Chapter 1

- Meeting -

Seoul, 26 Maret 2009

Sekolah Tinggi Kepolisian Seoul

Hari ini tengah diadakan upacara kelulusan bagi para akademis di sekolah ini. Namun tak terlalu ramai orang berlalu lalang di sekitar tempat itu. Selain para pelajar, orang luar memang dilarang memasukki area sekolah. Hanya para orang tua saja yang diperbolehkan jika ingin melihat putra putri mereka di wisuda, sekaligus mengabadikan momen mereka.

Tapi, malah bukan anak-anak mereka sendiri yang jadi perbincangan para orang tua. Namun mereka justru penasaran terhadap siswa yang menjadi lulusan terbaik di sekolah itu.

Para orang tua sibuk saling menggosip atau menerka-nerka siapa siswa jenius dan beruntung itu. Bahkan tak sedikit dari mereka menyombongkan putra putri mereka sendiri.

Dan semua itu di dengar dan dilihat oleh Lee Minseok.

Dia juga pelajar di sekolah itu, dan hari ini pula ia wisuda untuk kelulusannya. Dalam hati ia bangga dengan dirinya sendiri, karena ia yang akan jadi siswa terbaik tahun ini. Siswa yang di perbincangkan ibu-ibu tukang gosip disudut sana itu. Ia pun akhirnya tak bisa lagi menahan rasa senangnya, hingga Minseok menyeringai juga.

Ia berjalan menuju pintu keluar, menengok kesana kemari, mencoba menemukan seseorang yang sudah di tunggunya sedari tadi. Tapi kemudian ia menghela nafas pasrah saat tak menemukan seseorang yang dicarinya. Lalu berjalan gontai kembali menuju ke tempat duduknya di bangku khusus para siswa.

Acara wisuda telah dimulai. Sepanjang acara Minseok duduk dengan gelisah. Ia masih menunggu kedatangan seseorang yaitu kakaknya. Hingga akhirnya namanya dipanggil untuk maju ke depan. Ia sedih, karena kakaknya yang ditunggunya tak jua menampakkan diri.

"Oppa, kau kemana? Apa kau lupa pada janjimu hari ini?"

Minseok pun akhirnya pasrah maju ke depan podium untuk menerima penghargaan sebagai murid terbaik tahun ini, namun tanpa didampingi kakak tersayangnya. Ia memang tersenyum, namun dalam hatinya ia sedih sekaligus kesal.

"Oppa, lihat saja, aku akan membunuhmu jika kita bertemu dirumah nanti. Awas kau oppa!" batin Minseok.

Same day at other place

"Yaaak..Minho, bisakah kau menanganinya dengan cepat sedikit! Aku sedang buru-buru, hari ini aku ada janji dengan adikku. Cepatlah!!"

Seseorang yang dipanggil Minho menyeringai,

"Hei, leader, sabarlah..kau tak seperti biasanya akhir-akhir ini. Ada apa denganmu? Aaaah..kau pasti memikirkan adikmu lagi ya, ah, arasso arasso..sebentar, sedikit lagi, eoh,"

Seorang pria yang dipanggil Minho dengan sigap menyelesaikan pekerjaannya. Kemudian Minho memberi kode pada teman-teman mereka yang mengawasi pekerjaan Minho dan sang leader dari luar.

Leader yang sedari tadi merasa gelisah karena sesuatu, berulangkali meneriaki teman-temannya. Padahal hanya karena menginjak kakinya atau hanya karena menguap disebelahnya.

Seorang anggota tim lainnya yang bernama Jonghyun mengernyit aneh karena selalu kena omel leader, ia hanya bisa mendengus kesal jika penyakit leadernya ini kumat.

"Yaa..Onew sebenarnya apa yang terjadi padamu hari ini? Apa kau sedang mengalami sindrom kelabilan?" tanya Minho.

Onew melirik Minho, namun hanya diam saja tak menanggapi. Yang ada di pikirannya hanya keadaan adiknya. Ia tak lupa dengan janjinya hari ini, hanya saja pekerjaan yang diberikan padanya, ternyata membutuhkan waktu lebih lama dari biasanya.

Ia menyesal tak melakukan survei lebih awal pada targetnya. Ini semua karena bos mereka yang baru.

Dulu sebelum bosnya menyerahkan jabatannya pada putra tunggal kesayangannya, ia tak pernah mengalami kesulitan melakukan eksekusi pada semua targetnya karena bosnya selalu melakukan survei terlebih dahulu sebelum memberi perintah eksekusi.

Tapi kali ini, setiap tugas yang akan dilakukannya ia harus melakukan sendiri survei terhadap target. Setiap akan bertanya sesuatu, bos barunya tak mau menjawab. Bahkan menemui semua anak buahnya secara langsung saja tidak pernah.

Onew sendiri lama kelamaan merasa penasaran dengan bos barunya ini. Ia sangat misterius, tak banyak bicara dan tak pernah mau mengikuti pertemuan rutin yang selalu diadakan ayahnya setiap dua minggu sekali.

Onew menggelengkan kepalanya, pusing teringat akan adiknya.

Ia memijit pelipisnya yang serasa berdenyut sedari tadi.

"Mati aku!! Pasti sesampai dirumah nanti aku akan dibunuh olehnya, haaah..."

Ia tanpa sadar mencengkram rambutnya sendiri.

Saat mendongakkan kepalanya, ia kaget karena semua anggota timnya menatapnya heran.

"Wae???" tanya Onew.

"Leader, sebaiknya kau jujur saja pada kami, apa yang sebenarnya terjadi padamu hari ini? Aku rasa kau sangat kesakitan hingga kau mengomel sendirian," ucap Key kesal.

"Apa yang kalian bicarakan, aku sehat-sehat saja dan tidak gila," jawab Onew mendengus.

"Aku tidak bilang kalau kau gila, aku hanya mencemaskan keadaanmu," jawab Key sedikit jengkel.

"Tapi kalimat yang kau katakan tadi seolah mengatakan kalau aku ini gila," cibir Onew.

"Aku sudah bilang, kalo tak pernah mencoba membuat kau.."

"Ssst..diamlah! Aku sedang mencoba tidur, bisakah beri sedikit toleransi pada teman kalian yang sedang kelelahan ini?" sindir Taemin.

Onew yang memang sedang gelisah luar biasa lagi-lagi mendengus lalu memalingkan wajahnya keluar jendela mobil yang mereka tumpangi. Minho menepuk punggung sahabat sekaligus leadernya. Ia juga mengetahui apa yang sedang dirasakan sahabatnya itu.

- Rumah -

Pukul 19.30

Minseok duduk disofa ruang tamu dengan gelisah. Ia sedari tadi menunggu kakaknya dengan cemas. Tak biasanya kakaknya pulang terlambat, lebih dari jam 5 sore. Jika memang ada pekerjaan penting, kakaknya tetap akan pulang terlebih dahulu baru kemudian pergi lagi.

Tapi ini..

Minseok menggigiti ujung kukunya sendiri sambil memandangi layar ponselnya.

"Ayo, oppa, angkat telfonnya..jebal."

Namun tetap saja hanya suara nona operator yang menjawab panggilannya.

Kemudian ia beranjak dari sofa, menyambar jaket di sofa lain dekat tempat dia duduk tadi. Ia memutuskan pergi mencari kakaknya saja, karena sudah tak sabar menunggu. Lagipula siapa tau saja sesuatu telah terjadi pada kakaknya, walau ia tak mengharapkannya.

Ia lalu menghidupkan GPS pada ponselnya dan mencari dimana lokasi terakhir kakaknya berada.

Minseok membelalakkan matanya, ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. GPSnya mengatakan bahwa ponsel kakaknya berada tak jauh dari rumahnya.

Penasaran dengan letak lokasinya yang ternyata berada di stasiun kereta bawah tanah, ia bergegas mendatangi tempat itu. Dengan terengah-engah ia sampai di stasiun kereta, GPS di ponselnya menunjukkan bahwa kakaknya tak pernah berpindah tempat sejak setengah jam yang lalu.

Ia berkeliling stasiun sambil terus melakukan panggilan ke ponsel kakaknya.

Tiba-tiba langkahnya terhenti disebuah loker penyimpanan. Di loker nomor 20 ia berhenti. Suara dering ponsel terdengar dari dalam loker itu. Minseok heran bercampur penasaran, kenapa ponsel kakaknya bisa berada di dalam loker penyimpanan?

Kenapa harus disimpan disana jika kakaknya seharusnya bisa menyimpan sendiri di tempat lain, tanpa harus menggunakan loker penyimpanan umum.

Banyak pertanyaan terlintas dipikirannya. Lalu tanpa pikir panjang lagi, ia membobol pintu loker itu. Predikat siswa jenius tak sembarangan ia dapatkan. Membobol sebuah loker adalah hal yang sering dilakukannya dalam ujian. Ia mengutak-atik kuncinya dan tak sampai 2menit, terbukalah pintu loker itu.

Dengan gemetar ia mengambil ponsel yang ia yakin itu kepunyaan kakaknya, mengantonginya dan segera pergi dari sana. Ia berjalan tanpa menoleh ke arah manapun dan berusaha bersikap biasa, barangkali saja ada yang mengawasi gerak geriknya.

Ia melihat toilet umum dan otaknya memerintahkannya untuk masuk kesana. Ia memilih sebuah bilik kosong, tak lupa mengecek keadaan sekitar apakah ada orang lain disana. Setelah yakin tak ada siapapun ia mengambil ponsel kakaknya dan bermaksud untuk melihat apakah itu benar milik kakaknya atau tidak sebelum akhirnya sebuah panggilan masuk berdering di ponsel kakaknya itu. Disana tertera nama Little Big Boss.

Minseok heran dengan nama yang tertera disana. Ia bimbang harus mengangkat panggilan itu atau tidak. Ia menggigiti kukunya lagi sambil terus memandangi ponsel yang terus berdering itu. Ponsel itu berhenti berdering, Minseok mengambilnya lalu berdering lagi, ia sempat kaget, tapi akhirnya ia menerima panggilan itu.

Terdengar suara berat seorang pria dari seberang.

"Aku tau ini bukan kau Jin Ki ssi. Apa kau si kecil manis Minseok? Heh, jika kau diam saja berarti aku benar.

Kau sudah menemukan ponsel ini, datanglah ke tempat yang aku kirimkan ke ponsel ini. Aku punya hadiah kejutan untuk upacara kelulusanmu sekaligus...hadiah untuk hari ulang tahunmu. Dan aku sarankan sebaiknya kau pergi kesana, karena ini berhubungan dengan kakak tercintamu. Jika kau tak mau datang maka," ucap suara pria itu lalu panggilan itu terputus.

Minseok bingung bagaimana si bos ini tahu kalau ini aku. Dia juga belum pernah mendengar atau mengenali suara itu, namun satu hal yang pasti ia tak kan melupakan suara itu.

Sebuah pesan singkat masuk, dan tanpa pikir panjang lagi ia berlari keluar.

Hanya satu yang ada dipikirannya, kakaknya.

Nalurinya sebagai seorang polisi bangkit, membuatnya sedikit bersemangat. Disepanjang perjalanan ia hanya mengingat suara pria yang menelponnya tadi. Pria atau bos kecil itu tahu yang membawa ponsel kakaknya bukan kakaknya, itu berarti bos kecil itu sudah sangat mengenal kakaknya. Dan tahu dengan pasti akan ada seseorang lain yang akan mencari atau mengambil ponsel kakaknya. Bos kecil itu pun juga tahu seseorang yang mengambil ponsel kakaknya adalah dia, memanggilnya dengan sebutan si kecil Minseok, mengetahui kalau ia baru selesai wisuda dan berulang tahun hari ini.

Pria ini sudah mengenal kakaknya dengan sangat baik, atau Minseok rasa pria ini pasti telah mengetahui segala sesuatu tentang kakaknya dan juga..dirinya.

Tanpa terasa langkahnya terhenti disebuah club malam.

"Ini gila", batin Minseok, "Kenapa aku bisa datang kemari, dan menuruti kata-kata pria brengsek itu? Ini pasti kelakuan pria konyol yang mesum dan ingin menjebakku menggunakan nama kakakku. Bodohnya aku langsung percaya."

Ia baru akan berbalik pergi saat sebuah panggilan masuk berdering lagi dari ponsel kakaknya. Ia menerima panggilan itu.

"Yeoboseyo, maaf siapapun kau, aku tak menyukai lelucon konyolmu, dan.."

"Kau pasti menyangka aku hanya membuat lelucon. Tapi sebaiknya kau lihatlah ke sisi belakang bangunan gedung ini kau akan menemukan sesuatu yang sangat lucu, menurutku. Kalau kau tak melihatnya aku yakin kau pasti akan menyesal seumur hidupmu," dan pria itu terkekeh mengerikan.

Minseok menutup panggilan itu, memandang sekali lagi siapa nama pemanggil itu. Mengirim kontaknya ke ponsel miliknya sendiri. Ia heran dengan kombinasi nomornya, karena hanya ada angka 7 dan 9.

"Dia ini terobsesi atau memang gila, ckckck," Minseok menggelengkan kepalanya heran.

Ia pergi ke sisi belakang gedung itu, memutari blok dan melewati segerombolan siswa sekolah menengah. Ia benci jika harus melewati sekerumunan anak-anak ingusan tak berguna. Tapi kemudian dilihatnya seorang pemuda tengah jadi bulan-bulanan anak-anak nakal itu.

Minseok bergegas menghampiri dan melerai mereka.

"Yaak..kalian semua, bukankah ini sangat lucu jika kalian bergerombol mengeroyok satu orang? Kenapa tidak satu lawan satu jika kalian memang pria? Atau mungkin saja kalian ini sekumpulan banci? Ah aku lupa, kalian kan hanya sekumpulan anak TK," ejek Minseok.

Salah seorang dari sekelompok siswa itu berbalik menghadap ke Minseok.

"Kau itu siapa? Apa kau adiknya? Kalian terlihat mirip, dan kau terlihat lebih muda darinya, jadi pasti kau adiknya. Hei, kawan-kawan kemarilah," Minseok melotot mendengar ucapan siswa itu, namun tetap diam saja.

"Lihatlah bukankah dia manis dan cantik, lumayan untuk jatah kita minggu ini, bos pasti akan sangat menyukainya, ya kan? haha.." kata salah satu dari mereka.

"Kau benar, sebelum kita serahkan bagaimana kalau kita bawa pulang dulu saja dia, heh?" kata yang lain, yang kemudian mendapat pukulan dari teman yang lainnya.

"Kalian bodoh, jika membawanya pulang lebih dahulu, bos akan tau dan membunuh kita lebih dulu."

Minseok memutar bola matanya malas melihat tingkah anak-anak sekolah itu. Dia bermaksud akan mendekati pemuda yang sedang terbaring pingsan di jalan itu, namun pundaknya ditahan, dan tanpa pikir panjang ia memelintir tangan yang menahannya. Membuat si empunya tangan mengerang kesakitan, lalu yang lain ikut menyerang Minseok.

Minseok mendorong jatuh siswa yang tadi ia pelintir tangannya, sambil menahan serangan dari yang lain. Tak sampai semenit mereka semua tumbang, Minseok menyeringai, mengejek mereka semua payah.

Segera ia mendekati pemuda yang tergeletak pingsan dijalan. Ia memeriksa keadaannya, ternyata ia terluka cukup parah bahkan pelipisnya berdarah. Minseok segera menelpon ambulance, sambil menunggu bantuan datang, ia memberi pertolongan pertama pada pemuda itu. Karena ia tak membawa persiapan apapun ia akhirnya hanya menggunakan sapu tangan kecil yang selalu ia bawa, menempelkannya ke pelipis pemuda itu dan mengikatnya.

15menit kemudian ambulance datang, ia lalu teringat dengan kakaknya. Ia berpesan pada para perawat yang membawa pemuda itu jika ada sesuatu yang mereka butuhkan, mereka bisa menghubunginya, seraya meninggalkan nomor ponselnya.

Minseok pergi meneruskan pencariannya tadi. Ia merasa sudah terlalu lama berhenti dijalan tadi, apa masih ada sesuatu yang bisa ia dapatkan nanti? Ia mengangkat bahunya tak peduli.

"Onew, kau sudah menemukan ponselmu yang hilang?" tanya Minho, Onew hanya menggeleng pasrah.

Ia merasa tak pernah meninggalkan ponselnya dimanapun atau bahkan menjatuhkannya. Ia yakin selalu memasukkan ponselnya kedalam tas yang ia simpan di loker pribadinya di base camp. Bagaimana jika adiknya menelpon dirinya nanti. Jika ia tak mengangkat panggilan dari adiknya, apa yang akan dilakukan adiknya nanti. Ia menggelangkan kepalanya sambil bergidik ngeri.

Hari ini saja ia sudah tak menepati janjinya dan tak merayakan ulang tahunnya. Onew yang terus menunduk sepanjang perjalanan tadi tak menyadari bahwa ia sudah sampai di base camp mereka. Minho menjawil Onew dan mengajaknya turun bersama. Mereka bersama membongkar bawaan dari dalam bagasi mobil. Tas berisi uang, senjata kecil dan senjata besar. Kemudian seorang pria baya namun berpenampilan misterius keluar dari dalam pintu masuk base camp mereka.

"Ah, Sekretaris Kim, maaf menunggu lama, tadi ada sedikit gangguan saat perjalanan pulang," ucap Minho.

Namun si sekretaris itu tak menggubrisnya, hanya berfokus pada sang leader.

"Onew, big boss ingin bertemu denganmu, cepatlah kita tak punya banyak waktu."

"Baiklah," Onew yang merasa lelah, hanya menghela nafas pasrah, lalu mengikuti sekretaris Kim masuk ke dalam club.

- Skip Time -

Onew dan teman setimnya berhenti disuatu tempat seperti gudang bekas tak terpakai. Disana beberapa orang sudah menunggu kedatangan mereka. Orang-orang itu membawa dua buah tas besar. Sementara Onew hanya membawa sebuah koper berukuran tanggung.

Transaksi berlangsung tanpa bertele-tele dan berlangsung tak lebih dari 20menit. Lalu saat mereka masuk ke mobil masing-masing, mulailah terjadi adu tembak. Pihak lain memulai penyerangan terlebih dahulu.

"Sial, kenapa selalu harus jadi seperti ini sih," ujar Onew kesal.

"Minho kita lakukan ini seperti biasa. Key kau tunggu kami di pintu gerbang depan, Taemin kau berjaga di balik tong disana itu, Jonghyun kau lindungi aku dan Minho."

Ia melirik ke arah Minho dan mengangguk bersama.

"Kita tak harus mengambil kembali koper kita, kau tahu. Kita hanya mengincar sesuatu di bagasi mereka, koper itu hanya pengalihan. Jadi kita berbagi tugas disini. Kau pura-pura ambil kopernya, aku akan mengambil 'titipan kecil' itu.

Lakukan dengan cepat, atau kita akan dihabisi oleh mereka. Aku sudah was-was sedari awal, mereka bahkan tak mengecek barang kita terlebih dahulu."

Onew berbicara pada Minho sambil beradu tembak dengan musuh.

"Pada hitungan ketiga. Satu, dua, tiga, sekarang!"

Onew berlari kesamping kanan dan Minho kesamping kiri. Lalu secepat kilat Minho berlari ke arah mobil pertama, dan saat perhatian mereka teralih pada Minho, ia berlari ke mobil kedua, mengambil sebuah koper coklat kecil dari bagasinya dan menukarnya dengan koper yang sama.

Ia melirik ke arah Minho, dan kaget karena Minho terpojok, segera ia menolong sahabatnya. Hingga akhirnya karena kurang fokus, lengannya terkena peluru. Untung hanya tergores.

Ia memberi kode dengan bersiul, lalu berlari ke tempat yang telah mereka rencanakan tadi. Sepuluh menit kemudian mereka telah berkumpul dengan selamat di dalam mobil mereka, lalu tertawa bersama.

Kendaraan mereka menjauh dengan kencang, kembali menuju base camp mereka lagi. Untuk sesaat Onew lupa dengan apa yang ia gelisahkan tadi, ia merasa senang dan bahagia dengan apa yang ia lakukan hari ini. Dan berniat untuk tak pernah berhenti melakukannya, meskipun itu membahayakan nyawanya, dan juga membohongi adiknya sendiri, ia yakin suatu hari nanti adiknya pasti akan memahami apa yang dirasakannya hari ini.

Sementara tanpa sepengetahuan Onew dan teman-temannya, seseorang mengikuti dan mengawasi mereka sedari tadi. Orang itu adalah Minseok yang kini berdiri dengan badan gemetar dan syok.

Ia menatap kepergian mobil yang ditumpangi Onew dengan sedih.

"Oppa..kenapa..?" ucap Minseok dengan suara lirih. Tangannya mengepal erat sambil menahan airmatanya.

Ia berbalik masuk ke dalam gudang bekas tadi. Dilihatnya korban-korban pertempuran tadi. Mayat bergelimpangan dan darah berceceran. Ia makin tak percaya semua ini kakaknya yang melakukannya.

Lalu terlintas dipikiran Minseok, bagaimana mungkin ia bisa menjadi seorang polisi yang selalu di idamkan almarhum kedua orangtua mereka jika kakaknya sendiri ternyata adalah seorang anggota gangster. Bagaimana jika suatu saat nanti ia harus mengejar dan menangkap kakaknya sendiri?

"Eomma, aku harus bagaimana?" Minseok menunduk menangis sekencang-kencangnya.

- Skip Time -

Di rumah sakit

Minseok duduk lemas dengan pandangan kosong di ruang tunggu lorong rumah sakit. Ia mendapat telepon dari rumah sakit bahwa pemuda yang ditolongnya tadi sudah sadar dan menanyakan tentang dirinya. Namun entah kenapa Minseok malah menyetujui untuk datang ke rumah sakit. Padahal pikirannya sendiri saja sedang tak karuan.

Setelah berulangkali menghela nafas berat dan mengatur pikiran serta perasaanya sendiri, ia bangkit lalu mengetuk pintu kamar pasien dimana seorang pemuda yang ditolongnya tadi dirawat. Tak ada jawaban dari dalam, Minseok tanpa pikir panjang langsung masuk kedalam.

Dan betapa terkejutnya Minseok, karena didepannya berdiri si pemuda dengan wajah pucat kesakitan, mengacungkan sebuah pistol ke arahnya. Reflek Minseok mengangkat kedua tangannya.

"Siapa kau? Siapa yang menyuruhmu? Dan bagaimana kau bisa menemukanku?" tanya pemuda itu sengit sekaligus mengernyit menahan rasa sakit di tubuhnya.

Minseok hanya terdiam membeku, lidahnya mendadak kelu karena melihat sorot mata si pemuda.

Si pemuda menarik pelatuk pistolnya, membuat Minseok tersadar dari kebekuannya.

"Cepat katakan siapa kau!!" gertak si pemuda.

Badannya semakin bergetar lalu terjatuh tak sadarkan diri lagi.

Minseok dengan sigap menangkap jatuhnya pemuda itu. Lalu memencet tombol darurat, dan segera disembunyikannya pistol yang terjatuh tepat dikakinya. Ia tak mau semua orang melihat senjata itu. Tak lama dokter dan perawat berdatangan, lalu bersama membantu Minseok membaringkan pemuda itu di ranjang.

Minseok mundur ke belakang memberi kesempatan pada dokter untuk memeriksa pemuda itu.

Setelah memeriksa dan memberi suntikan, dokter pun meminta Minseok untuk berbicara diruangannya.

Minseok yang masih bingung dan mencemaskan pemuda itu, mau tak mau mengikuti dokter menuju ruangannya.

"Maaf Agashi, terlebih dahulu saya ingin bertanya, apa hubungan anda dengan pasien?" tanya dokter.

Minseok agak gelagapan dengan pertanyaan itu. Ia bingung harus menjawab apa, ia bahkan baru bertemu tadi sore.

"Eumm..maaf sebelumnya dok, tapi apakah hal yang ingin disampaikan dokter benar-benar gawat?"

"Saya hanya bisa menyampaikannya pada pihak keluarga saja, jika agashi bukan keluarga dari pasien, saya tak bisa memberitahukan informasi apapun," jelas dokter.

"Ah, soal itu, saya adalah kekasihnya, apakah itu bisa dianggap sebagai keluarga?" Minseok lalu melongo sendiri mendengar ucapan yang keluar dari mulutnya.

'Bodoh, kenapa harus bilang kekasih? Kau bahkan tak tahu siapa nama pemuda itu,' rutuk Minseok dalam hatinya.

"Ah..jika anda kekasihnya, berarti anda adalah keluarganya. Oh, iya, pertama-tama siapa nama pasien? Kami tak menemukan identitas apapun dalam tas yang di bawanya, mungkin dia korban perampokan, karena baik dompet ataupun benda berharga lainnya tak kami temukan. Hanya tas ini," kata dokter seraya menyerahkan sebuah tas kepada Minseok.

Minseok menerima tas itu dengan sedikit linglung. Ia bingung akan menjawab apa soal nama pemuda itu. Lalu ia teringat saat pemuda itu pingsan, ia sempat melihat sebuah tato di bagian belakang lehernya. Tato bertuliskan 'Lu7'.

"Agashi, agashi? Apa anda tak apa-apa?" tanya dokter sambil melambaikan tangan ke depan wajah Minseok.

Minseok mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Ap..oh iya, saya tak apa-apa dokter, nama pe..ummm..kekasih saya adalah Lu, panggilannya Lu. Iya itu dia.." Minseok nyengir.

"Lu? Ah, baiklah, tuan Lu ini sepertinya dia sedang mengalami sebuah sindrom trauma. Apa dia pernah mengalami suatu kejadian yang benar-benar menyakitkannya di masa lalu?" tanya dokter.

"Trauma? Eh..maaf saya tidak tahu soal itu, dok, karena dia tak pernah bercerita apapun," dia bingung harus menjawab apa.

Minseok tahu ia sudah berbohong 3x dalam waktu 30menit ini. Ia merasa gugup karena belum pernah berbohong sebelumnya, jadi ia meremas erat kedua tangannya, untuk menahan kegugupannya.

"Jadi agashi, sebaiknya anda membawa kekasih agashi ke dokter yang lebih ahli menangani masalah kejiwaannya. Tahukah agashi, saat pertama ia sadar tadi, ia mengambil sebuah pisau bedah yang berada di kamar gawat darurat dan mengancam ke semua perawat dan dokter yang sedang mengobatinya. Ia bahkan sempat menyandera seorang perawat di sana sebelum akhirnya pingsan. Jadi agashi sebaiknya menghubungi kedua orang tua kalian segera, demi keselamatan agashi dan kekasih agashi sendiri," - dokter.

Minseok melongo mendengar cerita dari dokter itu.

"Ah..i..iya dokter, saya akan menghubungi keluarga kami. Kalau begitu, saya permisi dulu dokter, terima kasih atas informasinya. Permisi."

Dokter itu hanya mengangguk dan mempersilahkan Minseok keluar. Sementara Minseok berjalan cepat menuju kamar pemuda itu dirawat, ia merasa penasaran, tak lupa dengan tas si pemuda ia bawa. Sesampainya disana, ia melihat pemuda itu masih terbaring tak sadarkan diri.

Minseok mendekatinya, memperhatikan pemuda itu dari dekat. 'Ia tampan', batin Minseok tanpa disadarinya bibirnya menyunggingkan senyum. Lalu ia teringat dengan pandangan pemuda itu, begitu dalam dan menusuk. Baru kali ini Minseok ditatap dengan pandangan seperti itu. Ia bergidik ngeri, kemudian di ambilnya bangku kecil, duduk di bangku itu dan mulai membongkar isi tas pemuda itu.

Tak banyak isinya, hanya tinggal dua buah kaus, sebuah buku catatan kecil dan yang terakhir juga sebuah buku namun buku yang ini terkunci.

"Kenapa di jaman serba canggih ini masih saja menyimpan catatan penting di buku seperti ini?" Minseok heran.

Minseok menyimpulkan, buku terkunci ini sepertinya sudah sangat lama, karena pinggirnya sedikit ada bekas terkelupas. Dan jika memang bukan karena masalah seberapa canggihnya teknologi, ia pasti tak akan repot-repot membawa atau menyimpan buku usang. Ada sesuatu yang aneh dari pemuda dihadapan Minseok ini. Sesuatu yang selalu membuat rasa penasarannya berkobar.

Ia bangun dari duduknya saat akan berbalik tiba-tiba tangannya ditahan oleh pemuda itu, membuat Minseok terkejut dan membelalakkan matanya. Pemuda itu menarik tangan Minseok membuat ia jatuh tepat diatas si pemuda.

Untuk yang kedua kalinya mata mereka saling bertemu pandang. Dan untuk yang kedua kalinya juga, jantungnya Minseok serasa berhenti berdetak.

TBC

a/n :

Huaaaaaaa...ff apa ini..?????

Entah aku dapet inspirasi dari mana aku kok bisa nulis ff gaje ples jelek ini.

Mian author ga apdet Two Moonsnya, malah bikin ff baru.

Mian bgt..ini ff soalnya request an dari temen, apdetnya aja udah meleset jauh bgt dari yang seharusnya.

@snowhitexo

Mian chingu...ini udah aku bikinin fanfict spesial buat kamu. Aku bikin chap aja ya, kepanjangen kalo oneshoot.

Moga para readers yang lain ga kecewa ya..

Sekali lagi mian..

Review ditunggu banget..

Gomawoyo... *