Warning : AU, OOC, GAJE, HUMOR GAK LUCU dan juga DLDR

Shingeki no Kyojin is not mine at all

.

.

Happy Belated Valentine, Minna ^^;

.

.

.

Step by Step


Puku 14.00 tepat, tentu satu sekolah hampir kosong mengingat bel pulang sudah dibunyikan setengah jam yang lalu. Hampir semua murid apalagi para gadis-gadis sudah tak sabar mau pulang dan menyiapkan coklat mereka untuk tinggal diberikan. Tapi di sekolah itu, masih ada satu orang yang berjalan dengan santainya dengan wajah enjoy-enjoy.

Begitu digesernya pintu kelasnya, dia cukup terkejut mendapati bahwa kelas itu kosong tapi ada tas warna hitam tergeletak di atas salah satu kursi.

"Perasaan si kuntet kusuruh jangan pulang dulu." gumamnya.

"Siapa kau bilang KUNTET, Erwin?"

Erwin pucat mendengar dan mengenali suara baritone dibelakangnya. Sang sohib yang bermodalkan pokerface, badan yang tingginya harus dimaklumi hanya berkacak pinggang sambil memegang roti di tangan kanannya.

"E-Eh, bercanda kok!" Erwin cepat-cepat minta ampun sebelum dijadikan makanan kaleng.

Levi menghela nafasnya lalu duduk diatas salah satu kursi dan mulai menyantap rotinya.

"Jadi kenapa kau menyuruhku jangan pulang dulu?"

"Yah kau tahulah. Valentine tinggal lusa, jadi lumayan aja kita buat coklat bareng."

Levi mengernyitkan dahinya sambil menggiggit lagi rotinya.

"Valentine? Makanan apa itu?"

Erwin manggap seketika dibuat Levi. Kalau saja ada keajaiban yang instant, pasti alis Erwin sudah tipis dan Levi tingginya setidaknya 180 cm. Baru kali ini Erwin menerima jawaban aneh itu. Mana langsung nanya makanan pula itu.

"Levi.. Valentine itu hari kasih sayang. Hari penting bagi pasangan-pasangan muda kayak kau dan Eren."

Levi seketika berhenti mengunyah dengan nikmatnya. Mau melanjutkan kunyahan saja rasanya segan juga.

"Tapi memang sih biasanya hanya sekedar tukaran coklat saja."

Levi langsung bernafas lega dan kembali melanjutkan mengunyah lumatan yang masih di mulutnya. Toh apa susahnya beli sekotak coklat bagi anak pengusaha kelas kakap?

"Dibawa santai saja, Win. Kalau kau mau, coklatmu untuk si Arlert juga akan kusediakan."

Erwin langsung menatap Levi dengan sebelah alis naik. Wajah yang agak tersinggung sekaligus heran.

"Jangan bilang kau hanya bakalan pesan ke toko pastri langgananmu? Astaga, Levi. Usaha sedikit dong. Kalau gini, aku prihatin sama Eren!"

"Hei, ngeluarin kartu kredit dari dompet itu juga usaha." balas Levi.

Mata Erwin berkedut sebelah mendengar balasan ngaco itu. Usaha berapa kalori tuh?

"Lagipula aku tinggal bilang itu coklat buatanku. Toh aku bisa masak."

Erwin memutar kedua bola matanya. "Ayolah, Levi. Satu sekolah tahu kau membuat Petra tercekik karena memakan telur dadarmu yang epic fail itu"

Levi cuman bisa mingkem di tempat. Tiba-tiba ada ketukan dari luar lalu pintu kelas kembali di geser. Kali ini oleh anak kelas lain.

"Permisi ada Erwin Smith disini?" tanyanya. "Ada adik kelas yang menitipkan ini.

Erwin langsung datang menghampiri, yang ternyata ada surat kiriman darinya. Begitu dibaca, sukses si cowok berambut -katanya- perfect itu pundung gigit rambut kaki di pojokan.

"Hiks.. Aku sama Armin batal kencan nanti malam.."

"Ini kok dikasih tahu pakai surat? Emang pacarmu tak punya ponsel?" tanya Levi heran.

"Nggak gitu. Pulsanya habis."

"Kere lu, gak bisa mastikan pulsa pacarmu penuh."

Erwin malah makin suntuk dibuat Levi. Perkataannya nusuk kokoro baja tersebut. Levi menghela nafasnya lalu meraih surat tadi yang dijatuhkan Erwin.

Senpai, maaf ya. Kencan kita batal dulu ya. Tadinya sih mau nelpon tapi pulsaku habis. Aku sengaja belum isi ulang karena waktu itu senpai sempat janji mau ngisi. Eren demamnya naik drastis karena 2 malam tidak tidur demi membuat coklat sempurna untuk Ackerman-senpai. Omong-omong, aku berencana kita berempat tukar coklat sama-sama. Bagaimana?

Segala tenaga hidup Levi rasanya direbut oleh arwah numpang lewat disekitar sana. Sekitar semenit yang lalu, dia mau memalsukan makanan orang. Sedangkan sang uke malang sampai menderita demi si akang. Dasar engkau manusia php (?)

"Erwin, aku tukar pikiran. Ayo beli bahan coklatnya hari ini. Sekarang." sahut Levi sambil mengambil tasnya dan menarik Erwin yang kali ini pundung sambil gigit kuku kaki.

Baru beberapa langkah keluar dari kelas, si murid andalan klub Biologi ternyata juga belum pulang.

"Kau kenapa masih disini, mata empat?"

"Biasalah, eksperimen baru. Kalian sendiri gimana?" tanya Hanji.

"Ini mau beli bahan coklat valentine." jawab Erwin.

"V-Valentine ya.." Hanji sweatdrop sendiri mendengar jawaban itu. Benar-benar miris baginya.

'Yah, seperti biasalah. Aku makan coklat bareng Sawney dan Bean aja deh!' batin Hanji kesal.

Tiap tahun, ritual Valentinenya memang seperti itu. Beli coklat lalu makan bareng dengan kedua anjing hasil korban percobaan gagalnya. Dibandingkan ANJING, satu geng mereka yang diberi nama Survey Corps lebih milih memanggil makhluk itu TITAN. Hebatnya, sebelumnya Sawney dan Bean hanyalah anjing Labrador normal yang dipungut Hanji dari jalanan. Parahnya lagi, sebenarnya kedua anjing itu masih punya pemilik.

Tapi ketika Hanji mengingat kalau Levi dan Erwin sudah obvious akan bertukaran coklat dengan Eren dan Armin, otak cemerlang gilanya masuk ke zona aktif.

"Hei, mumpung kalian disini, kurasa dibandingkan coklat kalian harus memberikan sesuatu yang lain. Lagipula ini valentine pertama kalian."

Kedua cowok malang itu hanya ber-huh ria.

"Dibandingkan Tukar Coklat, Hiasan Bunga, dan Pink, aku rasa mereka sangat mendambakan Merah, Kelopak mawar,... dan aksi ranjang."

Erwin langsung pasang wajah bego, sedangkan Levi memegangi perutnya supaya tak memuntahkan roti yang dimakannya tadi.

"Jangan gila, mata empat. Ini Eren yang kau bicarakan." geram Levi.

"Dia benar, Hanji. Armin itu orang yang tenang dan polos." bela Erwin.

Hanji makin nyengir. "Yang benar saja, Win. Asal kau tahu duanya itu benar-benar GANAS. Bahkan ganasnya melebihi cintaku terhadap eksperimen."

"Ganas dalam segi apa, mata empat sialan?" Levi makin panas dibuat temannya.

Hanji bertopang dagu sebentar, mencoba mencari kalimat yang tepat. Kebetulan, Petra baru selesai mengurus piket kelasnya dan lewat dari sana.

"AH, PETRA! KEMARI!" seru Hanji.

Petra dengan senyuman polos langsung menghampiri Hanji, tanpa tahu masuk ke perangkapnya.

"Nah, kau tahu kan Eren Jaeger dan Armin Arlert?"

"Ah, tahu banget malah!"

"Mereka berdua ganas kan?"

Levi dan Erwin menatap Petra beberapa saat, mengharapkan jawaban yang mendukung mereka bukannya Hanji. Tapi nyatanya lain.

"Ganas? Mereka itu liar, Hanji! Seluruh tubuhku sampai panas dibuat aksi mereka berdua."

That's it! Levi ngebirit ke jendela terdekat lalu muntah sepuasnya. Mungkin itu juga karena roti tadi tak jelas kadaluarsanya. Sedangkan Erwin kembali nangis-nangis sambil gigit lantai. Benar juga.. Petra itu Fujo.

"Tunggu dulu! K-Kau memangnya melihat mereka berdua?!" Levi mulai OOC.

"Mereka melakukannya nyaris tiap hari kok. Terkadang di lapangan dalam ruangan, terkadang di lapangan luar."

Hanji nyengir gaje.

"Apalagi biasanya Armin yang memimpin."

Erwin nangis seketika.

"Eren juga lancar dan sekaligus menikmatinya."

Levi diambang pingsan/koma.

"Ditambah lagi keduanya sangat bergairah!"

Hanji hanya makin nyengir kuda mendengar seruan Petra.

Erwin langsung pukul-pukul lantai. "Armiiinn! Apa kau begitu menginginkannya dariku sampai kau itu-ituin punya si Levi?! Kemana kepolosanmu naaakk!"

Levi juga pukul dinding. "Sial.. Apa selama ini aku kurang seksi dan posesif hingga Eren rela menerima punya si Arlert?!"

Hanji guling-guling nahan ngakak. Petra pasang wajah polos dengan senyum, menandakan dia tak tahu apa yang sedang terjadi. Kalau saja masih ada orang disekitar sana, sepertinya dia akan langsung minggat karena aura dari sana itu sangat aneh dan awkward.

"Kalau begitu kita tak punya pilihan lain! Kita akan pergi ke kota beli bahan coklat sekaligus perlengkapan persiapan untuk melakukan -piiiipp-!" seru Erwin.

"Tunggu dulu.. Tapi toko seperti itu kan khusus untuk 18 ke atas. aku masih 17." ujar Levi.

Keduanya terdiam sesaat lalu Levi kembali bicara.

"Suruh supirku saja. Aku yakin dia sudah berpengalaman."

Hanji benar-benar kepengen ngakak saat itu juga, sedangkan Petra masih muka polos tak berotak. (?)

"Ya udah! Makasih ya Hanji! Kau penyelamat hubungan orang sejati!" seru Erwin sebelum dia dan Levi berlari pergi.

Hanji akhirnya benar-benar tertawa lepas. "Makasih ya, Petra! Apalagi aku benar-benar terbantu karena kau selalu mengartikan BERSEMANGAT itu BERGAIRAH!"

Petra menggaruk pipinya pelan. "Maksudmu yang ganas itu waktu Eren dan Armin latihan volley kan?"

Petra memang ketua klub Volley tapi dia terkadang terlalu polos.

Hanji hanya mengiyakan perkataan Petra lalu melengos pergi. Petra juga tak tahu apapun lalu pergi dengan damai.

Tamat.

.

.

.

.

.

Oke.. belum selesai kok.


Erwin dan Levi duduk berdua di kursi kedua dalam mobil keluarga Levi. Lengkap dengan coklat, gula, madu, dan lain lain bertengger di garasi mobil.

"Anu tuan muda.. sebenarnya di toko ini.. apa kalian dua sudah dibolehkan..?" tanya supirnya yang heran.

"Bukan kami yang turun, tapi kau. Tolong belikan barang-barang ini. Juga kalau kau bisa, tambahkan saja benda-benda lain yang menurutmu cocok." Levi menyerahkan daftarnya dan kartu kreditnya.

Supirnya sweatdrop bukan main. Sekaligus bangga juga karena anak majikannya ternyata sudah gede begini. Dengan santai dia masuk dan setengah jam kemudian keluar dengan wajah kepiting rebus.

"Kok lama sekali, pak?" tanya Erwin.

"Tadi saya bingung juga mau pilih apa. Jadi aku meminta petugasnya saja yang memilih. Tapi biayanya jadi segini. Maafkan saya kalau harganya kelewatan, tuan muda."

"Nggak, itu nggak masalah. Kita pulang sekarang."

Si supir mengangguk lalu mulai kembali menyetir mobilnya. Tapi karena dia merasa harus mengatakan ini..

"Tuan muda.. Tuan Smith.. Kurasa kontrasepsi yang diberikan juga cukup jadi jangan dibuat hamil dulu ya."

Erwin langsung kejengkang dengan tak elitnya, sedangkan Levi kembali buka jendela dan memuntahkan roti tadi. Sedangkan sang supir cuman nyengir bersalah.

Sampai di rumah, Levi dan Erwin cepat-cepat masuk ke dapur dan mengeluarkan segala jenis alat dan bahan dibeli mereka. Keduanya serempak mengeluarkan smartphone touchscreen mereka lalu membuka resep-resep dasar.

Percayalah, baru kali ini Levi dan Erwin melewati 5 jam paling menyiksa di hidup mereka. Mau bilang apa? Keduanya gak bisa masak kok.

Mikasa, sang adik 'Corporal' baru saja pulang dari aktivitas klub sekolah, menenteng kantung belanjaan dan akhirnya mematung syok melihat dapur yang tak jelas lagi bentuknya. Yang membuatnya makin heran. Levi dan Erwin berbaring tak berdaya dengan wajah dan tubuh berlepotan segala bahan.

"Kak.. Kalau kalian mau pesta, gak usah di dapur juga. Gak bisa sewa tempat apa?" tanya Mikasa.

Levi langsung menjelaskan maksud mereka dan segala perjuangan mereka yang berakhir pada epic fail ini. Mikasa yang mendengarnya geleng kepala sendiri.

"Aku juga mau buat coklat sekarang biar tinggal kasih lusa. Ayo, kalian berdua kubantu."

Levi saat itu juga bisa saja sujud didepan adiknya. Meskipun Levi dan Mikasa sama-sama kalem dan dingin, tapi keduanya terkadang saling membantu.

"Tapi itu bukan berarti aku masih akan menyerahkan Eren padamu." geramnya galak.

"Memangnya aku juga bakalan membiarkanmu?" balas Levi dengan muka kelam.

Kedua Ackerman bersaudara itu langsung berpandangan dengan tajamnya, dan jangan lupakan aura kilat yang menyambar dengan derasnya. Erwin cukup menderita juga terjebak diantara.


Besok-besoknya, Levi, Erwin dan Mikasa muncul dengan wajah yang nyaris tak berbentuk lagi. Mikasa kini tahu mengapa 5 jam mereka itu sangatlah epic fail. Levi mencampurkan apapun yang dilihatnya, Erwin menyalakan ovennya terlalu panas atau bahkan tak dinyalakan sama sekali, intinya Mikasa hancur dibuat mereka.

"Woah, Mikasa.. apa kau segitu putus asa karena Eren digaet Levi?" tanya Ymir, begitu Mikasa masuk ke kelas.

"Yah, begitulah." balasnya pelan.

Gadis pirang yang selalu bersama Ymir hanya tertawa melihat tingkah laku Mikasa. "Sudahlah, Mikasa. Masih ada Jean yang melirikmu sejak lama."

Mikasa terdiam sebentar, memikirkannya. Dari kejauhan, Jean sudah berharap tinggi sampai Connie dan Sasha bingung dibuatnya.

"Gak ah. Aku gak suka Jean."

Kokoro seorang horse-face langsung sirna ditelan yang namanya 'PATAH HATI'.


Mari kita intip kelas Levi dan Erwin.

"Jadi kalian semalam bergadang demi buat coklat?" tanya Gunther.

"Kalian tahu kan kalau kalian tinggal mencairkan coklat, tambahkan pemanis sedikit lalu tuang dalam cetakan. Ini kok tampaknya kalian perang melawan anjing-anjing si Hanji?" tanya Oluo.

Levi dan Erwin berdesah bersamaan sambil mengucek mata mereka yang sudah hitam-hitam dibawah. Semalam juga bisa dibilang perang.

"Omong-omong Levi, pinjam pr matematika dong." pinta Eld.

Levi merongoh tasnya lalu menyodorkan buku yang tersampul rapi. Eld dan yang lainnya sudah antusias mau melakukan ritual seluruh pelajar di dunia ini, namun yang menjadi kendala itu..

"Kok kosong sih?"

Levi yang tadinya tiduran langsung bangkit dan menyambar kembali bukunya. Benar apa adanya yang dikatakan Eld. Hanya soal, tanpa jawaban.

"Ah, damn it!"


Hari yang melelahkan bagi mereka berdua, ada beberapa pr yang harus mereka kebut karena lupa dikerjakan dan mereka bahkan tak bisa fokus pada pelajaran lagi karena kurang tidur. tapi setidaknya besok valentine dan itu artinya mereka bisa menyerahkan coklat-coklat pembuat masalah itu. Sekaligus apapun yang sudah disarankan oleh Hanji.

Levi dan Erwin melewati kelas Eren dan Armin ketika kebetulan mereka mendengar suara mereka berdua.

"Menurutmu mereka membicarakan apa?" tanya Erwin.

Levi menaikkan kedua bahunya lalu lanjut berjalan. Tapi Erwin lebih memilih menguping saja, dan Levi tak punya pilihan lain dan akhirnya ikutan saja. Tampaknya kedua cowok manis itu sedang berduaan dan asik membicarakan sesuatu.

"Akhirnya semalam aku selesai juga. Mama yang membantuku."

"Lain kali jangan gegabah, Eren. Yang penting coklat itu tulus."

"Tapi kau tahu kan Levi-senpai itu seperti apa? Lagipula, satu langkah saja aku salah itu artinya aku tamat. Levi-senpai terkadang orangnya serius sekali dan bahkan tak terlalu menampakkan kami sedang dalam hubungan. Aku tak meminta banyak tapi aku kecewa."

"Apa yang kau bisa harapkan, Eren? Dia itu ketua osis yang serius kan? Kalau dia langsung mengumumkan hal ini ke satu sekolah, yang ada image miliknya bisa jatuh. Toh yang tahu hubungan kalian kan tidak satu sekolah."

"Benar juga. Tapi bagaimana denganmu dan Erwin-senpai?"

"Itu... Yah kami bisa dibilang baik saja. Dia orang yang baik dan manis. Tapi terlalu manis."

"Bukankah baik kalau begitu?"

"Mungkin ini aneh, tapi aku bisa sedikit iri padamu. Levi-senpai terkadang bisa terlihat lebih tegas, tapi Erwin-senpai terlalu lembut padaku. Aku ini seperti jelly agar-agar saja dibuatnya!"

"Hyahahahahaha! Kau itu kan rapuh, min! Tapi aku juga iri kok padamu. Aku harap Levi-senpai bisa sedikit manis padaku."

Percakapan itu tetap berlanjut dengan riang, tapi kedua penguping diluar terdiam mematung. Mungkin mereka akan menyesali keputusan mereka untuk menguping.

Tanpa banyak cakap, Levi langsung mengambil langkah pergi menjauhi Erwin yang menatapnya dengan heran. Erwin ingin saja membuka pintu itu dan menanyakan pada Armin apakah benar yang dikatakannya tadi. Tapi besok adalah Valentine. Dia tak ingin ada masalah sekecil apapun.

Sesampai di rumah, Levi memegangi coklat yang dibuatnya bersama adik dan temannya. Coklat itu memang tidak terlalu rapi. Tapi itu dia buat demi Eren juga. Tapi mengingat bagaimana tadi Eren mengomentarinya, itu terlalu menyakitkan.

Dengan emosi, dicampakkan coklat berbentuk hati itu keluar jendela. Levi tak peduli apakah penjaga kebunnya akan menemukannya lalu membuangnya atau coklat itu patah dan takkan ditemkan lagi, atau apapun lah itu. Pikirannya terlalu penuh.

Levi langsung merebahkan diri di kasur king sizenya. Tanpa berganti seragam dan langsung saja menutup mata dan membiarkan semuanya lewat. Persetan dengan Valentine dan coklat, pikirnya. Persetan dengan usul gila Hanji. Dia hanya ingin menenangkan diri saat itu.

Memang betul juga apa kata Eren. Dia bukan tipe yang selalu mengirim pesan atau menelepon pacarnya. Palingan beberapa hari sekali, dia hanya mengirimkan pesan singkat menanyakan apa yang dilakukan Eren. Dia juga tidak terlalu sering mengajak Eren ketemuan.

Kalaupun Levi dan Eren pulang bersama, palingan hanya kecupan singkat lalu pergi. Tapi mereka juga jarang pulang bersama. Biasanya Eren dengan Armin dan dia dengan Erwin.

Beberapa jam berlalu, pintu kamar Levi diketuk. Tak ada balasan karena sang pemilik kamar terlalu sibuk tidur dan dibuai mimpinya. Sang pengetuk dengan perlahan masuk, meletakkan sesuatu di atas meja belajar Levi dan pergi lagi.

Sementara itu juga dengan Erwin, dia duduk di sofa kamarnya memikirkan kembali perkataan Armin.

Tiap hari, mereka selalu bertukar sms, teleponan atau juga chatting di sosmed. Kalau Armin tak bersama Eren, maka Erwin dengan senang hati menemaninya berjalan, meskipun itu artinya dia juga harus capek jalan ke rumah Armin lalu ke rumahnya.

Tiap minggu atau tiap 3 hari sekali, Erwin sudah rutin mengajak Armin kencan. Tiap kencan selalu di cafe atau restoran yang bagus. Erwin juga memperlakukan Armin dengan perlahan, seanggap menganggap dia itu anak-anak.

"Kurasa Armin benar. Aku terlalu berlebihan padanya." gumamnya, sambil mengusap rambutnya.

Pandangannya diarahkannya ke arah acak di sekitar kamarnya, lalu pandangannya menangkap sebuah kantungan di sudut ruangan. Wajahnya kembali memerah. Itu bungkusan 'penyelamat hubungan' by Hanji Zoe.

"Kalau Armin berpikir aku ini terlalu manis.. Akan kutunjukkan kalau aku ini bisa jadi liar sepertinya dengan Eren! Pokoknya dia gak bakalan kubiarkan lagi sama Eren gituan!" jeritnya.

Nak, are you really buying that nonsense? =_="


Besoknya, Erwin heran kenapa Levi belum sampai juga di sekolah. Memang betul masih ada lebih dari setengah jam sebelum kelas dimulai. Tapi Levi biasanya mendahului Erwin. Tak pernah terlambat.

Dengan cepat, Erwin menelpon lagi supirnya dan langsung tancap gas ke rumah Levi. Ternyata Levi masih berbaring tidak jelas di kasurnya, masih dengan seragamnya yang kemarin. Kemampuan tidurnya sedikit bisa dipertanyakan.

"Woi, bangun! Kau ini apaan sih?!" seru Erwin sambil menarik kaki Levi sampai dia jatuh terjembab.

"Ck! Apa maumu!" dengus Levi kesal.

Meskipun dengan tidur lama itu, mata Levi masih dalam kondisi mata panda. Tidurnya benar-benar tak nyenyak.

"Kau masih stress dengan ucapan Eren semalam?"

"Ooh, i don't know, Erwin! Menurutmu gimana?" tanya Levi sinis, memutar kedua bola matanya.

Erwin menghela nafasnya lalu dengan pelan menjewer kedua pipi sang ketua osis.

"Kau ini pendek dengan muka stoic, tapi kalau bisa kau ini terlalu kekanak-kanakan!"

"L-LEPASIN, WOY!"

"Dengar, Levi! Kau sudah bersama Eren setidaknya nyaris setahun dan ini valentine pertamamu. Ini juga berlaku untukku. Tapi kalau kau bukannya mencoba memperbaiki apa yang dikomentari Eren dan hanya menepisnya jauh-jauh, yang sakit itu bukan hanya kau saja!"

Levi terdiam mendengarnya. "Gak tahu ah, Win. Aku bisa gila dibuatnya."

"Yah.. Kurasa cinta itu memang gila. Tapi patut diperjuangkan, Levi." ucapnya tersenyum. "Lagipula kalau kau sejak awal tak mau berjuang, jadi kenapa repot pacaran dengan Eren? Kenapa Eren?"

Levi terdiam kembali dibuatnya. Mungkin sense miliknya sudah kembali sadar dibuat temannya.

"Lagian kau mau Eren jadi sarana si Armin terus?"

"Tunggu dulu, kau masih percaya omong kosong itu?"

"Kau dengar sendiri dari Petra kan?"

Levi ingat lagi. Benar juga kalau Petra memperkuat perkataan Hanji.

Erwin tersenyum lalu membantu Levi berdiri. "Cepat siap-siap! Nanti kita telat."

Levi langsung berlari menyusun bukunya sesuai roster hari itu dan turun duluan mendahului Erwin.

"W-WOY! Kau gak mandi?!" tanya Erwin shock.

"Aku gak bau kok! Lagian bajuku juga gak kotor!"

Erwin berdiri mematung dengan wajah dumbfounded. "Setidaknya pakai parfum dan deodorant milikmu.." gumamnya stress.

Di mobil, Levi mengecek kembali isi tasnya dan memastikan apa yang dibawanya sudah benar semua. Tapi indra perabanya bisa merasakan sesuatu yang tak ada dimasukkan Levi tadinya. Itu coklat buatannya yang dibuangnya ke luar kemarin. Di kotak coklat itu, tertempel catatan yang berisikan..

Berjuanglah sedikit, kak.

Atau tidak, Eren akan kujadikan milikku.

-Mikasa-

Levi terbengong sendiri membaca catatan kecil itu, lalu tersenyum. Adiknya memang membantu.

Keduanya sampai di sekolah tepat waktu... untuk dihukum karena terlambat 2 menit. Terlambat di hari Valentine.

Oh, well.. cinta itu menyusahkan.

"Kerja bagus kalian berdua. Ini telat pertama kalian berdua dalam 3 tahun ajaran ini." sindir Hanji.

"Diamlah, mata empat. Kau tidak tahu masalah kami apa." gerutu Levi.

"Bingung nentuin pose apa sama pakai alat apa?"

Levi menyemburkan air minumnya, Erwin kejungkal kembali, dan yang lainnya facepalm semua.

"Jadi gimana kalian habiskan valentine hari ini?"

Erwin berpikir sebentar. "Ya pokoknya nanti kuusahakan greget lah."

Kali ini, Levi facepalm sendiri.


Pulang sekolah, keduanya langsung mulai merencanakan segala hal yang diperlukannya. Sementara itu bersama Eren dan Armin.

"Min, kay yakin kita tukaran coklat bersama?"

"Iya, aku sudah bilang ke Erwin-senpai kok."

"JADI INI KITA KOK SAMPAI SEJAM NUNGGU MEREKA?!"

Keduanya duduk di bawah pohon di halaman sekolah. Armin nyengir sweatdrop, benar juga kalau mereka sudah menunggu lama. Tiba-tiba ada pesan masuk di ponsel Armin.

From: Erwin
Sub : -

Nanti jam 7 malam, temui aku di rumahku. Orangtuaku keluar.

-end-

Armin menaikkan alisnya. Ini kok tiba-tiba janjian malam.

Ponsel Eren juga ikut berbunyi.

From: Levi-san
Sub : -

Jam 7, datang ke rumahku. Orang tuaku pergi. Mikasa juga udah kuusir.

-end-

Eren dan Armin sweatdrop berat dibuat pesan Levi.

"Yah, apa boleh buat. Kalau gitu ayo pulang." ujar Armin.

Beberapa jam kemudian, seperti yang sudah dijanjikan, Armin kini sudah didalam rumah Erwin. Hanya ada pelayan-pelayan.

"Tuan muda ada dikamarnya. Kami bisa mengantarkan anda."

"A-Ah, tak usah. Aku tahu kok dimana kamarnya." tolak Armin pelan.

Armin langsung melangkah ke kamar Erwin. Di ketukkannya kepalan tangan kanannya ke kayu berwarna putih itu dan mendapat sahutan yang menyuruhnya masuk.

Begitu pintu dibuka, Armin heran sendiri dibuat apa yang dilihatnya. Cahaya lampu dimatikan dan hanya lilin-lilin merah menerangi suasana. Banyak sekali kelopak mawar di lantai berkarpet dan tempat tidur ditata dengan kelopak yang serupa.

"Kau sudah tiba."

Jantung Armin nyaris copot melihat Erwin dengan kemeja putih setengah kusut dan 3 kancing terbuka, beserta celana hitam dan tanpa sepatu atau kaos kaki. Rambutnya yang selalu disisir rapi diacak dengan gaya tertentu.

"S-Senpai sakit ya?" tanya Armin gugup.

"Hahaha, kau lucu sekali, Armin." Aslinya Erwin sudah ingin membenturkan mukanya ke dinding.

Armin mulai tak nyaman dengan atmosfer ruangan itu. Apalagi dengan parfum aneh yang dipakai Erwin.

"A-Anu.. Lampu kamar senpai rusak ya? Sampai harus pakai semua lilin ini."

Erwin makin ingin membantingkan mukanya ke dinding. Tapi itu semua ditahan jauh-jauh saja.

"Duduklah Armin."

Armin melihat sekitarnya. Sofa yang biasanya di kamar Erwin juga tak ada lagi.

"Di tempat tidur saja."

Armin mengangguk cepat lalu duduk di sisi kasur Erwin dan meletakkan tasnya di pangkuannya.

"Oh iya, senpai!"

Armin dengan cepat membuka tasnya dan mencari-cari sesuatu, kemudian mengeluarkan coklatnya dan menyodorkannya didepan Erwin.

"Happy Valentine, senpai." ucapnya sambil menyunggingkan senyum manis.

Erwin sendiri terdiam tertahan melihat Armin dengan senyum itu dan ditambah dengan atmosfer tertentu itu dari kamarnya.

Tanpa Erwin sadari, dia sudah mendorong Armin ke kasurnya, dengan dia diatas dan Armin dibawah. Wajah Armin makin merah gak karuan.

"S-S-S-Senpai... K-Kurasa kau memang demam.." Armin makin ketakutan sendiri.

"Oh ayolah, Armin. Hentikan sifat lugu itu." ucapnya tersenyum lalu berbisik di telinganya. "Kau menginginkan sesuatu dariku kan?"

Jantung Armin berpacu dengan cepat. Beberapa hari dia tak bertemu Erwin dan tiba-tiba pacarnya kok jadi gila seperti ini?

Armin mencoba berontak sedikit dan tidak sengaja menyenggol kantungan nista yang dibeli Erwin bersama Levi kemarin hari. Melihat isinya, Armin malang makin ketakutan.

"Aku membelinya untuk kita. Kau menyukainya kan?" Erwin memaksakan senyum menggoda di mukanya.

1

2

3

4

5

"AAAAAHHHH! TOLOOOONNGGG!"

Armin tak tahu mau berbuat apa lagi dan otomatis mempraktekkan 'Headbutt' ke arah Erwin, menyambar tas dan coklatnya tadi lalu cepat-cepat melarikan diri dari TKP. Erwin hanya bisa pasang wajah bego.

"K-Kurasa tuan Arlert belum siap ya?" suara pelayan terdengar dari luar kamar Erwin.

"Mungkin tuan muda terlalu ekstrim?" tanya pelayan yang lain.

Saat itu juga, Erwin sangat ingin lompat ke danau. Mungkin dia lebih baik tak menuruti apa kata Hanji.


Sementara itu di waktu yang sama, di kediaman Ackerman..

Begitu pintu dibukakan untuk Eren, dia mengira palingan pelayan yang membukakan. Tapi itu tak lain dari Levi sendiri.

"EREN-CHAN~~"

Pelukan kuat langsung ditujukan bagi Eren yang tak tahu apapun.

"W-Waah! L-Levi-san?! K-Kau.. S-Siapa yang meracunimu?!" jerit Eren panik.

"Hehe~ Maksudmu apa, Eren-chan?" tanya Levi dengan nada manja, plus kedipan sebelah mata.

"T-Tuh kan! Kau tak seperti dirimu hari ini, Levi-san! K-Kau sakit?"

Levi memaksakan tawa yang begitu enjoy, dan jelas-jelas terdengar fail bagi Eren.

"Ayolah~ Aku sudah membuatkan makan malam~"

"L-Levi-san.. kumohon hentikan nada bicara aneh itu.." Eren benar-benar ketakutan dibuatnya.

Levi menarik Eren ke ruang makan. Meja penuh dengan makanan-makanan dan di kursi Eren ada bunga mawar, kartu valentine dan berbagai macam hadiah. Eren manggap di tempat.

"Ayolah duduk~ Ini spesial untukmu lho~"

Senyuman imut Levi bisa dibilang lumayan berhasil, tapi tetap saja membuat Eren super ketakutan. Apakah Hanji yang meracuninya, pikirnya.

Levi dan Eren bersamaan duduk, tapi Eren merasakan ada yang aneh dari kursinya. Ternyata itu bando dengan telinga anjing.

"Levi-san.. ini apa..?"

Levi juga langsung memakai bando tapi kali ini dengan telinga kucing.

"Hehe, ini penambah suasana~ Kamu jadi anjingnya, lalu aku jadi kucingnya~ Eren-nyaann~~"

Mulut Eren terbuka dengan sempurnanya. Bisa saja tangannya refleks melemparkan piring didepannya ke muka Levi demi menyadarkan dia. What the hell is happening anyway?

"L-Levi-san.. Aku rasa memang ada yang salah darimu.." Eren meletakkan telinga anjingnya lalu bangkit dengan perlahan.

Tapi Levi juga dengan cepat mendekati Eren dan bergelayut dengan manja. Eren sudah sangat ketakutan dan diambang pingsan.

"Eren-nyaann~~ Aku ingin Eren-nyan~~"

Eren sweatdrop. "A-Aku disini kan, Levi-san?"

"Bukan disini~~" Lalu Levi pasang wajah flirting sekaligus wajah cute. "Tapi di tempat tidur."

All hell break loose. Eren makin panik lalu segera keluar tanpa lupa membawa tasnya ikut serta dengannya. Levi yang ditinggalkan hanya mematung sendirian.

"Apa ini karena aku tak pakai ekor kucing bersama kostum maid nya?" gumamnya. "Atau mungkin harusnya aku anjingnya dan pakai rantai?

Nak, hentikan itu..


Kedua korban itu berlari ke arah acak hingga akhirnya saling menabrak satu sama lain.

"E-Eren?! Kau tak bersama Levi-senpai?" tanya Armin setengah menjerit.

"A-Aku bahkan tak yakin bisa bersama dengannya setahun ini!" balas Eren merinding. "Kau sendiri?"

"Mungkin aku trauma dibuat dunia ini (?) " ujarnya lemas.

Keduanya berjalan bersama didalam kegelapan malam yang hanya diterangi satu atau dua lampu jalanan, menceritakan entah apa yang terjadi ketika di rumah pacar masing-masing.

"Menurutmu mereka diracuni Hanji-san?" tanya Eren.

"Mungkin saja. Atau mereka PMS?" Armin mulai ngaco.

Tiba-tiba, erangan dari perut Eren mulai naik ke permukaan. Dari rumah dia memang tidak makan.

"Kurasa aku tak bisa tukar coklat dengan Levi-san. Mau ke cafe sambil tukaran coklat?"

Armin mengangguk antusias. "Lagipula gak mesti tukaran dengan pacar toh."

Kedua sohib itu berjalan penuh damai. Sedangkan kepada dua sohib yang sudah dinistakan oleh ilmuan muda itu juga bertemu bersamaan, kali ini sudah dengan tampang normalnya.

"Sudah kubilang perkataan Hanji itu omong kosong semua!" seru Levi. "Aku tadi nyaris memakai baju cewek dan aku memakai nada bicara aneh itu!"

"Aku juga sampai encok menghidupkan ratusan lilin itu dan mencabuti kelopak mawar itu.." Erwin pingin nangis lagi.

Levi menghela nafasnya dengan kesal. "Ayo cari mereka berdua dulu. Kita selesaikan omong kosong ini sekarang."

Kedua seme yang gagal itu berlarian sana-sini di malam yang dingin selama sejam penuh sampai kehabisan nafas.

"Mereka tak ada di rumah, ponsel juga tak diangkat. Aaah! kacau!" seru Erwin kesal.

Levi hanya diam melipat tangannya ke dada dan mengetukkan jarinya dengan cepat. Dilihatnya cafe di seberang jalan. Cafe itu sepi dengan hanya 2 orang pengunjung. Salah satunya pirang dan yang satu lain brunette.

Levi awalnya diam saja menatap mereka terus sampai beberapa menit kemudian dia nyadar kalau kedua orang itu yang mereka cari dari tadi.

Tanpa tunggu, keduanya langsung masuk cafe itu. Eren dan Armin yang tadinya asik menyantap makan malam dan berbincang ringan kini kembali panik dengan kembalinya dua orang gila itu.

"W-WAA! MEREKA DISINI!" Jerit keduanya serempak.

"T-Tunggu! Kami bisa jelaskan!" seru Erwin panik.

"Y-YANG ADA KALIAN PASTI MENYERET KAMI LAGI!" jerit keduanya serempak lagi.

Levi dan Erwin sweatdrop berat. Apa mereka segitu parahnya sampai mereka segini ketakutan?

Dengan pelan dan sangat singkat kata, Levi menjelaskan semuanya. Erwin juga membantu sedikit. Sampai akhirnya semua ini mengarah ke penyelesaian.

"Kakak kelas ternyata kurang kerjaan nguping adik kelas." komentar Eren, tepat menusuk Erwin dan Levi.

"Tapi dengan tiba-tiba seperti itu, kalian bukannya mencoba meluruskan hubungan tapi yang ada membuat kami trauma." kata Armin.

"Dan sedikit jijik juga." komentar Eren, lagi-lagi menusuk.

"T-Tapi kami juga sedikit tersesat arah sih." gumam Erwin.

"Hanji dan Petra bilang kalian begitu putus asa menginginkan hubungan tingkat lanjut seperti itu sampai kalian dua saling melakukannya! Ya jelas kami akan melakukan apapun demi menyudahinya!"

"Petra bilang kalian itu liar! Apalagi Armin yang memimpin dan Eren tampaknya menikmatinya! Kalian terkadang melakukannya di lapangan dalam dan juga diluar! Dan kalian dua juga bergairah!"

Armin dan Eren langsung kejungkal. Too much OOCness from Levi and Erwin.

"P-Petra-san berkata itu?" Eren bangkit sambil memperbaiki rambutnya. "Perkataan segi mana tuh?"

"M-Mungkin maksudnya waktu kita main Volley? Dia kan selalu mengartikan Semangat itu Bergairah." Armin sweatdrop.

"B-Benar juga." Eren ikutan sweatdrop.

Levi dan Erwin menggerutu kesal bukan main. "Awas kau Hanji.."

Keempatnya saling berpandangan diam lalu tiba-tiba Eren mulai tersenyum lalu tertawa kecil. Tawa kecil itu dilanjut oleh Armin kemudian Erwin dan berakhir pada senyum dan dengusan pelan dari Levi. Mungkin hubungan mereka akan tetap berjalan normal.

.

.

.

"jadi bagaimana kau dengan Erwin-san sekarang?"

"Setidaknya kini aku merasa dianggap sedikit dewasa. Kau dengan Levi-senpai?"

"Jauh lebih baik. Tidak begitu diam seperti sebelumnya."

"Hahaha, valentine kemarin benar-benar berkesan. Paling berkesan."

"Setidaknya kita berempat benar-benar jadi tukaran coklat bersama kan?"

"Aku tak tahu kalau Erwin-senpai pembuat coklat yang baik"

"Levi-san juga membuat coklat yang manis."

.

.

-Owari-


-OMAKE-

Besoknya di sekolah, Hanji nyengir kuda begitu mendekati Levi dan Erwin.

"Kujamin semalam adalah Valentine kalian yang paling berkesan." ujarnya. "Aku hanya makan coklat bareng anak-anak kesayanganku.." gumamnya miris.

Erwin tersenyum dengan normalnya. "Iya, memang paling berkesan. Apalagi berkatmu, Hanji."

Inner Hanji sudah tertawa dengan nista. 'Wah, kalian jatuh ke perangkap nistaku.'

"Apalagi kau membuat mereka ketakutan setengah mati, mata empat." gerutu Levi. "Yang serius saja, volley?"

Hanji terdiam sebentar lalu kembali tertawa lepas. "Hahahahaha! Setidaknya aku menciptakan valentine paling gila buat kalian kan?"

"Benar juga sih.."

Setidaknya tak ada acara smackdown dan yang ada hanya damai saja.

.

.

.

-OWARI-

.

.

RnR please?