The Meaning of Family

KHR © Amano Akira

Rated T – Gore Scene

Family

PrimoxDecimo Famiglia Parentship

AU, OOC, OC

~Chapter 1-First Tragedy~

"Giotto, kau benar-benar tidak apa?"

Suara mobil yang melaju kencang tampak beriringan dan memecah keheningan jalanan malam didepan sebuah hutan yang ada dipinggir kota. Seorang pemuda berambut emas yang tampak menatap cemas kearah jendela mobil tampak hanya diam dan wajahnya tampak pucat pasi.

"Aku punya firasat yang sangat buruk G, sungguh—sampai aku terlalu takut untuk membayangkan kalau firasat ini adalah salah satu hyper intuitionku."

"Maa, maa—Giotto, Suzuki dan juga yang lainnya tidak akan apa-apa—" pemuda Jepang yang duduk di depan menoleh kearah kedua orang itu, "—kau pasti terlalu khawatir karena meninggalkan Tsunayoshi terlalu lama…"

"Kuharap seperti itu Ugetsu," mencoba untuk tersenyum dan masih tampak khawatir dengan apa yang ia rasakan. Beberapa bulan sudah Giotto—sang don Vongola meninggalkan manshion untuk menghadapi misi yang cukup sulit bersama dengan semua guardiannya. Meninggalkan keluarga mereka—istri dan juga semua anak-anak mereka.

Sebenarnya masih ada beberapa minggu untuk menyelesaikan laporan misi disana, tetapi tiba-tiba Giotto merasakan ada sesuatu yang berbahaya sedang terjadi di manshion dan karena pengalaman hyper intuition sang Don Vongola jarang—bahkan tidak pernah salah, mereka pada akhirnya pulang hari itu juga.

"Sebaiknya kau bersiap untuk dihukum oleh Alaude karena mengganggu misi Giotto," tertawa lepas, Ugetsu Asari sang Rain Guardian Vongola menoleh Giotto yang tampak bersweatdrop ria mendengar perkataan pemuda itu.

"Aku akan membunuhnya kalau berani melakukan itu pada Giotto—ia hanya khawatir pada anak-anak kita flute-freak—" G—sang Storm Guardian tampak memberikan tatapan tajam kearah Ugetsu melalui kaca spion depan karena ia menyetir mobil yang mereka tumpangi itu.

"Entah kenapa saat ini aku lebih suka untuk kemungkinan dihukum oleh Alau—"

CKIIIT!

Suara rem yang mendadak ditekan oleh G itu membuat Giotto dan juga Ugetsu terkejut dan menoleh kearah G dengan tatapan bingung.

"Ada apa G?"

"Apa—yang terjadi," dengan tatapan horror, G menatap kearah gerbang manshion yang ada didepannya. Tampak hancur karena ledakan dan beberapa pohon yang mengelilingi tampak tumbang—manshion tempat mereka tinggal tampak kacau. Giotto, Ugetsu, dan juga G langsung turun dari mobil, begitu juga dengan Spade dan Alaude di mobil belakang mereka, dan Lampo serta Knuckle di mobil mereka yang ada dibelakang.

"Tsuna—!" Giotto langsung berlari kearah manshion, begitu juga dengan G, Ugetsu, Knuckle, Lambo, Spade, dan juga Alaude. Mereka sama-sama merasakan ketakutan—bahkan Spade dan juga Alaude. Fikiran mereka dipenuhi oleh semua yang ada di manshion—istri dan juga anak-anak mereka.

—With Giotto—

Suasana di dalam manshion tampak sangat buruk. Beberapa mayat tampak bergelimpangan dan darah yang masih basah maupun sudah kering tampak berada disana. Nafas Giotto tampak memburu, mereka semua berpencar diseluruh manshion untuk menemukan siapapun yang selamat ditempat itu.

Melihat beberapa mayat maid dan juga penjaga manshion yang bergelimpangan—yang ada didalam fikiran Giotto saat itu hanyalah anaknya dan juga istrinya. Ia harus cepat—dan terus berharap mereka berdua selamat, hanya itu yang ia inginkan saat ini.

"Tsuna!" membuka pintu kamar miliknya, mencari sosok yang seharusnya dan sebaiknya ada disana dalam keadaan hidup. Tetapi—yang ia lihat hanyalah sosok yang tampak berbaring di atas tempat tidur, dalam keadaan seakan tertidur dan tidak mengetahui apa yang terjadi di manshion yang berantakan itu. Disekitarnya tampak beberapa mayat yang tidak ia kenal tampak bergelimpangan dengan jumlah yang tidak sedikit.

Berjalan—mendekat perlahan untuk menemukan sosok itu. Seorang perempuan berambut cokelat panjang lurus yang tampak menutup matanya dan berbaring seakan tertidur. Giotto akan menyangka ia tertidur jika tidak melihat darah kering yang membasahi sekitar tubuh perempuan itu dan mengotori seprai yang berwarna putih itu.

"Tidak—" mencoba untuk menyentuh dan memeriksa keadaan perempuan itu, "—tidak, kau tidak bisa melakukan ini. Kau baik-baik saja, benarkan Tsunayuki…"

Tidak ada jawab dari sosok itu, tidak ada pergerakan nafas yang ada didalam tubuhnya. Sosok itu sudah mati, dan meninggalkan Giotto sendiri didalam ruangan itu. Tangan pemuda itu tampak gemetar, mengeratkan giginya dan melepaskan sosok itu dari pelukannya. Tidak ada gunanya, semua ini sudah terjadi dan ia tidak bisa mengembalikan kembali sosok itu.

"Tsunayoshi—" dengan air mata yang masih tampak jatuh dari pelupuk matanya itu, ia mencoba untuk mencari sosok anaknya yang tidak ia lihat saat itu, "Tsunayoshi, kau ada dimana!"

Giotto hampir saja putus asa ketika tidak ada suara yang menjawab panggilannya. Tetapi, ketika ia terdiam kembali—ia mendengar suara isakan yang lemah dan kecil. Ia kenal suara itu—menoleh kekiri dan kekanan, mencoba untuk mendengar dan menemukan sosok itu.

"Tsunayoshi!"

"…a….ma…" Giotto mencoba mengikuti asal suara yang tampak dekat dengannya itu. Ditambah dengan hyper intuitionnya yang mengatakan anaknya ada didekatnya, "…mama…" menunduk dan memindahkan papan yang menutupi tempat tidur itu—yang sengaja ia buat untuk tempat persembunyian, menemukan sosok anak kecil berambut cokelat yang ada dibawah tempat tidur itu tampak ketakutan dan tidak bergerak dan terisak.

"Tsunayoshi, kemari—"

"T—tidak, hiks…" melihat sosok itu bahkan takut melihat ayahnya sendiri membuat Giotto tampak terpukul. Tangannya ia ulurkan, mencoba untuk menarik pelan anaknya hingga keluar dari tempat persembunyiannya itu, "t—tidak mau! Lepaskan, hiks…." Sedikit memberontak dari pegangan Giotto.

"Tenanglah Tsunayoshi—" memeluknya dan menggendongnya untuk menenangkannya, "—aku ada disini, papa ada disini…"

"M—mama…!" memeluk leher ayahnya, anak itu terisak semakin kencang dan memecahkan keheningan malam itu diruangan itu. Giotto tampak hanya diam tanpa bermaksud untuk menenangkannya. Ia hanya berharap jika Tsunayoshi anaknya bisa mewakili semua tangisan yang ingin ia keluarkan saat itu.

Menatap sosok perempuan yang ada disana sebelum pada akhirnya meninggalkan ruangan itu agar Tsunayoshi tidak melihat sosok ibunya lagi yang sudah tidak bernyawa didalam ruangan itu.

—With G.—

"Lavina! Hayato!"

Gpun tampak berlari mencari anak dan juga istrinya—ia tidak menemukannya dikamar dimana biasa Lavina berada bersama dengan Hayato. Mencoba untuk mencari disekitar sana, ia hanya menemukan mayat-mayat yang semakin banyak dan pada akhirnya langkahnya terhenti disebuah ruangan.

Ruangan musik—tempat biasanya Lavina menunggu bersama dengan anaknya. Nafasnya masih memburu, tangannya bergerak untuk memegang knop pintu yang ada didepannya—dan itu tampak bergetar. Selama hidupnya, dikelilingi oleh keadaan berbahaya yang selalu menghantui, tidak pernah ia merasakan rasa takut seperti ini.

Ia hanya berharap dan terus berharap—sang istri akan berada disana, duduk diatas kursi piano dan memainkannya seperti biasa sambil tersenyum dan menyapanya. Menekan dan membuka pintu itu perlahan—ruangan itu tampak gelap. Tetapi ia masih bisa melihat sosok perempuan yang tampak duduk dengan kepala yang menyandar diatas piano yang tertutup itu.

"Tidak—" G berjalan dengan cepat menuju kearah sosok itu. Mencoba menyuport tubuh perempuan itu didekapannya dan menatap wajahnya yang pucat dan juga darah yang ada didadanya, "—Lavina, hei sadarlah!"

Tentu saja tidak ada jawaban dari perempuan itu—bahkan ia sudah tidak bernafas dan tidak bernyawa. Menundukkan kepalanya, tampak mengeratkan giginya sebelum bergerak dan memeluk sosok itu.

Beberapa menit tanpa gerakan dan juga suara, G tampak menutup matanya dan menangkap sebuah suara musik yang familiar baginya.

"Hayato?" menggendong tubuh perempuan itu, membaringkannya diatas lantai sebelum bergerak menuju kearah asal suara. Disebuah lemari yang cukup besar dan menjadi tempat persembunyian—karena setiap kamar pasti memiliki tempat persembunyian jika terjadi penyerangan.

Membuka perlahan, suara musik itu tampak semakin jelas ketika G melihat seorang anak kecil berambut perak yang mirip dengannya itu, tidak sadarkan diri sambil memeluk sebuah kotak musik transparan ditangannya.

"Hayato?" untuk yang kesekian kalinya G mencoba untuk memanggil anak itu, tangannya bergerak mencoba untuk merasakan nafas dan juga detak jantung anak itu—ada meskipun pelan. Tubuhnya tampak terluka tetapi sepertinya tidak parah. Menghela nafas lega, terduduk dan menarik tubuh anak itu untuk memeluknya, "syukurlah—"

—With Ugetsu—

Tidak berbeda dengan G dan juga Giotto—pemuda Jepang itu tampak menemukan sosok istrinya yang sudah tidak bernyawa dengan beberapa luka sayatan ditubuhnya. Didalam dojo tempatnya berlatih, dan tampak juga seekor anjing dan juga burung wallet yang merupakan peliharaan istrinya yang merupakan pecinta hewan.

Tidak bisa bergerak dari tempatnya—hanya bisa merasakan tubuhnya yang bergetar dan mulutnya tidak bisa berbicara melihat pemandangan itu. Ia akan terus diam hingga air matanya mengalir jika saja ia tidak ingat jika ia harus mencari seseorang lagi disana.

"Takeshi—" menoleh kekiri dan kekanan, mencoba mencari anak laki-lakinya, "—Takeshi!" ia tidak mungkin tersenyum dan tertawa seperti biasanya yang selalu ia keluarkan dalam situasi apapun—apapun kecuali situasi seperti ini.

Kini ia melihat kearah kedua hewan itu yang tampak berlari dan menggonggong didekat hutan yang ada disana. Dengan segera Ugetsu berlari dan menemukan mayat seorang pria yang tidak ia kenal, dan juga anak laki-laki yang memegang pedang katananya yang sudah berlumuran darah tampak berada didekat pria itu dan Ugetsu tahu—pedang itulah yang membunuh pria itu.

—With Alaude—

"Kenapa—" Alaude tampak berada didalam ruangan—kamar anaknya dan menemukan anak laki-laki berambut hitam yang berusia kira-kira 4 tahun itu tampak memegang tonfanya yang penuh dengan darah dan menatapnya dengan tatapan dingin dan juga marah, "—kenapa kau tidak datang! Kau tidak pernah datang saat kaa-san membutuhkanmu. Kau tidak pernah datang untuknya ayah! Dan saat ia hampir tewas, kau juga tidak—"

Alaude yang terdiam mendengar perkataan anaknya itu tampak terkejut ketika tubuh kecil itu langsung tumbang dengan segera sebelum bisa menyelesaikan perkataannya—dan tentu saja ia langsung menangkap tubuh kecil itu dan melihatnya.

Tampak kesal dan marah—mata abu-abunya tampak menatap sosok sang istri yang sudah tidak bernyawa itu, sebelum ia bangkit sambil menggendong anak laki-lakinya itu dan berbalik menjauhi tempat itu.

"Aku akan membalaskan dendamnya—Kyouya…" tampak berbisik seolah anak laki-laki itu bisa mendengarnya.

—With Spade—

"Ellena, Chrome, Mukuro!" Spade mencari sang istri dan kedua anak kembarnya itu, berkeliling dan menemukan sosok yang tengah menangis ditengah ruangan aula utama. Chrome—anak perempuannya itu tampak terduduk dan menangis didepan sosok perempuan yang sangat ia kenal.

"Chrome!"

"Ayah—" menoleh dan melihat kearah Spade, Spade sendiri langsung berlari dan mencoba untuk menggendong anak perempuannya itu—melihat bahwa mata kanannya tampak terluka parah. Keadaan didalam kamar saat itu sangat kacau, dengan beberapa mayat yang bergelimpangan dan juga darah dimana-mana. Ia tidak bisa membayangkan apa yang dilihat oleh anak perempuannya ini saat ia tidak ada tadi.

"E—Ellena," terduduk dan mencoba untuk merasakan tubuh itu, tampak dingin dan tidak bernyawa. Spade tampak terdiam dalam keadaan shock dan menundukkan kepalanya mengeratkan genggaman tangannya.

"A—ayah," Chrome menatap Spade yang tampak terpukul sebelum kabut tampak mengelilingi tubuh Ellena, menampakkan sosok Ellena yang tampak masih tidak sadar. Spade dengan cepat melihat dan mencoba merasakan denyutnya—ada tetapi tampak samar dan juga lemah.

"Chrome, siapa—"

"Nii-san melakukannya," Chrome tampak akan terisak kembali ketika mengatakan hal itu. Spade mencoba untuk menenangkannya, dan memeluknya.

"Dimana kakakmu—"

"Mu—Mukuro-nii-san…"

—With Everyone—

Hanya Knuckle yang merupakan seorang pendeta dan tidak mungkin memiliki anak dan juga Lampo yang masih terlalu muda untuk memiliki anaklah yang tampak paling tenang disana. Atmosfer yang ditimbulkan didalam ruangan yang ada dibawah tanah manshion itu sangat berat dimana Giotto, G, Ugetsu, dan Alaude berada disana dan hanya diam sambil menundukkan kepalanya.

"Apakah mereka tidak akan apa-apa Knuckle?"

"Untuk sekarang—tidak mungkin mereka tidak apa-apa," menghela nafas berat, Lampo juga melihat Knuckle yang baru saja selesai memeriksa semua anak yang selamat saat itu, "melihat keadaan—mayat semua orang, penyerangan itu tidak lama terjadi. Mungkin—setengah hari sebelum kita sampai di manshion ini…"

"Siapa yang melakukan semua ini…"

"Aku—akan membunuhnya," G tampak tidak menatap kearah yang lainnya, menundukkan kepalanya dan menatap meja dengan tatapan kosong, "meskipun kau tidak mengizinkannya Giotto—untuk kali ini, aku tidak akan mendengarkanmu…"

Walaupun Ugetsu dan Alaude tidak mengatakan apapun tetapi mereka pasti akan melakukan hal yang sama dengan G. Giottopun juga seperti itu, karena bagaimanapun yang terjadi saat ini tidak mungkin bisa dibicarakan baik-baik.

"Aku tidak akan menghalangi kalian—tetapi untuk beberapa hari ini, sebaiknya kita fokuskan pada Tsunayoshi dan juga yang lainnya," Giotto menatap kearah semua guardiannya yang hanya menundukkan kepala mereka saja, "peristiwa ini tentu saja akan membuat mereka shock dan trauma—"

"GIOTTO!" suara pintu utama dari markas bawah tanah itu tampak terbuka untuk menemukan sosok Spade yang berlari sambil menggendong Chrome dipunggungnya dan Ellena dengan gaya bridal. Knuckle dengan segera mengangkat Chrome yang tampak masih sadar tetapi darah dimatanya tampak tidak berhenti.

"I—ibu…"

"Knuckle, berikan perawatan untuk Ellena dan juga Chrome! Ia masih hidup—" Knuckle yang mendengar perkataan Spade tentu saja terkejut dan segera membawa Ellena kedalam ruangan kesehatan sementara Chrome tampak juga dibawa kesana. Giotto segera menghampiri Spade yang tampak kacau—melihat sekelilingnya untuk menemukan ada yang aneh.

"Spade—dimana Mukuro?"

"Giotto—Mukuro diculik, aku tidak tahu dimana dia—!"

—To Be Continue—

Fury : Ahahaha :D ini adalah ffic saya yang pertama~

A!Reborn : Dame—kenapa kau buat ffic ga jelas kaya gini…

Fury : CIAOSUU REBORN!

A!Reborn : sudah kubilang itu Chaos bukan? /glare/

Fury : itu berlaku untuk versi kecilmu bukan Reborn-san~~~

A!Reborn : kutembak kau…

Fury : HIEEE! Maaf—hanya bercanda! Minna, gimana ceritanya? Disini, Para primo Vongola sudah menikah dan anaknya itu ya Decimo Vongola~ Selain Ellena sama Lavina semuanya adalah OC :Da ah untuk masalah Lambo dan Ryouhei yang belum diceritain nanti ada waktunya bakal diceritain ^^

A!Reborn : silahkan di review cerita tak bermutu ini…

Fury : jahatnya! Hei, aku belum selesai berbicara!