Hollah everybody :D

Saya, Uchiha Yuki-chan, mempersembahkan –cuih!- sebuah karya fiksi baru dari saya. Dan oh ya, disini tak ada humor. Maaf, saya sekarang lagi gak semangat buat humor. Garing aja kayaknya T.T

Ini adalah fiksi tanpa humor saya untuk pertama kalinya. So, mungkin akan terasa abal, nista, ancur, whatever and however. Your suggestion should be useful for me :D

-oOo-

Naruto©Masashi Kishimoto

Dark Blood©Uchiha Yuki-chan

Rated: T is enough

Warning: AU, OOC. Don't like? Click 'back' button

-oOo-

Lelaki berambut hitam itu menatap pemandangan di luar kaca pesawat yang ia tumpangi. Gelap. Keadaan di luar sana gelap. Ah…bukan gelap. Hanya saja kelam. Berkabut. Dan ia berkali-kali melihat kilatan cahaya udara sebelum ia mendengar suara gemuruh.

Mungkin beberapa saat lagi akan turun hujan.

"Hm…hm…nananana…."

Kenikmatan lelaki bermata onyx untuk menatap cuaca di luar sedikit terusik oleh gumaman yang keluar dari mulut lelaki berambut pirang yang terduduk tepat di sampingnya itu.

Lelaki yang telah menjadi teman, sekaligus rivalnya itu, kini bersandar nyaman ke kursi dengan mata terpejam. Kedua telinganya tersumpal oleh benda elektronik yang bisa mengeluarkan bunyi dari berbagai macam musik yang disukainya.

"Che!" lelaki berambut hitam itu mendecak kesal.

"Ada apa, Sasuke?" tanya pemuda berambut pirang itu. Kedua matanya telah terbuka, menunjukkan warna biru cerah yang terpantul dari kedua pupilnya.

Sedangkan lelaki yang bernama Sasuke itu hanya melengos saja. Bagi pemuda bermata biru itu, jika Sasuke melengos, sama saja ia tak akan mendapat jawaban.

"Ngomong-ngomong, lama sekali kita sampai, yah?" gumam Naruto sembari sesekali melirik pada gadis berambut merah muda yang tertidur pulas di deret seberang. Seorang gadis lain, yang berambut kuning pirang, masih terjaga dengan kedua matanya yang menatap pada sebuah majalah fashion yang terbuka di tangannya.

"Come on, Naruto, kita baru beberapa jam saja ada disini," pemuda lain dengan rambut yang terkuncir sedemikian rupa, hingga jika diperhatikan benar-benar, kunciran itu akan berbentuk menyerupai nanas. "Lagipula, apakah kedua matamu tidak bisa melihat keadaan di luar? Kau pikir pilot pesawat ini cukup bodoh untuk menerbangkan pesawat dengan kecepatan maksimum di cuaca begini?"

"Heh, ya. Aku kalah denganmu," Naruto menyeringai kecil. Memang, berdebat dengan seorang Nara Shikamaru bukanlah ide yang baik.

"Aku heran, mengapa tim pengamat cuaca bisa salah memprediksikan cuaca hari ini yah?" tanya Naruto berpikir serius.

"Heh, kupikir kau tak tahu bahwa ini adalah salah satu dari effect negative dari global warming," ujar pemuda berambut hitam yang sedari tadi memilih diam.

Naruto kembali terdiam. Ia kembali memejamkan mata sembari mendengarkan berbagai macam nada yang keluar dari alat elektronik itu.

Beginilah, berdekatan dengan orang-orang jenius terkadang sangat dibenci Naruto. Itu akan membuatnya semakin tampak bodoh.

Ini adalah tugas international pertama kali yang dijalankan oleh Naruto. Jika Sasuke dan Shikamaru sih, tak usah ditanya lagi. Mereka berdua telah berkali-kali dikirim ke Negara yang sedang mengalami konflik.

Tembakan, bom, peluru, dan korban, bukanlah suatu hal yang aneh bagi mereka yang berprofesi sebagai anggota militer.

Kali ini juga, mereka sekarang berada di dalam sebuah pesawat yang akan mendaratkan mereka ke suatu Negara di Timur Tengah.

Naruto sudah sering mendengar, bahwa negara-negara di kawasan Arab itu kerap kali mengalami konflik.

Ah, sudahlah. Buat apa memikirkan semua ini? Ini semua kan sudah sesuai dengan apa yang dicita-citakan Naruto sejak kecil? Menjadi pahlawan yang akan disanjung oleh semua orang. Berguna bagi nusa dan bangsa. Meskipun terdengar sangat childish, tapi Naruto memegang kuat keinginan itu.

"Apakah kita sudah sampai, Ino?" sebuah kalimat yang terucap lirih bersamaan dengan keluarnya karbondioksida dari mulut gadis berambut merah muda itu.

Sedangkan gadis yang ditanya hanya menggeleng tanpa menoleh. Jika ia sudah memegang pada semua benda yang berbau fashion, tak akan ada apapun yang bisa membagi konsentrasinya.

Ino dan Sakura. Mereka memang bukanlah pasukan khusus seperti Naruto, Shikamaru, maupun Sasuke. Sakura adalah dokter yang dikirim untuk merawat pasukan yang berjuang di negara yang tengah konflik, dan Ino adalah perawatnya. Keduanya masih muda dan cantik, namun anehnya, sampai sekarang juga tak ada pria yang memiliki mereka.

Mendengar reaksi singkat dari rekannya itu, Sakura kembali memejamkan mata. Ia sedikit melorotkan tubuhnya, mencari posisi nyaman untuk bersandar di kursi itu.

Suara guntur yang cukup menggelegar, cukup membuatnya terhempas dari tidurnya beberapa menit yang lalu.

Belum ada semenit gadis itu memejamkan mata. Kedua kelopaknya kembali membuka dan menampakkan kilau emerald yang terpancar dari kedua bola mata itu, saat dirinya merasakan getaran yang cukup kuat. Lalu terdengar pekikan dari seluruh penjuru pesawat.

"Please, calm down," ujar seorang pramugari yang berdiri didepan sana. Meski ia menyuruh para penumpang untuk tenang, tapi cukup jelas dia sendiri juga ikut panik dan gemetar.

"Apa yang terjadi?" tanya Naruto sembari melihat ke sekeliling.

"Entahlah. Sepertinya pesawat ini membentur sesuatu," ujar Sasuke mencoba untuk tenang, sekalipun ia tak mampu menyembunyikan raut pucat di wajahnya.

BRAK!

Benturan yang lebih keras terjadi, menyusul benturan kecil antara sayap kiri pesawat dengan dinding dari bukit berbatu tadi. Cuaca kelam dan berkabut diluar, rupanya mengurangi frekensi penglihatan pilot dan kru pesawat.

BRAK!

Benturan itu kembali terjadi. Sayap bagian kiri dari pesawat telah patah total. Muncul titik api dibagian kiri sana. Hingga membuat penumpang kontan menjerit ketakutan. Para penumpang yang duduk di deretan seat sebelah kiri, berlari dan mengamankan diri mereka dengan menuju ke deret sebelah kanan.

"Sasuke," ujar Ino sembari memeluk ketakutan pada pria yang berdiri sembari berpegang pada kursinya itu. Jika tidak, maka dia mungkin bisa roboh karena posisi pesawat sudah cenderung oleng.

"Apa yang terjadi?" tanya Sakura dengan suara yang nyaris tak dapat ia keluarkan dari mulutnya. Ketakutan, kengerian, dan kepanikan telah membuat pita suaranya mengerut.

"Entahlah," ujar Naruto. "Bagaimana ini, aduh…."

Sial. Kenapa hari pertama Naruto ditugaskan ke luar negeri malah harus diiringi adegan seperti ini?

"Mungkin…"

Belum sempat Shikamaru berucap, saat benturan yang sangat keras, sekaligus menjadi benturan dan goncangan terakhir, dirasakan oleh seluruh manusia yang menghuni pesawat itu.

"KYAAAAAAAAAAA!!"

Pekikan Ino dan Sakura mengiringi runtuhnya benda mewah nan gagah itu dari langit, bagai layang-layang yang terpisah dari benangnya. Bahkan pada menit berikutnya, benda besar itu telah tercecer menjadi kepingan kecil setelah ledakan keras terjadi padanya.

-oOo-

Shikamaru mengernyit menahan sakit saat ia coba menggerakkan lengannya. Ia membuka mata, dan langit yang telah menggelap menjadi pemandangan utama yang ia tangkap.

"Shit!" ia mengaduh kesakitan seraya mencoba duduk dari posisinya yang terlentang. Ia menyeret tubuhnya mendekati sebuah pohon yang berukuran lumayan besar, yang tertanam tak jauh darinya.

Rintik hujan terdengar saat butiran itu menyentuh tanah. Membuat Shikamaru bisa merasakan aroma khas dari tanah di sekitarnya.

Shikamaru menoleh sekitar. Tak ada siapa-siapa.

Hey, kemanakah teman-temannya?

Shikamaru mengernyit sembari memegang kepalanya yang terdapat luka robek di bagian pelipis. Mungkin terkena serpihan pesawat sebelum benda itu meledak di udara tadi.

Oh ya, Shikamaru baru ingat. Ia telah memutuskan untuk terjun bebas dengan parasut, bersama dengan Naruto dan Sasuke, sesaat sebelum pesawat itu terbakar total. Shikamaru tak tahu, apa yang terjadi dengan Sakura dan Ino. Saat itu, sungguh, ia tak mampu memikirkan apa-apa lagi selain menyelamatkan diri.

Egois memang. Tapi Shikamaru bukanlah orang tolol yang mau mati demi orang lain, apalagi demi dua perawat yang baru dikenalnya itu.

Shikamaru menyandarkan punggungnya ke batang pohon di belakangnya itu. Ia memejamkan mata.

Ah, dimana Naruto dan Sasuke sekarang? Kenapa ia bisa terpisah dari mereka berdua?

Shikamaru menatap ke sekelilingnya. Ia berada di sebuah perkampungan. Ya, atau lebih tepatnya, suatu daerah yang mirip perkampungan. Kuno.

Ia bisa melihat rumah-rumah penduduk yang berdiri disekitarnya. Ia juga bisa melihat kandang-kandang ternak yang ada di samping beberapa rumah. Bahkan beberapa meter darinya, terdapat sebuah gereja sederhana yang usang.

Semua bagunan tadi terbangun dengan arsitektur Eropa kuno. Usang. Bahkan beberapa bangunan terlihat jelas sekali, sudah nyaris ambruk dimakan usia.

Saat melihat ke sebelah kiri, Shikamaru mendapati tas ranselnya tergeletak pasrah di dekat sebuah sumur. Sumur yang tampak tua. Mungkin tas itu terpental saat ia menghempas tanah tadi.

Sembari menahan rasa ngilu yang cukup terasa di kedua kakinya, Shikamaru beranjak, menuju ke arah dimana tas berwarna hitam pekat itu berada. Ia ingin mengambil ponsel yang ada di dalamnya, lalu menelpon dan meminta bantuan pada Naruto, Sasuke, Komandan, atau siapapun itu. Ia tak mau tersesat di tempat asing seperti ini.

Shikamaru meraih tas ranselnya. Ia langsung mengambil benda mewah mungil yang terpendam didalamnya.

Shikamaru menekan tombol call saat ia telah mencari nomor HP Naruto dalam menu contact. Ia menunggu Naruto menerima panggilannya dengan nafas terengah-engah. Berjalan beberapa meter saja sudah membuatnya kepayahan. Pasti, dia tadi sudah membentur tanah dengan keras.

Bunyi nyaring mengalun dari HP berwarna silver itu. Shikamaru mengumpat. Ditekannya tombol 'on' berkali-kali saat ia lihat layar HP nya telah menghitam pekat. Namun usahanya sia-sia.

Huh…kenapa HP nya harus low-bat disaat yang tak tepat?!

Shikamaru kembali memasukkan HP nya ke ransel.

Dia memutuskan untuk mencari penginapan saja di dekat sini. Siapa tahu salah satu dari penduduk sini ada yang mempunyai HP atau telepon atau apapun itu, yang bisa membuatnya berkomunikasi dengan kawan-kawannya kembali.

Krasak! Krasak!

Suara gemerisik itu terdengar di telinga Shikamaru.

Shikamaru menoleh ke arah sumber suara. Dan dia melihat seekor burung berbulu hitam pekat yang kini tengah bertengger di sebuah dahan dari pohon yang tadi ia sandari.

Shikamaru meneruskan langkahnya. Hujan telah membuat baju seragamnya basah. Shikamaru tak mau berlama-lama bertahan di luar seperti ini. Oleh karena itu, ia berlari, mempercepat langkahnya, menuju ke sebuah rumah terdekat yang ia lihat.

Krasak! Krasak!

Suara kepakkan sayap dari burung tadi terdengar kembali. Shikamaru menoleh, dan melihat burung itu terbang ke arahnya. Menyusulnya.

"ARGH!" Shikamaru mengaduh saat paruh tajam dari burung itu menggigit lengannya. Shikamaru mengibas-kibaskan tangannya, berusaha untuk mengusir burung itu agar menjauh darinya.

Namun gagal, bukannya menjauh, burung itu malah mematuk sikunya. Bahkan celana Shikamaru robek dibagian betis saat burung itu berusaha mengoyaknya.

DOR!

Khak…khak…

Burung itu bersuara lirih sesaat setelah peluru timah itu menembus dadanya.

Shikamaru memasukkan kembali senapan panjang kedalam ranselnya. Ia mengaduh kesakitan sembari melihat setitik darah yang keluar dari lukanya di bagian lengan dan siku kirinya.

Shikamaru menatap bangkai burung didepannya itu.

Burung itu tak tampak seperti elang atau rajawali. Tak tampak seperti burung karnivora. Tetapi mengapa ia menyerang Shikamaru?

Shikamaru mendekat ke bangkai hewan itu. Bau anyir darah menusuk hidungnya, mengalahkan bau dari tanah akibat hujaman hujan.

Shikamaru merendahkan diri. Berjongkok di dekat bangkai itu.

Dan matanya membelalak saat menyadari sesuatu.

Shikamaru adalah anggota yang terkenal paling jenius dalam pasukan militer. Shikamaru telah mempelajari banyak hal pula dalam ilmu pengetahuan. Tetapi, Shikamaru tak pernah ingat, bahwa ada species burung berdarah hitam pekat!

-oOo-

"Ugh," Sasuke berjalan tertatih-tatih sembari kedua tangannya berpegangan erat pada sisi jembatan.

Ia melongok ke bawah, dan pemandangan jurang yang dalam menyapa matanya.

Sasuke kembali menggerakkan kakinya, menyebrang pada jembatan gantung dari kayu itu. Setiap langkah kaki Sasuke yang menapak, setiap itu pula akan terdengar suara decitan dari kayu-kayu di bawah kakinya, yang menunjukkan betapa tuanya jembatan itu.

Sasuke memelankan kakinya saat jembatan itu sedikit oleng. Ia tak mau mati konyol dengan terlempar ke jurang di bawahnya sana.

Ia kembali berjalan. Beberapa meter lagi ia akan mencapai ujung jembatan sana. Ia akan mendarat di tanah di ujung sana.

Tubuhnya amat kepayahan. Terjun dengan parasut dan mendarat diatas sebuah batu besar nan keras bukanlah hal yang mengenakkan. Sudah cukup sakit sekali kepalanya, pelan langkahnya di perparah dengan beban dari ransel yang berada di pundaknya.

Sasuke sudah tak sanggup berpikir lagi, dimana Shikamaru dan Naruto. Juga Ino dan Sakura. Memikirkan dimana sekarang ia berada saja sudah tak ada ide!

Sasuke menghela nafas legah saat ia telah berada di ujung jembatan. Ia menyandarkan diri pada sebuah tembok yang berada tepat dibelakangnya.

Sasuke memejamkan mata. Mengatur nafasnya yang tersengal-sengal, juga untuk sedikit mengistirahatkan dan merilekskan otot-ototnya yang menegang.

Namun itu tak lama. Kedua matanya membuka kembali saat ia mendengar suara tapak kaki didekatnya.

Sasuke menoleh. Dan mata onyxnya melihat seorang lelaki tua berpakaian petani Eropa, dengan sebuah cangkul di tangan kanannya, berjalan mendekatinya.

Sasuke menghela nafas. Untunglah. Setidaknya ia tak perlu berjalan lebih jauh lagi untuk mencari pertolongan.

Sasuke berdiri. Ia menegakkan tubuhnya, meskipun sedikit oleng dan kepalanya terasa masih sangat berdenyut, ia menyapa lelaki tua itu.

"Permisi, Pak. Boleh saya tahu, ini daerah mana? Negara apa?" tanya Sasuke dengan sopan.

Lelaki itu menghentikan langkahnya saat ia telah berada dua meter dari Sasuke berdiri.

Dan yang diterima Sasuke sungguh di luar dugaan. Bukannya menjawab atau apa, lelaki tua berjenggot putih itu malah berteriak sembari mengangkat cangkulnya ke udara dan menerjang Sasuke.

"GGGGRRRRRRRRR!!"

Bukan berteriak. Melainkan menggeram dengan suara keras.

Sasuke menghindar saat cangkul ujung itu nyaris mencium lehernya. Ia menatap pada lelaki tua yang berhenti menerjang di belakangnya, lalu berbalik, dan kembali menerjang Sasuke.

"Stop!" teriak Sasuke sembari kembali menghindar.

Lelaki itu mengangkat cangkulnya lagi, dan kembali mencoba aksinya untuk yang ketiga kalinya pada Sasuke.

"Pak, Anda kenap…,"

JLEB!

Belum sempat Sasuke menyelesaikan kalimatnya, saat sebuah panah berujung besi menancap di tembok dibelakangnya, hanya berjarak 3 senti dari kepalanya.

Dan Sasuke ternganga. Di ujung jembatan yang ia seberangi tadi, tepatnya di ujungnya yang lain, terdapat dua orang lelaki yang berdiri tegak.

Seorang lelaki membawa panah dengan busurnya, dan seorang lelaki memegang gergaji mesin di tangan kirinya.

"GGGGRRRRAAAAAAAAAHH" teriakan itu dari lelaki pemegang panah itu terdengar seiring melesatnya anak panah besi itu kea rah Sasuke.

Darah. Dalam waktu beberapa menit, kawasan jembatan itu sudah tercemari oleh darah.

-oOo-

Omake

Dan yang diterima Sasuke sungguh di luar dugaan. Bukannya menjawab atau apa, lelaki tua berjenggot putih itu malah berteriak sembari mengangkat cangkulnya ke udara dan menerjang Sasuke

"KYAAAAA!! ADA SASUKE, BOOO!!"

-oOo-

Yo, apa ada yang aneh dan nista?

Readers: banyak!

Anyway…fic ini saya buat saat saya melihat kakak saya main PS horror -?- maksud saya…mainin game yang bergenre horror. Aduh…suseh jadi orang yang pinter omong =w=

Oh ya, saya juga mau tanya, emangnya suara burung gagak itu kayak gemana sih? Kha…kha gitu kan? Tapi kok jadi kerasa kayak suara tawa orang? -.-

Lalu juga, suara senapan itu DOR atau DAR? Atau DOR DAR? –gaje banget-

Saya kurang paham.

Ah…sudahlah. Terima kasih sudah membaca ^^

Review, kritik, saran, pendapat, apapun asal bukan flame,

Akan sangat saya nantikan dan hargai :D

15 April 2009

~Yukeh~