhyun baru saja menempati posisi baru di kantor tempat mereka bekerja, tentu saja membuatnya kelelahan total karena pekerjaannya menumpuk. Tangan besarnya menjelajahi setiap sudut tubuh Baekhyun dengan gerakan begitu lembut.
So soft.
Entah setan apa yang merasukinya, ingin sekali ia memberikan tanda yang begitu nyata di kulit Baekhyun. Yifan ingin memberitahukan kepada seluruh orang apabila Baekhyun adalah miliknya seutuhnya. Tubuhnya telah ia cicipi sedari dulu, sekalipun hatinya belum tersentuh barang sedikit pun. Baekhyun terlalu keras kepala dan Yifan terlalu egois.
Because you're mine, Baekhyun.
Mengendus aroma tubuh Baekhyun yang bercampur dengan bau keringat dan juga sperma, membuat gairahnya kembali bangkit.
Dan, brengseknya, Yifan benar-benar meninggalkan tanda kepemilikan di leher Baekhyun; sekuncup rona merah keunguan—sebuah kissmark.
Keesokannya, Yifan melihat Baekhyun asyik berbincang dengan Jongin. Seperti biasa, Jongin selalu terlihat bahagia dan lebih berwana ketika Baekhyun berbincang dengannya atau hanya sekedar berada di sisinya. Ada sedikit rasa tidak suka mencubit hatinya, dan Yifan sendiri tidak menyukai rasa sakit itu. Hanya berselang beberapa detik, sepintas ide jahil pun terlintas di otaknya. Memasang tampang arogannya, ia pun berjalan mendekati Baekhyun dan Jongin. Ditepuknya pundak keduanya dan ia berhasil mendapatkan perhatian dari keduanya.
"Jangan terlalu dekat dengannya, Jongin, nanti kamu jadi boncel seperti Baekhyun~" Yifan menyeringai licik melihat Baekhyun mengepalkan kedua tangannya menahan amarah.
"Yifan, kau—"
"Hai, apa kabarmu, Kris?" Potong Jongin cepat sebelum Baekhyun melayangkan beberapa ucapan kotor di hadapan pria tinggi yang menjadi bossnya saat ini. Yifan tersenyum mengejek ke arah Baekhyun. Jongin menghela nafasnya kasar, terkadang melihat Yifan seringkali menggoda Baekhyun dengan sebuah ejekan membuatnya jengah sendiri. Sangat kekanakan. Padahal umurnya hampir menginjak kepala tiga.
"Baik, sangat baik sekali... Ah—Baekhyun, apa rumahmu tidak memiliki obat semprot nyamuk? Lihat, di lehermu banyak sekali bekas gigitan nyamuknya," Goda Kris seraya menunjukkan letak bekas gigitan yang ada di leher Baekhyun. Jongin memperhatikan bekas itu, dan memang benar, sangat banyak. Alis Jongin saling bertautan.
"Iya, benar, ada banyak bekas gigitan. Terlalu banyak malah..."
Mata Baekhyun membelalak sempurna. Tadi pagi ia tidak terlalu memperhatikan penampilannya karena ia sudah terlambat menghadiri rapat penting, sehingga ia hanya membersihkan diri secepat mungkin dan meninggalkan Yifan yang masih tertidur pulas di tempat tidur. Yifan benar-benar keterlaluan! rutuk Baekhyun dalam hati. Mukanya sudah benar-benar matang menahan amarah sekaligus malu.
Tatapan tajam yang diberikan Baekhyun tentu tidak membuat nyali Yifan menciut, bahkan ia memang memiliki niatan untuk menjahili Baekhyun hingga lelaki manis itu benar-benar marah padanya. Menurutnya, agresif Baekhyun sangatlah seksi dan lebih dominan sekalipun ia adalah pihak bawah.
Diam-diam Yifan membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini di hotel mungil itu nanti.
"Dasar brengsek, meninggalkan bekas di saat aku lengah. Manusia rendahan, hentikan tingkah konyolmu dan jangan libatkan aku ke dalam permainan bodohmu itu!"
Yifan memutar kedua bola matanya malas. Baekhyun benar-benar cerewet untuk ukuran seorang pria—tetapi itulah yang membuatnya tertarik. Bila bersama Baekhyun, sifat arogan yang sering ditahannya selalu keluar. Hanya bersama Baekhyun ia bisa menjadi dirinya sendiri.
"Aku iseng, okay?"
PLAK
Baekhyun memukul keras kepala kris menggunakan tangannya—tidak mempedulikan kalau ia lebih muda dibandingkan lelaki tinggi itu. Yifan meringis tetapi tidak membuatnya berhenti melakukan blowjob-nya.
"Akh—jangan berbicara—ugh!" Nafas Baekhyun tercekat, merasakan getaran di sekitar kelaminnya memaksanya untuk menahan hasrat yang hampir dikeluarkannya. Ia masih belum ingin keluar sebelum Yifan memasukan kelaminnya ke dalam lubang anusnya. Sedangkan Yifan sendiri, ia sangat menikmati ekspresi tersiksa Baekhyun.
Menghisap pucuknya cukup kuat hingga Baekhyun mengeluarkan desahan panjang yang sangat keras.
Menjilat cairan putih kental di sudut bibirnya dengan mata berkilat penuh akan kabut nafsu, "Harusnya kamu senang karena aku membuat tanda itu. Lagi pula tidak ada seorang pun yang boleh menyentuh apa yang kusentuh, kita sudah menyetujui hal ini sebelumnya, bukan? Lalu apa masalahnya?" yang dikatakan Yifan benar apa adanya. Perjanjian yang mereka lakukan mencakup 'memberikan tanda' memang sudah disepakati sebelumnya. Tubuhnya adalah milik Yifan, sehingga ia bebas melakukan apa saja terhadapnya.
Baekhyun merasa kepalanya berdenyut nyeri. Perjanjian yang tidak membawa untung apapun dan berbalik menyiksa dirinya.
"Tapi kamu sudah keterlaluan. Aku sepakat apabila kamu meminta persetujuanku dulu, dan semua tergantung keputusanku, sedangkan kemarin kamu sudah kelewatan. Memberikanku kissmark lalu menggodaku tepat di hadapan Jongin. Kamu benar-benar tidak punya otak ya?"
"Ah..."
"Beruntung Jongin tidak banyak bicara dan seorang yang pengertian sehingga dia tidak akan berkomentar macam-macam, bagaimana kalau Jongdae atau bahkan Luhan yang melihatnya? Mau dikemanakan mukaku nanti?!" Baekhyun mengerang frustasi. Ia sampai menjambak rambutnya sendiri karena kesal dengan Yifan yang sering berbuat sesukanya tanpa memikirkan perasaannya.
"Kalau dari awal kamu tidak menyukainya, kenapa kamu menerimanya waktu itu?" Suara Yifan memberat. Tangan besarnya memaksa kedua paha Baekhyun untuk melebar membuat Baekhyun terkesiap. Seperti dejavu, Baekhyun harus merasakannya lagi. Di saat Yifan menggunakan emosinya dan melampiaskannya kepada Baekhyun.
Tubuhnya seperti dirobek. Tidak adanya pengampunan di setiap pergerakan yang dilakukannya, menambah luka yang belum sempat mengering. Jeritan pilu tidak didengarkan, dan memilih untuk tidak mendengarkan.
Kalau seperti ini terus, dua pihak sama-sama terluka.
Rasanya Yifan ingin menangis saja.
.
[ Bersama dengan orang aneh seperti Baekhyun.
Bagaikan..
Melakukan suatu permainan yang sangat unik. ]
.
"A-aah!" Baekhyun meringis ketika merasakan benda tumpul itu mengenai prostatnya. Yifan yang menyadarinya segera menghentikan pergerakannya. Apa aku bermain terlalu kasar?
"Apa rasanya sakit? Kamu masih bisa menahannya untukku kan, Baekhyun?"
Suara Yifan penuh akan kekhawatiran sedikit menghangatkan hatinya, mengingat tadi ia membuat Yifan emosi secara tidak sengaja. Baekhyun merutuki mulutnya sendiri yang sering berkata tajam tanpa memikirkan perasaan orang tersebut terlebih dahulu. Keburukan yang sampai sekarang sulit sekali untuk dihilangkan.
"Se—sedikit.."
Kris menjilati bibir bawahnya yang kering. Sudut bibirnya terangkat membentuk seringaian.
Jadi masuk terlalu dalam di awal bukanlah pilihan yang tepat.
Kris mulai memasukkan kembali penisnya secara perlahan. Mungkin karena di awal ia terlalu kasar sehingga Baekhyun tidak terlalu menyukainya. Satu hal yang diketahuinya, Baekhyun sucks for romance. Begitu jelas ketika ekspresi kesakitan Baekhyun lebih mendominasi di saat ia bergerak kasar seperti seekor binatang buas.
Merasakan pergerakan yang lambat, Baekhyun menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Ia menyukai pergerakan Yifan yang lambat sekaligus sangat intim tetapi friksi yang diberikannya tidaklah memuaskannya. Terlalu lambat dan sangat menahan diri.
"Lebih baik?"
"Ngh—lebih baik—ah!"
Sifat mendominasi Yifan kembali, ia mulai bergerak lebih cepat dengan tempo tidak beraturan. Baekhyun yang tidak kuasa menahan desahannya pun menutup mulutnya menggunakan tangannya. Rasanya sangat nikmat. Ia sangat menyukai setiap kali Yifan menyentuh titik sensitifnya. Cara lembut maupun kasar, Yifan akan selalu bisa memuaskannya.
"AAAHH!"
Ah, jadi disitu sweet spotnya.
Yifan menyentuh kembali tempat dimana Baekhyun mendesah dengan begitu kencang hingga pita suaranya seakan hampir putus. Seringaian tidak pernah terhapus dari bibirnya. Ia menyukai setiap ekspresi yang dibuat oleh Baekhyun. Such a slut. Matanya terpejam dengan mulut terbuka lebar, mengeluarkan melodi begitu merdu yang sangat disukai olehnya. Baekhyun menikmati permainannya.
Setiap jengkal tubuhnya adalah miliknya, dan ia memiliki kuasa untuk mendominasi atau pun sekedar menyiksa Baekhyun. Kepuasan yang memberinya keinginan lebih untuk mendapatkan Baekhyun seluruhnya.
[Semuanya...
Sangat mengiburnya.]
.
.
.
CLACK
Yifan membuka kulkas untuk sekedar mengambil minuman dan makanan kecil untuk dimakannya bersama dengan Baekhyun. Ia lupa membeli makan malam untuk keduanya, karena sudah terbawa oleh hawa nafsu sehingga ia melupakan tugasnya untuk membeli makan malam yang diminta oleh Baekhyun. Diletakkannya air mineral miliknya di atas meja lalu ia beralih berjalan ke arah Baekhyun yang masih tertidur karena kelelahan.
Entah mengapa, setiap dirinya menatap Baekhyun, ia selalu merasakan kehangatan berlebih. Jantungnya sering berpacu lebih cepat dari biasanya, nafasnya kian memburu di saat kedua bibir mereka hampir bertemu, dan jutaan kupu-kupu seakan menari-nari di bagian dalam perutnya. Efek aneh yang sering membuatnya kelimpungan sendiri.
"Dasar iblis kecil, bisa-bisanya memberikan efek gila ini kepadaku."
Tentu saja perkataannya barusan hanyalah candaan belaka. Ia tidak akan pernah serius dalam urusan cinta. Tetapi sekalipun ia bilang seperti itu, ia tetap saja asyik untuk memperhatikan wajah damai Baekhyun ketika pria mungil itu sedang tidur dengan lelapnya.
Baekhyun itu, walaupun dia adalah seorang pria, tetap saja memiliki wajah yang manis dan juga cantik seperti wanita lainnya. Jelas sekali ia mengingat ketika kantor mereka mengadakan pesta besar, dan Baekhyun pun menjadi objek paling menarik saat itu.
Matanya berpoleskan make up yang sangat mencolok dan membuatnya terlihat stunning. Siapa sangka seorang Byun Baekhyun bisa menggunakan alat make up dengan begitu handalnya hingga mengalahkan penampilan seluruh wanita yang menghadiri pesta tersebut. Rambutnya yang dicat berwarna abu menambahkan kesan sangat baik kepada siapa pun yang melihatnya. Tidak hanya wanita, para lelaki pun ia jerat. Sadis sekali, bukan?
Perhatiannya kini beralih menuju bibir merah muda yang selama ini menjadi incarannya. Bibir tipisnya terlihat begitu menggoda, setiap Baekhyun menggigit bibir bawahnya untuk menggoda dirinya atau pun menahan desahan yang meluncur keluar dari kedua belah bibirnya. Yifan menjilat bibirnya.
Bibir itu terlihat sangat menggoda. Ingin sekali kucicipi benda kenyal itu untuk sekali saja, tapi bagaimana?
Tidak kuat untuk menahannya, Ia pun mendekatkan bibirnya lalu memberikan kecupan singkat di bibir tipis Baekhyun. Ciuman itu tidak terjerat akan nafsu busuknya, hanya sebatas keingintahuannya mengenai rasa dan sebuah pengujian untuk dirinya sendiri. Apakah yang dilakukannya adalah dosa?
Baru saja Yifan melepaskan tautannya, kedua kelopak mata Baekhyun terbuka. Yifan terkejut bukan main ketika manik mata Baekhyun menatap matanya intens. Ia pun segera menjauh dari Baekhyun dengan muka yang memerah. Sial, ia tertangkap basah ketika mencuri ciuman dari bibir tipis yang terlihat begitu menggoda di matanya itu.
"Ka—kamu pura-pura tidur, ya?! Dasar pembual kelas kakap!"
Baekhyun memutar kedua bola matanya malas. Tuduhan tanpa alasan dari si dungu Wu Yifan. Apa-apaan dengan kata-katanya barusan, pembual? yang benar saja.
"Serius, kamu terlalu tolol untuk menjadi seorang pemimpin di perusahaan ternama, Yifan. Kalau aku pembual kelas kakap, lalu kamu apa?" Balasnya sarkastik. Baekhyun mendengus keras lalu memalingkan wajahnya ke arah lain dengan rona merah di sekitar kedua pipinya. Baekhyun sedang menyembunyikan kegugupannya, kena—
Dia tahu kalau aku baru saja menciumnya tepat di bibir...
"Anggap saja yang kulakukan barusan Itu tanda maafku kepadamu karena kemarin aku sempat berbuat kasar tanpa melihat kondisimu yang memang sedang lelah," Yifan mengusak rambutnya pelan, masih menggunakan ekspresi arogan miliknya. Baekhyun sudah terbiasa dengan segala sifat Yifan, baik dari yang paling menyebalkan sampai ke titik di mana Yifan bisa membuat jantungnya hampir lepas dari sarangnya.
Baekhyun menyunggingkan senyum tipis.
"Kamu tahu? Aku sama sekali tidak peduli dengan omong kosongmu karena aku tidak mempertanyakan apapun kepadamu."
Lalu keheningan pun menyapa keduanya.
.
[Karena mulut tidak akan bisa sejujur hati. Kondisi mereka tidak jauh berbeda seperti itu. Harga diri, nama, pekerjaan atau status selalu menjadi tujuan utama. Tetapi, saat hati mulai berbicara—rajutan benang kusut pun bisa kembali longgar.]
.
"Hey."
Yifan menatap Baekhyun yang kini hanya berjarak beberapa sentimeter darinya. Kedua mata Yifan membesar ketika tangan mungil itu menangkup dagunya. Dengan jarak sedekat ini, kedua bibir mereka bisa kembali menyatu membentuk sebuah ciuman. Dan yang paling membuatnya terkejut adalah ketika Baekhyun berbisik tepat di depan bibirnya;
"Lakukan sekali lagi, dengan benar tentunya..."
Kemudian Yifan menghapus jarak di antara mereka. Ciuman ini lebih baik dari sebelumnya, bahkan terasa lebih manis karena Baekhyun membalas ciumannya. Lambat laun, hatinya pun merasa tenang. Kegundahannya seakan lenyap di saat sang mentari berada di sisinya.
Tepat pada tanggal 14 Maret.
.
[Karena dalam diam, dirinya lah tempat dimana ia bisa berdekatan dengan sesuatu yang bernama kebahagiaan.]
Sebenarnya, semuanya adalah murni kesalahannya. Kepalanya rasanya seperti akan meledak. Pekerjaan di kantornya ia lantarkan begitu saja kemudian melarikan diri dari kekuasaan ibunya ke klub malam. Ibunya sangat mengerikan, mengancamnya menggunakan embel-embel akan mencarikannya seorang tunangan. Hubungan friend with benefit dengan Baekhyun saja sudah sulit, apalagi menjalani ikatan lebih dalam seperti tunangan atau menikah? Yifan butuh bertapa dulu.
"Kris?"
Yifan menghela nafas lelah.
"Akhirnya aku menemukanmu! Aaahh, aku merindukanmu~"
Yifan merutuki dirinya karena ia malah memilih klub malam yang sering di datanginya malam ini. Memang lebih baik aku melarikan diri ke Baekhyun... pergi ke sini malah bertemu dengan gadis menyebalkan ini!
"Hey, Jenny?" Yifan membalasnya secara terpaksa. Gadis cantik itu—Jenny—memberikan senyum sangat manis ke Yifan, dan tentu Yifan tahu maksud dari gadis itu. Gadis yang dulu sangat populer di kalangan pria karena memiliki tubuh bak seorang model seksi dan senyumnya yang menawan sering menarik perhatian banyak orang. Jenny sudah lama mengincarnya, terlebih Yifan adalah pria idaman para wanita (dan menurutnya juga begitu, tetapi tidak untuk Baekhyun).
She's pretty cute but not his type, because she's a slut.
Jenny merapatkan tubuhnya ke Yifan, mengerling nakal untuk mendapatkan perhatian si pria tampan tersebut, "Mau menemaniku berdansa?" tanyanya, jemarinya mengelus dada Yifan dengan gerakan sensual. Yifan mendengus tidak suka.
"Tidak, terima kasih."
Jenny masih belum menyerah, ia semakin gencar menggerayangi tubuh Yifan. "Kita sudah lama tidak pernah bertemu, kukira kamu sudah memiliki kekasih..." Yifan tertawa dalam hati, gadis ini mulai mengeluarkan nada merajuknya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Yifan lebih menyukai orang yang susah untuk didapatkan, berbeda dengan gadis ini. Hanya bisa merajuk, menunjukkan kebinalannya secara terang-terangan.
"Belum, sayang. Aku tidak ingin memiliki hubungan dengan siapa pun saat ini..."
Yifan bisa melihat seringaian tersungging di bibir gadis itu—senyum penuh kemenangan. Tangan gadis itu mulai menangkup kejantanannya lalu meremasnya pelan, memberikan rangsangan untuk membangkitkan gairah seks Yifan. Jenny mengecup leher Yifan lalu beralih ke bibir tebalnya, melumat dan mengigitnya dengan kasar dan penuh nafsu. Yifan melepaskan ciumannya secara paksa kemudian berbisik sensual tepat di telinga Jenny;
"Ingin bermain denganku?"
Jenny menjilat bawah bibirnya lalu kembali mencium Yifan.
.
[Rasanya menjijikan. Kepuasan jauh dari jangkauannya, bahkan untuk sedikit merasakannya sudah sangat sulit. Bukan dikarenakan cairan merah pekat yang diminumnya, tetapi 'dia' tidak ada.
Semua yang berada pada genggamannya bukanlah yang dicarinya.
Semuanya terlalu mudah untuknya...]
Cklek
Baekhyun mengerutkan kedua alisnya melihat Luhan berada di depan pintu kamar apartemennya dengan senyum kelewat lebar. Seingatnya, Luhan sudah kembali dipulangkan ke kampung halamannya karena ayahnya memintanya untuk kembali meneruskan pekerjaannya yang tertunda (Luhan dan Yifan memiliki kebiasaan yang sama; kabur dari tempat kerjanya untuk bersenang-senang) tetapi ternyata dugaannya salah.
Luhan memiliki banyak koneksi, jadi ia mudah saja melarikan diri dari pekerjaannya.
"Hai, Baekhyun sayangku~"
Baekhyun pura-pura muntah mendengar Luhan memanggilnya dengan sebutan 'sayang'. Hell, sampai kapan pun ia tidak sudi dipanggil sayang oleh orang semacam Luhan.
"Mau minum bersamaku? Ada Minseokkie kesayanganku juga lho~"
Baekhyun tertawa mengejek, menunjukkan jari tengahnya ke Luhan yang memandangnya takjub. Kedua bibir tipisnya sedikit terbuka, mengeluarkan suara siulan menggoda.
"So feisty, baby~"
"Please, Lu, jangan menggodaku. Dari pada berurusan denganku lebih baik kamu menghilang dari hadapanku karena aku ada urusan." jawab Baekhyun datar. Ia merapikan pakaiannya sekali lagi lalu mendorong tubuh Luhan yang menghalangi jalan keluarnya. Luhan terkekeh seraya memperhatikan Baekhyun dari atas sampai bawah.
Jarang sekali Baekhyun menggunakan pakaian ketat yang memperlihatkan lekukan tubuhnya, terlebih di bagian bokongnya. Luhan akui, kalau saja dia belum memiliki Minseok, mungkin saja dia akan meniduri Baekhyun. Lagipula, siapa yang tidak akan tergoda untuk mencicipi tubuh milik Baekhyun?
"Kamu mau pergi kemana, Baek?"
"Bukan urusanmu."
Luhan tersenyum misterius. Bukan urusanmu, hmm?
"Melakukan seks dengan Yifan lagi?"
Langkah Baekhyun terhenti mendengar ucapan Luhan barusan. Ia memutar kepalanya, memberikan senyum meremehkan dengan mata berkilat tajam. Tatapan menantang yang diberikan Baekhyun tidak membuat nyalinya menciut, bahkan ia malah senang.
Terlihat dominan tetapi sebenarnya submissive, tipenya sekali.
"Jauh dari pikiranmu, bodoh."
Baekhyun benar-benar menarik.
.
.
"Ngh.."
Yifan melepaskan tautannya bersama Baekhyun secara sepihak. Seutas benang saliva terhubung dari bibir keduanya. Kris mengendus aroma tubuh Baekhyun yang memabukkan, lidahnya terjulur untuk menyapu seluruh permukaan kulit Baekhyun.
"He—hey, bukannya kamu ada di klub?" Lidah Yifan menekan puting miliknya, lalu menghisapnya dengan kuat, Baekhyun tidak kuasa untuk menahan desahannya. Yifan memang paling handal memainkan lidahnya.
"Iya, cuman aku malas berada di sana. Kamu tahu sendiri ibuku seperti apa, jadi aku mau tidak mau melarikan diri ke klub seperti biasa," gigi Yifan saling bergesekan memberikan friksi ke puting Baekhyun yang mengeras. Baekhyun terkesiap. Tubuhnya bergetar hebat ketika tangan Yifan mulai memijit paha dalamnya, lalu memegang kejantanannya.
"A—ah, lalu? Kamu memang—kh—gilku karena di sana tidak menarik? Yi—yifan!"
"Mungkin?" Yifan menjilat sudut bibirnya yang terkena cairan milik Baekhyun. Hari ini Baekhyun sangat sensitif, padahal ia hanya melakukan foreplay, tapi Baekhyun sudah mencapai klimaksnya terlebih dahulu. Yifan mengulaskan senyum manis, "Bagaimana kalau kita langsung ke inti?"
" A—aku belum siap!" Baekhyun berusaha menutup kedua kakinya yang terbuka lebar tetapi Yifan terus menahannya. Yifan berbeda dari biasanya, terutama setiap kedua mata mereka saling beradu pandang. Bukannya Baekhyun tidak menyukainya, melainkan ia takut, dan saat ini Yifan menatapnya lekat. Sebagaimana mata itu menelanjanginya, tidak hanya tubuh tetapi seluruh hatinya juga ikut terbuka melalui matanya.
.
[Karena pada dasarnya tidak semua jawaban bisa menapak di tempat yang sama, bahkan sebuah kebohongan bisa menjadi jawaban pasti jika berada di tempat yang sama.
Yang manakah? Alasan apalagi yang menyebabkan kita tidak bisa melihatnya?
Dialognya kembali terulang, tetapi tidak kunjung mendapatkan jawaban.
Sebenarnya, apa mau kita?]
"Kenapa? Apa aku tidak cukup memuaskanmu?" suara gadis itu terdengar parau, berusaha menahan tangisnya. Yifan sendiri tidak bisa berbuat banyak karena ia sendiri tidak mengerti posisi yang sedang didudukinya saat ini. Ia tidak bisa menjelaskannya, hatinya sendiri malah berbisik—tidak menerima apa yang telah diperbuatnya.
Karena ia merasa ada yang salah.
"Maaf, tapi aku sendiri tidak mengerti kenapa bisa menjadi seperti ini..."
Gadis itu menatapnya penuh kecewa. "Aku hanya memberikanmu segelas wine, tidak lebih. Kalau kamu pikir kamu mabuk, aku tidak akan mempercayainya, karena kamu terlihat sadar bagiku."
"Maaf, untuk kali ini, biarkan aku berbuat sesukaku..." dan dalam satu hentakkan, kejantanan Yifan sudah berada dalam lubang anus Baekhyun—hampir mendekati titik prostat miliknya. Baekhyun menjerit kesakitan, lubangnya terasa perih dan tubuhnya seperti terbelah menjadi dua. Baekhyun bisa mencium bau amis, bau darahnya sendiri yang mengalir keluar dari lubang anusnya.
Baekhyun pun menangis disertai jeritan pilu yang dikeluarkannya di setiap Yifan melakukan pergerakan kasar terhadap tubuhnya.
.
[Kita berdua terlambat untuk menyadarinya.
Padahal tanpa disadari, jawaban tersebut sudah berada pada diri kita sendiri.]
[Aneh,
Tidak ada yang familiar bagiku.
Memulai permainan tidak berguna,
tidak mengutamakan alasan yang berarti.
Kesempurnaan semu.]
lalu kemudian,
[Diawali oleh sebuah pembuka, tak disangka diakhiri dalam keadaan menggantung. Sama seperti suasana saat itu. Sangat mendukung untuk dijadikan sebagai pembuka cerita baru. Mabuk, mabuk, lalu kesepakatan, dan berakhir masuk ke dalam permainan. ]
.
.
Aku tidak merasakan adanya cinta dalam dirimu, Yifan.
.
.
[Karena pada akhirnya,
tidak ada yang bisa bertahan lebih lama dari ini.
Menyisakan sebuah kekosongan mendalam pada dirimu dan juga diriku.]
Yifan kembali menyentuh titik prostat Baekhyun. Baekhyun hanya bisa pasrah, membiarkan Yifan berbuat sesukanya. Pandangannya mulai mengabur, mungkin akibat Yifan tidak memberinya jeda untuk sekedar bernafas lega. Pegangan Baekhyun pada seprai kasur juga mulai mengendur. Ia sudah mencapai batasannya.
"Yifan, kumohon... berhe—nti.."
.
[Inilah yang tertinggal,
karena selama ini aku juga mencarinya tetapi tidak kunjung kutemukan.
Akhirnya, aku menemukanmu..]
.
" Baekhyun."
.
[Namamu adalah, cinta.]
Yifan terbangun dari tidurnya. Tubuhnya sangat lelah, tetapi tidak selelah hatinya. Berusaha menghindar—tidak berani untuk menghadapinya karena merasa dirinya tidak sanggup untuk melakukannya. Ia pun berakhir menjahit sendiri luka yang ditorehkannya sendiri, sama seperti apa yang dilakukannya sampai saat ini.
Kepalanya terasa pening, seharusnya ia membiarkan dirinya tetap tertidur, bukan bangun dan mengakibatkan kepalanya seakan ingin pecah detik itu juga. Manik mata hazel miliknya meilirik Baekhyun yang tengah tertidur memunggungi dirinya.
Begitu ringkih, dan jauh untuk dijangkau. Baekhyun seperti burung di luar sana, terbang bebas mengikuti arah angin atau sebaliknya.
Yifan ingin sekali menggapainya.
Lebih baik dihentikan saja.
Semua ini sudah melewati batasnya.
Yifan membaringkan kembali tubuhnya yang lelah, membiarkan angin membelai wajahnya, membawanya kembali menjemput alam bawah sadarnya.
.
.
Yifan tercengang di pagi harinya ketika Baekhyun meminta untuk mengakhiri permainan menggelikan yang mereka mainkan. Baekhyun mengatakannya dengan biasa, tidak ada emosi dan secara lugas. Bahkan Baekhyun sendiri meminta Yifan untuk melupakan semua yang telah mereka bangun; hubungan mereka.
"Apa?"
"Aku sudah lelah, dan memang sudah sepantasnya kita tidak bermain-main lagi seperti anak kecil berumur 5 tahun," Baekhyun mengulanginya kembali. Yifan tahu apa yang dimaksud Baekhyun, ia hanya pura-pura bodoh.
"Waktu berjalan sangat panjang Yifan, dan hubungan kita seperti makanan busuk. Keuntungan apa yang kita dapat? Tidak ada, yang ada kita malah mendapat pengaruh buruknya saja."
Yifan bungkam. Bibirnya seakan dijahit menggunakan benang transparan.
"Tenang saja, setelah ini kita tidak akan berhubungan lagi. Mungkin sekedar sebagai teman kerja bisa diterima, kalau untuk selebihnya aku tidak mau. Lupakan semua yang sudah kita lakukan sebelumnya, mengerti? "
Perkataanmu menusuk. Disertai sebuah senyuman manis, kamu memulainya dengan halus.
Kamu bisa memojokkanku sesukamu, sampai-sampai aku pun tidak berdaya dibuat olehmu.
"Kita—ah, tidak, lebih tepatnya kamu, jauh lebih menyedihkan kalau berada di situasi yang tidak menguntungkan. Aku tidak akan mengganggu kehidupanmu lagi, tenang saja, Yifan. Lupakan semua kemudian jalani hidupmu dengan tenang, buatlah jalan ceritamu sendiri," Baekhyun memberikan kecupan terakhir di pipinya kemudian melenggang pergi meninggalkan Yifan seorang diri di kamar hotel yang biasa mereka sewa.
Pergi begitu saja meninggalkan kepingan-kepingan kenangan yang berhamburan. Seharusnya Yifan merasa senang karena semua sudah berakhir, tetapi setiap detik, atau menit, atau jam, akan selalu berteriak meminta pertolongan. Tidak ada yang benar,
Yifan butuh sebuah jawaban.
.
.
Selesainya Yifan membersihkan tubuhnya dan dirasa semua sudah bersih dan rapi, ia melihat ke arah televisi yang masih menyala. Biasanya, setelah mereka menonton, Baekhyun pasti akan selalu mematikannya untuknya. Berbeda untuk kondisi saat ini yang dibiarkan menganggur begitu saja tanpa ada yang melihat. Menyala, mengeluarkan suara bising beserta gambar-gambar menarik.
Diraihnya remote televisi yang tergeletak tidak berdaya di bawah lantai, kemudian mematikan televisi itu tanpa bersuara.
.
[Yang dirasakannya bisa disamakan dengan kondisi si televisi kecil itu.
Permainan kecil mereka, berhenti begitu saja sebelum mencapai bagian akhirnya.
Dimatikan secara sepihak dan tiba-tiba.]
Pagi itu, aku terbangun di samping tubuh polos Baekhyun.
Kenyataan yang tidak bisa kuterima melalui akal sehatku. Bagaimana bisa aku tidur dengan bawahanku sendiri? Terutama seseorang seperti Baekhyun. Apa mungkin karena efek alkohol semalam sehingga tanpa sadar aku meminta Baekhyun untuk tidur denganku? Bagaimana bisa aku menjadi setolol itu?!
Merasakan pergerakan di samping kanannya, aku pun berbalik untuk memeriksa keadaan Baekhyun, "Ngh.." Baekhyun membuka kedua matanya perlahan, tangan kanannya digunakan untuk mengusap kedua matanya. Entah bagaimana, aku merasa Baekhyun terlihat lebih manis di saat dirinya dalam keadaan lengah. Seperti saat ini.
"Kamu tidak apa-apa?" tanyaku lembut. Baekhyun mengangguk pelan sebelum ia meringis kesakitan seraya memegang bokongnya yang polos. Aku bisa melihat bekas darah mengering dan juga bekas cairanku yang mengalir keluar dari lubang milik Baekhyun. Mukaku seketika itu juga memerah.
"Lubangku perih..." Keluhnya.
" Err.."
Baekhyun menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan. Tubuhnya yang polos hanya tertutup oleh selimut yang kami pakai bersama, dan aku bisa melihat kedua tangan mungilnya mencengkram erat selimut yang menutupi tubuhnya.
"Yifan... jika aku menutup kedua mataku, apa semuanya akan menghilang dari mata maupun ingatanku?"
Aku bingung ingin menjawab apa, tetapi perkataannya barusan—
"Maksudmu?"
"Kalau memang bisa kenapa kita tidak melakukannya? Bukankan ini sama saja mimpi buruk untuk kita berdua?"
Ucapannya memang benar apa adanya. Tapi aku membenci sikapnya yang terlihat begitu tenang, seakan dia sudah terbiasa berada di posisi seperti ini. Melakukannya lagi seperti sudah menjadi bagian dari dirinya, aku tidak pernah menyukai sisinya yang seperti ini.
Walaupun sisi baiknya, aku tidak terlihat seperti pria brengsek di luar sana. Berjalan cukup mulus karena harga diriku masih utuh, tidak terinjak-injak olehnya.
—atau mungkin belum.
"Yifan?"
Dan aku pun membalikkan tubuhnya, menjadikan posisinya dalam keadaan menungging. Baekhyun menjerit ketika merasakan kejantananku kembali memasuki lubangnya yang lecet karena aktifitas mereka sebelumnya. Aku tertawa tertahan, sesekali mendesak masuk kejantananku di lubang Baekhyun.
"Sudah terlambat untuk menyesalinya. Lebih baik kamu diam dan menjadi anak baik."
Sekali hentakan, Baekhyun pun mendesah keras.
"Nikmati saja permainanku, Byun Baekhyun."
"Yifan?"
Yifan tersadar dari lamunannya, membuat Yixing berdecak jengkel karena Yifan sama sekali tidak mendengar penjelasannya mengenai produk baru yang akan dikeluarkannya bulan depan. Padahal tenggat waktu sudah mendekat, sedangkan Yifan sendiri malah lebih mementingkan urusan pribadinya dibandingkan pekerjaannya. Sungguh tidak profesional.
"Kamu menyebalkan, Yifan. Aku tidak mau tahu, urusan pribadimu itu harus diselesaikan secepat mungkin karena aku tidak ingin ayahmu sampai memarahiku kalau sampai produk ini tidak diedarkan bulan depan!" Yixing menginjak kaki Yifan dengan sangat tidak berperasaan dan pergi begitu saja tanpa mengindahkan omelan Yifan di seberang sana.
Yifan mendengus sebal. Sepatunya yang bersih dan mengkilap kini berubah menjadi kotor karena seorang Zhang Yixing. Pengurus sekaligus sekertaris pribadinya yang sangat, sangat menyebalkan seperti iblis. Mungkin Yixing memang titisan iblis langsung makanya memiliki sifat yang—yah, mengerikan.
Yifan terkekeh sendiri. Baekhyun benar-benar sudah menginvasi dirinya seluruhnya. Pikiran maupun hati. Baekhyun telah memenangkan permainan tak berujung milik Yifan.
Persis dengan perkataannya, Baekhyun tidak mengingkari janjinya. Mereka bersikap seperti biasa, hanya menyapa sebatas formalitas. Mungkin ada waktu untuk bercanda, tetapi setelahnya, bagai angin lalu saja. Tidak terlalu ditanggapi.
Bukanlah hal asing kalau Baekhyun bersikap seakan tidak terjadi apa-apa. Sudah melekat sangat dalam diri Baekhyun, karena itu Yifan tidak terlalu mempersalahkannya. Baekhyun memang seperti itu, dan akan selamanya seperti itu.
Tidak seharusnya Yifan merindukan tempat permulaan dimana mereka mulai menjalani kehidupan seks mereka, tetapi Yifan sudan 3 bulan lamanya tidak mengunjungi tempat tersebut. Walaupun jelek, berada di lingkungan kumuh, dan tidak banyak diketahui orang, tetapi tempat itu sangat berharga baginya.
Dan ia merindukan tempat itu.
Tidak masalah untuk melihatnya sebentar, kan?
.
.
[Banyak sekali hal yang terngiang di kepalaku.
Menyelam, terus menyelam.
Dan di malam pertama kita,
kedua,
lalu ketiga.]
Rodanya mulai berjalan;
[Mukanya ketika ia tertidur, ciuman yang sering kamu berikan kepadaku. Aku tidak akan pernah bisa melupakan rasa hangat dan nyaman yang sering menyelimuti diriku ketika kaki kita saling bertautan satu sama lain, guna mencari kehangatan untuk masing-masing.
Kenangan kita,
semuanya tertutup rapat di ruangan itu. ]
.
.
[Tetapi bagaimana dengannya?
Setiap kali ia tidur denganku,
apa yang ada di pikirannya?
Pernahkah ia menyukaiku?
atau mungkin ia malah membenciku karena aku sangat dungu, egois, dan juga brengsek?
Aku tidak tahu,
atau lebih tepatnya,
aku berusaha untuk tidak mengetahuinya.]
.
.
"Dan aku pun berakhir di sini..." Gumam Yifan seorang diri. Tubuhnya basah kuyup karena selama perjalanan menuju hotel ini, hujan pun mengguyur kota Seoul. Lucunya, hujan membuatnya kembali bernostlagia. Rintikan hujan yang membangkitkan mimpi-mimpinya dulu, menyebar begitu saja memasukki pikirannya.
Baekhyun lagi, Baekhyun lagi...
Sampai kapan Baekhyun akan terus mengkorup seluruh otakku?
"Tuan Wu Yifan, selamat datang kembali. Ada yang bisa saya bantu?"
Yifan mengulaskan senyum tipis kepada si pemilik hotel, "Kamar nomor 56, boleh aku memesannya?" si pemilik hotel itu mengecek daftar pelanggannya, kemudian mengulaskan senyum seraya berucap maaf. Alis Yifan bertautan, karena seingatnya, kamar bernomor 56 sudah menjadi miliknya. Ia membeli kamar itu hanya untuknya dan juga—
"Baekhyun?"
"Ya, tuan. Tuan Byun Baekhyun masih sering berkunjung ke kamar bernomor 56." tanpa sadar, Yifan pun segera berlari dan menaiki lift dengan sebuah senyuman lebar terulas pada bibir tebalnya.
[Baekhyun, apa kamu tahu apa arti cinta itu?]
Tolong, izinkan aku untuk menjelaskannya untukmu;
[Menurutku, cinta itu..
mungkin seperti bibit tanaman.
Penampilan awalnya tidak memukau,
bahkan terbilang berukuran sangat kecil atau mungkin besar, karena biji tumbuhan itu banyak bentuknya.
Tapi jika dirawat dengan benar, atau dibiarkan saja di tanah terbuka yang subur,
biji kecil itu pun tumbuh dengan sendirinya.
Tumbuh, tumbuh, dan tumbuh.
Terlihat megah,
sungguh indah.]
Tidak hanya itu,
[Dibantu matahari, air, dan binatang kecil yang bisa membantunya untuk tetap tumbuh.
Sama seperti cinta.
Sama seperti apa yang telah kamu ajarkan kepadaku, Baekhyun.
Kamu lah yang menumbuhkan benih ini di dalam diriku,
kamu pula yang membuatku tumbuh dewasa.
Aku benar-benar berterima kasih kepadamu.]
.
.
" Jika.."
"Jika aku menutup kedua mataku, akankah semuanya menghilang?"
.
Aku akan bersabar menunggu. Sampai lift ini mengantarku menuju tempatmu—tempat kita bersama. Yang aku inginkan hanyalah dirimu seorang, Baekhyun. Dirimu seorang.
.
[Tidak akan, Baekhyun.
Semua tidak bisa hilang begitu saja.
Kita harus menghadapinya bersama-sama.
Aku,
dan juga kamu.]
Baekhyun benci hujan. Hujan selalu mengingatkannya pada masa lalunya. Masa lalunya yang selama ini menghantuinya, menghalanginya untuk menemukan sebuah kebahagiaan baru. Ia sendiri sudah lelah untuk menarik-ulur yang belum pasti akan menjadi miliknya. Ikatan yang diyakininya tidak akan menjatuhkannya, berbalik mengancamnya kembali.
Ia tidak bisa meyakini dirinya. Tapi ia sudah terlanjur menumbuhkannya, dan kini hatinya semakin menguat dari hari ke hari. Karena itu ia memohon, jika ini adalah kesempatannya,
—izinkan ia bertemu dengannya.
[Di luar sana, awan terlihat sangat gelap.
Baik bulan maupun bintang yang sangat kamu sukai,
tidak ada satu pun yang bisa kamu lihat.
Kamu pun hanya bisa mendengar suara hujan.]
Malam ini, semua terungkap.
[Karena aku berlari di malam hari,
untuk mendobrak pintu hatimu itu.
Dengan segenap kekuatanku.
Siap tidak siap,
Aku akan menjadikanmu milikku seutuhnya, Byun Baekhyun.]
.
Karena aku mencintaimu.
.
.
- END -
(edit: 25/02/2015)
