Naruto milik paman Kishi
JUST WANT YOU
"berani sekali kau mengotori jaketku" ucap seorang pemuda sambil mencengram rahang seseorang yang telah berani menumpahkan minuman dijaketnya.
"maafkan saya Namikaze-san" jawab orang itu bergetar ketakutan.
"maaf!kau kira dengan kata maaf cairan ini bisa berpindah ke wajahmu"
Orang yang diperlakukan seperti itu hanya diam dengan tubuh yang bergetar ketakutan.
"sepertinya orang sepertimu butuh sedikit pelajaran, bagaimana jika aku yang mengajarimu"
Orang itu hanya bisa menutup matanya dan pasrah apa yang akan terjadi padanya 'siapapun selamatkan aku'
Tap
"apa kau tak mendengarnya meminta maaf!"
Naruto tidak tau kapan orang itu datang, orang yang saat ini mencengram pergelangan tangannya, bukan cengkraman kuat bahkan Naruto bisa melepas cengkraman itu dengan mudah tapi entah mengapa dia tak ingin melepas cengkaraan itu, dia ingin sedikit bermain-main dengan orang yang sudah merusak pestanya.
"apa dia pacarmu?"
"apa?"
"ternyata seleramu itu sangat buruk ya, Hyuuga!" ucap Naruto dengan nada mengejek.
"kau salah paham Namikaze! Aku hanya ingin membantunya"
"membantu! Gadis lemah sepertimu ingin membantunya! Jangan membuat lelucon aneh Hyuuga!"
"aku tidak membuat lelucon aneh Namikaaze, aku memang ingin membantunya, apa kau tak lihat dia ketakutan, kenapa kau masih menahannya apa kau tak kasihan padanya? Biarkan dia pergi!" Hinata benar-benar kasihan pada pemuda yang Naruto marahi saat tak sengaja melihat tadi.
"mana mungkin aku membiarkan orang yang telah mengotoyi jaket kesayanganku ini pergi begitu saja" Naruto menghentakkan tangannya yang membuat cengkraman Hinata lepas.
Lihat cengkraman sangat lemah bahkan saat Naruto menhentakkan tangannya Hinata sedikit tertarik, jika Hinata tak segera melepas cengkramannya bisa dipastikan dia akan terjungkal Tadi.
"tapi dia sudah meminta maaf tadi, lagi pula cairan itu akan hilang jika dicuci bukan! Kalau kau tak ingin jaketmu kotor kau seharusnya tidak memakainya tapi menyimpannya dilemarimu itu!"
"kau_
"kau tidak apa-apa kan? Pergilah biar aku yang mengurus orang ini!" ucapan Naruto terpotong dengan tindakan seenaknya Hinata.
"siapa yang menyuruhmu pergi!" ucapnya geram karna Hinata yang seenaknya dan orang tadi yang menurut saja.
Langkah orang itu terhenti karna ucapan Naruto, padahal tadi dia sudah sangat bersyukur karna akhirnya sudah terbebas dari si penguasa Namikaze Naruto itu , pikirnya tapi dia salah.
"kembali kemari!" perintah Naruto, orang itu hanya bisa menurut.
"sudahlah Namikaze biarkan dia pergi! Ah, kau ingin memukulnya sebelum dia pergi bukan? Bagaimana kalau kita membuat perpanjian!"
"perjanjian?"
"ya! Kau bisa memukulku dan mambiarkan dia pergi"
semua yang disana langsung membelalakkan mata tak percaya dengan perkataan Hinata tadi termasuk Sasuke minus Naruto.
"Nona apa yang kau katakan! Ini bukan masalahmu ini masahku! Namikaze-san dia tak ada hubungannya dengan kita jadi jika anda ingin memukul, pikullah saya!" orang ini samasekali tidak tau apa yang ada dipikiran gadis itu.
Apa dia pikir dengan dia seorang gadis Naruto tak akan memukulnya, Namikaze yang satu ini berbeda Nona, pikir orang itu.
"eh! Apa yang kau katakan, jika kau merasa bersalah hanya karna mengotori jakertnya itu keterlaluan itu hanya jaket, lagi pula kau sudah minta maaf bukan!"
"Na_
Bugh
Hinata tersungkur kelantai karna tubuhnya belum siap dengan hantaman yang di berikan Naruto padanya.
"NONA!" teriak orang itu dan segera membantu Hinata berdiri.
"kau tidak apa-apa?"
"pergilah"
"tapi kau_
"pergilah"
"tap_
"apa kau ingin usahaku sia-sia?"
"eh!"
"Pergilah"
"baiklah, terima kasih" tapi lagi-lagi perkataan Naruto menghentikan langkanya
"hei kau! Siapa yang menyuruhmu pergi!"
"kau lupa perjanjiannya Namikaze! Jika kau memukulku itu berarti kau sudah mengijinkan dia untuk pergi!"
"aku belum menyetujui perjanjian itu"
"tapi kau sudah memukulku itu berarti kau sudah menyetujui perjanjiannya"
"pergilah" Hinata menolehkan kepalanya menghadap orang itu dan tersenyum.
"terima kasih" orang itu segera pergi meskipun dia sebenarnya engan meninggalkan Hinata yang sudah menolongnya tapi jika dia tidak pergi Hinata akan marah dan dia tak menghargai usaha Hinata yang menolongnya.
Kepala Hinata terpaksa menoleh kembali menghadap Naruto karna sekarang giliran rahangnyalah yang di cengkram oleh Naruto.
"dengar Hyuuga aku tak peduli jika kau ingin menjadi Malaikat penolong atau apapun itu, tapi yang ku tau sekarang kau sedang menantangku untuk memberi pelajaran padamu!" tatapan Naruto benar-benar menggambarkan jika dirinya sedang marah besar.
Cengkraman Naruto benar-benar sangat kuat Sasuke yang melihatnya bahkan ikut meringis mengingat Naruto tadi memukul pipi Hinata bahkan sampai membuat sudut bibir Hinata berdarah.
'tenang Hinata, jangan tunjukan wajah kesakitanmu, ya, ini tidak sakit sama sekali tidak sakit, ya, bahkan ini tidak ada apa-apanya dengan bulan yang datang kemarin, tapi ini sakitnya berbeda'
Hinata hampir saja mengeluarkan air mata jika saja Sasuke, si Uchiha tampan itu tak mengintrupsi kegiatan Naruto.
"sudahlah Dobe, biarkan dia, kita juga harus pergi keruangan Kakashi-sensei bukan!"
Naruto juga baru ingat jika dia dan Sasuke dipanggil untuk pergi keruangan Kakashi tadi.
Naruto melepaskan cengkramanya sampai hampir membuat Hinata terjungkal dibuatnya.
Naruto sudah melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu tapi entah apa yang dipikirkannya yang membuat dia membalikkan langkahnya kembali menuju Hinta.
"urusan kita belum selesai, Hyuuga" bisik Naruto disamping telinga Hinata.
.
.
.
Koridor menuju UKS sangat sepi saat ini mengingat ini sudah memasuki jam pelajan pertama.
Seorang gadis sedang menuju keruangan UKS bukannya malah menuju kekelasnya.
"permisi"
Sepi itu adalah kata pertama untuk menggambarkan kondisi UKS saat ini, apa petugas UKS belum datang, pikir Hinata.
"ini lebih baik"
Hinata menuju kesalah satu tempat tidur diruangan itu, lalu merebahkan tubuhnya.
Jika kalian bertanya apa temanya tidak mencarinya jawabannya tidak, karna Hinata tak memiliki teman yang benar-benar akrab dengannya, mereka akan datang jika mereka membutuhkannya dan pergi jika tak membutuhkannya, habis manis sepah dibuang itu lah kata-kata yang cocok untuk menggambarkan interaksi Hinata dengan teman-temannya.
Ah, mungkin kali ini berbeda dikelasnya pasti ada seseorang yang menunggu atau bahkan mencarinya yaitu Namikaze Naruto mengingat mereka satu kelas.
Hiiiii~ memikirkannya saja membuat Hinata merinding dibuatnya.
"hah` dia bahkan tak segan-segan meskipun aku seorang wanita" Hinata tak berpikir jika Naruto tidak akan memukulnya karna dia seorang wanita tapi yang dia pikir mungkin Naruto akan memukulnya dengan lebih pelan mengingat dia seorang wanita tapi dia salah, ah atau mungkin si Namikaze itu sudah memelankan pukulannya tapi karna dia tak biasa dipukul jadi dia tetap kesakitan seperti ini.
'hah~mungkin" gumam Hinata sambil memegangi pipinya yang lebam dan sekarang memarnya mulai muncul karna pukulan Naruto tadi.
"eh tunggu!" tiba-tiba Hinata mengingat sesuatu dan langsung membangunkan tubuhnya yang rebahan tadi.
Dia melihat kesekeliling ruang UKS untuk mencari kaca.'itu dia'
Hinata segera berlari menuju lemari yang terdapat kaca di sana.
"hah, bagaimana ini, bagaimana aku menyembunyikan luka ini, jika Ibu tau ibu pasti akan menangis sampai pingsan" berlebihan memang tapi ada alasan kenapa Ibu Hinata bersikap seperti itu.
"ah, ternyata ada pasien ya!"
Hinata langsung berbalik sambil menutupi lukanya dengan tangannya.
"Shizune-nee!"
Shizune adalah orang yang bertugas menjaga ruang kesehatan ini.
"apa kau sakit? Maaf tadi Tsunade-sama memanggilku, jadi bagian mana yang sakit?"
Saat Shizune melihat pose yang di tampilkan Hinata sepertinya dia tau apa keluhan murid itu.
"apa gigi mu sakit? Apa kau mau aku memberikanmu obat pereda nyeri? Itu pasti sedikit membantumu!"
"eh, ah apa, tidak"
"tapi kau sepertinya sedikit menderita, apa kau benat tak mau?" tanya Shizune sedikit khawatir dengan kindisi murid di depanya ini.
Hinata segera melangkah menuju Shizune dengan tetap memegangi pipinya.
"apa Nee-san memiliki obat untuk menghilangkan lebam dalam sehari?" tanya Hinata bersemangat dengan mencondongkan tubuhnya pada Shizune yang sudah duduk ditempatnya.
"eh, apa?"
"ah, tidak itu terlalu lama ibu akan tetap tau jika selama itu" gumam Hinata yang dapat didengar Shizune dengan jelas.
"yang sampai mata pelajaran terakhir berakhir, apa Nee-san memiliki obat itu"
"apa? mana ada obat yang seperti itu, meskipun kau mencarinya di apotik diseluruh dunia pun kau tak akan mendapatkannya"
"jadi tidak ada ya!" jawab Hinata lemas.
"memang untuk apa obat seperti itu?"
"emmmm, jika aku mau menunjukan lukaku apa Nee-san mau merahasiakannya dari siapapin?"
"tentu rahasia pasien adalah prioritas utama dari Dokter bukan, meskipun aku bukan Dokter Rumah sakit tapi aku tetap seorang Doker bukan mengingat aku lulusan dari jurusan kedokteran!"
"Nee-san berjanji?" dijawab dengan anggukan oleh Shizune.
Hinata mulai menurunkan tangannya, saat lukanya terlihat Shizune langsung membelalakan matanya.
"apa yang terjadi padamu? Kau mendapatkan luka seperti itu dari mana? Kau berkelahi?" Shizune langsung memegang pipi Hinata yang terluka.
Hinata yang diberondongi pertanyaan oleh Shizune hanya bisa menganggukkan kepalanya.
"ini sakit Shizune-nee" kata Hinata saat Shizune tak sengaja menyentuh Pipi Hinata terlalu keras.
"maaf" Shizune menjauhkan tangannya dari pipi Hinata.
"hah~, aku tidak menyangka jika orang yang terlihat lemah lembut sepertimu juga bisa berkelahi emm" kata Shizune sambil melirik tag name Hinata.
"Hyuuga-san!"
"zaman sudah berubah Shizune-nee, sekarang apapun bisa terjadi dan apapun bisa dilakukan, emansipasi!"
"emansipasi!kau benar, tapi tetap saja apa yang kau lakukan itu sedikit aneh Hyuuga-san"
"mungkin Nee-san benar, tapi bukankah ini memang kehidupan para Remaja yang penuh dengan kejutan!"
"bicaramu seperti orang tua saja"
"hehehe... ah Nee-san bolehkah aku beristirahat disini?"
" ya, kau boleh beristirahat disini tapi obati dulu lukaamu itu"
"baiklah dan terima kasih, bangunkan aku saat mata pelajaran terakhir berakhir nanti ya, Nee-san!"
"eh, apa kau berniat tidak mengikuti pelajaran sampai jam terakhir?'
"tidak, hah~ pipiku ini nyeri sekali!" ucap Hinata sambil mengelus pipinya dan menunjukan wajah yang seolah kesakitan.
"ya ya ya, aku akan membangunkanmu saat jam terakhir berakhir, kau puas"
"hehehe... terima kasih Shizune-nee yang cantik dan baik"
"hah dasar penjilat"
.
.
.
"Tadaima!"
"0kaerina_ Hinata apa yang terjadi pada pipimu itu?" tanya Ibu Hinata yang mulai panik sekarang.
Hinata yang melihat Ibunya mulai panikpun ikut panik khawatir jika Ibunya pingsan melihat lukanya itu tapi dia segera mengendalikan dirinya untuk ber akting.
'waktunya untuk melakukan skenarionya Hinata'
"ah, ini tadi saat aku melewati lapangan baseball aku tak sengaja terkena bola dan bolanya mengenai pipiku, tapi aku tidak apa-apa jadi Ibu tak perlu khawatir" jawab Hinata lancar demi aktingnya tidak diketahui oleh Ibunya.
"ya ampun, seharusnya Ibu tak pernah menyekolahkanmu yang sekolahnya terdapat lapangan baseball,hisk" kata Ibu Hinata menyesal dan mulai menangis.
"Ibu! Aku sudah bilang tidak apa-apakan tadi, jadi_
"aku sudah gagal menjadi Ibu!"
"Ibu ak_ IBU" teriak Hinata karna tiba-tiba Ibunya jatuh kelantai rumahnya.
Hinata langsung mengangkat kepala Ibunya kepangkuannya.
"Ibu, apa yang terjadi pada Ibu...hiks bukankah hiks aku bilang aku tidak apa-apa hiks.."
Hinata memeriksa keadaan Ibunya dan napas Ibunya...
"tidak ada!"
Detak jantung Ibunya...
"tidak ada"
"Ibu hiks tidak hiks jangan seperti ini, Ibu Bangun hiks kumohon Bangun Ibu, IBUUU...
.
Ting
.
"hah...hah..."
"hiiii~ bahkan aku bermimpi sampai berlebihan seperti itu, aku keterlaluan, dan Ibuku takkan sampai keterlaluan seperti itu" ternyata hanya mimpi. Hahahaha...
Hinata segera bangun dari tidurnya, dia merasa sudah tidur terlalu lama.
"senja" gumam Hinata sambil melihat langit sore mulai berwarna orange melalui kaca diruangan itu.
"kau sudah bangun!"
"ah Shizune-nee! Kau belum pulang?
"aku harus menyelesaikan laporanku pada Tsunade-sama! Apa kau sudah merasa lebih baik?"
"em, begitulah"
Hinata berjalan menuju Shizune dan duduk dihadapan Shizune.
"hei, Shizune-nee! Menurytmu bagai mana cara menyembunyikan luka ini?"
"kau tak ingin orang tua mu tau jika baru saja berkelahi?"
"begitulah dan bukankah aku jadi terlihat kurang cantik dengan luka ini, hahaha...aduh" ringis Hinata karna luka disudut bibirnya yang kembali terbuka karna dia tertawa.
"rasakan! Ah bukankah kau bisa menyembunyikan luka itu dengan pondesen dan sedikit bedak!" usul Shizune yang membuat Hinata tersenyum senang.
"Nee-san benar, kenapa aku tidak memikirkan itu tadi, ah~ dasar bodoh"
"apa mau ku bantu? Aku membawa pondesen dan bedak!" tawar Shizune yang dijawab dengan anggukan semangat Hinata.
Hinata menatap dirinya dicermin yang dia pegang sekarang melihat hasil kerja Shizune yang menurutnya begitu sempurna itu.
"wah~ bekasnya benar-benar tak terlihat, dengan begini aku tak perlu mengkhawatirkan kondisi Ibu karna aku" kata Hinata sambil mengelus pipinya yang tak lagi terlihat lebam.
"meskipun sedikit bengkak tapi tak apa dilihat dari jauh sama saja, bengkak ini juga tertutupi oleh pipiku yang memang sudah besar, ah Shizune-nee terima kasih bantuannya, aku begitu tertolong atas bantuanmu"
"ya, sama-sama, apa kau tak ingin pulang hari sudah milai gelap dan kau juga mengganggu pekerjaanku!"
"ah benarkah, maaf, baiklah aku pulang dulu!"
Hinata membuka pintu tapi sebelum benar-benar keluar dari ruangan itu dia berbalik melihat Shizune dan mengucapkan terima kasih sekali lagi.
"seharusnya kau mengatakan 'aku terluka karna mencoba menolong temanku'"
TBC
Maaf jelek masih belajar.
Menerima setiap bacotan kalian
