From Gothic to Gorgeous
Disclaim: Masashi Kishimoto
Perfect Girl Evolution: Tomoko Hayakawa
Warn before read: Haven't decide it yet. Just read! Then tell me the dangerous content in this fic.
After Read: Just like every author wish you to do: REVIEW.
"Beneran tempatnya disini?" tanya seorang cowok berambut merah pada teman di sebelahnya. Namanya Sasori.
"Kalau baca alamatnya sih, aku yakin betul tempatnya disini." tanggap seorang cowok flamboyan yang bernama Hidan.
"Tapi tempat ini terlalu bagus untuk disewakan dengan gratis! Um..walaupun pakai syarat sih.." gumam cowok yang penampilannya 'Jepang banget'. Namanya Itachi.
"Ya udahlah! Mendingan kita masuk aja sekarang. Lama-lama berat bawa-bawa yang beginian." Kata cowok blonde, yang namanya Deidara.
Keempat cowok ganteng itu menatap rumah mewah yang ada di depan mereka. Kalau dibandingkan sama White House—walaupun masih mewahan White House—bisa dibilang rumah itu sebelas-tiga belas lah sama White House.
"Hebat ya, kita bisa dapat sewa gratis di rumah mewah begini." Kata Sasori senang. Seumur-umur, baru kali ini dia lihat rumah besar dengan mata kepala sendiri. Biasanya sih lihat di TV.
"Jangan senang dulu! Bibi Tsunade kan memberikan syarat pada kita. Kalau kita bisa mengubah anak perempuan pemilik rumah ini menjadi lady, baru beliau akan memberikan sewa gratis." Tukas Itachi.
"Dilihat dari rumah—err, istana ini, menurutku anak perempuan yang menjaga rumah ini adalah nona yang cantik dan lembut. Mungkin kita nggak usah susah-susah mengubahnya jadi lady." Kata Hidan dengan aura flamboyannya.
"Daripada kita ngobrol-ngobrol disini, mending kita masuk deh!" sewot Deidara. "Siapa yang mau mengetuk pintunya?"
"KAMU!" Sasori, Itachi dan Hidan menunjuk ke arah Deidara secara bersamaan.
"Kenapa aku?" protes Deidara kesal.
"Karena kamu yang dari tadi berisik ingin masuk!" kata Hidan.
Mau nggak mau, Deidara dan kawan-kawan berjalan menuju pintu utama rumah itu, yang jauhnya kira-kira 10 M dari tempat mereka berada.
"Permisi! Kami anak-anak yang mau menyewa kamar disini!" teriak Deidara. "Haloo? Ada orang?"
Itachi menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tekan belnya!"
"Oh iya. Aku lupa." Deidara memencet bel yang ternyata tersedia di sebelah kanan pintu.
Beberapa detik setelah bel dibunyikan, terdengar langkah kaki seseorang yang terburu-buru membukakakan pintu. Setelah beberapa saat, terdengar suara pintu dibuka.
"Permisi..kami adalah.." kata-kata Deidara terpotong setelah melihat 'sosok' yang membukakan pintunya.
"GYAAA!" teriak Deidara dan ketiga temannya saat melihat 'sosok' itu. Orang yang diteriaki mereka berempat juga melakukan hal yang sama, bahkan sampai mimisan segala. Dia segera berlari, meninggalkan empat orang yang shock itu di depan pintu yang terbuka.
"S..siapa tadi itu? Ha..hantu penjaga rumah ini? Atau..Sa-sadako?" bisik Sasori dengan muka yang sangat pucat.
"Ku..kupikir..dialah anak perempuan yang dimaksud Bibi Tsunade.." kata Deidara. "Lebih baik kita masuk dan mengenalkan diri padanya dengan sopan!"
"Kamu gila?" Hidan merenggut kerah belakang baju Deidara. "Aku nggak mau melihatnya lagi!"
"Aku juga nggak mau! Tapi kita akan tinggal disini kan? Mau nggak mau kita harus membiasakan diri melihatnya setiap hari." Deidara melangkahkan kakinya ke dalam rumah itu sambil membawa koper besarnya.
"Menurutku Deidara betul. Lebih baik kita masuk," kata Itachi.
"Aku ikut!" teriak Sasori. Itachi dan Sasori pun masuk. Hidan mengikuti mereka dengan terpaksa.
Interior dalam rumah itu bagus sekali, terlihat terawat. Tapi tidak terlihat satu pembantu pun di dalam rumah mewah itu. Kelihatannya, cewek horror itu tinggal sendiri.
"Hebat juga, untuk anak seusianya." gumam Deidara.
"Permisi! Kita adalah anak-anak yang akan menyewa kamar disini! Kami sudah izin pada Bibi Tsunade!" teriak Deidara.
Tiba-tiba, dari arah kamar utama, ada seorang anak perempuan mengintip-intip dari balik pintu. Rambutnya hitam panjang, sampai-sampai poninya menutupi matanya, dan yang paling mengerikan...ia menggendong boneka organ. Saking takutnya, Sasori dan Itachi berlindung di balik Hidan.
"Hahaha..ma-maaf sudah masuk ke rumahmu tanpa izin..em..apa kamu pemilik rumah ini?" tanya Deidara sopan. Padahal ia takut setengah mati. Ia berjalan ke arah anak perempuan itu takut-takut.
"Hentikan! Jangan mendekat, makhluk menyilaukan!" gadis itu mundur ke dalam kamar itu. Deidara malah nekat masuk ke dalam kamar si gadis, diikuti Hidan dkk. Padahal dia tahu, masuk ke dalam kamar anak cewek tanpa diizinkan itu sudah jadi larangan tak tertulis.
Isi kamar gadis itu benar-benar berbeda jauh dari kamar gadis kaya pada umumnya. Tidak ada cahaya sama sekali dari kamar itu, sebagai gantinya, beberapa lilin dipasang di dalam kamar itu. Ada banyak barang-barang aneh tersimpan disitu, salah satunya adalah model mayat, topeng ala Freddie, tengkorak yang diberi baju Gothic, dan senjata-senjata tajam. Sebenarnya masih ada banyak barang mengerikan lain, tapi saya yakin bila saya ceritakan semuanya, bisa jadi anda berhenti membaca fanfic ini.
Deidara mengenyahkan rasa takutnya dan pergi mendekati cewek itu. Cewek itu sendiri meringkuk di pojok, sambil memeluk boneka organnya. Deidara mengulurkan tangannya untuk menyentuh bahu gadis itu.
"Kamu tidak apa-apa?" kata Deidara.
Gadis itu memalingkan wajahnya, dan mimisan. "P-pergi! Keluar!"
Deidara segera melangkahkan kakinya keluar dari kamar cewek itu, dan bergabung dengan Hidan, Itachi dan Sasori yang memandangnya kagum.
Ia baru sadar, kakinya bergetar hebat ketika ia berada di luar ruangan.
"Jadi itu yang namanya Hyuuga Hinata?" tanya Hidan pada malam hari, ketika mereka berkumpul di salah satu kamar. Mereka putuskan akan tidur bersama malam itu.
"Kalau menurut e-mail dari Bibi Tsunade sih begitu," jawab Itachi sambil memperlihatkan layar handphonenya pada Hidan.
"Aku betul-betul shock! Masa kita harus mengubah gadis seperti itu jadi lady? Pasti susah kan! Bisa-bisa aku stress sendiri disini.." sahut Sasori sambil mengunyah keripik kentang.
"Kelihatannya masih lebih shock Deidara daripada kamu. Lihat, dia terus mojok disitu sejak ketemu Hyuuga Hinata." Kata Itachi cuek sambil menunjuk Deidara yang menyendiri di pojok ruangan sambil memeluk chandelier yang tersedia di kamar itu.
"Deidara, kamu nggak apa-apa kan?" tanya Sasori prihatin. "Kalau kamu terus memeluk chandelier emas itu, bisa-bisa kita dikira maling."
"Diam.." gumam Deidara lemah.
"Kayaknya kamu terlalu berlebihan deh. Yah..walaupun dia mengerikan, tapi paling enggak, dia itu kan manusia!" seru Hidan.
"Bukan itu Hidan!" teriak Deidara. "Kamu ingat kan tugas dari Bibi Tsunade untuk mengubahnya jadi lady?"
Hidan mengangguk. "Tentu saja! Kalau kita berhasil melaksanakan tugas itu, kita dapat sewa gratis kan?"
"Nah, sekarang, siapa yang ingat apa yang akan terjadi pada kita kalau kita gagal melaksanakan tugas itu?"
"Membayar uang 50.000¥ per bulan sebagai biaya sewa, kan?" kata Itachi.
"Itu dia yang aku takutkan! Mengubah gadis seperti itu jadi lady, berarti kita harus mengajarinya menjadi lady mulai dari nol. Dan tentunya nggak akan berhasil satu atau dua minggu kan? Mana sebentar lagi akhir bulan!" seru Deidara histeris.
"Betul juga...dan darimana kita dapat 50.000 ¥?" sahut Sasori. Mereka berempat berpikir dalam diam, tapi tiba-tiba..
"KRUYUUK!"
"Ha! Perut siapa itu yang bunyi?" tanya Hidan sambil tertawa-tawa, begitu juga Itachi dan Sasori.
"Aku! Memangnya kenapa?" teriak Deidara kesal dan malu.
"Hahaha...lebih baik kita keluar dan mencari makan. Atau kalau bernyali, meminta makanan dari Hinata." Usul Itachi.
"Nggak, lebih baik aku saja yang masak." Usul Sasori sambil tersenyum.
"NGGAK USAH!" teriak Itachi, Deidara dan Hidan bersamaan.
"Uuh..jahat banget sih.." gumam Sasori sambil memanyunkan bibirnya. Sayangnya, Sasori masih tetap terlihat imut dengan gaya seperti itu!
Mereka berempat keluar dari kamar sambil tertawa-tawa. Tapi tiba-tiba, mereka mendengar sesuatu!
"Heh, kalian dengar suara orang lagi motong-motong daging nggak?" bisik Deidara, menajamkan telinganya.
"Iya! Aku dengar. Jangan-jangan..itu.." sahut Itachi pelan. Diam-diam, keempat sekawan itu berjalan ke arah dapur dengan perasaan sangsi. Dan apa yang mereka lihat saudara-saudara? Hinata memotong-motong ikan!
Sebetulnya, kalau yang memotong ikan itu orang lain, mungkin biasa saja jadinya. Tapi, kalau Hinata yang potong ikan itu, kelihatannya seperti seorang pembunuh yang sedang memutilasi korbannya!
"Hiii.." Sasori berlindung di balik baju Itachi. "Dia memang Sadako.."
Deidara, sekali lagi, berinisiatif mendekati Hinata, sebagai cowok paling..err..berani. "Em..sedang apa Hinata?" tanyanya takut-takut.
"Memasak..." kata Hinata datar. Eh? Siapa sih yang nanyain itu tadi?
Hinata membalikkan wajahnya dan melihat Deidara tepat di sebelah bahunya. Ia berniat untuk lari, sayangnya Deidara menahan tangannya. Mereka berdua terpeleset jatuh, dan tanpa sengaja, tangan Hinata menyenggol toples berisi tepung, sehingga tepung jatuh tepat di wajahnya.
"Nah! Kena kau! Sekarang kamu nggak bisa lari lagi!" kata Deidara senang. Ia menyibakkan poni panjang Hinata dan menguncirnya dengan kuncir rambutnya sendiri. Entah apa yang membuatnya bertindak seperti itu.
"Uwaa! Hentikan!" teriak Hinata histeris.
Tapi sayangnya, Deidara sudah terlanjur melihat wajahnya, begitu juga Hidan, Sasori dan Itachi yang mendekat.
Wajah Hinata sebetulnya cantik, dengan kulit yang beegituuu putih (karena kena tepung) dan mata yang warnanya lavender keungu-unguan, bibirnya juga ranum. Sayangnya, raut mukanya jauh dari kata lembut atau feminin, atau paling tidak: centil. Yang mereka lihat adalah raut muka yang...mengerikan, sadis tepatnya.
Waah..cantiknya...pikir mereka berempat. Deidara mengulurkan handuk pada Hinata.
Hinata berdiri, dan mengusap mukanya dengan handuk sampai bersih. Ia menatap Deidara kesal, lalu menjatuhkan poninya kembali.
Yah...sayang..ditutup lagi..pikir Deidara dan kawan-kawannya lagi.
"Kalian, para makhluk menyilaukan..betul-betul nggak bisa diam!" teriaknya.
"Kalau kalian mau makan, lebih baik duduk manis di meja makan dan tunggu makanannya selesai! Atau..mungkin kalian yang ingin dijadikan makanan..? Kehehehe..." kata Hinata dengan nada yang menyeramkan.
"I..iya!" kata empat sekawan itu patuh sambil duduk di meja makan.
"Ngomong-ngomong, sepertinya kita belum resmi berkenalan..nona cantik—"
"Aku lebih suka dipanggil Hinata."
"Eh,..iya, um, Hinata. Perkenalkan, namaku Hidan, lalu yang pendek itu Sasori, yang kelihatannya seperti tuan besar manja itu Itachi, lalu yang berambut panjang dan berandal itu Deidara.." kata Hidan, disambut death-glare dari teman-temannya.
"Bisa menjadi korban persembahan yang bagus.." gumam Hinata.
"Maaf, kamu bilang apa Hinata?" tanya Hidan.
"Bukan apa-apa.." kata Hinata sambil tersenyum horror. Setelah selesai masak dan menghidangkannya pada keempat penghuni baru rumahnya, Hinata berlari ke dalam kamar sambil membawa replika mayat, tengkorak dan boneka organnya. Para cowok memerhatikannya sambil sweatdrop.
"Perkenalkan! Ini Freddie!" Hinata menunjuk replika mayatnya. "Ini Christina," ia menunjuk tengkorak, "Dan terakhir, Akira!" katanya sambil menunjuk boneka organnya.
"Kamu nggak takut tinggal dengan boneka-boneka mengerikan ini?" tanya Sasori, bergidik.
"Untuk apa? Mereka ini teman-temanku. Lagipula mereka manis.." kata Hinata.
Manis? Dia betul-betul aneh..pikir Sasori.
"Kamu tinggal sendiri disini?" tanya Itachi.
Hinata mengangguk.
"Hah? Masa kamu nggak takut?" tanya Deidara heboh.
Justru yang mengerikan bagiku itu kalian...pikir Hinata.
Keesokan paginya..
"Huaah..masakan kemarin enak sekali! Aku nggak nyangka ternyata Hinata pintar bikin washoku." Kata Sasori sambil merentangkan tangannya.
"Dan hebatnya, pagi ini dia membuatkan kita sarapan a'la Barat. Enak sih, sayang sekali croissantnya terlalu keras.." keluh Itachi sambil mengetuk-ngetukkan croissantnya ke meja. Saking kerasnya, meja makan mahoni itu sedikit retak, saudara-saudara!
"Hei, ngomong-ngomong, Hinata dimana? Dari tadi, aku nggak lihat dia jalan-jalan dengan boneka organnya itu." Sahut Deidara sambil mencoba memakan croissant batu buatan Hinata.
Sasori, Itachi, dan Hidan langsung menatapnya dengan pandangan 'tukang gosip'. Deidara sendiri, tidak sadar diperhatikan seperti itu. Ia malah menyibukkan diri dengan makan miso bikinan Hinata.
"Ehem!" Sasori pura-pura berdehem, begitu juga dengan Itachi dan Hidan. Sadar dengan apa yang dimaksudkan ketiga teman-temannya, Deidara langsung ngamuk-ngamuk.
"Aku nggak bermaksud apa-apa! Aku kan cuma nanyain aja? Lagipula, dia itu tuan rumah disini! Wajar kan kalau aku tanya? Lagipula, tipe cewekku itu lebih manis, lebih..em..lebih feminin!" bentak Deidara sambil menggebrakkan sumpitnya ke meja.
"Sudah deh. Hinata sudah berangkat ke sekolah sejak tadi pagi. Dan..sepertinya aku lupa bilang, kalau kita dan Hinata itu satu sekolah?" kata Itachi, menenangkan Deidara.
"Apa dia murid baru? Soalnya aku belum pernah lihat." tanya Hidan.
"Kata Bibi Tsunade sih sudah sejak ia kelas satu..tapi, entahlah. Aku juga baru tahu dia satu sekolah dengan kita sekarang." Kata Itachi sambil mengusap dagunya.
"Haah? Yang benar?" teriak Hidan, Sasori dan Deidara berbarengan.
"Kalau betul begitu, aku juga kaget. Soalnya kita nggak pernah lihat dia kan? Dia betul-betul hebat dalam menyembunyikan hawa keberadaan. Seperti.."
"Hantu?" tebak Sasori.
"Ninja. Yang mau kukatakan itu ninja, Sasori." Kata Itachi. Padahal sebenarnya dia memang mau bilang hantu.
"Kyaa! Kyaa! Lihat, itu grup cowok keren dari SMA Seiou!"
"Astaga, Itachi betul-betul keren!"
"Kyaa! Tadi Hidan melirik ke arahku lho!"
"Ya ampun, Sasori imut sekali! Rasanya aku ingin mencubit pipinya!"
"Tapi yang paling keren dari mereka berempat tetap saja Deidara!"
Keempat cowok itu berjalan dengan penuh perjuangan untuk dapat masuk ke dalam kelas mereka. Untuk Itachi dan Sasori yang memiliki kelas di dekat taman, tentu mudah bagi mereka untuk mencapai kelas. Sayangnya, Deidara dan Hidan duduk di kelas yang berada di tingkat atas. Mereka harus bertahan dari gangguan fans-fans mereka yang sedikit mengerikan.
"Hosh..hosh..akhirnya sampai juga.." kata Hidan terengah-engah. Jas seragamnya yang tadinya rapi, sekarang berantakan karena ditarik-tarik fansnya. Rambutnya yang klimis juga, kini lebih terlihat seperti Elvis yang kena badai katrina.
"Sampai apanya? Kita baru ada di gudang perlengkapan olahraga lantai satu tahu! Kelihatannya kita harus membolos lagi kali ini!" desis Deidara kesal. Keadaannya lebih parah dari Hidan. Jasnya sudah hilang, dan kini rambut panjangnya tidak terikat lagi, ikat rambutnya hilang entah kemana.
"Memangnya ada apa sih, anak-anak perempuan ini jadi lebih ganas dari biasanya? Hari ini kan bukan Valentine?" kata Hidan sambil merapikan rambutnya. Biasanya, Valentine akan lebih parah dari ini.
"Bodoh, Hidan, kamu sudah lupa ya? Coba lihat besok tanggal berapa!" seru Deidara gemas.
"Tanggal 25..memangnya ada apa sih?"
"Dua hari lagi Pesta Ulangtahun Perguruan Seiou!"
"Hah!" tiba-tiba Hidan tersentak. Di Pesta Ulangtahun Perguruan Seiou, selalu diadakan Pesta Dansa. Berarti, setiap orang harus mencari pasangan untuk pesta dansa mereka. Pantas saja anak-anak perempuan itu ganas sekali.
"Apa yang harus kita lakukan, Deidara? sepertinya nggak mungkin kita bolos hari ini karena akan ada pengarahan dari Kepala Sekolah. Nama kita pasti dipanggil kan?" kata Hidan.
"Ya—tunggu sebentar, kelihatannya HPku bunyi. Halo?" Deidara mengangkat teleponnya.
"Dari Itachi!" desisnya.
"Kalian dimana? Pak Asuma sedang memberikan arahan pesta kali ini! Kita disuruh jadi MC di Ultah Seiou! Ia mencari-cari kalian!"
"Mm..kami ada di gudang perlengkapan olahraga lantai satu.."
"Apa? Kalian mau bolos? Taruhannya nilai Sastra Jepang kalian tahu! Kalau kalian nggak mendengarkan pengarahan dan itu berarti kalian menolak jadi MC, nilai Sastra Jepang kalian bakal kecil."
CTAR! Seperti tersambar petir di siang bolong saja Deidara dan Hidan ketika mendengar ucapan Itachi. Mereka berdua sudah berusaha sangat keras untuk ujian Sastra Jepang, dan kalau sampai nilai mereka kecil, maka sia-sia saja usaha mereka berdua. Tidur malam..minum kopi terlalu banyak..membaca buku prosa paling tidak sehari lima buku..
"Iya, kami akan segera kesana. Tolong beritahu Pak Asuma beri kami waktu 5 menit saja untuk sampai kesana." Deidara langsung memutuskan sambungan teleponnya.
"Apa katanya tadi?" tanya Hidan penasaran.
"Kita harus datang ke aula dalam waktu lima menit. Kalau tidak..nilai ujian Sastra Jepang kita taruhannya." Jawab Deidara lemas.
Hidan dan Deidara tersungkur lemah. Sebetulnya kalau mau mereka bisa keluar. Tapi masalahnya...lantai satu masih ramai dengan murid-murid perempuan SMP yang mau pergi ke lapangan.
Saat sedang memikirkan bagaimana cara keluar, tiba-tiba pegangan pintu gudang bergerak-gerak. Deidara dan Hidan langsung tegang.
"Jangan-jangan..itu..salah satu siswi SMP.." bisik Hidan.
"Matilah kita..apalagi, ruang ini sempit..nggak ada celah untuk kabur.." gumam Deidara.
Klek! Pintu terbuka sedikit. Deidara dan Hidan memejamkan mata mereka. tapi..
"Kalian?"
Bersambung
Freddie: Itu lho, pembunuh dalam film Friday The 13th. Yang pakai topeng bolong-bolong itu.
Chandelier: Tempat penyangga lilin yang bentuknya kayak trisula. Sering ada di setting-setting istana zaman dahulu. Coba deh nonton film-film yang ada unsur-unsur istananya.
Washoku: Sarapan a'la Jepang. Biasanya terdiri dari nasi putih, natto (kacang kedelai fermentasi), nukazuke (asinan sayur), sup miso sama telur gulung.
Croissant: Roti ala Prancis, bentuknya kayak bulan sabit, dengan tekstur yang mirip-mirip pastry. Renyah, isinya macam-macam, bisa daging asap, bisa cokelat.
Badai Katrina: Nama salah satu badai dahsyat yang melanda California, sampai-sampai meruntuhkan beberapa daerah.
Merasa ada hal yang sedikit familiar nggak di fic ini? Kalau yang pernah baca salah satu manga terbitan Level Comic yang judulnya Perfect Girl Evolution (atau Wallflower) pasti mikir jalan cerita dan kepribadian-kepribadian Deidara, Hinata, Itachi, Hidan dan Sasori mirip dengan komik itu.
Yehehe, kepribadian mereka emang saya sesuaikan dengan tokoh-tokoh di PGE. Yaitu, Hinata sebagai Sunako, Deidara sebagai Kyohei, Itachi sebagai Takenaga, Hidan sebagai Ranmaru dan Sasori sebagai Yuki. Itulah alasan kenapa disini Deidara nggak ngomong 'un', Hinata nggak gagap dan pemalu, Hidan rada playboy, dan Sasori sedikit childish. Hanya Itachi yang kepribadiannya masih cool. Tapi di chap 2, dia akan berubah..kekeke.
Oh, ya, perihal kepribadian Hinata yang saya otak-atik, itu bukan maksud saya 'ngejatuhin' imagenya ya. Dia akan tetap manis, cantik, ahli masak dan sebagainya, hanya saja bedanya, perannya disini akan 'gelap' dan sedikit antisosial. Maksudnya, kapan lagi sih kita bakal lihat Hinata yang cinta sadisme, grotesque, pendiam, dan jago bela diri? Eh, kayaknya yang dua terakhir emang karakter aslinya ya..
Oke! Hope you enjoy my fic! And please-please-please review my fic, would you? It such a pleasure to know if my fic are satisfy you. Terima flame! Tapi yang logis, objektif, dan penyampaiannya asik. Dan flamenya bersifat membangun ketimbang mencela.
