-Two Ice, Too Much :
'ELEGI(T)'-
Disclaimer : Saint Seiya © Masami Kurumada
The OC belongs to me
...
...
...
...
...
Special Thanks : EXO-LOTTO © SM ENTERTAIMENT
Aquarius Gaiden SS TLC © Shiori Teshirogi
...
...
...
...
XXX
Bagian I : Perempuan Tanpa Nama.
Camus menatap ke kanan kiri. Dia melirik semua orang di hadapannya. Suasana pesta ini bisa dikatakan lebih dari sekedar 'mewah'. Blazer yang melekat di tubuhnya nampak sempurna. Milo bercengkrama dengan orang lain. Dia selalu akrab dengan suasana pesta meski yang klasik sekalipun. Camus bisa bernafas tenang.
Dirinya yakin kalau menghadiri pesta di Prancis yang masih kental akan budaya dan karya seninya bukanlah selera setiap orang. Kecuali yang berkelas tinggi. Tapi bagi Milo, baginya itu sesuatu yang 'lucu' dan unik –bukan mengejek-. Bahkan dia mampu bercanda dengan seniman dan musisi akustik.
Di Prancis, bahkan seniman jalanan sekalipun –kalau tidak mau disebut pengamen- memiliki selera seni yang luar biasa. Camus memakai topengnya.
["Milik siapa?"
Camus menaikkan alisnya. Menatap pria bertopeng di depan mereka. Pope Shion hanya tersenyum. Dia menatap Aquarius di hadapannya dengan penuh pengertian. "Punya Degel.. 'kakak'mu.."
Camus menatap topeng abad 17-an tersebut dengan pandangan datar. Ada sedikit es di sisi-sisinya. Ini memang milik'nya'. Milik Degel. Saint Aquarius berambut hijau sebelum dirinya.
"... Jadi..?"
"Kau dengar soal pesta yang diadakan Lady Patricia? Kurasa kau sudah-"
"Tidak."
Oke, Shion merasa dongkol. Camus menjawabnya dengan tatapan tak berdosa. Milo yang melihatnya tertawa terbahak-bahak. Tidak tahan dengan adegan seperti ini.
"Aku akan minta Madame Jacqueline untuk mencari informasi," ucap pria berambut hijau itu pada akhirnya. Kasihan juga jika Shion dibuat pusing. Urusannya banyak.
Pope Sanctuary itu mengangkat wajahnya kembali. Berseri.
"Ah~~ cucuku pengertian~~.."
"Dohko saja tidak mau dianggap kakek-kakek. Kok kamu malah ingin sih, Pope?" tanya Milo sambil menyilangkan tangannya di belakang kepala. Bersiul.
Shion dongkol lagi.
Tapi wajahnya kembali serius.
"Lady Patricia dicurigai merupakan seorang kepala mafia pejudi. Aku tidak tahu kenapa, kau bisa katakan itu bukan urusan kita.. tapi sepertinya dia punya kaki tangan lain seperti Specter.. atau malah dia sendiri. Aku ingin kau dan Milo pergi kesana dan memeriksa.."
Camus mengangguk-angguk paham. "Kamu memilih saya karena saya berasal dari Prancis?"
Shion mengangguk. Kepala hijau Camus menunduk sejenak. Dia mengelus dagunya. "Dohko pernah cerita soal Degel yang menyelidiki pesta Lady Garnet.. saya curiga ini merupakan hal yang sama.."
"Itu juga yang ada di pikiranku.." ucap Pope Sanctuary berumur ratusan tahun di hadapannya. Shion mengedikkan bahu.
"Tunggu! Kalau misalkan ini memang sama seperti Degel yang menyelidiki pesta Lady Garnet. Lalu kenapa aku juga ikut?" tanya Milo. Dirinya tidak habis pikir.
"Karena Kardia saat itu sakit parah begitu ditinggal Degel.." jawab Shion dengan nada tidak berdosa. Sama halnya dengan tatapan Camus. "Aku takut kamu bernasib sama."
"Tapi aku kan tidak punya penyakit jantung.." kata Milo sambil memanyunkan bibirnya. Kesal. Dia menatap ke arah lain.
"Kamu tidak mau bersama Camus?"
"Tentu saja aku mau.. tapi pesta.. dan karya-karya seni itu.. tidak cocok untukku.." ujar si Saint Scorpio.
Shion hanya tersenyum kebapakan. Dia terkekeh. "Kamu pasti akan cocok.."]
Orang tua memang punya ilmu yang luar biasa. Begitu pikir Camus. Karena semua perkataan Shion benar terjadi. Rasa-rasanya satu beban besar seperti baru saja diturunkan dari kepala pria itu. Saint Aquarius itu mengambil wine. Meminumnya perlahan.
DEG.
Camus menoleh. Dia terdiam.
Ada seorang gadis berambut pirang panjang. Memakai topeng, bergaun biru berjalan melewatinya dengan anggun. Pria itu berkedip. Sesuatu terasa lain.
Kulitnya begitu pucat seperti marmer. Bahkan terlihat mengerikan. Tapi wajahnya cantik. Figur rampingnya sangat tinggi. Bersanding dengan para model majalah Vogue. Tidak, gadis itu sejak awal memang model.
Lihat saja dia langsung melenggang ke arah sekumpulan gadis muda berbaju bagus. Bercengkrama dengan mereka, bahasa Prancis wanita itu pun fasih. Tapi dia sama sekali tidak terlihat seperti orang pribumi..
Apa itu..
Amerika?
Milo menaikkan alis saat merasakan ada hawa dingin melewati tubuhnya. Dia berpikir itu Camus. Sedang ingin mengajaknya ke suatu tempat, tapi ternyata bukan. Ada orang lain selain pria itu yang memiliki hawa dingin.
Mata Milo dengan jeli menemukan siapa si empunya. Dan dia tampak kalem. Seperti mengetahui segala atau apapun yang baru saja terjadi. Camus menaikkan alis.
"Milo?"
"Ya?"
Pria itu melirik kanan-kiri. Mengamati Milo dari atas sampai bawah. Bahkan tangannya mengecek suhu di kening pria itu.
"Kamu tidak panas.."
"Berisik!"
Milo langsung menepis tangan Camus. Sementara yang dikatai cuek saja. Beberapa orang yang melihatnya tertawa kecil. Termasuk gadis itu.
Perempuan itu.
"Dia bukan Lady Patricia loh.." kata Milo sambil mengingatkan. Melihat Camus memerhatikan gadis itu dengan tatapan jeli. Sudut matanya meruncing. Tatapannya tidak santai. Seakan-akan mengamati mangsa. Sahabatnya Cuma bisa menghela nafas.
Siapapun tahu kalau Camus lebih dingin dari Degel.
"Menurutmu.. dimana Lady Patricia berada?" tanya Camus sambil menoleh pada Milo. Dia mengerjapkan matanya.
Kepala ungu megar itu terdiam. Dia mengamati kondisi sekeliling, tangannya yang memegang gelas limun meminumkan liquid itu ke mulutnya perlahan. Sembari berpikir. "Kau tahu, Mus? Gedung ini begitu luas, dan megah, kurasa ada banyak ruangan rahasia di sekitar sini yang bisa kita periksa."
"Begitu?" tanya Camus. Dia mengangguk pelan sambil mengelus dagunya. Argumen Milo masuk akal. Lagipula mereka berani bertaruh kalau Lady Patricia ada di sekitar sini. Tempat ini terlalu ramai, lagipula, sudah adab orang berpendidikan untuk menerima tamu secara langsung –bahkan penjahat sekalipun pasti akan melakukannya-.
Musik klasik mengalun. Beberapa orang berdansa. Milo mulai bercanda lagi dengan para musisi sambil mencoba bermain dengan alat-alat musik mereka. Camus mengumpulkan fokusnya. Dia berpikir.
Dirinya tidak pernah bisa santai dalam keadaan serius.
Semuanya, di pesta ini tidak ada satupun yang 'berbeda'. Semuanya terasa familiar. Musiknya, orang-orangnya, pestanya. Sama persis seperti kesaksian Dohko yang ingatannya masih tajam soal cerita Camus –karena dirinya tidak mau dianggap orang tua (p.s : ciri orang tua adalah lupa ingatan alias pikun) keberadaan Milo yang memang sengaja ditempatkan disini. Demi kepentingan bersama –sekarang Camus berharap sahabatnya tidak terkena serangan jantung dadakan-.
Semuanya sama. Termasuk pakaian yang dikenakannya, dan topengnya.
Kecuali 'gadis itu'.
Camus tahu apa saja nama atribut dalam pesta ini. Nama alat-alat musiknya. Nama minumannya. Lagu yang disenandungkan. Makanannya. Sebagian besar orangnya. Bahkan arsitekturnya.
Kecuali gadis itu.
Perempuan itu adalah elemen yang tidak dia tahu. Elemen yang baru. Yang tidak memiliki kehadiran di masa lalu Camus.
Dia sama sekali bukan Flourite. Lady Seraphina. Ataupun Lady Garnet..
Bukan pasukan kotak permata yang disimpan di mansion ini. Apalagi penjelmaan gurunya yang kembali awet muda seperti terlahir kembali –Camus bahkan tidak ingat memiliki guru-. Mustahil.
Gadis itu adalah variabel terikat. Tidak. Dia adalah hipotesa nol.
Seorang wanita tanpa nama.
-TBC-
Author Note :
Kembali lagi sama saya yang merevisi cerita ini. /dilempar linggis/
Mahap kalo jadinya semacam flash fiction. Saya merubah formatnya menjadi seperti ini karena benar-benar sibuk untuk sekedar menulis cerita –bisa menulis saja sudah alhamdulillah-.
Maaf sekali kalau mengecewakan.
Kalian bebas nge-flame Shakazaki dengan apapun yang kalian mau. Author gak tahu diri lah. Apalah. Terserah.
Sekian dari saya. Maaf sekali kalau mengecewakan (edisi dua).
Salam kompor gas.
Shakazaki Rikou.
See you next chapter!
