TIDAK MENERIMA KRITIK SARAN YANG BERISI FLAMER. JIKA PEMBACA TIDAK MENYUKAI FANFICTION YANG SUDAH SAYA BUAT, TINGGALKANLAH CERITA INI JIKA ITU MEMBUAT PEMBACA FRUSTASI. TERIMA KASIH!

PAIRING:ALWASY DRARRY

WARNING:SEMI-CANNON, TYPOS, YAOI, BOYXBOY LOVE, AND OTHER.

INI FANFIC PERTAMAKU JADI JIKA ADA KESALAHAN CARA-CARA PENULISANNYA, DIMOHON MAKLUMI KARENA SAYA BARU PERTAMA KALI MENULIS FANFIC INI. TERIMA KASIH.


Bumi terbagi menjadi dua, Muggle dan Auror. Dunia Muggle hanya ada manusia biasa yang tidak bisa hidup sendiri melainkan sosial, Muggle tidak bisa terbang, memiliki kekuatan. Muggle hanyalah orang yang biasa-biasa dan selalu hidup bergantung pada orang lain. Tidak seperti didunia Auror, dunia itu sebaliknya dari dunia Muggle. Mereka bisa menggunakan sebuah benda yang ia sebut sebagai tongkat sihir itu untuk kehidupan sehari-hari.

Mereka hanya harus mengapal atau mempelajari tentang mantra, ramuan, dan segala hal macam berhubungan dengan non logika. Didunia Auror bisa mengeluarkan kekuatan jika dia mengucapkan suatu mantra, mantra terdiri dari beberapa kekuatan seperti penghancur, pelembut, dan sebagainya. Mantra juga ada yang dilarang dan tidak boleh digunakan dengan sembarangan jika tidak mempunyai hak izin.

Auror tidak boleh memperlihatkan kekuatannya saat didunia Muggle yaitu didunia manusia. Memang Auror dan Muggle sama, hanya saja—kehidupan sehari-harinya berbeda, kalau Muggle bergantung pada orang lain, sedangkan Auror bergantung pada tongkat sihir dan bisa hidup sendiri. Kedua pihak itu saling ahkrab dan tidak pernah bertengkar ataupun mengoceh kepada dunia Muggle.

Tetapi—ada suatu organisasi yang ingin menguasai dunia Muggle maupun Auror. Organisasi tersebut adalah seorang penyihir yang paling kuat diseluruh dunia. Mereka mempunyai Raja Agung atau Dark Lord, para pengikutnya disebut Death eater. Para pelahap maut itu sedang mengincar orang yang bisa berkomunikasi dengan ular ataupun bisa menggunakan sihir sejak berumur lima tahun.

Pelahap maut telah mencari-cari keujung dunia, tetapi tidak ditemukan. Namun, pada saat abad keduaratus mereka menemukan sosok bayi yang telah lahir tiba-tiba mengalahkan atau berhasil membawa kekuatan Raja Agung dengan kedua matanya. Orang tua bayi itu terhenyak dan menyembunyikan anaknya disuatu tempat. Dan—terjadilah peperangan besar antara para penyihir baik dan juga penyihir jahat.

Setelah membunuh kedua orang tua bayi tersebut, Dark Lord membawa bayi itu kedalam pangkuannya dan menodongkan tongkat yang berwarna hitam itu dengan tatapan sinis. Ketika dia memantrainya, bayi itu membukakan kedua matanya dan munculah sinar terang berwarna putih menyelimuti tubuhnya dan juga menyelimuti sosok Raja agung itu. Para pengikut setia Dark Lord itu terbebelak kaget dan memandang sosok bayi itu dengan tatapan heran.

Seorang bayi yang baru lahir—telah membunuh sang Raja Agung hanya dengan menatapnya saja. Para Death Eater ingin membawa bayi itu kedalam organisasinya dan dicegah oleh para penyihir baik ketika saat diperjalanan kemarkasnya. Mereka mendecakkan lidahnya dengan sebal dan melemparkan bayi itu kedanau hitam dekat sebuah istana besar. Pria yang baru menginjak umur dua puluh satu itu meloncat dan pergi kearah danau hitam itu sembari membawa bayi tersebut dengan kedua tangannya.

Sosok Kakek tua itu tersenyum bangga pada pria tersebut dan menatap keji kearah kelompok pelahap maut dengan tajam. Mereka semua menghilang bagaikan ditelan angin dan yang tersisa hanyalah tanda petir dikening bayi itu terlihat sangat jelas. Kakek tua itu mengelus-ngelus bayi tersebut dan membawanya ke sebuah istana tanpa ragu-ragu. Maksud dari ragu-ragu adalah—kakek tua itu tidak meragukan kepada bayi itu kalau jahat dan baik.

Wakil kepala sekolah yang bernama Severus Snape tengah menidurkan bayi tersebut keranjang kecil dan memandangnya seolah-olah dia adalah anaknya. Tangan kekarnya menelusuri kening yang bertanda petir, hingga keujung pipinya yang sangat penuh dengan lemak bayi. Professor Severus Snape tercekat saat pintu itu dibuka dan menarik tangannya kedalam jubah hitam yang selalu ia kenakan kapanpun.

Orang yang membuka pintu kamar rahasia adalah seorang kakek tua yang daritadi bersamanya saat peperangan berjalan. Kakek tua itu adalah kepala sekolah istana sekolah sihir bernama Hogwarts yang bernama Professor Dumbledore Albus. Dia ikut duduk disamping Professor Severus Snape dan menarik nafas dalam-dalam. Pria berambut hitam berminyak itu sudah tahu, bahwa Dumbledore Albus ingin menjadikan bayi itu sebagai Ayahnya.

Dari awal, dia memang sudah tahu. Tapi ada satu hal yang sangat kurang—yaitu adalah seorang Ibu. Bayi itu memerlukan seorang Ibu untuk menyusui, mengantikan pakaiannya serta membacakan dongeng untuknya. Dumbledore Albus menepuk pundak teman lamanya dan membisik pelan tepat ditelinganya. Professor Severus Snape menelan ludahnya, lalu bangkit dari tempat duduknya menuju keluar kamar rahasia dengan bantingan pintu keras serta menahan emosinya.

Semilir angin menerpa rambut hitamnya dan menggenggam sebuah kalung berbentuk bulat dan berisi sebuah poto dirinya dan sosok gadis bermata hijau terang tengah tersenyum ceria disampingnya. Guru yang mengajar dalam bidang membuat ramuan itu menggigitkan bibir bawahnya dan menundukkan kepalanya seperti bukan Severus Snape saja. Lilly Evans Potter, adalah nama seorang gadis cantik berambut merah memiliki warna mata hijau emerald terang. Dia adalah sahabat baiknya, dan dia—sangat mencintai perempuan itu dengan hatinya.

Baru pertama kali seorang Severus Snape yang terkenal dengan dinginnya, egoisnya, sadisnya dan guru paling killer disekolah sihirnya telah jatuh cinta pada seorang wanita yang sudah menikah sejak berumur dua puluh tahun. Pria itu tahu, bahwa gadis tersebut sangat mencintai suaminya bernama James Potter sehingga mereka berdua telah menghasilkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Harry James Potter. Tangan putihnya ia kepalkan dengan kuat-kuat dan menatap kearah langit berwarna abu pekat dengan mata sayunya.

Dia akan berjanji—bahwa dirinya akan merawat anak itu sampai besar dan disekolahkan disekolah sihir bernama Hogwarts. Severus Snape harus menjalani sidang dikementrian sihir agar disahkan sebagai Ayah bayi itu. Ah, sepertinya hari ini akan turun hujan yang sangat deras sekali. Batinnya dari dalam hatinya yang paling dalam, lelaki itu pergi dari tempat berdirinya dan segera menuju keruangan rahasia yang tadi saat bersama bayi tersebut.

Setelah sampai disana, mata hitam pekatnya terbelalak kaget serta memandang bayi itu yang tengah disuntikkan sesuatu pada tangannya. Dengan gerakan yang sangat cepat, dia segera membawa tongkatnya dan mengucapkan satu patah mantra, sehingga 'mereka' tidak bisa membacakan gerakan dirinya akibat bergerak dengan sangat cepat. Ketika Professor Severus Snape akan memantrai 'mereka' dengan mantra 'terlarang' sebuah kutukan datang menghampirinya.

Pria itu meringis ingin dilepaskan dari sihir ferula'nya dan memandang sosok Kepala sekolah dengan tatapan sengit. Albus Dumbledore menyita tongkatnya kesebuah kotak lalu melanjutkan kegiatan penyahkan bahwa bayi itu adalah anak dari Professor Severus Snape. Dirinya ternyata salah paham, karena dia mengira mereka adalah para pelahap maut yang akan membunuh atau mengambil bayi itu.

Beberapa menit telah terlewatkan, bayi itu membukakan kedua matanya karena merasakan sebuah benda tajam menusuk kearah tangannya dan menangis dengan tersedu-sedu. Guru ramuan itu memangku bayinya dengan penuh kasih sayang meskipun tidak terlihat diwajahnya mencium kening sang anak. Sontak bayi itu tertawa dan mengambil tongkat Severus Snape yang ada ditangannya itu. Bayi tersebut kembali tertidur didalam pangkuan Ayahnya dengan sangat pulas.

-Beberapa tahun kemudian-

Dipagi hari yang sangat cerah, terlihat seorang anak laki-laki berumur sebelas tahun tengah berlari-lari dengan temannya sambil tertawa. Mereka berdua berlari seraya merusak atau menghancurkan benda-benda yang ada disekitarnya. Dengan wajah polos, anak itu mendorong kursi seseorang yang sedang sarapan pagi dengan enaknya. Lalu, sebuah suara berat terdengar dikedua telinga sang bocah.

Nadanya dingin, nadanya tajam, nadanya memerintah, dia tidak suka. Bocah itu tetap berlari-lari bersama temannya dan tertawa dengan terbahak-bahak membuat seisi rumah atau lebih tepatnya di istana sekolah sihir Hogwarts itu. Severus Snape, ayah dari bocah itu menaikkan sebelah alisnya lalu menghampiri sang anak seraya menatapnya dengan datar sekali. Bocah beriris hijau emerald (Disini tokoh utama yang bernama Harry James Potter atau Harry Potter tidak memakai kacamata bulatnya. Kenapa? Karena saya ingin melihat mata hijau emerald Harry Potter dengan jelas jadinya tidak memakai kacamata) itu merengut sebal dan memeluk Ayahnya pertanda meminta maaf. Severus Snape menghela nafas panjang lalu menarik pergelangan tangan kecil anaknya menuju meja makan yang besar disampingnya.

Bocah lelaki yang memiliki paras cantik dan manis itu mempunyai nama yang sangat indah sekali. Nama yang paling mudah diingat karena bocah itu telah mengalahkan Dark Lord pada saat berusia satu hari—tidak satu menitpun tidak. Semua penyihir didunia Auror telah mengenal bocah itu dengan baik, terkadang mereka selalu memujanya, bahkan memujinya seperti diperlakukan sebagai Raja. Namanya adalah Harry James Potter dan disingkat menjadi Harry Potter.

Dia adalah seorang laki-laki yang bertubuh pendek, berparas cantik, berpipi chubby, badan ramping, tentunya tidak memakai kacamata tengah memainkan makanan sarapannya dengan garpunya. Severus Snape yang menyadari tingkah laku anaknya itu langsung tersenyum paksa dan menahan tangan anaknya dengan lengan kirinya. Severus kembali lagi melanjutkan aktivitasnya karena anaknya sudah memakan sarapannya dengan baik dan benar.

Sesudah usai menghabiskan sarapannya, anak bernama Harry Potter itu menguap pelan lalu menyandarkan kepalanya kepundak milik sang Ayah tanpa memperdulikan delikan tajam dari sang Ayah. Memang tingkah laku anaknya itu sangatlah tidak sopan tapi—karena Dumbledore Albus melarang Severus Snape untuk memerahi dan menceramahinya terpaksa dia hanya bisa menghela nafas atau menerima perlakuan dari anaknya dengan bersabar.

McGonagall Minerva, seorang nenek yang berjabat sebagai Sekertaris Hogwarts atau guru pembimbing asrama Griffyndor itu mengelus puncak kepala Harry Potter dengan jari jemarinya yang sudah keriput. Sebelum melanjutkan ceritanya, Author harus menjelaskan tentang sekolah sihir Hogwarts terlebih dahulu. Disekolah sihir bernama Hogwarts itu adalah sekolah dimana para penyihir berada. Disekolah sana sangatlah besar dan memiliki beberapa asrama.

Tiap asrama memiliki satu guru pembimbing dan warna tersendiri dari sikap asramanya tersebut. Asrama terbagi menjadi empat, yaitu. Pertama, Asrama Griffyndor adalah asrama yang bersifat berani, tegas, ataupun jujur. Hanya orang baik dan murah hatilah yang ada diasrama itu. Yang kedua adalah asrama Huffplepuft adalah asrama yang bersifat tekun belajar, dan menataati perarutan. Yang ketiga, asrama Ravenclaw adalah asrama yang bersifat cuek dan tidak menghiraukan perilakunya yang salah ataupun benar. Dan yang terakhir adalah asrama Slytherin. Asrama Slytherin banyak yang dianggap dimana para death eater berada, asrama ini paling jahat dan paling buruk perilakunya dari asrama Ravenclaw.

Hogwarts adalah sekolah yang paling elit dibandingkan sekolah-sekolah sihir yang lainnya. Sekolah sihir tidak hanya Hogwarts saja, tetapi banyak. Namun tidak terlalu banyak, hanya ada beberapa sekolah saja. Sekolah ini banyak kejadian-kejadian aneh, banyak tragedi aneh, banyak masalah, banyak hantu, dan tempatnya kanker terutama diasrama Griffynfor. Diasrama itu terkadang dibimbing oleh hantu pada saat guru pembimbingnya sedang dalam urusan. (Lanjut kembali kedalam cerita)

Hagrid, seorang guru yang mengajari bagaimana berinteraksi dengan hewan aneh tengah menonton televisisi sambil menguyah cake'nya dengan tangan kirinya. Pria bertubuh besar, dan berambut panjang itu mendapatkan isi pembicarannya dan memandang sosok sahabat lamanya dengan tatapan it's amazing, right? Severus Snape mengerutkan keningnya dan menatapnya dengan tatapan berisi ada-apa-menatapku-dengan-tatapan-menjijikan-seperti itu. Dan langsung dibalas oleh tatapan Hagrid berupa, tenang-saja-aku-hanya-ingin-bicara-pada-anakmu-itu.

Pria tersebut mendekati kearah bocah yang sedang bermain dengan Dobby tiba-tiba diganggu oleh pamannya. Harry Potter menggerucutkan bibirnya seraya menunjuk dengan jari telunjuknya kearah pamannya itu. Hagrid tertawa renyah lalu menggoda anak itu dengan senyuman misterius. Harry Potter tahu, kalau pamannya ini akan berbicara dengannya mengenai suatu yang penting namun—tidak sepenting itu sepertinya.

"Apa? Aku akan sekolah disini bersama Dad?" tanyanya memastikan karena tidak percaya. Hagrid mengangguk dan dijawab dengan tatapan tajam dari Ayahnya itu, Harry Potter menarik-narik ujung jubah Severus Snape sembari menatap Ayahnya dengan tatapan memohon. Lagi-lagi Severus hanya bisa menghela nafas pasrah dan mengangguk cepat agar tidak ingin melihat anaknya yang meringis padanya. Minerva tertawa tapi berhasil ditahan oleh punggung tangannya dan mengecup pelan kepip Harry.

Bocah manis itu menutupkan sebelah matanya karena merasakan kecupannya sangat hangat sekali dipipinya. Lalu kedua tangan nenek itu mengangkat tubuh mungil Harry dan mendudukinya dipangkuannya. "Jika nanti kau akan bersekolah disini maka kau akan pilih asrama apa?" tanya Minerva McGonagall dengan tak lupa senyumannya yang bisa dibilang lembut sekali. Albus Dumbledore, Severus Snape, maupun Hagrid menelan ludahnya karena—pertama kali dia melihat tersenyum lembut pada seorang anak.

Mereka bertiga mengira bahwa Minerva sangatlah benci kepada anak kecil. Ternyata itu salah paham—McGonagall sangatlah menyukai anak-anak terutama kepada mata hijau Harry dan wajahnya yang cantik serta tubuhnya yang mungil plus ramping. Albus Dumbledore menarik serbet putih dan mengelap pada bibirnya yang sudah berwarna sedikit keunguan karena—dia sudah kelewat tua. Severus Snape pergi dari tempat duduknya karena ada hal yang perlu dia selesaikan sekarang, yaitu—menyiapkan beberapa detensi untuk murid yang terkena langgaran aturan.

Mata hijaunya ingatkan sekali lagi bahwa Harry Potter tidak memakai kacamata menatap Ayahnya dengan khawatir. Anaknya tahu bahwa Ayahnya sangatlah sibuk sekali, sehingga dia jarang bermain, jarang bicara, bahkan tidurpun hanya tiga hari selama sehari. Memangnya ada orang yang seperti itu. Tentu saja bisa jika ada ramuannya, bukankah Severus Snape adalah orang yang mahir dan pandai dalam bidang bercampur atau membuat ramuan?

Segala hal ramuan bisa dibuat oleh Severus Snape berupa, ramuan cinta, ramuan tidur tanpa mimpi, ramuan menghilangkan rasa ngantuk, ramuan menambahkan energi, dan sebagainya. Harry James Potter menyimpan kedua alat makannya dan turun dari pangkuan Bibinya menuju kamarnya. Sesampainya dikamarnya, Harry hanya bisa duduk diranjangnya, mendengarkan musik dari ponselnya ataupun bermain games dan memainkan tongkat sihirnya dengan malafalkan beberapa mantra.

Tangan mungilnya melepaskan mantelnya yang sejak tadi terus menempel ketubuhnya dan melemparkannya keranjangnya dan segera duduk dimeja belajarnya dengan mengetuk-ngetuk dagunya oleh alat penulisnya. Lalu, ia menulis pengalamannya dibuku diary'nya dengan senyuman tipis merekah dibibirnya. Hari ini aku diajak oleh Uncle Hagrid agar aku bersekolah disini bersama Dad. Awalnya Dad menolak mentah-mentah tapi akhirnya karena bujukkan dari Uncle Albus, Dad langsung mengizinkannya dengan satu syarat. Yaitu—

Jangan nakal dan tetaplah berubah menjadi diri sendiriku juga jangan bergantung pada orang lain—

Begitulah Dad bilang padaku. Sebenarnya aku tidak begitu mengerti apa yang dimaksudkan oleh Dad, tapi isinya seperti berupa larangan agar aku menjadi baik dan tidak boleh terlalu manja saat disekolah nanti. Lalu—aku akan mempunyai banyak teman disana~aku tidak tahu teman itu apa. Tapi yang jelas—teman adalah seseorang yang selalu ada didekatku, itu juga kata Dad. Hmn, tak salah aku harus menghadiri sebuah undangan resmi dari teman Dad'ku entah siapa.

Katanya, undangan ini sangat resmi sekali sehingga—aku harus bersikap formal, sopan, santun, dan sebagainya. Aunty Minerva bilang undangannya adalah malam ini dan aku akan bertemu dengan seseorang. Uncle Hagrid bilang 'seseorang' itu adalah akan menjadi temanku saat disekolah tapi kata Dad bilang 'hati-hati'. Jangan-jangan yang disebut 'seseorang' itu adalah orang yang tidak boleh kudekati atau—sangatlah jahat. Harry berhenti melanjutkan acara menulisnya dan meregangkan otot-ototnya yang merasa lemas sekali.

Anak cantik meskipun laki-laki itu menutup buku diary'nya dan menghampiri sosok burung hantunya yang bernama Hedwig. Burung itu pemberian dari Dad sebagai hadiahnya karena Harry berhasil memecehkan kaca itu dengan sihirnya itu. Lalu, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka menampakkan sosok temannya yang bernama Dobby itu tengah tersenyum kearahnya dan memperlihatkan sebuah kertas. Harry Potter memiringkan kepalanya dan bertolak pinggang, untuk apa dua buah kertas?

Dobby adalah peri rumah dikediaman Severus Snape, karena anaknya ingin tinggal di istana Hogwarts terpaksa Dobby akan diambil juga kesini. Peri rumah itu adalah pembantu yang selalu membantu atau bersedia melakukan apa saja hanya untuk majikannya bahagia dan puas. Dobby awalnya menolak tentang majikan baru, sebenarnya majikan yang asli itu adalah Severus Snape, namun—karena guru ramuan killer itu menyuruh Dobby untuk menjaga, dan melayani majikan baru pada anaknya. Dia akan melakukannya jika Severus Snape bahagia.

Peri rumah itu mendekati bocah lelaki seraya menyodorkan kertasnya dengan tangan kanannya agar sopan meskipun kertas yang bertulisan nama 'Harry Potter' itu ada dilengan kirinya, Dobby akan memindahinya kedalam tangan kanannya agar dia sopan, dan bisa menepati janji dari master'nya yaitu Severus Snape. Laki-laki itu menaikkan sebelah alisnya pertanda bingung, kedua tangan mungilnya memutar-mutarkan kertasnya dengan bibir dicibirkan. Dobby terkekeh geli melihat betapa polosnya anak ini, ditambah lagi—wajahnya yang imut, yang cantik, yang pendek, dan segala hal macam kesempurnaan tubuh cantiknya ada padanya.

Perlahan-lahan tangannya mulai melipat kertas itu menjadi dua bagian dan melipatnya lagi. Tak menunggu lama peri rumah itu akhirnya berhasil membuat 'sesuatu' dikertasnya. Dia meletakkan kertas yang berbentuk 'kapal terbang' itu dilantai berlapis emas dan meminjam tongkat sihir dari Harry. Setelah merafalkan suatu mantra, kertas itu terbang mengelilingi Harry juga Dobby. Anak berkulit putih mulus itu membinarkan kedua iris hijaunya dan berlari-lari mengikuti kertas itu terbang.

Kemudian, Harry juga ingin membuat kertas seperti Dobby dan memintanya untuk diajarkan bagaimana cara pembuatannya. Setelah peri rumah itu mengajarkan majikannya untuk membuat 'kapal terbang' dari kertas itu, Harry langsung meletakannya dilantai didepannya dan menyebut sebuah mantra agar bisa terbang seperti yang dilakukan oleh Dobby tadi. Kapal tentunya dari kertas itu terbang bersama kapal buatan Dobby. Mereka berdua tertawa, mengejar, dan menghasilkan keringat mengalir disudut pelipisnya. Harry merebahkan tubuhnya diranjang yang ia sayangi dan mengajak Dobby untuk tidur bersama.

Harry menggenggam tangan Dobby dilengan kanannya lalu tersenyum seraya tertidur. Kebiasaan, ketika Harry tidur dia selalu menggenggam apa saja yang ada didekatnya. Seperti menggenggam tangan seseorang, mengenggam gulingnya maupun benda-benda yang lainnya. Bocah itu sebenarya dilarang tidur pada pukul sebelas karena kata Ayahnya proses pertubumbuhannya beraksi pada pukul ini. tapi—kalau dia kelewat ngantuk dan kelelahan? Mungkin boleh sekali-sekali tidur pada pukul yang dilarang oleh Ayahnya.

Baru saja bocah itu tidur dengan nyenyaknya, dia mendengar suara mobil yang sangat berisik didepan istananya itu. Dengan tidak pasrahnya, dia membukakan kedua matanya dan menarik gordengnya dengan kasar. Alangkah terkejutnya—dia melihat mobil berjumlah lima dan dikelilingi oleh pria-pria. Mobil yang berada ditengah itu membuka pintunya dan maju serta diikuti oleh pria-pria itu. Harry James Potter langsung pergi dari kamarnya dan memanggil pamannya untuk 'segera melihat keluar, ada orang tak dikenal masuk keistana ini.'

Sesudah memanggil Pamannya, Harry menunjuk kearah luar jendela dengan tatapan terkejut. Hagrid menaikkan sebelah alisnya pertanda dia tidak tahu apa yang dimaksud oleh bocah itu. Terlambat, pintu itu sudah terbuka dengan lebarnya. Sosok pria dan satu lagi seorang wanita ramah (disebut ramah karena kelihatan dari wajahnya) tengah tersenyum kearah mereka berdua. Kedua sosok itu mendekati Hagrid, sontak Pamannya memeluk pria itu dengan hangat. Perhatian matanya teralih pada sosok bocah berambut hitam, bertubuh ramping, badan pendek, paras cantik, wajah manis, kulit putih.

Wanita itu berjongkok agar tingginya sama dengannya, gadis bermuka cantik itu menyentuh ujung rambut bocah itu dengan senyuman terukir dibibirnya. Dia menoleh kekiri serta kekanan karena tidak melihat orang yang ditujunya. (maksud ditujunya itu adalah gadis dan pria itu pergi ke istana Hogwarts hanya untuk bertemu dengan 'orang' yang ditujunya jadi disebut 'orang ditujunya') Hagrid memanggil nama orang yang dituju oleh mereka berdua. Lalu, Harry mengerutkan keningnya dengan jelas. Dad? Batin dari dalam hatinya.

Professor Severus Snape memasang wajah datar seperti biasanya dan mempersilahkan kedua mahluk itu untuk duduk diruangan keluarga atau lebih tepatnya diruangan rahasia. Setelah memperkenalkan nama kedua orang itu, Harry akhirnya ahkrab dengan orang yang bernama Lucius Malfoy, juga Narcissa Malfoy. Harry Potter duduk dipangkuan Lucius dengan santai. Tetapi sikapnya tetap formal, dan sopan. Jika sopan—kenapa dia bisa duduk dipangkuan Lucius? Iya—karena pria itu mengajaknya duduk disini, Harry dengan senang hati menurut pada Lucius meskipun dia tidak mengenalnya.

Dumbledore Albus datang menghampiri mereka dan duduk disamping Severus. Hanya perbincangan kecil saat mengobrol. Narcissa mencium kening Harry dengan bibirnya dan memandangnya dengan geli. "Harry, malam ini kau diundang kerumah Aunty Cissy juga Uncle Cius, Harry inginkan ikut keundangan kami?" bocah itu meminta izin kepada Ayahnya. Lalu, setelah diberikan izin Harry mengangguk dan mengangkat jari kelingkingnya kedepan Lucius dan Narcissa.

Mereka berdua tertawa lalu mempersatukan jari mereka kejari mungil milik Harry. Sesudah melakukan acara 'mempersatukan jari kelingking' Lucius dan Narcissa pergi dari istana Hogwarts itu dan meninggalkan Harry yang masih ingin bermain dengan mereka berdua. McGonagall Minerva terkekeh geli melihat raut muka sedih terpampang dengan jelas dimuka Harry. Seperti Harry merindukan mereka, Severus mengangkat tubuh Harry kedalam pelukannya dan mengelus-ngelus puncak kepalanya.

Harry tersenyum kembali dan bermain lagi bersama Dobby. "Dad, bolehkah aku nanti bermain dengan 'seseorang' yang Uncle Hagrid katakan?" tanya Harry dengan wajah polos nan imutnya, Ayahnya mengangkat kedua pundaknya dan berjalan pergi ke lab ramuannya sambil mengatakan. Jika menurutmu dia baik, kau boleh bermain dengannya. Tapi jika menurutmu 'seseorang' itu sangat nakal atau kau benci maka janganlah sekali benci pada orang lain karena akan mencelakaimu. Jadi—kau harus berusaha mengajaknya bermain dan bersikaplah seperti biasa. Jangan sombong.

Anaknya itu mengangguk singkat dan membaca buku cerita bersama peri rumah itu bersama seraya menunggu malam tiba. Ketika Harry membuka buku ceritanya dihalaman pertama, dia melihat sosok manusia bertaring, matanya berwarna merah, memakai jubah hitam panjang, dan meminum air berwarna merah yang Harry kira itu adalah juice apel merah. Bocah lelaki itu membalikkan halamannya dan berhenti pada tulisan 'Vampire and Mangy'. Harry menggumam terus kalimat itu didalam hatinya dan memegang dagunnya dengan kebingungan.

Dobby yang melihat majikannya berhenti membaca segera menanyakan kepadanya dan dibalas dengan senyuman tipis dibibirnya. Lalu, Harry melanjutkan buku ceritanya. Dan ketika dihalaman berakhir dia menemukan sebuah tulisan panjang terderet dikertas ceritanya itu. Lantas Harry langsung membacanya dengan teliti. Pada malam hari terdapat di istana tua hidup seseorang manusia yang tengah meminum air berwarna merah. Air tersebut dinamakan blood water. Blood water adalah makanan dari Vampire.

Vampire adalah mahluk menyerupai manusia yang memiliki taring, warna mata merah, serta kulit pucat putih. Makanan Vampire adalah blood water atau—menggigit manusia tepat dilehernya. Vampire terbagi atas dua bagian, pertama Vampire rendahan dan Vampire berkelas. Vampire rendahan adalah Vampire yang tidak bisa mengendalikan atau mengontrol dirinya. Sehingga Vampire rendahan sering membunuh manusia atau menghancurkan. Kedua, Vampire berkelas adalah Vampire yang bisa mengontrolkan tubuhnya. Rata-rata sikap Vampire berkelas itu sikapnya dingin, dan jarang bicara.

Vampire berkelas harus memiliki Mangy didalam hidupnya. Vampire berkelas bisa tidak memiliki Mangy atau tidak. Namun jika Vampire berkelas tidak mempunyai Mangy, kebanyakan Vampire berkelas yang tidak memiliki Mangy itu berubah menjadi Vampire rendahan. Tetapi bisa juga Vampire berkelas tidak mempunyai Mangy, namun hanya Vampire terpilihlah yang bisa mempunyai Mangy atau tidak.

Mangy menurut bahasa Vampire itu adalah mangsa. Mangy sangat dibutuhkan oleh Vampire berkelas, sehingga mereka sangat posesif pada Mangy. Maksud dari Posesif itu adalah Vampire berkelas tidak mengizinkan untuk Mangy agar mendekati orang-orang. Tugas Mangy hanya memberikan darahnya pada pemilik Mangy itu dan hanya bisa disentuh atau dimiliki oleh pemiliknya. Mangy diberi tanda oleh sebuah tato berbentuk ular. Dan tato itu bisa berubah warna, seperti warna putih, warna hitam, warna abu, warna ungu, dan warna merah.

Setiap warna memiliki arti, arti tersebut bermakna keadaan sang Mangy. Vampire berkelas bisa tahu keadaan sang Mangy dengan memunculkan warna tato itu. Contohnya warna putih, bila tato ditangannya berubah menjadi putih maka sang Mangy sedang berjalan kearah sang pemilik atau sedang dekat dengannya. Bila tato itu berubah menjadi warna hitam keadaan sang Mangy sedang dalam bahaya. Bila tato itu berubah menjadi warna abu abu keadaan sang Mangy sedang mengkhawatirkan kepada pemiliknya. Bila tato itu berubah menjadi warna ungu maka keadaan sang Mangy sedang mengkhawatirkan.

Dan bila warna tato itu berubah menjadi warna merah maka sang Mangy sedang terluka, sedang sedih, sedang diancam oleh seseorang, dan sedang terluka. Vampire Berkelas tidak mudah mencari seorang Mangy. Prosesnya sangat lambat sekali, mula-mula Vampire berkelas harus meminum Blood Water sesudah itu Vampire berkelas mulai mencari dan berubah sosok menjadi seorang manusia, lalu Vampire berkelas harus berinteraksi dengan para manusia. Setelah itu carilah bau darah yang menurut selera Vampire berkelas itu. Maka Vampire berkelas itu harus memilikinya dan mengejarnya.

Sesudah menangkap sang Mangy, Vampire itu harus diberikan tanda yang seperti diatas. Tandanya berupa tato berbentuk ular, dan diletakan ditangan sang Mangy juga diletakkan ditangan sang Vampire berkelas itu. Begitulah ceritanya, namun—dalam makna buku ini—penulis mengharapkan untuk tidak mencari tahu ataupun menyelidiki tentang cerita ini asli ataupun tidaknya. Tapi—jika sang pembaca memang sangat penasaran diharapkan untuk tidak masuk kedalam sekolah beasrama.

Vampire berkelas atau rendahan hanya bisa ada disekolah sihir dan banyak asramanya. Kebanyakan Vampire berkelas tinggal diasrama paling jahat. Seperti asrama Slytherin disekolah sihir bernama Hogwarts. Namun, penulis tidak tahu benar atau salahnya keberadaan tersebut. Ada satu amanat yang penulis katakan—'Jangan masuk kedalam asrama Slytherin jika tidak ingin menjadi Mangy bagi sang Vampire berkelas. Dan—semua yang dibaca oleh sang pembaca hanyalah khayalan dan cerita saja. Penulis berharap sang pembaca 'tidak perlu' untuk mempercayainya—

Bocah berusia sebelas tahun itu menyerngitkan keningnya. Pikirannya mulai terfokus pada tulisan-tulisan itu, memangnya Vampire itu ada? Harry Potter menutup buku yang sudah dia bacakan dan berpikir sejenak tentang keberadaan Vampire tersebut. Warna tato, Vampire, blood water, asrama, sekolah sihir, Hogwarts, Mangy..sebenarnya apa itu? Apakah itu hanyalah sebuah khayalan dari sang penulis? Ataukah—itu adalah asal usul dari dunia Auror maupun Muggle?

Dia helakan nafasnya dengan panjang dan kembali membuka buku itu kehalaman terakhir. Hanya ada satu kalimat dibenak Harry, yaitu—hilang. Semua tulisan yang terderet dihalam terakhir menghilang sekejap mata. Bocah beriris hijau tentunya tidak memakai kacamata itu kembali menutup bukunya dan menyimpannya dengan gerakkan canggung. Kenapa tulisan itu menghilang? Kenapa? Harry mengacak-ngacak rambut hitamnya dan mengambil susu yang sudah dingin disampingnya.

Ketika dia akan menyeruput susunya, sebuah bayangan yang terpantul disusu itu berubah menjadi sosok manusia bertaring sedang menyeringai. Sontak Harry langsung berteriak dan melemparkan gelas itu kedinding dengan isi pikiran terarah kepada tulisan-tulisan yang tadi terus terngiang dikepalanya. Severus Snape langsung keluar dari lab komputernya dan memeluk Anaknya dengan penuh kekhawatiran. Ayahnya langsung membawa Anaknya kekamarnya dan menanyakan apa yang sedang terjadi sehingga bisa melempar gelas itu yang masih berisi susu?

Anak laki-laki itu menceritakan mulai dari tulisan buku cerita yang ia baca menjadi menghilang, lalu bertanya Vampire itu ada? Mangy itu ada? Asrama Slytherin itu benar-benar tempat terkumpulnya orang jahat serta Vampire berada? Dan yang terakhir bayangan sang Vampire terpantul disusunya. Severus Snape mengangguk-ngangguk pertanda mengerti dan menyuruh Anaknya untuk segera tidur siang agar bisa melupakan semua kejadian-kejadian yang dialaminya itu. Sesudah memastikan anaknya sudah tidur, Severus langsung meninggalkan kamar anaknya dan mulai melanjutkan aktivitas membuat ramuannya dengan air keringat mengalir.

Tak terasa malam sudah datang, kini lelaki bernama Harry Potter itu sudah bangun dari tidurnya dan segera mandi malam, menggantikan pakaiannya dengan baju sopan, menyisir rambutnya serta tersenyum didepan cerminnya. Kedua iris hijau terangnya terlihat dengan sangat jelas ketika dia bercermin didedepan kacanya. Harry memakai pakaian celana jeans berwarna hitam ketat, kemeja yang dikeluarkan berwarna putih berdasi warna hitam. Tubuhnya ia gerakkan kesamping dan kenanan, hmn~sepertinya aku tidak pantas memakai kemeja? Lebih baik pakai kaus saja. Batin bocah itu dari dalam hati.

Sesudah menggantikan pakaiannya dengan kausnya, Harry tersenyum bangga dan tersenyum. Sekarang, penampilannya sudah rapih dan cocok. Kaus berwarna merah panjang dan memakai mantel yang panjangnya sepaha itu ia rapatkan lalu keluar dari kamarnya bergegas menuju keluar istana Hogwarts. Tak lama, Ayahnya serta Paman dan Bibinya datang. Kemudian, mereka pergi menggunakan sebuah mobil entah-milik siapa yang menyetirnya adalah Paman Hagrid.

Selama diperjalanan Harry tertawa, bercanda dengan Ayahnya mengenai ramuan, sihir, dan kutukan. Harry tertawa ketika Ayahnya menyebutkan ramuan cinta, anaknya bertanya pada Ayahnya mengenai ramuan tersebut. Pertanyaan adalah 'Siapa yang Severus Snape cintai?' pria berambut hitam berminyak itu menelankan ludahnya dan menghela nafas panjang. Berniat untuk tidak mau melihat kemarahan dari sang Ayah, Harry langsung berhenti bermain dan sampai disebuah istana yang lebih besar daripada istana Hogwarts.

Severus melangkah maju kedalam istana itu, lantas pintu besar berlapis emas itu terbuka dengan lebar menampakkan sosok pria, sosok wanita, dan sosok laki-laki seumuran dengannya tengah menatapnya dengan senyuman hangat tidak—bagi anak berambut pirang rapih itu. Dia menatap kearah mereka dengan datar dan tidak bereskpresi. Lucius Malfoy, Narcissa Malfoy mencium kedua pipi Harry dengan bibirnya dan penuh kasih sayang. Mereka menyuruh Severus dan yang lainnya untuk segera masuk kedalam rumah—lebih tepatnya istananya ataupun manornya.

Harry duduk dengan sangat canggung sekali, entah kenapa Pamannya, Bibinya dan Ayahnya tidak gugup ataupun canggung. Mereka menikmati undangannya dengan teh yang manis, tidak bagi Harry—dia sedari tadi menatap sosok anak yang sedang menyeruput kopi panas sambil duduk dimulut jendela seraya menikmati hembusan angin dimalam hari. Rambut pirangnya, mata abunya tajam, kulitnya yang putih pucat, wajahnya tampan, tubuhnya tinggi, serta keren. Pasti semua orang yang sedang melihatnya langsung terpesona dengannya. Rambutnya yang lembut tersapu oleh angin dingin. Harry terdiam sejenak lalu ikut meminum tehnya bersama mereka.

Narcissa menghampiri Harry lalu mengajaknya untuk mendekati anaknya yang sedang duduk menyendiri dimulut jendela besarnya itu. Sesudah sampai mendekati anaknya yang berwajah dingin itu, Narcissa menyentuh pundak Harry dan memperkenalkan pada anak tunggalnya itu. "Draco, kenapa kau tidak ikut bersama kami meminum teh bersama?" tanyanya dengan lembut. Lelaki yang dipanggil 'Draco' itu memalingkan wajahnya dan menaikkan sebelah alisnya pertanda dia tidak ingin diganggu. "Aku membenci keramaian dan bergerombol,"

Ibunya itu terkekeh geli dan memperkenalkan bocah itu kepada anaknya. "Draco my sweetie, kenalkan dia adalah Harry Potter. Anak ini adalah teman dari Ibu dan Ayah, dia cantik 'kan? Meskipun laki-laki. Harry, Draco itu orangnya dingin dan sulit diajak bicara. Dia suka menyendiri, dan membenci keramaian. Harry, kudengar kau akan masuk kedalam sekolah sihir di Hogwarts itu 'kan? Draco juga akan bersekolah disana, tetapi dia akan masuk dalam tahun keempat bukan tahun pertama sepertimu. Lebih tepatnya Draco lebih tua darimu selama empat tahun. Hidup ahkrab ya dengannya, Draco, Harry."

Remaja berambut pirang platinum itu hanya mengangguk singkat dan beranjak pergi dari tempat duduknya menuju kamarnya. Harry Potter mengedipkan kedua matanya karena baru kali ini ia mengenal orang yang begitu dingin padanya, bahkan Ayahnya yang sadis juga tetap melayani atau menemaninya disaat tidur. Tiba-tiba pikirannya kembali terlintas soal buku cerita yang ia baca sejak siang tadi. Mengenai tulisan yang menghilang itu dirinya masih belum percaya dan ingin sekali dia menyelidiki lingkungan sekolah Hogwarts yang ia tinggali sebagai tempat tinggalnya.

Namun, Ayahnya—Severus Snape selalu melarang dirinya untuk mengelilingi lingkungan Hogwarts tersebut. Ayahnya berkata, jangan sekali-kali pergi sendirian di istana Hogwarts. Remaja beriris hijau terang itu terkadang melamunkan tentang hal yang disembunyikan oleh Ayahnya. Pasti, Pamannya, Bibinya juga Ayahnya menyembunyikan sesuatu padanya yang tidak boleh ia ketahui. Harry tahu, kalau Ayahnya itu tidak ingin Anaknya terlibat dalam masalah. Tetapi—jika itu mengenai keluarganya dia harus tahu dan menolong karena hanya Severus Snape'lah anggota keluarganya seorang.

Katanya, Ibu Harry telah meninggal pada saat peperangan besar antara kelompok manusia jahat dan manusia baik. Awalnya Harry tidak mengerti apa itu manusia jahat? Apa itu manusia baik. Tetapi, ketika dia telah menginjak pada umur sembilan tahun. Dirinya sudah menemukan sebuah informasi dalam mimpi. Sebenarnya Harry tidak ingin mempercayai atau mengingat mimpinya. Dia selalu menganggap mimpi itu hanyalah kebohongan belaka. Namun, karena mempunyai sebuah bukti kuat, akhirnya Harry percaya bahwa sekelompok penyihir yang namanya death eater itu ada.

Yang diketahui oleh Harry tentang death eater adalah sekelompok penyihir terkuat yang setia mengikuti perintah dari Raja kegelapan atau Dark Lord. Para pelahap maut sedang mengincar dirinya untuk membunuhnya karena berbahaya bagi Rajanya. Jika dibiarkan hidup—maka Dark Lord akan mati. Tapi—jika rencananya bahwa death eater akan membawanya kekelompoknya, maka mereka akan mengajak Harry pergi kekelompoknya dengan ajakan paksa atau beruba ancaman.

Professor Dumbledore Albus adalah seorang Kepala Sekolah yang katanya adalah mantan guru dari renkarnasi Voldemort atau dikatakan kau-tahu-siapa. Voldemort adalah seorang laki-laki yang satu-satunya tidak memiliki hidung dan dia adalah termasuk penyihir paling kuat dalam ilmu hitam. Menurut hasil penilitian Severus Snape, Voldemort tidak boleh dipanggil dengan namanya karena jika berhasil dipanggil, maka sesuatu yang tidak diinginkan akan terjadi oleh pemanggil tersebut.

Mereka mulai terbiasa dengan panggilan kau-tahu-siapa atau you-know-who. Pada abad ketiga Voldemort adalah seorang Raja kegelapan bagi pelahap maut. Kekuatannya tidak bisa ditandingi oleh siapapun. Dan bagi para pengikut yang baru, mereka harus menandai pengikutnya dengan lambang tengkorak dan seekor ular berwarna hitam pekat. Sebagian besar, pengikut setia yang bernama kelompok death eater itu katanya berada diasrama Slytherin tepatnya diasrama sekolah sihir Hogwarts. Harry tidak tahu bahwa semua itu adalah benar atau salah.

Dia bisa tahu tentang informasi ini karena tidak sengaja mendengar pembicaraan antara Professor Dumbledore Albus bersama Severus Snape serta Minerva McGonagall. Harry tidak berani bertanya mengenai death eater itu. Takutnya Ayahnya menghapus semua ingatannya dan marah padanya. Kini, dia hanya bisa memendam rasa keingin tahunya dari lubuk hatinya yang paling dalam. Harry James Potter atau disingkat menjadi Harry Potter tengah melamun disebuah sofa panjang dekat dengan Lucius Malfoy dengan alis terpaut.

Dirinya masih bingung tentang masalah itu dan juga—kenapa dikeningnya ada tanda petir berwarna hitam jelas disana. Ketika ia bertanya pada Ayahnya, dia bilang bahwa tanda petir itu adalah tanda kelahirannya. Dan Ibunya juga memiliki tanda seperti itu dikeningnya, mungkin itu hasil penurusan keanak saja. Tetapi—Harry tidak sepenuhnya percaya dalam alasan itu. Memang dia adalah Ayahnya dan dirinya harus percaya pada Severus Snape. Tapi—alasannya cukup tidak logika atau logis, jadi kurang percaya tentang alasannya.

Bocah laki-laki itu menghela nafas pelan yang dihembuskan melalui mulutnya dengan sedikit kasar disana. Keningnya berhenti ia kerutkan agar tidak menjadi mengerut atau tidak menghasilkan kerutan permanen, iris matanya tidak lagi menatap kearah meja melainkan menatap kearah Ayahnya yang sedang menatapnya dengan taikkan sebelah alisnya. Sepertinya Severus Snape mengkhawatirkan keadaannya karena dari tadi dia terus melamun, atau tidak melamun dia menggarukkan kepalanya yang tidak terasa gatal.

Remaja berparas cantik itu menyunggikan senyumannya pada Ayahnya agar menghilangkan rasa kecemasan dibalik wajahnya itu. Ternyata benar dugaan Harry, Ayahnya langsung tidak memandangnya lagi dan berbincang kembali dengan sahabat lamanya yang bernama Lucius Malfoy juga Narcissa Malfoy. Kedua orang itu mempunyai rambut pirang sama seperti Anaknya bernama Draco Malfoy. Mereka berdua sangatlah ramah sekali pada dirinya tidak seperti—lelaki itu.

Draco Malfoy orangnya sangat dingin, dan jarang bicara. Bahkan kepada kedua orang tuanya pun dia bungkam seperti tidak mengenalnya. Tatapannya pun dingin kepada semua orang, iris mata silver kebiruannya sangat tajam sekali sehingga indah sekali untuk dilihat. Juga, wajahnya yang begitu tampan nan mempesona berhasil menarik hati semua orang kepada dirinya itu. Perempuan baik pun itu laki-laki pasti terkagum-kagum oleh kesempurnaan dari lelaki bernama Draco Malfoy.

Orang yang memiliki wajah stoic itu lebih menyukai sendirian dan membaca artikel seperti bertentangan novel. Draco Malfoy sangat menyukai buku dan tidak menyukai makaman manis. Ayahnya bilang dia paling benci kepada anak perempuan, karena menurutnya anak perempuan itu semuanya manja dan tidak bisa hidup mandiri. Perempuan selalu bergantung pada alat rias dan perhiasan yang selalu bertengger ditubuhnya. Draco Malfoy sangat membenci hal itu, bahkan kepada Ibunya terkadang dia acuh karena seorang perempuan.

Ayahnya, Lucius Malfoy berusaha menenangkan anaknya bahwa Ibunya sangat berbeda dengan anak perempuan yang lainnya. Karena sudah diberitahukan oleh Ayahnya, Draco Malfoy mulai bisa bicara dengan Ibunya dan membuka hatinya padanya. Narcissa Malfoy, Ibud dari Draco Malfoy itu paling sulit untuk diajak bicara dan sulit membaca pikirannya maupun membedakan ekspresinya itu. Kedua orang tuanya tidak tahu bagaimana ekspresi 'benci' atau ekspresi 'suka' kepada anaknya karena semuanya wajahnya sama tidak terlihat perbedaan.

Malfoy Draco juga sangat tidak menyukai keramaian atau melihat orang-orang bergerombol didepannya. Jadi, Ayahnya memutuskan bahwa Anaknya pantas menjadi ketua murid disekolahnya pada waktu dia sekolah dasar. Draco Malfoy pernah sekali-sekalinya ingin keluar dari sekolah sihir bernama Hogwarts karena katanya banyak anak perempuan baikpun anak laki-laki yang selalu membuntutinya atau memberinya sebuah surat cinta dan tatapan menjijikkan padanya terutama kepada Astoria Grenggers. Gadis berambut hitam itu selalu menggodanya atau menganggunya pada saat waktu istirahat maupun pada waktu pelarajan dimulai.

Ia ingin sekali membunuhnya dengan kekuatan sihir ilmu hitam tapi—karena pihak kementrian melarang ilmu sihir itu digunakan jika tidak mempunyai hak izin bagi sang pemakai. Setiap kali dia sedang bersama teman dekatnya Astoria selalu mengganggunya dan menggodanya dengan senyuman brengsek saat itu. Dan melegakannya ketiga teman laki-lakinya yang selalu setia mengikuti Draco Malfoy selalu mengusir gadis tengik itu untuk menjauh dari dirinya.

Ketiga temannya itu sangatlah paling dekat dengannya oleh karena itu penduduk atau siswa yang berada disekolah sihir Hogwarts selalu mengatakan bahwa mereka adalah pengawalnya disaat sedang bersekolah. Padahal itu semua bukan, mereka bertiga adalah teman dekatnya. Hanya saja—mereka bisa membaca pikiran seorang Draco Malfoy. Dalam waktu kurang dari tiga minggu lagi, semua murid baru yang akan mendaftarkan diri kepada sekolah Hogwarts akan dilakukan tes seperti menggunakan atau menjawab pertanyaan dari sang seleksi.

Kembali pada Harry Potter. Kebetulan dirinya akan masuk kedalam sekolah sihir Hogwarts pada tahun pertama karena paksaan dari Paman Hagrid, Paman Dumbledore, juga Bibi Minerva. Harry sangat berterima kasih kepada mereka karena sudah memaksa Ayahnya untuk menyekolahkannya disekolah itu. Jika bukan paksaan dari mereka berdua, maka dirinya tidak akan bisa bersekolah disana dan tidak akan bertemu dengan sosok remaja bernama Draco Malfoy i—tu. Tunggu, kenapa Harry harus berbatin seperti itu?

Kenapa dia beralasan 'tidak akan bertemu dengan Draco Malfoy?' memangnya jika bertemu akan senang? Atau kalau tidak bertemu dengannya dia tidak bisa melihat wajah tampannya yang selalu terbayang-bayang dalam benaknya? Atau...bocah berbadan kecil itu menelankan ludahnya secara paksa dan kembali lagi pada pikirannya mengenai sekolah Hogwarts yang terkesan menyenangkan. Bayangkan saja dirinya akan mempunyai banyak teman, bisa mengobrol dan bisa bermain dengan temannya.

Dia ingin sekali berteman dengan seseorang yang selalu setia padanya. Iya..dia ingin berteman dengan sosok Draco Malfoy itu. Dengan hati yang sangat dipenuhi kepenasaran, Harry ingin sekali berteman dengan sosok itu saat nanti disekolah. Tapi—rasanya sangat tidak mungkin dia berteman dengan anak yang dingin serta jarang bicara. Tetapi, jika takdirnya akan dipertemukan dengan anak itu maka—dia akan berteman baik dengannya. Tentu, semua yang ia pikirkan itu hanyalah sebatas—keinginan kecil, dan hanya 0000000,01 persen dia bisa berteman dengannya dan bicara dengannya.

Draco Malfoy sangat tertutup, dia tajam, dia dingin, dan segala hal macam tentang hati dingin ada padanya. Entah kenapa, dia sangat sekali membenci kepada anak perempuan hanya karena dia manja atau bergantung pada alat rias serta perhiasan yang bertengger ditubuhnya atau—ada 'sesuatu' masalah yang menimpa padanya bertentangan dengan 'anak perempuan'? Bocah berambut hitam itu mengusap-ngusap dagunya dengan punggung jarinya dengan penuh kecanggungan dihatinya. Dia sedang bingung kali, pertama—dia menemukan hal menarik dalam buku cerita, lalu tulisan yang ia baca menjadi hilang, membaca tentang Vampire rendahan juga Vampire berkelas, dan ingin berteman dengan pangeran es bernama Draco Malfoy.

Ah, sepertinya Harry Potter sedang stress gara-gara menganggumi pada manor keluarga Malfoy. Lelaki itu menggigit bibir bawahnya dan merasakan bahwa ada seseorang yang akan mendekatinya dari belakang. Oh, semoga saja dia itu adalah—Harry berhenti bergurau dan membalikkan badannya kebelakang. Terdapat Ayahnya tengah mengajaknya pulang karena hari sudah larut malam. Dia mengangguk singkat dan segera bangkit dari tempat duduknya juga mengikui langkah Ayahnya dari belakang. Setelah Harry sudah duduk dimobil milik Ayahnya, dia melihat Lucius dan Narcissa membelai lembut puncak kepalanya.

Kedua orang tua itu mengajak dirinya agar datang lagi kerumahnya melainkan keistananya bersama Ayahnya juga Paman, dan Bibinya. Lagi-lagi Harry hanya bisa tersenyum tipis dan menatap keatas manor istananya. Seketika iris matanya membulat karena melihat 'sosok' laki-laki berambut—tidak diketahui karena terlalu kejauhan tengah menatapnya dengan tatapan datar sekali. Harry menelan ludah paksa lalu menarik tombol 'on' agar kaca mobilnya segera ditutup. Sesudah mobilnya melaju, ia sempat menoleh kebelakang. DEG! 'sosok' yang tadi menjadi memakai jubah dan dikelilingi oleh kelelewar. Digosoknya kedua matanya dengan lengannya dan melihat kembali kearah atap manor itu.

—Tidak ada.

'Sosok' yang dilihat tadi oleh Harry menghilang seperti ditelan bumi. Ia kerutkan kedua alisnya lalu mengangkat pundaknya sembari memejamkan kedua matanya karena tiba-tiba rasa ngantuk mulai menjelajahi tubuhnya. Ia mengira bahwa 'sosok' itu adalah khayalan yang dibualnya karena terlalu mengantuk. Iya, mungkin saja itu hanya khayalan besar yang dibuat olehnya. Tidak mungkin kalau 'sosok' itu...bocah terkejut ketika Ayahnya menepuk kepalanya dengan pelan.

Lantas matanya ia bukakan dan memandang Severus Snape dengan tatapan masih dalam keadaan terkejut. Dia senyumkan dibibirnya dan kembali ia pejamkan kedua matanya berniat untuk tertidur lalu melupakan semua hal yang ia terjadi dengan mimpi indahnya. Semoga saja..yang ia mimpikan itu adalah 'sosok' yang ia tunggui dan sukai dalam diam. Entah ramuan apa atau petir apa yang menyambar kepalanya bahwa dirinya—mulai tertarik pada 'sosok' itu. Sungguh aneh anak zaman sekarang, mungkin jika Ayahnya tahu bahwa anaknya itu sedang menyukai seseorang pasti Paman dan Bibinya akan menertawainya.

-The Morning-

Pagi harinya, seperti biasa semua yang tinggal di istana Hogwarts tengah sarapan diaula besar dengan suara gesekkan antara alat makan dan piring terdengar dengan berdengung diruangan besar itu. Semua orang yang berada disana, sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Tidak bagi seorang bocah laki-laki itu, dia sejak tadi terus duduk dengan canggung didepan makananya dengan wajah menunjukkan sedang melamun. Ayahnya yang sedari tadi memperhatikan tingkah Anaknya langsung berdehem.

Sontak Harry langsung tersadar dari lamunannya dan menyunggikan senyumannya yang lembut didepan keluarganya itu. Tangannya mulai menyentuh alat makannya dan mengambil sebuah daging kearah piringnya. Setelah itu dia langsung memakannya dengan lahap, dan tanpa sadar dia melupakan kejadian-kejadian yang kemarin dialaminya itu. Beberapa menit telah terlewatkan, mereka semua selesai sarapannya dan mengelap mulutnya dengan sebuah serbet berwarna putih.

Professor Dumbledore Albus mulai membicarakan hal-hal yang penting mengenai pembelajaran baru tentang sekolah ini. Kabar baik datang bahwa siswa baru yang akan sekolah sihir di Hogwarts nanti akan dimulai besok pagi pada pukul tujuh tepat. Pemberangkatannya akan memakai sebuah kereta bertulisan 9 tiga perempat. Wajah Harry berubah menjadi senang dan langsung pergi kekemarnya serta diikuti oleh peri rumah yang bernama Dobby.

Sesampainya dikamarnya, lelaki itu mulai duduk dimeja belajarnya bersama Dobby yang selalu menemaninya kapanpun dan dimanapun. Harry mengambil pena bulutnya lalu mulai membuka buku diary'nya. Apa yang akan ditulisnya hari ini? Tentu saja, dia akan menulis tentang hari yang sangat bagus. Lalu tangan mungilnya mulai menulisnya dengan senyuman kecil terukir dibibirnya. Hari ini adalah hari Minggu, dan besok adalah hari Senin. Pada esok hari, aku akan mulai bersekolah disini, di Hogwarts. Meski aku tinggal disekolah Hogwarts aku tidak bosan duduk disini karena tempatnya sangat menarik.

Dan lebih baiknya—besok aku akan bersekolah di Hogwarts dengan naik kereta. Aku sudah sangat tidak sabar menunggunya, bahkan ketika aku sedang menulis. Tanganku langsung bergematar dengan hebat. Lalu, aku akan mendapatkan teman. Setelah itu—ah lupa, katanya aku akan dites terlebih dahulu? Sayangnya hal itu sudah dihapus langsung oleh Uncle Dumbledore. Dan aku bisa langsung masuk kedalam sekolah~Oh lupa, Dad bilang sebelum masuk kesekolah, aku akan diseleksi oleh sebuah topi yang akan menempatkanku keasrama. Hmn, aku akan ditempatkan dimana?

Tidak salah, disekolah sihir Hogwarts mempunyai empat asrama. Yaitu, Griffynfor, Hufflepuft, Ravenclaw, dan—Slytherin. Keempat asrama itu selalu bersaing dalam meraih nilai terbanyak serta dalam bidang pembelajaran. Aunty Minerva bilang, keempat asrama itu mempunyai sebuah pasangan. Yang dimaksud pasangan itu adalah salah satu asrama itu akan memiliki pasangan. Seperti Hufflepuft dengan Ravenclaw, lalu Griffyndor dengan Slytherin.

Setelah masuk kesekolah, aku akan ditempati diasrama apa? Semoga saja—asramanya sama dengan—Harry berhenti menulis mendadak wajahnya memerah entah kenapa. Kedua tangannya ia regangkan agar otot-ototnya tidak terjepit antara tulang-tulang lengannya. Kedua matanya ia alihkan pada pandangan kearah jendela yang ditutup oleh hordeng berwarna merah. Dia topangkan dagunya kepunggung tangannya dan menghembuskan nafasnya dengan sedikit kasar.

Ah, sepertinya ada yang diabaikan. Harry tersentak dalam lamunan indahnya dan menatap kesampingnya. Terlihat Dobby sedang menggambar sesuatu didalam selembar kertasnya dengan spidol berwarna biru muda. Bocah itu tersenyum tipis dan merebut kertas itu dari pegangan Dobby menuju tangannya. Ada lima orang disana, pertama ada orang yang pendek, kedua mata orang itu warnanya hijau terang, ketiga orangnya memakai jubah hitam, ketiga orangnya mempunyai janggut panjang berwarna putih, yang terakhir orangnya seorang wanita sedikit lebih tua tengah tersenyum lebar.

Lelaki itu bangga terhadap peri rumahnya dan memeluk Dobby dengan erat sekali. Membuat peri tersebut sulit untuk bernafas, lantas Harry langsung melepaskan pelukan 'maut'nya dan mengajak Dobby untuk bermain kertas seperti halnya dengan kemarin. Aku duduk diranjangku dengan sedikit lesu akibat tadi aku terus mengejar Dobby untuk mengambil kertasku dari pegangannya. Tetapi hasilnya gagal total, Dobby terlalu cepat larinya sehingga aku kewelahan dan memilih untuk duduk diranjangku lalu merebahkan tubuhku kekasur. Lebih baik aku segera tertidur dan ketika aku sudah bangun—hari sudah pagi serta aku akan pergi kesekolah ini..Hogwarts..

Lelaki itu memejamkan kedua matanya dengan rapat-rapat, ia ingin tidur dan menunggu hari esok datang. Rasanya seperti terbang karena dia mulai bersekolah besok pagi, namun ada yang membuatnya ganjal. Setiap dia sedang sendirian atau tidak ada kerjaan, laki-laki itu selalu memikirkan pemuda yang tua darinya dalam satu tahun. Entah mengapa dia ingin sekali berbicara dengannya dan mendengarkan suaranya yang kelihatan sangat merdu sekali serta enak didengar seperti alunan musik. Saat dia pergi kerumahnya Lucius juga Narcissa, dia tidak pernah mendengarkan suara pemuda itu. Harry hanya bisa duduk dikursinya dengan canggung atau sekali-kali memandangnya dalam diam. Dirinya tahu bahwa pemuda itu tidak pernah memperhatikannya, bahkan perkenalan juga tidak pernah. Namun, jika perkenalan dikenalkan dengan orang lain pernah. Tetapi sepertinya hal itu tidak sah.

Pemuda yang ia idamkan dalam diam, pemuda yang ia penasaranni dalam diam, pemuda yang ia selidiki dalam diam adalah pemuda berambut pirang. Anehnya, kenapa Harry menyukai pada orang itu? Bukankah pemuda itu menatapnya juga tidak pernah? Dan lagi—dia ingin berbicara dengannya serta mengajaknya bermain. Hey, temannya juga tidak pernah mengajak pemuda itu kesuatu tempat. Memang, pemuda itu sangatlah sempurna bagi mata siapapun. Wajahnya yang terkenal dengan tampan, rambutnya yang terlihat lembut, badannya tinggi, kulitnya pucat—ditambah lagi dia pendiam dan bukan orang yang tipe playgirl.

Biasanya orang yang mempunyai kesempurnaan tubuh itu selalu bersikap sombong dan selalu mempermainkan wanita. Namun, pemuda itu tidak pernah mempermainkan wanita sekalipun dalam hidupnya. Dan ajaibnya, dia tidak pernah suka kepada perempuan dengan beralasan mereka selalu manja dan bergantung pada alat hias serta perhiasan. Kalimat-kalimat pemuda itu ada benarnya. Manusia yang berjenis kelamin perempuan itu memang semuanya manja. Tetapi, pemuda itu juga mempunyai satu sahabat perempuan yang bernama Pansy Parkinson. Perempuan itu pendiam, dan menyukai hal-hal yang aneh.

Maksud dari menyukai hal-hal yang aneh itu adalah—Pansy Parkinson itu orangnya menyukai hubungan antar sesama jenis, seperti lelaki dengan lelaki lagi. Entah setan atau hantu apa yang bisa membuat Pansy Parkinson menjadi seperti itu. Dia sebut penyuka hubungan antar sesama jenis dengan sebutan yaoi. Apa itu yaoi? Apakah itu semacam hubungan yang—ugh seperti 'itu' atau hubungan sesama jenis? Bahkan penulis pun tidak begitu tahu tentang yaoi. Yang penulis tahu, kalau yaoi itu adalah hubungan yang dilakukan dengan sesama jenis.

Pansy Parkinson itu adalah seorang wanita yang menyukai hal-hal aneh, dia memiliki rambut pendek berwarna hitam dan tidak menyukai perempuan yang dikenal banyak tingkah. Disekolah Hogwarts banyak sekali anak perempuan yang banyak tingkah, seperti menggoda para lelaki, bernyanyi tidak benar, dan sebagainya. Pansy Parkinson, maupun teman-temannya yang ia anggap sebagai saudara sendiri hanya bisa mendecakkan lidahnya dan pergi dari tempat tersebut dengan tatapan mengerikan diwajahnya. Tidak peduli para wanita itu membalasnya ataupun bergidik ketakutan melihatnya.

-Skip Time-

Disebuah stasiun kereta api tepatnya dikota Inggris sangat ramai sekali dengan anak-anak yang membawa barang-barang aneh serta hewan-hewan aneh yang mereka bawa. Anak-anak tersebut membawa seekor burung hantu, membawa pakaian bebasnya, membawa alat mandinya, membawa makananya serta membawa sapu ditangannya. Banyak orang yang menatap anak-anak itu dengan taikan alis. Ah, apa penulis melupakan sesuatu bahwa hari ini adalah hari—? Iya, hari ini adalah hari dimana para murid baru yang mendatarkan kesekolah sihir bernama Hogwarts itu pada tahun pertama.

Mereka semua tengah berkumpul disebuah tembok yang bermuatan sekitar dua orang sedang dikeremuni banyak orang. Mulai dari pemuda, remaja, dan anak-anak saling mendorong kopernya lalu tubuhnya secara ajaib menghilang begitu saja. Bagi para amatir, mereka hanya bisa menelankan ludahnya secara paksa lalu dengan hati yang sangat tidak pasrah mereka mendorong koper besarnya dan menutupkan kedua matanya agar ia benar-benar selamat dari patah tulangnya akibat menghantam tembok kuat itu.

Setelah didepan tembok itu sudah sepi, seorang anak berbadan mungil sedang menyelinap melewati orang-orang yang menghalangi jalannya. Karena tubunya kecil, dia bisa menyelinap semaunya. Anak laki-laki itu mengikuti 'seseorang' yang sedang membawa seekor burung hantu yang sama dengannya. Lalu, anak itu langsung mengikutinya dan berhenti pada tembok besar. Apa benar stasiun kereta yang dimaksud ada disini? Takutnya anak itu salah pilihan dan tertubruk dengan tembok besar itu.

Ia tanyakan kepada seorang wanita sedikit tua dengan canggung. Wanita berambut merah menyala itu tertawa hambar yang dibalas dengan tatapan heran oleh anak tersebut. Wanita itu menunjukkan jari telunjuknya melalui lengannya dan menunjuk kearah tembok besar yang ada didepannya. Setelah menjelaskan bahwa tembok itu adalah pintu masuk pergi kestasiun, anak itu langsung mengeratkan pegangan kopernya dan menarik nafas dalam-dalam agar ia selamat.

Dengan penuh kepercayaan yang sangat tinggi, anak itu berhasil melewati temboknya dan berdiri didepan sebuah kereta bertulisan Hogwarts Express. Anak yang diketahui mempunyai nama Harry Potter itu melangkahkan kaki pendeknya menuju pintu masuk kereta itu, lalu ia sempat terkejut melihatnya karena—dilihat dari diluar kereta itu terlihat kecil, namun—jika dilihat dari dalam kereta itu sangatlah besar sekali. Harry pergi menuju kompartemen kosong. Setelah menemukan ruangan kosong, Harry langsung mendudukkan tubuhnya dan tersenyum tipis entah kenapa.

Tak menunggu lama, seorang anak berambut merah menyala yang tadi bersama wanita tua itu tengah tersenyum lebar padanya. Sepertinya anak itu ingin duduk disebelahnya, dengan ihklas Harry menerima anak itu untuk duduk dengannya dan mulai berbincang-bincang mengenai hal-hal yang kecil. Ah, lupa. Mereka berdua belum berkenalan, lantas anak bermata hitam itu mengulurkan tangannya dan tersenyum kecil dihadapannya. "Ronald Weasley, kau boleh memanggilku Ron, dan kau?" bocah beriris hijau terang emerald itu terkekeh geli dan membalas uluran tangannya dengan genggaman hangat. Jadi begini rasanya jika mempunyai teman baik itu? Ia sangat bersyukur sekali bisa bersekolah sihir di Hogwarts, meskipun sepenuhnya dipaksa oleh Paman dan Bibinya. Dia sangat berterima kasih kepada kedua orang keluarganya itu. "Harry Potter, panggil aku sesukamu, Ron."

Ronald Weasley membalas senyuman dari Harry dan melanjutkan aktivitas perbincangannya mengenal hal-hal sihir yang ia sukai. Ronald menyukai sihir bernama 'Depulso' katanya sihir itu bisa mementalkan orang hanya dengan gerakan tangan pada tongkatnya itu. Harry cukup menarik dengan sihir itu, lalu ia menanyakan kepada 'teman pertamanya' mengenai sihir ilmu hitam. Dia pernah mendengar bahwa sihir ilmu hitam itu adalah sihir yang dilarang dipakai oleh kementrian sihir jika tidak mempunyai hak izin.

Namun, Ronald berkata sihir ilmu hitam itu akan diajarkan disekolah nanti. Mungkin gurunya pasti sangat seram sekali. Satu jam setengah telah terlewatkan, kereta Hogwarts Express itu berhenti bergerak. Sontak semua murid ditahun pertama baikpun ditahun keberapa langsung menyerbu pintu dan berdiri didepan seorang pria berambut panjang tengah membawa patromak. Eh? Bukankah itu—Uncle Hagrid! Harry melambaikan tangannya pada Pamannya dan tentu—dia membalasnya dengan senyuman lembut dibibirnya.

Ketika Harry akan menaiki sebuah perahu, ia melihat 'sosok' seorang pemuda memakai jubah hitam dan sedikit ada warna hijaunya tengah menatap istana Hogwarts itu dengan tatapan datar. Karena dia terus menatap 'sosok' itu dia langsung menerima tepukan halus dipundaknya, lantas dia menoleh kebelakang. Terdapat, temannya bernama Ronald Weasley tersenyum padanya dan mengajaknya untuk segera menaiki perahu itu. Sebenarnya Harry tidak harus menaiki perahu ini dan tidak akan menaiki kereta itu karena dia sudah tinggal di Hogwarts bukan?

Karena Ayahnya menyuruhnya untuk menaiki sebuah kereta dia terpaksa menurutinya karena itu adalah permintaan dari sang Ayahnya. Sesampainya dipintu masuk besar Hogwarts, para murid langsung bersorak riya dan terkagum-kagum oleh sihir-sihir dari Hogwarts. Harry yang sudah terbiasa melihatnya hanya menatap temannya dengan senyuman tipis. Pembimbing murid itu langsung mempersilahkan mereka untuk masuk kedalam istana Hogwarts dan segera pergi ke aula besar. "Harry, apakah kau tahu tempat 'aula besar' itu berada?" Harry tersenyum dan mengangguk bangga, lalu ia menyeret Ronald ketempat aula besar itu kesana dengan bersenandung riya.

Setelah sampai ditempat aula besar atau disebut tempat 'Great hall' semua murid ditahun pertama berdiri menghadap kepala sekolah Hogwarts dengan sopan sekali. Harry yang melihat semua murid itu sangat canggung hanya terkekeh geli dan menatap Pamannya dengan senyuman lebar merekah diwajah cantiknya. Sesudah Professor Dumbledore Albus mengucapkan selamat dan memberikan pidato 'singkat' itu, langsung teralih kepada Professor McGonagall Minerva yang sedang membawakan sebuah topi besar ditangannya.

Harry mengerutkan keningnya dengan wajah bertanya-tanya. Sebuah topi besar? Dia tidak pernah melihatnya sebelumnya, tapi—ini akan semakin menarik sekali. "Nama yang dipanggil berharap datang kedepan," jelasnya dengan sesingkat mungkin. Harry mengembungkan kedua pipinya karena nama yang dipanggilnya bukan namanya. Kenapa bukan dia saja yang pertama? Oh, ayolah Harry kau sangat ingin sekali. Beberapa jam telah terlewatkan, Harry masih belum dipanggil namanya. Ia berdecak kesal karena temannya bernama Ronald Weasley sudah dipanggil, dia berada didalam asrama Griffyndor. Ia berharap—dia sama dengan asrama temannya itu agar bersama.

Shit, sampai kapan aku terus berdiri seperti orang konyol? Para murid sudah duduk dimejanya masing-masing sedangkan aku masih berdiri? Oh, yang benar saja. Ehmn, tapi ada masih banyak orang kok yang berdiri bersamaku. Tak lama, namanya terpanggil. Sontak Harry tersenyum dan pergi duduk didepan sana. Cukup lama dia duduk disana, lalu topi seleksi itu memutuskan bahwa dirinya akan ditempatkan kedalam asrama Griffyndor. Sorak membahana didalam meja asrama Griffyndor langsung merangkul Harry dengan seniornya. Ia senang lalu menghampiri Ronald dan duduk disampingnya.

Professor Dumbledore Albus langsung bangkit dari tempat duduknya dan kembali berpidato 'singkat'. "Baik, didalam sekolah sihir Hogwarts memiliki aturan yang cukup ketat. Yakni, para murid dilarang untuk keluar pada waktu pukul sembilan malam. Dan karena murid di Hogwarts itu sangat banyak, maka akan ada yang patroli selama dimalam hari. Disekolah sihir ini mempunyai ketua Hogwarts, atau pemimpin Hogwarts setelah jabatan wakil kepala sekolah. Ehnn, sepertinya ketua Hogwarts tidak ada didalam aula besar ya?"

Para murid saling tatap-menatap dan mengangkat pundaknya dengan canggung. Lalu Dumbledore Albus hanya menghela nafas seraya tersenyum seperti biasanya. "Ketua Hogwarts sangat tidak suka bergerombol dan diam pada orang banyak. Kalau kalian ingin mengetahui siapa ketua Hogwarts itu dia adalah—Draco Malfoy. Nama yang sudah dipanggil diharapkan untuk datang kedepan untuk perkenalan dan tidak ada kata 'menolak'." Lalu ketua Hogwarts itu langsung berdiri disamping Dumbledore dengan wajah dingin serta terlihat jarang bicara.

Sorakkan, demi sorakkan terdengar dengan sangat meriah sekali bagi para perempuan ditahun pertama maupun ditahun yang atas. Ketua Hogwarts itu hanya memutarkan kedua bola matanya dan memejamkan kedua matanya bertujuan untuk 'meminta kepada kepala sekolahnya agar dia bisa kembali ketempat duduknya atau kembali pada ruangannya.' Karena sudah terbiasa dengan perilaku sang ketua Hogwarts, Dumbledore langsung menyuruh Draco Malfoy untuk kembali pada tempatnya. Harry tersentak saat itu, dia tidak menyangka bahwa orang yang ia kagumi itu adalah ketua Hogwarts. Dia harus sangat berhati-hati.

Setelah mendapatkan perintah dari Minerva McGonagall untuk menyuruh murid-murid pulang keasramanya masing-masing mereka langsung menyerbu pintunya dan terjadilan aksi seret-menyeret pada saat itu. Harry plus Ronald yang tidak mau terkena korban hanya bisa berjalan kesamping agar tidak tertubruk dengan seseorang. Sesudah memastikan semuanya sudah sepi, mereka berdua langsung pergi menuju asramanya dan terpaku ditempat saat membuka pintu asramanya.

Didalam ruangan asramanya, terlihat sangat kacau sekali. Belum juga beberapa menit, mereka sudah merusak kamar asramanya. Lalu, ketua Hogwarts'pun datang sembari mengeluarkan tongkat sihirnya dan mengarahkannya pada kekacauan tersebut. Ruangan yang tadinya sudah seperti kapal pecah kini menjadi kembali semula. Draco Malfoy menyimpan tongkatnya dari balik jubahnya dan mempersilahkan Harry juga Ronald masuk kedalam asramanya karena sedari tadi dia mematung didepan pintu dengan ekspresi sangat terkejut.

Draco Malfoy duduk disofa diruangan sepi tentunya sambil menyereput kopi panas. Temannya yang selalu ada didekatnya bernama Blaise Zabini menyandarkan siku tangannya ketangan sofa itu seraya menghela nafas panjang. "Kopi tidak baik bagimu, tuan muda." Godanya dengan nada menggoda, Draco Malfoy—ketua Hogwarts itu menyimpan cangkirnya dan menghadap temannya dengan taikkan alis diwajahnya. "Berhenti menggodaku atau aku harus menghukummu?" ancamnya dengan nada datar nan tajam. Blaise mengangkat kedua tangannya dan pergi menuju kamarnya seraya kembali mengejek temannya itu.

Pemuda beriris silver kebiruan itu menutupkan kedua matanya berniat untuk menenangkan pikirannya karena dihantui oleh berkas-berkas yang sangat menumpuk sekali dimeja ruangannya. Memang itulah tugas sebagai ketua Hogwarts. Malfoy kembali menyereput kopi panasnya dengan langkah anggun dan menjilat bibirnya dengan lidahnya karena ada bekas kopi disana. "Anak baru itu—baunya sangat menggiurkan," Malfoy menghisap aroma kopinya dengan hidungnya. "Sepertinya hal menarik baru dimulai dari sekarang," tambahnya seraya menyeringai terukir dengan jelas dibibirnya.

Sementara Harry plus Ronald berada—mereka berdua tengah duduk diranjang masing-masing dengan aktivitas sendiri-sendiri. Mereka sedang terfokus dalam pikirannya dan tidak dapat diganggu oleh siapapun. Bocah berambut hitam berantakkan itu hanya bisa terdiam dalam pikirannya dengan tangan terkepal. Selimut berwarna merah menjadi khas Griffyndor itu menjadi kusut dan menyandarkan punggungnya pada sandaran ranjangnya. Dia menggerucutkan bibirnya, melihat temannya yang tengah menggerutu—Ronald Weasley melemparkan sebuah gulungan kertas tepat pada kepalanya.

Sontak Harry langsung tersadar dari lamunan pikirannya dan menatap teman barunya dengan taikkan alis. "Mate, kau sedang berpikir apa? Wajahmu sangat serius sekali," Harry lagi-lagi menyunggikan senyumnya dan bergegas tidur. "GoodNight, Ron dan besok pagi tolong bangunkan aku pada pagi hari pukul empat, soalnya aku mempunyai urusan penting dengan wakil kepala sekolah." Ronald mengangguk dan melanjutkan aktivitas membacanya sambil berkali-kali menatap mate'nya yang tidak tertidur melainkan melamunkan seseorang.

Alisnya menyerngit tetapi dia abaikan dan terus membaca buku sejarahnya seperti biasanya. Dia mempunyai kebiasaan kecil yaitu membaca buku sebelum tertidur agar tidurnya nyenyak begitu yang diajarkan oleh Ibunya. Terdengar helaan nafas oleh Ronald, lantas ia membalikkan badannya menuju keranjang Harry berada. "Merlin, ada denganmu kenapa wajahmu berubah menjadi warna putih pucat?" lelaki itu terbatuk-batuk lalu memukul-mukulkan dadanya agar tetap tenang. Ronald langsung menyikap selimut merahnya dan membantu Harry untuk meminum air putih.

Kenapa Harry selalu begitu? Dia sangat aneh sekali, apa kebiasaannya seperti itu? Ronald mengangkat kedua bahunya dan kembali lagi membaca bukunya. Kini setelah Harry mulai tenang dia tertidur dengan posisi tidur merengut. Hatinya bergetar hebat ketika dia mengingat suara merdu yang dilontarkan oleh 'seseorang' yang dia diam-diam sukai. Shit! Rutuk Harry seraya menutupkan wajahnya dengan sebuah bantal berwarna putih. Kenapa dia lagi..dia lagi!? Apa tidak ada orang yang sempurna selain 'dia'!? ARGH!

-Pelajaran ramuan pukul delapan pagi-

Severus Snape, ayah dari Harry Potter sedang menjelaskan ramuan-ramuan seperti ramuan cinta, ramuan tidur tanpa mimpi, ramuan membaca hati, ramuan tidak terlihat dan sebagainya. Semua murid memperhatikan guru ramuan itu dengan peluh bercucuran disudut pelipisnya. Memangnya guru ramuan itu terlihat menakutkan? Harry yang biasa-biasa hanya tersenyum kearah ayahnya dengan setulus mungkin. Temannya bernama Ronald Weasley bergidik ketakutan kenapa Harry bisa tersenyum kepada guru ter killer di Hogwarts?

Setelah menjelaskan apa itu ramuan cinta, Professor Severus Snape menyuruh semua murid untuk mempraktekan bagaimana cara pembuatan ramuan cinta. Tugasnya perkelompok, tiap kelompok harus mempunyai 10 orang dan dibagi lagi. Seperti dari asrama Slytherin lima orang juga dari asrama Griffyndor lima orang. Dan jumlahnya menjadi sepuluh orang. Beberapa menit telah terlewatkan Severus sudah membagi kelompoknya dan harus mempunyai nama kelompok.

Sesudah dibagi kelompoknya, semua kelompok harus berkumpul dilapangan dengan tim kelompoknya. Ronald maupun Harry hanya bisa menelankan ludahnya masing-masing dengan air keringat mengalir melalui pipi manisnya. Ia sangat terkejut dan tidak percaya dengan keputusan Ayahnya. Bagaimana tidak terkejut! Kelompoknya bersama—ORANG-ORANG ANEH SEMUANYA! Pertama, bersama perempuan kutu buku, kedua perempuan yang aneh karena menyukai yaoi entah apa itu namanya, ketiga perempuan yang sangat manja dan merengek terus, keempat laki-laki yang sedari tadi saling berpelukan entah itu sengaja ataupun bukan, dan yang terakhir—

—Harry sekelompok dengan KETUA Hogwarts. Draco Malfoy, dia sekelompok dengan orang yang disukainya dalam diam. Apa Ayahnya kebetulan memilih berkelompok dengan ketua Hogwarts? Atau Ayahnya sudah tahu raut wajah Harry bahwa dia mengatakan dirinya menyukai Draco Malfoy? Sehingga menempatkan dirinya dikelompok ketua Hogwarts!? Oh, this is amazing, right?! "Jadi—bagaimana dengan pencarian bahannya?" tanya Ronald memberanikan diri untuk memecahkan keheningan yang menyelimuti ruangannya.

Ketua Hogwarts menelan ludahnya dan memutuskan untuk mencari kedalam hutan terlarang jika sudah meminta izin kepada Auror. Auror adalah sekumpulan penyihir kuat yang menjaga hutan terlarang ataupun menjaga keamanan Hogwarts. Mereka memiliki topi yang sangat menjulang tinggi dan memakai topeng berwarna putih serta jubah berwarna hitam dan tongkat panjang hingga menyampai ketanah. Kembali lagi pada cerita, Harry lagi-lagi hanya menyerah atas perasaannya karena tidak mungkin untuk—mendapatkan seorang hati yang sangat suci.

"Kau, tolong carikan bahan pertama, kau tolong carikan bahan kedua, kau carikan bahan keempat, kau bahan kelima, kau bahan keenam, dan sisanya ikut bersamaku membuat ramuan." Yang tersisa hanyalah, Harry, Blaise, serta Ronald yang akan bersama Draco Malfoy membuat ramuan. Gawat! Kenapa dia harus bersama ketua Hogwarts! Shit! Daripada harus melamun terus, lebih baik Harry harus segera membantu ketua Hogwarts untuk mencampurkan bahan-bahannya, serta mengupas bahan tersebut.

Sesekali, pandangan irisnya tertuju pada 'sosok' pirang yang tengah mencampuri ramuannya dengan tangan jentik juga anggun. Harry cukup terpesona disaat ketua Hogwarts itu tersenyum sangat tipis pada hasil ramuannya yang terlihat sudah sempurna dimatanya. Karena dari tadi dia terus menerus melamun, akibatnya tangannya terkupas oleh pisau tajam dijari manisnya. Oh, shit! Rutuknya seraya menjilat darah yang mengalir deras menelusuri jari-jemari indahnya. Blaise Zabini terbelalak kaget karena melihat Harry Potter terkupas dan mengeluarkan darah yang baunya sangat—menggiurkan.

Segera saja dia menyeret Harry untuk pergi ke Hospital Wings karena tidak ingin 'ada masalah lain yang menimpanya 'lagi''. Ronald hanya bisa mengerjapkan kedua matanya dan menatap pemimpin kelompoknya dengan tatapan heran. Draco Malfoy berhenti mencampur ramuannya karena dia terasa pusing dan lemas seketika. Tangan pucatnya meraih kepalanya akibat berdenyut sakit dan duduk disofa panjang seraya menyandarkan punggungnya kesandaran sofa.

Ada apa dengan Malfoy? Apa dia sedang sakit sehingga berhenti membuat ramuannya? "Weasley, bisakah kau mencampurkan ramuannya yang letaknya disana? Aku ingin pergi dulu keluar," Ronald mengangguk canggung tanpa basa-basi lagi dia langsung menghampiri ramuan yang sudah teraduk dengan sempurna didepannya. Dan sebelum ia mulai menyentuh sendok ramuannya, ia melihat kebelakang—tepatnya kearah sofa yang sedari tadi diduduki oleh Malfoy. "Eh, kemana ketua?"

Lalu, ia menggendikkan kedua bahunya dan melanjutkan aktivitasnya seorang diri. Hh, kenapa harus sendiri menyelesaikan ramuannya? Menyebalkan sekali. Tiba-tiba pintu yang telah gusar terbuka lebar-lebar, lantas kepala Ronald yang diselimuti oleh rambut merahnya langsung berbalik kesamping, menunjukkan seorang pemuda berambut hitam memakai jubah berwarna hijau berlambang ular, sepertinya dia seorang senior ditahun keempat. "Dimana yang lainnya?" tanyanya dengan taikkan alis.

Ronald mampu menyunggikan senyumannya serta menatap ramuannya, "Yang lainnya sedang keluar, Zabini mengantar Harry ke hospital wings karena dia terkupas oleh pisau tajam, sedangkan Malfo—maksudku ketua sedang pergi keluar mungkin dia merasa pusing karena dari tadi dia terus tidak fokus pada pelajaran ramuannya." Jelas Ronald sembari mengambil bahan-bahan yang disimpan oleh Theodero Nott dimeja kecilnya. Seketika iris hitam milik Theodero langsung membulat dan menelan ludahnya. "Apa dia berdarah?" tanyanya dengan selidik.

Laki-laki yang berambut merah itu memiringkan kepalanya, "Maksudmu Harry? Iya, setahuku dia mengeluarkan darah dan dibawa oleh Zabini pergi ke—" belum juga Ronald menyelesaikan kalimatnya, dia langsung mendobrak pintu masuknya dengan berlari-lari dan tidak memperdulikan orang-orang yang ia sudah tubruki. Ronald menutupkan kedua matanya karena merasa dobrakkan dari Theodero sangatlah keras. "Memangnya jika terkupas dan mengeluarkan darah berbahaya? Bahkan aku juga hampir setiap hari terkena kupasan pisau?" ujarnya sambil menggerucutkan bibirnya karena tidak ada yang mau membantunya.

Tak lama kemudian, anggota kelompok yang tugasnya mengumpulkan bahan-bahan dibutuhkan telah kembali dengan membawa pakaian mereka yang sangat kotor sekali. Rambut mereka penuh dengan daun-daun, pakaian mereka kotor juga ada yang basah dilumuri oleh air ataupun lumpur. Ronald melihat mereka dengan tatapan jijik lalu mengambil bahan-bahannya dengan kedua tangannya. Merasa terbaca ekspresi mereka yang bertanya-tanya 'kemana mereka?' Ronald mampu menghembuskan nafasnya dan menatap kearah mereka semua dengan senyuman paksa.

"Mereka sedang pergi keluar karena ada masalah kecil," jelasnya dengan singkat karena tidak ingin ada yang menanyainya. Astoria Grenggars, gadis berambut hitam panjang yang sifatnya manja juga memiliki perhiasan yang sangat—berlebihan tengah bangkit dari tempat duduknya dan memandang Ronald Weasley dengan tatapan sengit. "Tell me, dimana Dray berada?" alis laki-laki berkeluarga 'Weasley' itu mengerngit, siapa itu Dray? Apa nama 'Dray' itu kekasihnya? Ugh..

Ada juga yang mau menjadi kekasih dari Astoria Grenggars yang rupanya sangat buruk sekali dan—sifatnya yang sangat agresif sekali. "Maksudmu ketua? Dia sedang pergi keluar," jawabnya sambil menatap gadis itu dengan tatapan—menjijikkan. 'Wait, apa gadis Grenggars itu pacar dari Draco Malfoy sang ketua Hogwarts juga orang yang terkenal dengan sebutan TERKEREN SEDUNIAWI!' Ronald menahan nafasnya dan sudah selesai mencampur-aduki ramuannya juga. "Err, aku ingin pergi keluar apakah diizinkan?" tanyanya dengan sikap yang sangat—sopan sekali.

Ginny Weasley, adik dari Ronald Weasley terkekeh geli melihat Kakaknya yang tadinya menjadi Hiperakfif menjadi secanggung ini, seperti bukan Ronald saja. Ginny mengangguk pertanda dia diizinkan untuk pergi keluar. 'Harry..semoga kau baik-baik saja disana..' batinnya dari dalam hati. Setelah sampai di Hospital Wings, kedua kakinya langsung menerjang teman 'ahkrabnya' dan memeluk Harry Potter dengan sangat erat sekali. "R-Ron, berhenti memelukku—nafasku sangat...s-sesak.."

Temannya itu hanya tersenyum lebar dan mengusap punggung Harry dengan lembut sekali. Ia menanyakan keadaannya, dan tentu dibalas dengan anggukan kecil dari Harry. Sepertinya dia mengatakan bahwa temannya itu baik-baik saja dan keadaannya sangat ok. Blaise Zabini maupun Theodero Nott saling pandang-menatap dan mengangukkan kepalanya. Entah apa yang sedang mereka berdua lakukan. "Weasley, aku minta kau bawa Potter untuk tidak datang ketempat kita mengerjakan ramuannya,"

Alis Harry tertaik sebelah, memangnya ada apa dengan tempatnya? "Ada masalah yang harus kukerjakan disana, jadi aku harap kau Weasley—sekali lagi kukatakan, aku minta bawa Harry keasramanya sekarang juga, tidak ada tapi-tapian."

Kedua orang itu hanya mengangguk dengan sangat canggung sekali, dan masih menatap kepergian Theodero juga Blaise yang berlari dengan langkah terburu-buru. Ada apa dengan mereka? Apa ada masalah sehingga tidak boleh pergi ketempat pengerjaan ramuan? Tanpa pikir panjang lagi, Ronald segera membantu temannya untuk pergi keasramanya. Sesudah sampai dikamar asrama Harry, ia langsung mendudukkan tubuhnya keranjangnya dan duduk berhadapan dengan mate terahkrabnya itu.

Shit, Merlin..kenapa aku bisa bodohnya terkupas oleh pisau tajam? Yang benar saja dibuku kamus milik Harry James Potter itu dia tidak pernah melakukan sembrono seperti itu. Mengapa ya? Apa karena dia dekat dengan seseorang sehingga dia tidak fokus dan berakhir dengan keadaan tragis—tidak, tidak terlalu tragis. Ah! Ramuannya? Oh, sial..aku belum mengerjakan ramuannya? "Ehmn, Ron..apa ramuannya—" Harry tidak melanjutkan kalimatnya dan hanya tersenyum paksa sambil memainkan jari-jemarinya.

Terdengar helaaan nafas dikedua telinga Harry, ia melihat temannya itu berdiri dengan gaya bangga juga menempelkan tangan terkepal didepan dada kirinya. "Yeah, meskipun tidak seorangpun membantuku tetapi aku mampu mengerjakan tugasnya dengan sempurna. Bukankah aku ini hebat 'kan, ?" Harry tertawa terbahak-bahak, bary kali ini dia melihat wajah konyol yang terpampang dengan jelas dimuka Ronald. Lantas mate'nya itu mengembungkan kedua pipinya dan memukul pelan kepala Harry.

"Harry, apa kau tahu tentang Draco Malfoy?" tanyanya dengan nada suara rendah sekali, agar tidak terdengar oleh siapapun. Harry mengedipkan kedua matanya lalu membaringkan tubuhnya diranjang empuknya. "Entahlah, aku tidak terlalu tahu dengan Draco Malfoy, namun aku pernah pergi kerumahnya. Kau tahu? Rumahnya—maksudku istananya sangatlah luas sekali! Apa lagi istananya lebih besar 100000000 triliun dari istana Hogwarts, apa itu tidak bagus? Dia itu sangatlah kaya, Ron. Bahkan, semua dindingnya dilapisi oleh emas, dan yeah bangunannya juga emas dan perak."

Ronald lagi-lagi menelankan ludahnya saat mendengar nada kagum yang dilontarkan oleh mulut kecil nan manis milik Harry. "Oh iya, kedua orang tuanya juga baik kok. Namanya adalah Lucius Malfoy dan Narcissa Malfoy dia sangat kaya sekali, barang-barangnya sangat megah sekali." Ronald membulatkan kedua matanya, dan jari telunjuknya menunjuk kearah badan Harry dengan gerakkan gemetar. Apa ada yang salah dengan cerita oleh Harry? Atau—dia sedang terkejut dan tidak percaya.

"L-Lucius...? N-Narcissa...?" Harry mengerutkan keningnya dengan pandangan terheran-heran. Memangnya kenapa dengan Uncle Cius juga Anty Cissy? "T-tak salah aku pernah membaca sebuah buku cerita dan nama itu terderet ditulisannya, m-mereka b-b-berdua adalah s-seorang Kings and Queen, dan karena mereka hidup bahagia—akhirnya Kings and Queen menglahirkan seorang anak laki-laki yang sangat tampan sekali." Jelasnya dengan raut wajah tetap sama dengan yang tadi.

Harry tersenyum tipis dan membenarkan posisi tidurnya menjadi posisi duduk diatas ranjangnya. "Itu hanya cerita, mungkin penulis terobsesi dengan mereka berdua yang sangat kaya dan cantik juga tampan." Ronald mendorong nafasnya dengan kasar dan mengajak Harry untuk pergi ketempat yang tadi mengerjakan ramuannya. Meskipun dilarang, tetapi tetap saja mereka berdua pergi ketempat tersebut. Beberapa menit telah terlewatkan, mereka sudah sampai ditempat tujuan dan dihadiahi oleh tatapan tajam dari seniornya yaitu, Blaise Zabini dan Theodero Nott.

Blaise hanya mampu menghela nafas kecil dan mempersilahkan mereka berdua untuk masuk kedalam ruangan itu. Tentu, disana mereka sudah sempurna dan tidak ada yang tidak. Maksudnya, diruangan ini sudah ada semuanya. "Well, tentang ramuan cinta telah terselesaikan dan Professor Snape menyuruh kita untuk mencoba meminumnya." Titah ketua Hogwarts seraya menempelkan tangannnya dikepalanya bertujuan untuk menahan rasa sakitnya berdenyut dikepalanya.

Astoria Grenggars menyandarkan kepalanya didada bidang milik Malfoy dengan sangat manja sekali. Sontak, Ronald maupun Harry langsung membalikkan badannya dan menahan mulutnya agar sebuah cairan pemuntahan tidak keluar dan tidak mengotori ruangan ini. Karena menyadari tingkah laku dari mereka berdua, Theo dan Blaise menghampiri mereka. "I told you, just shut up and guard attitude." Bisik Blaise sembari membalikkan badan Harry kehadapan mereka semua dengan raut wajah ambigu.

Hermione Grenggars terkekeh lalu kembali membaca bukunya sambil menyikap ujung rambutnya dibelakang telinganya. "Tidak ada yang mau mencobanya? Baiklah, biar aku saja yang mencobanya." Theo langsung membawa ramuan yang dipegang oleh Malfoy dan menyimpannya kembali dimeja asalnya. Malfoy melipatkan kedua tangannya didepan dada dan menyipitkan matanya. "Professor Snape menyuruhnya untuk tidak mencobanya jika tidak ingin masalah besar tertimpa pada tubuhmu, ."

Malfoy menjilat bibirnya karena kering dan menghela nafas pelan, lalu iris matanya tiba-tiba terarah keseorang remaja laki-laki yang lebih muda darinya selama satu tahun tengah tersenyum kearah seorang sahabatnya, tentu dengan tawa kecilnya dengan kedua sahabat dekatnya. Pansy Paskinson, yang menyadari bahwa ketuanya itu sedang menatap tertuju pada Harry James Potter langsung tertawa. "Hmn, sepertinya sang uke akan diterkam oleh sang seme." Gumamnya dengan tidak jelasnya apa itu uke dan apa itu seme. Apa para pembaca tahu? Jika tahu penulis sarankan untuk menjawabnya dikotak review. Draco Malfoy berhenti memandangnya dan menatap Pansy, teman dekatnya sembari memolotinya. Lantas kedua tangannya ia angkat keatas dan kembali berbincang dengan Hermione Grenggars.

Sementara keadaan Harry dan Ronald, hanya sedang berbisik mengenai Malfoy dan Astoria. Apa mereka adalah sepasang kekasih? Ataukah hanya Astoria'lah yang—ingin mendapatkan hati seorang ketua Hogwarts juga seorang pangeran diasrama Slytherin itu? Sehingga ia nekat untuk memperpendek rok sekolahnya, dan sebagainya. Tetapi hal itu tidak terpengaruh oleh sang Draco Malfoy, dia tahu 'kan? Secantik-cantiknya seorang wanita dirinya tidak akan pernah menyukai seorang perempuan.

Ronald menghela nafas panjang setelah mendengar kenyataan dari sahabatnya bahwa Draco Malfoy membenci perempuan? Bagaimana dengan Ibunya? Terkecuali, Malfoy tidak membenci Ibunya karena dia berbeda dengan wanita yang lain. Mereka berdua berhenti berbisik, disaat suara deheman yang cukup keras terdengar dikedua telinganya. Lantas Ronald dan Harry tersenyum canggung lalu kembali ketempat duduknya.

Jadi, bagaimana dengan ramuan cintanya? Apa sekarang saja diberikannya pada Professor Severus Snape, atau besok? "Jika tidak ada urusan lagi, kalian semua bisa pulang kekamar asrama masing-masing, dan kuharap tidak ada yang boleh mengangguku disaat aku sedang melakukan tugas patroliku. Zabini, Nott, Parkinson bantu aku melakukan tugasku seperti biasanya, karena hari ini sangatlah padat aku ingin meminta kalian untuk menyerahkan ramuan ini pada Professor Severus Snape."

Tiba-tiba wanita yang berkeluarga Grenggars itu memasang wajah jijik dan langsung pergi dari ruangannya dengan langkah kaki manja. Harry sedikit berdecak muak pada gadis itu, tanpa pikir panjang lagi Harry segera mengambil ramuan cintanya dan akan diberikan kepada Ayahnya sekarang juga. "Kau benar-benar ingin menyerahkannya pada Professor Snape? Apa kau tidak takut padanya?" tanyanya dengan mata sedikit menyipit. Harry hanya mampu tersenyum dan mengajak Ronald untuk mengantarnya kekantor seorang wakil kepala sekolah sihir Hogwarts.

Setelah sampai dikantor Ayahnya, Harry langsung mengetuk pintu masuknya. Dan setelah mendengar kata 'masuk' lantas mereka berdua segera melangkahkan kakinya menuju kedalam lalu menutup kembali pintu masuknya. "Ada apa kau kemari, son?" tanya Severus Snape seraya menaikkan sebelah alisnya. "Dad, aku ingin menyerahkan ramuannya padamu." Severus mengerutkan keningnya tajam, "Kemana yang lainnya?"

Harry tersenyum dan menyimpan ramuan itu dimeja kerja milik Ayahnya. "Malfoy, Zabini, Nott, dan Parkinson sedang patroli, mereka bilang jadwalnya padat sekali. Awalnya Malfoy menyuruh Grenggars untuk menyerahkannya pada Dad, tapi—dia memasang wajah yang sangat—menjijikkan seperti gurita yang sedang stress. Jadi aku saja yang membawanya~" Severus mengangguk cepat dan mempersilahkan anaknya untuk pergi keluar. Sepertinya—Ronald tidak menyadari bahwa Harry adalah anak dari guru ramuan killer disekolah sihirnya itu.

-In The Morning-

Seperti biasanya pada pagi hari murid disekolah sihir bernama Hogwarts itu tengah melakukan aktivitas sehari-hari. Suara alat makan bergesekkan antara piring dengan sendok makan. Mereka semua menikmati sarapan paginya dengan hidangan yang sangat enak sekali, dimulai dari daging bakar, minuman bernutrisi, makanan megah lainnya. Harry Potter berhenti melanjutkan aktivitas makannya karena perutnya merasa kekenyangan. Ia sandarkan saja pada kursinya dan menatap temannya yang sedang makan dengan rakus.

Harry terkekeh geli dan tanpa sadari—matanya langsung berkontak dengan seseorang yang ia sukai dalam diam. Lantas Harry langsung memalingkan wajahnya dan menyembunyikan pipinya yang merona. Shit, rutuknya seraya meminum juice kesukaannya dengan canggung. Ronald menghela nafas lega dan menepuk-nepuk perutnya yang kelewat gemuk, "Hey, Mate! Apa kau menikmati hidangannya? Tak biasanya mereka melakukan hidangan yang berlebihan? Apa sekarang adalah hari istimewa?" gumamnya sembari tetap memakan makanan meskipun perutnya sudah mengembung.

Lelaki berambut hitam beriris hijau emerald tentunya tidak memakai kacamata hanya bisa tersenyum dan memandang kembali kearah meja Slytherin. Terlihat 'seseorang' itu tengah menatapnya dengan datar, tak lama pandangannya teralihkan pada meja makannya dan bertujuan untuk melanjutkan aktivitas makannya. Harry menghela nafas panjang lalu menatap kearah pamannya, Albus Dumbledore dengan tatapan takjub. "Morning, my student." Sapa sang kepala sekolah, tak lupa dengan senyumnya itu yang tetap mengembang.

Murid-murid yang tadinya berkutat dengan makanannya masing-masing, kini terhenti akibat sapaan—lebih tepatnya perhatian dari Dumbledore Albus. "Setiap ditahun pembelajaran baru, sekolah sihir Hogwarts akan mengadakan perkemahan dihutan terlarang." Sahutnya dengan bangga, semua guru yang sedari tadi diam menjadi bertepuk tangan dan diikuti oleh semua murid. "Setiap murid harus terbagi kelompok, sekarang—aku minta Professor McGonagall dan juga Professor Severus Snape membagi kelompok muridnya dengan yang lain, terima kasih."

Harry mengerutkan keningnya pertanda terheran-heran. Perkemahan? Rasanya Ayahnya belum pernah menceritakannya waktu dulu. "Son, apa kau baik-baik saja?" Harry terlonjat kaget karena Ayahnya tiba-tiba datang dari belakang. Lantas Harry tersenyum dan menatap Ayahnya dengan senyuman simpul. "Aku akan sekelompok dengan siapa, Dad?" tanya Harry dengan wajah memelas seperti seorang anak kecil. Severus Snape mendengus kecil dan menyodorkan secarik kertas.

Tangannya menerima sodoran dari Ayahnya dan langsung membaca secari kertas tersebut. Kelompok 1 yaitu, Hermione Grangers, Pansy Parkinson, Ronald Weasley, Nevile Longbottom, Ginny Weasley, Astoria Grenggars, Theodero Nott, Blaise Zabini, Harry James Potter, dan—Harry berhenti membaca dan mengeratkan pegangan kertasnya sehingga menjadi terlihat kusut. Ia sungguh tidak percaya dengan keputusan Ayahnya karena—yeah..seperti itu.

Draco Malfoy—pemuda yang dirinya sukai dalam diam, pemuda tampan, pemuda berdarah dingin, pemuda kaya, dan kesempurnannya yang lain ada padanya. Harry tiba-tiba mengukirkan senyumannya yang tidak pernah dia tunjukkan kepada siapapun sendirian. Ia hanya tersenyum dan melipat kertas itu lalu menyimpannya didalam saku celana segaram sekolahnya. Ronald yang sedari tadi berkutat dengan makannya langsung terdiam, bahkan makanan yang ia ada dimulut terjatuh kedalam piring yang ada dibawah kepalanya.

Laki-laki beriris emerald itu tersenyum kecil, lalu kedua kakinya ia langkahkan menuju sahabatnya dan dihampiri oleh seorang dua gadis tengah tersenyum padanya. "Hello, Harry, aku Hermione Grangers, dan dia Pansy Paskinson. Kau boleh memanggilku 'Mione, dan memanggilnya Pans. Ehmn, boleh aku memanggilmu Harry? Tentu kau juga Ronald." Ujarnya dengan penuh kelembutan. Laki-laki berambut merah itu tidak bernafas karena tercekat, baru pertama kali ia melihat orang secantik itu.

Harry mengangguk pelan lalu menghabiskan kuenya yang terlihat sangat enak sekali. Ia menyukai makanan manis daripada asin. Tiba-tiba beberapa orang senior datang mendekati Harry berada. Mereka semua duduk didepan Harry dengan angkuh serta tatapan datar. "Seperti yang dikatakan oleh Professor Dumbledore, kita akan menyiapkan barang-barangnya terlebih dahulu." Jelas Draco Malfoy seraya menatap lelaki berwajah cantik itu dengan kosong.

Pansy Parkinson maupun Hermione Grengars berdehem dan memandang kedua orang manik berbeda itu dengan wajah merona. Entah kenapa? "Parkinson, Grengars, aku minta detik ini saja kalian tidak membicarakan tentang hubungan homo." Kedua gadis itu tersenyum lebar dan memperlihatkan gambar Harry Potter dengan Draco Malfoy yang sedang melakukan adegan berciuman. Sepertinya itu editan, lantas Draco tiba-tiba menjadi salah tingkah dan bangkit dari tempat duduknya. "Woah, Harry! Lihat calon seme'mu menerimamu sebagai sang uke. Kau harus bersyukur Harry!"

Laki-laki yang dipanggil 'Harry Potter' itu membulatkan kedua matanya lalu memalingkan wajahnya kesembarang arah tentu sekali-kali mencuri pandangan kearah sang ketua Hogwarts. "CUKUP! Kita berkumpul BUKAN untuk membahas tentang HUBUNGAN HOMO! Memangnya diizinkan dilakukan seperti itu? Aneh-aneh saja kalian berdua!" lantas Hermione juga Pansy langsung berdecak kesal dan menarik tangan Harry plus Ronald untuk pergi darisini sekarang juga. Tidak peduli dengan tatapan tajam dari sang ketua Hogwarts, akhirnya Pansy terpaksa meminta izin bahwa dia ingin pergi ke toilet. Malfoy kembali duduk dan memandang kedua anak buahnya itu dengan taikan alis.

Terlihat mereka sedang menahan tawanya agar tidak terlepas, sedangkan Astoria Grenggars hanya bermanja-manja dengan menyandarkan kepalanya didada bidang milik Malfoy. Hello! Itu bukan bantal tapi dada, apa kau bodoh karena tidak bisa membedakan benda dengan manusia? Sebenarnya Malfoy mencoba tenang dan bersabar oleh tingkah laku Astoria. Baginya, jika tidak dilarang untuk membunuh seseorang, mungkin gadis itu tidak akan hidup lagi sepertinya. Kini, Blaise yang mengganti ketuanya untuk menyusun rencana-rencana yang akan dilaksanakan pada waktu perkemahan. Oh shit! Rutuknya dengan hati yang sangat bimbang.

Sementara diruangan yang cukup sepi, Pansy Parkinson, Hermione Grangers, Ronald Weasley, dan Harry Potter tengah bungkam tidak ada yang mau berbicara. Mereka semua duduk dikursi yang telah disediakan diruangan tersebut, meskipun kursinya sudah penuh dengan debu. "M-maaf aku menganggu lamunan kalian... tapi aku hanya ingin memastikan bahwa ketua pasti akan marah karena kita sudah tiga puluh menit terdiam disini." Ujar Ronald dengan raut wajah ketakutan seperti melihat hantu saja. Pansy hanya bisa ber'oh' riya dan menghela nafas panjang sembari meregangkan kedua tangannya agar otot-ototnya tidak ada yang putus akibat pegal.

Hermione menggigit bibir bawahnya seraya menyembunyikan kedua tangannya dibalik badannya sehingga menyentuh dinding yang sangat dingin. "Hey, Pansy... apa kau menyukai Grenggars?" tanyanya dengan nada bicara serius. Pansy memainkan jari jemarinya bertujuan untuk mengalih rasa kesal dihatinya. "'Mione, kau tahu bukan? Orang yang sangat membenci Grenggars itu adalah aku. Dia selalu mencampuri urusan orang lain, dan.. selalu mengocehku tentang hubungan homo. Memang itu tidak mungkin, tapi nyatanya Fred dan George melakukan hal-hal yang tidak senonoh pada waktu jam pelajaran ramuan. Mereka berdua tidak diberikan detensi oleh Professor Snape, apa lagi mereka berdua hanya diberikan senyuman dari Professor Dumbledore. Memangnya dia tahu apa tentang sekolah ini!? Anak kepala sekolahpun bukan!"

Ronald maupun Harry tertegun mendengar ucapan dari Pansy, gadis dari asrama Slytherin yang merupakan satu-satunya teman perempuan yang dipercayai oleh Malfoy. Kalian pasti tahu 'kan bahwa Malfoy itu tidak menyukai perempuan? "Sudahlah, Pansy. Lebih baik kita pergi keruangan ketua dan membicarakan mengenai perkemahan. Aku kasian kepada Harry yang dari tadi dia terus diam dan bungkam. Pasti kau mendukung pasangan 'mereka' bukan? Kalau begitu bersabarlah, 'mereka' akan bersatu dengan 'rencana' itu. Apa kau paham?" seketika raut wajah Pansy yang tadinya berwajah suram menjadi—

Penuh dengan semangat membara diatas kepalanya penuh dengan kobaran-kobaran api. Tanpa pikir panjang lagi, mereka semua langsung memasuki ruangan Malfoy berada. Sesampainya disana, "Parkinson, kenapa kau lama sekali?" tanya Malfoy dengan nada ketus. Pansy tersenyum canggung lalu kembali pada tempat duduknya disebelah Hermione. "Grangers, kau dpasangkan bersama Weasley." Sontak Ronald langsung tertawa kegirangan dan mengucapkan nada bersyukur. " ," tambahnya dengan nada dingin. Ronald sontak menggerecutkan bibirnya lalu menyandarkan kepalanya dimejanya.

"Sudah jelas? Kalau begitu, setiap pasangan harus pergi mencari kamar kosong tentunya tidak memakai tongkat sihir. Jika begitu nanti malam kita berkumpul ditempat ini pada pukul delapan setelah makan malam. Mengerti?" Harry mengangguk pelan dan mengacak-ngacak rambutnya. Aku dipasangankan dengan siapa? Semoga saja bersama Ron.. lalu kedua kakinya ia langkahkan menuju kamar asramanya dengan perasaan berkecamuk. Entah kenapa pikirannya selalu tertuju pada'nya'. Setiap kali ia memandangnya, hatinya merasa hangat dan lega. Sepertinya dia harus memulai menulis diary'nya, dan menyerahkannya kepada Dobby, peri rumah milik Harry.

Dirinya selalu menceritakan kepada peri rumah itu sebagai uapan amarahnya. Setiap dia merasa kesal, merasa sedih, merasa senang, dan perasaan lainnya selalu ia ceritakan padanya. Dobby sangatlah dipercaya, dia selalu bisa menyimpan rahasinya. Lelaki berambut hitam itu terkadang memanjakan Dobby agar membalas kebaikannya. Terkadang, peri rumah itu tertawa bersamanya ketika Paman Albus melakukan lelucon. Bibi Minerva tertawa terbahak-bahak meskipun ditahan, sedangkan Ayahnya hanya tersenum tipis dan kembali pada ruangan ramuannya.

Ketika Harry belum masuk sekolah, rasa persatuan kekeluargannya sangatlah erat sekali. Tidak seperti sekarang, Bibinya jarang bertemu, kedua Pamannya tidak datang keasramanya karena terlalu sibuk menerima jumlah siswa. Ia tahu, bahwa mereka melakukan pekerjaan yang sangat sulit sekali bahkan waktu tidurpun mereka sampai lupa. Ingin sekali dirinya membantu mereka tetapi Ayahnya selalu melarangnya dan harus segera tidur. Entah kenapa mereka selalu melarang dirinya untuk membantunya? Karena mereka semua menyayangi dirimu dan tidak ingin dirimu sakit hanya karena membantunya.

Lelaki itu menghela nafas pelan ketika tubuhnya disandarkan kesebuah kursi belajar. Kedua iris matanya memandang buku diary'nya dengan tatapan kosong. Ia sangat lelah sekali, seharian menatap terus 'dia'. Sepertinya dia sudah sangat gila karena menyukai kesesama jenis. Hh, tapi itu tidak sepenuhnya gila karena—Fred dan George menjalin hubungan homo. Kata Ronald, teman baiknya mengatakan, bahwa mereka sangatlah mencintai satu sama lain. Jadi—hubungan antara sesama jenis tidak dilarang jika mereka saling mencintai.

Harry mulai menyentuh pena bulunya dan mulai menulis kejadian-kejadian yang sudah dialaminya mulai dari pertama masuk, juga sampai sekarang. Hah, waktu itu aku pergi kekereta Hogwarts Express. Hatiku sangat gelisah sekali karena takutnya tersesat selama distasiun itu dan ternyata, aku bertemu dengan teman baikku. Aku sangat menyukai teman baruku, dia sangat baik hati, murah senyum, dan perhatian padaku. Dia adalah Ronald Weasley, rambutnya sangatlah merah sekali seperti api menyala, namun seterang api yang kalian kira. Ketika aku berada dikompartemen kosong mataku langsung menatap keseseorang yang sangat—aku sukai. Tatapannya sangat tajam sekali, tubuhnya tegap, tinggi, tampan, dan kaya.

Pasti semua orang sangat terpesona oleh kesempurnannya, bahkan aku juga yang seorang laki-laki bisa terpesona padanya. Kulitnya sangat pucat sekali, tapi—entah kenapa aku bisa terpesona oleh laki-laki itu. Ehmn, seperti terkena serangan hipnotis ketika aku bertatapan dengannya. Saling tatap tapi tak mengungkapkan kata, yeah.. aku akui—bahwa Harry James Potter telah jatuh cinta kepada pemuda seorang pangeran Slytherin seorang ketua Hogwarts ditahun keempat. Mungkin.. aku memang sudah harus diperiksa bahwa otak plus hatinya sudah—rusak.

Setelah sampai disekolah sihir, aku dan Ron diperintahkan untuk segera menaiki sebuah perahu kecil untuk sampai ke istana Hogwarts. Wow, danau yang sangat besar sekali. Pemandangannya sangat indah sekali, aku terkesan. Namun, pada saat aku akan turun dari perahuku, aku tidak sengaja menatap 'seseorang' itu dengan tatapan terkejut. Kutundukkan kepalaku agar ia tidak menyadariku bahwa aku tengah menatapnya dengan insten. Ah, aku sangatlah payah sekali bagi seorang laki-laki. Dan ingat! Aku ini LAKI-LAKI. Hah.. sepertinya aku harus mengakhiri acara tulis-menulis dibuku diary'ku karena Ron sudah menyuruhku untuk berkumpul ditempat itu.

Yeah, terpaksa aku menghentikan menulis bukunya dan menggantikan pakaianku dengan jubah asrama Griffyndor seperti biasanya. Lelaki berbadan pendek, serta bertubuh mungil itu pergi dari asramanya menuju ruangan yang tadi karena diperintahkan oleh ketua Hogwarts untuk mengerjakan rencana agar perkemahannya berjalan dengan lancar. Sesampainya disana, mereka semua sudah berkumpul sambil menatap Ronald dengan tatapan tajam. "Dua puluh lima menit, enam belas detik." Gumam Malfoy seraya membalikkan halaman bukunya dengan wajah datar. Ronald hanya bisa tersenyum paksa dan duduk disamping Theo dengan canggung.

Remaja beriris hijau terang itu terpaku ditempat, dimana ia harus duduk? Yang tersisa hanyalah ditempat duduk—tidak, dia tidak boleh duduk ditempat itu. pandangannya teralih pada seorang gadis berambut hitam sepanjang sebahu tengah memasang wajah cemberut karena tidak sekelompok dengan teman baiknya, Hermione Grangers melainkan bersama Astoria Grenggras. Karena sedari tadi dia terus berdiri ditempat pintu, Malfoy segera menggendikkan dagunya pertanda Harry harus duduk disampingnya dengan cara pemaksaan. Ahh.. sial dia harus duduk bersama ketua Hogwarts—sekaligus orang yang dia sukai. Tidak... Pans... kumohon jangan mendukung pasangan yang kau sebut sebagai DraRry entah apa itu DraRry apa..

Tapi—aku mempunyai perasaan buruk tentang pasangan itu. Kududukkan tubuhku dan menyandarkan punggungku kesandaran kursi dengan sangat kaku sekali. Kulihat, Ron duduk bersama Nott, Zabini bersama Nevile. Hmn.. mereka saling tertawa satu sama lain.. tapi—kenapa aku tetap diam? Hah.. aku tidak pandai mengajak orang bicara. "Kenapa melamun?" Harry berhenti bernafas karena terkejut mendengar suara Malfoy sedang bicara padanya. Oh.. suara yang ia sukai.., suara yang ia rindui terdengar dikedua telinganya dengan sangat jelas. Draco Malfoy.. pemuda yang membuat dirinya terjatuh dalam pesonanya. Oh.. SHIT!

Malfoy berhenti menulis dibukunya dan menatap Harry dengan insten. "Ehmn.. tidak, aku tidak melamun.." balasnya dengan tidak logis, namun dibalik itu—dia sangat gugup sekali karena Malfoy sedang berbicara dengannya. "Jika tidak melamun, lantas kenapa kau memasang wajah bengong seperti itu?" tanyanya selidik, Harry menghela nafas pelan lalu menyunggikan sebuah senyuman dan tidak menjawab pertanyaan dari sang Draco Malfoy. "Tidak apa-apa jika kau tidak ingin menjawabnya." OH SHITT! DIA SANGAT—KEREN! AH, aku sangat membencinya karena sudah membuatku jatuh cinta padamu. –Skip Time, dan langsung pada cerita perkemahan berada-

Pada malam hari tepatnya pada pukul dua belas, acara perkemahan berjalan dengan lancar. Tidak ada hambatan yang menganggu kelompok yang lain, mereka semua menikmati perkemahan itu dengan santai meskipun letaknya berada dihutan terlarang. Sementara kelompok 1 berada—terlihat mereka sedang duduk membentuk lingkaran dengan raut wajah serius sekali. Terutama Pansy dengan Hermione, mereka semua mengerutkan keningnya pertanda sedang kebingungan ingin memilih permainan apa. "Hmn, bagaimana bermain jujur atau rintangan saja? Daripada terus melamun lebih baik kita bermain ini saja." Ajak Pansy seraya tersenyum manis sembari tersenyum misterius kearah kedua orang yang sedang memasang wajah innocent.

Hermione Grangers mengambil sebuah botol, lalu botol tersebut diputar oleh lengan kanannya. Setelah lama menunggu botol itu berhenti, botol tersebut berhenti kearah Harry Potter. Pansy membalikkan badannya bertujuan untuk menyimpan bendanya. Yeah, seperti biasanya gadis yang menyukai hubungan homo itu tengah bermain licik karena menggunakan sihirnya agar botol itu berhenti kearah Harry. Remaja berwajah cantik berkulit putih itu mengerjapkan kedua matanya dan menghela nafas pelan. Shit! Semoga saja pilihan yang aku pilih itu menjadi yang terbaik—

Pansy Parkinson bangkit dari tempat duduknya dan membisikkan sesuatu kepada lelaki itu dengan menggoda, membuat laki-laki berparas manis tersebut bergidik ketakutan karena merasakan hembusan nafas Pansy menggelitik telinganya. Sesudah membisikkan sebuah kalimat yang dilontarkan oleh Pansy, Harry memilih tantangan daripada jujur. "Baiklah, jika kau memilih tantangan—cium pemuda yang berambut pirang selama dua menit, setelah itu kau harus berpacaran dengannya selama satu minggu, lalu kau harus berkata i love you padamu dan harus dijawab oleh pemuda pirang platinum itu dengan jawaban love you too. Jelas? Jika begitu silahkan lakukan,"

Iris hijau terangnya membulat seketika, nafasnya tersengal-sengal akibat rasa kerterkejutannya yang sangat dasyat sekali. Karena sedari tadi Harry tetap diam, Pansy akhirnya bertindak. "Oh, tidak berani? Jika begitu tantangannya akan bertambah, kau harus meminum ramuan ini, begitu juga dengan pemuda itu harus meminumnya. Kuharap setelah kalian meminumnya kau masih selamat," ancamnya dengan senyuman yang sangat mendekati kearah seringai. Kedua mahluk yang tidak mempunyai salah apapun hanya saling pandang lalu memalingkan kepalanya kesembarang arah. Hmn, daripada ditambahkan tantangannya lebih baik menurut saja.

Harry memejamkan kedua matanya, kedua kakinya ia langkahkan mendekati sosok yang ia sukai dalam diam. Perlahan-lahan ia duduk didepan sosok itu dan menarik nafas dalam-dalam. Ia lihat, Draco Malfoy sama sekali tidak risih dan tetap tenang saja seperti biasanya, iris mata silver kebiruannya memandang Harry dengan hangat seolah-olah dia tidak menolak. Wajahnya ia dekatkan pada wajah Malfoy, dan akhirnya bibir mereka bertemu. Malfoy menarik dasi Harry agar tidak pergi menjauh dan berniat untuk menjatuhkan keseimbangan Harry agar dia jatuh pada dekapannya.

Hermione menelankan ludahnya dengan paksa, dengan cepat tangannya langsung mengambil ponselnya bertujuan untuk mem'video'nya dengan hati yang sangat—senang sekali. Astoria Grenggras yang tadinya diam menjadi shock, tubuhnya tidak bergerak selama ciuman mereka tidak berhenti. Malfoy melepaskan dasi Harry dengan lembut, jemari tangan yang pucatnya menarik tubuh Harry agar tubuhnya menempel padanya. Lelaki bertubuh mungil itu menikmati apa yang ia sedang dilakukannya dan setelah oksigennya mulai menipis, mereka berdua melepaskan ciumannya dengan sangat tidak berniat.

Pansy melipatkan kedua lengannya didepan dada, lalu dirinya langsung duduk dahan pohon disamping mereka berdua. "Hmn, satu menit dua puluh sembilan detik, waktunya sangat kurang sekali. Sayang, tantangannya akan ditambah." Harry mengembungkan kedua pipinya dan menggigit bibir bawahnya sembari menatap Malfoy yang tengah merapihkan jubahnya. "Kenapa berhenti?" tanya Hermione disela merekamnya, Harry menghembuskan nafasnya melalui mulutnya lalu menundukkan kepalanya sembari menahan merahnya dikedua pipinya.

Ia harus mengatakannya, ia harus mengatakan isi hatinya, ini kesempatan. "S-sejak kita bertemu... aku langsung menyukaimu. Namun sikapmu yang sangat dingin membuatku sulit untuk mendekatimu. Dan—kini aku sadar, bahwa perasaanku tidak boleh dipendam melalui hatiku. Akhirnya, aku berhasil mengatakannya padamu. Aku mencintaimu, biarpun kau tidak mencintaiku tidak apa-apa. Aku tidak akan marah, dan tetap setia mendampingimu kapanpun kau mau. Aku tahu ini hal yang sangat konyol sekali, hubungan sesama jenis, kau pasti memandangku jijik karena kau mengetahuiku kalau aku ini orang yang gay. Tidak apa-apa jika kau mendorongku, tidak apa-apa jika kau memukulku, tidak apa-apa kau membencimu dengan satu syarat. Tetap hidup dan berbahagilah, aku minta sikap acuhmu itu tolong dihilangkan.."

Harry menarik nafas dalam-dalam sambil tetap menahan air matanya agar tidak jatuh kepelupuk matanya. "Mulai sekarang, semua orang akan membenciku, mereka semua akan menjahuiku takutnya tertular karena aku seorang gay. Hah.. aku sudah sangat gila sekarang, s—" tiba-tiba ucapannya terhenti ketika Malfoy tertawa dengan menempelkan punggung tangannya kearag bibirnya yang sangat seksi. Semua orang yang ada disana terkejut karena melihat ketua Hogwarts yang terkenal dingin berhasil tertawa oleh Harry James Potter. Dunia akan segera—

Malfoy berhenti tertawa karena sudah reda, ia menghela nafas pelan sembari menyandarkan punggungnya kedinding yang ada dibelakangnya dengan tatapan lurus kearah lelaki manis. "Hmn, dan—mana tantangan selanjutnya? Kalian berdua mengatakan bahwa aku harus meminum ramuan buatan kalian?" Pansy mengangguk canggung lalu menyodorkan ramuan itu kehadapan Malfoy. Pemuda ditahun keempat itu meminum ramuannya sampai habis. Apa yang terjadi? Apakah dia akan menjadi—

"Ehmn, Potter? Ada apa menatapku? Apa kau baru menyadari bahwa wajahku mempesona dimatamu?" tanyanya dengan taikkan alis, hidungnya mencium bau leher Harry yang sangat menggiurkan. "Stop it, Malfoy." Tahannya seraya duduk menjauh mendekati Ronald dengan wajah yang sangat—memerah. "Oh, ayolah baby kau tidak ingin diperlakukan seperti itu? lantas kau ingin diperlakukan seperti apa, hmn?" Harry menelankan ludahnya paksa dipandanginya wajah Malfoy yang sangat—tambah tampan. SHIT! APA YANG KUPIKIRKAN!? KENAPA MALFOY BISA MENGGODAKU!? APA ITU PENGARUH RAMUANNYA!? LANTAS KENAPA DIA LANGSUNG MENGGODAKU?

Hermione maupun Pansy menjerit kegirangan seraya memeluk Malfoy dengan erat sekali. "Oh, Merlin! Tidak kusangka, ramuannya sangat berjalan dengan lancar sekali." Gumam Hermione sembari menatap Harry dengan penuh misterius. "Dear, kau akan pergi kemana? Acara perkemahannya belum selesai. Kau sakit baby? Kalau begitu aku akan antar kau ke hospital wings." Ajaknya sembari mencengkram kedua tangan Harry dengan sangat kuat sekali, sehingga dia tidak bisa melepaskannya dengan tenaganya yang sangat kecil dibandingkan tenaga dari Malfoy.

Pansy menyentuh lengan remaja beriris hijau itu untuk duduk dihadapannya bertujuan untuk menjelaskan ramuannya. Namun, sebuah tangan menepisnya dengan begitu kasar. Lantas Pansy menaikkan sebelah alisnya dan berakhir dengan ekspresi terkejut. "Tidak ada yang boleh menyentuh my dear selain diriku," ucapnya angkuh seraya menggigit telinga Harry dengan gigi tajamnya. Blaise memainkan jari-jemarinya dan mengalirkan air keringatnya karena melihat Malfoy sudah tidak kuat lagi untuk menahannya. "Uhmn, Drac—maksudku Malfoy kau harus menyelesaikan tugas ketua Hogwarts karena belum terselesaikan." Ujarnya hati-hati.

Pemuda berambut pirang, berwajah tampan itu mengangguk sekilas dan mengecup pelan pipi remaja itu dengan sangat lembut sekali. "Bye, dear." Harry menyunggingkan senyumnya meskipun terlihat canggung. Matanya menatap kedua orang gadis itu yang sedang tersenyum bangga. Ramuan itu adalah pengubah sikap dingin menjadi menggoda, entah apa yang mereka buat. Penulis pun tidak begitu tahu tentang ramuan tersebut. Entah kenapa tiba-tiba Malfoy bisa menggodanya, ataupun menjadi orang posesif dan tergila-gila pada peran utama yaitu Harry James Potter.

Sementara dibalik kejadian itu, seorang gadis berambut hitam tengah menatap remaja laki-laki itu dengan pandangan yang sangat tajam seperti melihat seorang mangsa. Gadis tersebut menjilat ujung rambutnya dengan lidahnya yang panjang layaknya seperti ular. "Lihat saja, kau akan segera skakmat, little boy.." lalu ia beranjak pergi dari tempat duduknya berniat untuk menyusul pemuda yang ia idamkan selama bersekolah di Hogwarts.

Hermione tengah meregangkan kedua tangannya dengan erangan kesal akibat mengingat Astoria yang bertingkah manja kepada Malfoy. Sudah jelas dia menyukai Harry? Tapi dia keras kepala sekali tetap menempel padanya. "Baby, kau sudah makan malam? Kenapa wajahmu kau pucat, sayang?" tanyanya sembari mengusap pipi Harry dengan ibu jarinya. Lelaki itu hanya menggeleng pelan lalu tersenyum penuh arti padanya. "Ehmn, Malfoy. Aku tidak apa-apa.." balasnya sembari tersenyum kecil kearahnya, Malfoy duduk disamping Harry sembari menyodorkan kue kesukannya dihadapannya. Pansy yang sedari tadi sedang diam menyeruput langsung berdehem sembari mengedipkan sebelah matanya kearah Harry Potter.

Malfoy menghela nafas pelan seraya merapihkan jubahnya yang kotor. "Dear, apa besok kau akan menginap di Hogwarts?" tanya ketua Hogwarts dengan penuh keingin tahuan. Harry berpikir sejenak lalu memutuskan untuk menginap disekolah saja, karena Ayahnya juga akan menyelesaikan tugasnya yang telah menumpuk. Mulai sekarang, Malfoy tidak akan pernah melepaskan Harry dan akan memperhatikannya setiap waktu. Ia tidak akan segan membunuh orang yang mencoba mendekati Harry.

Tanpa disadari oleh mereka semua, matanya berkilat merah, serta menjilat bibir tebalnya dengan wajah seperti kehausan darah. Malfoy ingin menginginkan Harry dan akan terlalu posesif padanya. "Sayang, kau harus menjadi milikmu. Ingin atau tidak ingin harus ingin, itulah peraturannya bagi sang mangy. Baby, aku menginginkanmu.." sepertinya seorang Draco Malfoy, pangeran di asrama Slytherin serta seorang ketua Hogwarts telah jatuh cinta kepada sosok remaja berwajah cantik nan manis itu. Hmn, kepada Harry James Potter berhati-hatilah kepada sikap Malfoy karena dia akan segera melakukan hal-hal yang—seperti 'itu'.

Mungkin hari besok kau tidak akan selamat Harry, jadi persiapkan dirimu dari sekarang. "Sayang.." bisiknya dengan sangat pelan sehingga tidak bisa didengar oleh siapapun selain dirinya.

Bersambung—


Hello, aku Elyanna Chriselda. Disini, aku baru pertama kali menuliskan sebuah cerita yang bernama Fanfiction. Yeah, bisa dibilang aku ini seorang pemula, jadi jika ada kesalahan yang sangat membuat hati para pembaca tidak enak maafkan saya. Karena saya baru pertama kali menulis sebuah Fanfiction ini, juga cerita pertamaku.

Lanjut atau hapus?

Sekian dan terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca fanfic yang sudah saya buat. Saya yakin, sebagian dari pembaca mengeluh fanfic saya. Mohon dimaafkan karena saya bukanlah orang yang pandai menuliskan sebuah cerita. Saya baru pemula disini.

Love _You :*