Lucky Baby

(Squel dari Hami,eh)

NaruXSasu Plus baby Menma

Rated M for Lemon

Warn : Lemon scene, under 17 out

Enjoy this Fic

.

_Bandara Internasional Konoha Pukul 7 pagi_

Ini adalah pagi yang sibuk di bandara Konoha. Ratusan pengunjung yang akan berangkat dan pengunjung yang sudah sampai bandara berlalu lalang layaknya ikan di aquarium. Ada yang menyeret koper beroda, menenteng ransel besar, berbincang santai dengan sesama teman serta menunggu di kursi yang ada di ruang tunggu. Semua kegiatan manusia-manusia itu beraneka ragam dan inilah yang membuat bayi mungil berusia 7 bulan tersebut begitu penasaran. Mata biru sang bayi mengerling antusias pada seorang wanita berambut kuning yang terlihat mencolok dengan lipstiknya berwarna merah terang. Pun, pakaian yang di gunakan sangat colorful menyita perhatian sang bayi mungil. Wanita berambut emas itu terlihat tengah menelpon seseorang dengan suara yang tinggi. Ia mengomel tentang jam keberatan nya yang harus tertunda akibat salah memesan tiket pesawat. Bibir merahnya komat-kamit mengingatkan bayi ini pada tayangan kartun badut yang di tonton bersama ayah nya kemarin pagi. Sangat lucu dan bayi itu menyukainya.

"Khe..khe..khe." Ia menggelinjang senang. Bayi bertopi donal duck ini terkekeh dengan tawanya yang khas.

"Kau kenapa sayang?" Pria berambut hitam juga bertopi yang menggedong bayi ini terlihat bingung. Niat awalnya yang akan memasukan uang di vending machine terhenti akibat ulah anak nya yang terkekeh tanpa sebab.

"Mungkin dia lapar." Sahut pria lain berkacamata hitam yang berdiri di sebelahnya. Pria ini terlihat tampan namun terkesan misterius karena pakaian nya yang seperti petinju professional.

"Kau bodoh atau apa dobe, anak mu tertawa kau malah menyangka dia lapar." Pria bertopi biru yang menggendong bayi itu akhirnya berhasil memasukan uang kertas kemudian bergumam ingin memilih kopi hitam tanpa gula atau capucino dingin.

"Mana aku tahu kalau dia tertawa. Kau menggendong Menma terus." Sungut pria berpakaian mirip petinju ketus. Ia menenteng tas ransel besar di punggung kemudian mendekat kearah pria bertopi biru.

"Hei—Menma sayang. Kau kepanasan?" Tanya Naruto pada anak nya yang ada di gendongan Sasuke. Jelas sekali terlihat kalau bayi mungil itu berkeringat. Udara memang sangat panas. Terlebih di sini banyak orang yang berseliweran. Ac yang ada di bandara tidak mampu membuat ruangan sejuk.

"Kya..kya." Menma berceloteh riang. Ia tidak tahu apa yang di maksud dari ayah nya namun ia begitu senang bila di ajak bicara.

"Touchan akan melepas topi mu, sayang." Tangan Naruto berayun untuk melepas topi namun sebuah geplakan kasar ia terima.

"Kau bodoh atau apa heh. Disini banyak orang, semua akan melihat kita." Hardik Sasuke ketus. Ia membuang cup kopi yang telah kosong ke tempat sampah terdekat.

"Astaga Sasuke. Aku akan melepas topi Menma, bukan topi mu. Memangnya di antara semua orang ini ada yang mengenali Menma." Naruto ngotot.

"Jangan membuatku marah dobe. Turuti saja omongan ku."

"Oke, terserah padamu saja. Aku hanya tidak ingin anak kita kepanasan."

Naruto akhirnya menyerah. Berdebat dengan Sasuke mengenai Menma tidak akan menang. Ia tahu bahwa Sasuke sedikit berlebihan tentang anaknya. Dan Naruto tidak ingin membuat keributan.

"Huks..huks." Mata jernih Menma berkaca-kaca. Bibir bawahnya ia gigit untuk menahan tangisan. Ia tahu kedua orang tuanya tengah bertengkar. Melihat wajah Kaachan nya yang merengut marah, mengingatkan nya pada beruang nakal yang ada di tayangan kartun. Beruang itu akan merengut bila sedang marah dan ia mirip dengan Kaachan nya kali ini.

"Huwaa...huwa." bayi mungil itu akhirnya menangis. Suara Menma melengking dan wajahnya akan memerah bila menangis.

Sasuke gelagapan. Dengan segera ia mengayun kan Menma yang ada di gendongan.

"Hush..hush..kau kenapa sayang. Kenapa menangis." Sasuke menimang bayi mungil itu dengan lembut. Wajah Sasuke terlihat khawatir.

"Huwa…huks..huks." Tangis Menma tidak berhenti. Di samping ia takut melihat Kaachan nya marah, ia juga haus serta kepanasan. Pakian tebalnya mulai basah akan keringat.

"Menma jangan menangis. Touchan ada di sini. Anak pintar." Naruto ikut berusaha mendiamkan tangis Menma. Ia mulai membuat ekspresi wajah lucu namun tidak membantu. Tangis Menma semakin melengking.

"Mungkin dia kepanasan, teme. Bukan kah aku sudah bilang untuk melepas topinya." Naruto mulai lagi dengan argumentasinya.

"Bagaimana kalau kau membuatkan Menma susu. Bisa juga ia haus."

"Haus karena kepanasan dan topi. Kalau kau menuruti ku mungkin Menma tidak akan menangis." Naruto menurunkan tas ransel nya kemudian membuka resleting untuk membuatkan sebotol susu.

Kelereng hitam Sasuke berputar malas. Astaga—di saat seperti ini masih saja ada pertengkaran. Ia enggan menyahuti perkataan Naruto karena tidak ingin emosi. Bukan nya ia tidak tahu Menma kepanasan tapi ia takut bila wartawan akan membidik anak nya. Ia masih belum siap bila harus menyeret Menma dalam kehidupan artis. Bayi mungil nya ini masih begitu kecil. Ia juga sangsi bagaimana kalau ada yang menyebut Menma sebagai bayi yang aneh. Oke, besar di rahim seorang pria terdengar aneh bukan?

"Sshh..jangan menangis sayang. Kaachan ada di samping Menma. Apa Menma kepanasan, hum?" Sasuke mengayunkan Menma kecil dengan sangat lembut. Wajah tampan nya terlihat sendu kala melihat bayi itu yang bertabur air mata. Ia melepas topinya kemudian mengibaskan ke arah wajah Menma.

Naruto yang tengah asyik dengan bubuk susu menolehkan kepala. Setelah puluhan minggu tinggal bersama dengan Sasuke, ia tidak pernah berhenti kagum pada sosok istrinya. Wajah Sasuke yang mengayunkan Menma sepert itu bagai kan malaikat. Ia selalu terbengong melihat kedekatan ibu dan anak tersebut.

"Mana susu nya, dobe. Kenapa kau melamun." Hardik Sasuke keras.

"Akh—" Naruto terhenyak. "I..iya. Ini teme." Ia segera memberikan botol susu itu pada Sasuke.

Tanpa babibu pria Uchiha tersebut melesak kan puting dot itu ke bibir Menma. Dengan kalap bayi mungil umur 7 bulan ini meyambutnya.

"Chu..chu..chu." Bunyi hisapan bibir Menma terdengar lucu. Pun, wajah bayi mungil tersebut sangat menggemaskan. Pipi tembam nya terlihat mengembung kala menghisap. Sasuke menghela nafas lega. Ia bisa sedikit tenang karena Menma mulai tenang dan tidak menangis lagi.

"Apa dia sudah tidur?" Tanya Naruto pelan. Ia mendekat untuk mengintip Menma yang ada dalam dekapan Sasuke.

"Belum. Setidak nya dia sudah berhenti menangis. Dia haus rupanya." Sasuke mengusap lelehan susu yang mengalir di dagu Menma dengan jemarinya.

"Yah. Bukan kah bayi akan selalu menangis bila haus. Jangan cemas Sasuke." Ucap Naruto lirih. Ia sedikit menunduk lalu mencium puncak kepala Menma yang di tumbuhi surai hitam.

"Sshh..tidurlah Menma sayang." Bisiknya lirih di telinga Menma. Bayi mungil itu menggeliat dan terlihat mulai menutup matanya.

"Sepertinya pilihan untuk kembali kesini bukan sesuatu yang tepat."

Naruto terpekur. Ia menurukan topi jaket yang ada di kepalanya lalu melepas kacamata hitam.

"Kenapa. Bukan kah kau sendiri yang meminta kemari. Semua akan baik-baik saja Sasuke. Tenanglah." Naruto menepuk pundak Sasuke lembut.

"Aku tahu. Tapi, aku takut bila mereka mengganggu anak kita."

"Percaya padaku semua hal negative yang ada di pikiran mu tidak akan terjadi. Kita disini untuk menyelesaikan semuanya. Pemberitaan kita di media sudah sangat buruk. Image serta karir mu akan terancam. Bila kita tidak memberi statement, mereka akan semakin menjadi." Suara Naruto begitu lirih ketika menjelaskan semua permasalahan. Ia tidak ingin membangunkan Menma yang sudah terlelap.

Sasuke terdiam lama. Ia mencoba berpikir bahwa yang diucapkan Naruto memang benar. Mengenai image atau karir ia tidak peduli tapi yang ia cemaskan adalah Menma.

"Tapi bagaimana reaksi mereka bila melihat Menma. Kau yakin mereka akan menerima nya?"

"Kita bisa jelaskan masalah Menma dengan halus. Mereka pasti akan bisa mengerti. Kau berbeda Sasuke. Menma adalah keajiban. Kita beruntung bisa memiliki nya. Tidak semua pasangan gay, bisa mempunyai anak. Kenapa kau ragu untuk membagi keajiban kita pada banyak orang."

Pria Uchiha itu terhenyak. Omongan Naruto membuat otaknya berputar kala dokter wanita yang memeriksa kandungan nya dulu berujar sama. Kehamilan nya adalah keajiban.

"Kau tahu, aku sangat beruntung memilkimu dan hidup ku begitu lengkap karena Menma. Tidak akan ada yang bisa mencela sumber kebahagian ku dan aku bisa menjamin itu. Kau tenang saja, sayang. Kau tidak sendiran. Ada aku dan Menma di sampingmu." Naruto mengecup puncak kepala Sasuke singkat.

Pria Uchiha tersebut terpekur dalam. Ia tidak mengerti namun hatinya bergejolak. Perasaan bahagia merayap merasuki sanubarinya. Ia memang tidak perlu ragu untuk mengucapkan kejujuran pada media. Bukan kah dia memang memilih hari ini untuk menyelesaikan semuanya. Apapun yang terjadi dia tidak sendirian. Ada Naruto dan juga Menma.

Dua orang yang sangat ia cintai ada di sampingnya.

"Kau benar. Maafkan aku Naruto. Aku hanya ingin dia aman." Jemari Sasuke mengelus pipi Menma yang bertanda lahir sama dengan ayah nya.

"Tidak akan ada hal yang buruk menimpa Menma. Jangan cemas, oke."

Sasuke akhirnya mengangguk. Ia memandang lembut Menma yang tengah tertidur. Bayi gemuk namun mungil itu sangat menggemaskan. Sampai kiamat pun, Sasuke akan melindunginya.

"Nah, mana Kakashi. Kau yakin dia akan menjemput kita?" Naruto celingak-celinguk mencari sosok pria berambut abu-abu di tengah orang-orang.

"Dia bilang akan menjemput. Entahlah."

"Kau yakin. Apa sebaiknya kita pulang menggunakan taksi?"

"Kata Kakashi taksi akan menarik perhatian banyak orang. Dia sudah menghubungi ku untuk menunggunya."

"Tapi kita sudah ada di sini 1 jam yang lalu. Apakah Kakashi tersesat?"

"Mungkin tersesat di dalam otak nya. Dia selalu seperti itu."

Yah—Sasuke sangat mengenal Kakashi karena dia adalah managernya. Pria berambut abu-abu itu memang sangat keterlaluan bila menyinggung masalah kedisiplinan. Kalau tidak terlambat mungkin harinya tidak akan tenang.

"Dasar."

Naruto mengambil handphone dan memainkan nya. Ia begitu bosan karena tidak ada hiburan. Tubuhnya juga sangat lelah setelah perjalan hampir 4 jam lamanya. Anak lelakinya tengah tertidur jadi ia tidak bisa bercanda atau melucu. Apalagi sedari tadi ia kesal karena menjadi pusat perhatian. Ada yang memfoto nya di kejauhan. Meminta tanda tangan dan ada pula yang berbisik meggunjingnya. Naruto adalah tipe artis yang cuek jadi ia tidak mempedulikan nya. Dan Sasuke pun demikian. Kalau saja ia tidak di samping Sasuke mungkin dia tidak akan setenang ini. Sedari tadi Sasuke membisiki nya untuk tidak terlalu menuruti permintaan foto serta tanda tangan. Ia sadar kali ini, dia tidak sendiri. Ada Menma yang mungkin akan ikut di gunjing. Ia tidak ingin menjadi artis yang bermanis-manis lagi.

.

.

_Uchiha Sasuke's Apartemen pukul 11 siang_

Naruto menghempaskan tubuhnya di atas sofa begitu sampai di apartemen Sasuke. Sedangkan Sasuke sendiri langsung naik keatas untuk menidurkan Menma di ranjang kamar. Manik biru Naruto memerhatikan dengan seksama punggung Sasuke yang mulai menghilang dalam kejauhan.

"Maaf aku tadi terlambat. Kau tahu, aku sedikit lupa arah ke bandara sehingga aku tersesat." Seorang pria berambut abu-abu melenggang masuk kemudian menutup pintu dengan pelan. Naruto hanya mendengus lirih seolah biasa.

"Yah—Kau sudah mengatakan itu sebanyak 5 kali." Gumam Naruto kemudian meletakkan tas ransel pada lantai bawah. Ia juga mulai melepas jaket ukuran besar yang ia kenakan.

"Oh ya—siapa nama anak lelaki yang di gendong Sasuke. Apakah itu anak mu?" Kakashi bertanya to the point.

Naruto berdeham singkat kemudian menjawab.

"Menma. Uzumaki Menma. Dia anak ku dan Sasuke. Kau tahu kan tujuan ku datang kemari?"

Mata hitam Kakashi melirik tajam pada Naruto yang tengah asyik dengan majalah.

"Tentu saja. Aku sudah di beritahu oleh Sasuke mengenai anak itu. Akan ku bereskan semua pemberitaan yang berkembang di media."

"Kakashi, bisakah aku meminta tolong pada mu?"

"Aku tidak berjanji tapi kau bisa mengucapkan nya padaku?"

Pria Uzumaki itu memandang intens Kakashi yang ada di sebrangnya. Suasana yang mengalir menjadi tegang. Sekali dalam hidupnya, Kakashi merasa gugup.

"Ku mohon, lindungi anak ku dari pers serta wartawan. Selama wawancara berlangsung ku harap ada bodyguard di sekeliling Sasuke."

"Pers tidak seburuk itu Naruto. Aku yakin mereka tidak akan menyalahkan Menma atas hilangnya dirimu di grub."

"Bukan itu. Aku tidak mempermasalahkan posisi ku atau kabar buruk tentang diri ku. Yang ku khawatirkan Menma. Oke. Anak ku. Bagaimana kalau mereka menyakitinya ?"

"Itulah tujuan kita melakukan wawancara. Kau dan Sasuke harus menjelaskan siapa Menma. Tidak mungkin kalian akan menutupi anakmu dari para pers. Mereka itu mempunyai mata serta telinga. Apakah kau sanggup menanggung resiko bila kau tetap menyembunyikan Menma?"

Naruto terdiam. Majalah sport yang ada dalam genggaman ia lempar di sofa. Kepala nya mendadak pusing karena suatu hal. Yah—Menma. Dia memang tidak mungkin menyembunyikan Menma dari media.

"Jangan cemas Naruto. Semua akan baik-baik saja. Kau tidak sendirian. Ada aku, Sasuke dan juga Kakuzu. Aku yakin, Kakuzu tidak mungkin membiarkan gosip ini semakin memburuk."

"Oh yah Kakuzu. Aku lupa bila aku memiliki manager yang mengerikan itu."

"Nah, sekarang beritahu Sasuke bila wawancara akan di selenggarakan nanti malam di Hotel Paradise pukul 7. Ku harap kalian memikirkan dengan baik steatment apa yang akan kalian beberkan di media."

"Apakah nanti ada anggota band ku juga. Aku mendapat e-mail dari Shikamaru bahwa nanti akan ada wawancara di hotel yang sama dengan mu?"

"Tentu saja. Ini juga ada hubungan nya dengan posisi mu di band kan?"

Naruto menampilkan cengiran lebar. Ia juga sudah sangat lama tidak bertemu dengan teman sejawatnya.

"Oh ya Naruto aku memiliki satu pertanyaan untuk mu, dan ini adalah hal yang penting."

"Katakan lah. Apakah itu ada kaitan nya dengan wawancara nanti?"

"Bisa di bilang begitu, apakah kau serius sudah memutuskan pertunangan dengan Gaara?"

.

.

"Kau adalah anak yang tampan. Cepat besar sayang." Gumam Sasuke pada Menma yang tengah tertidur pulas di ranjang. Peralatan bayi berupa box serta lain nya masih berserakan di lantai. Ia bisa membereskan itu nanti.

Bayi mungil berusia 7 bulan tersebut merengut kecil kemudian menyedot cairan dari botol susu. Mulut kecil baby Menma mecucu dan Sasuke tersenyum tipis.

Ia mengusap rambut Menma dengan lembut kemudian mengecup dahinya. Ia begitu menyayangi Menma dengan segenap perasaan.

"Kenapa kau sangat mirip dengan Touchan mu, hmm." Jemari lentik Sasuke menyusuri pipi tembam Menma yang mewarisi tanda lahir dari Naruto. Memang benar anaknya ini bisa di bilang foto copy dari Naruto. Kulit kecoklatan nya, tanda lahirnya, mata biru nya serta sikap nya yang hiperaktif benar-benar jelmaan dari Naruto kecil.

"Kau jahat sekali sayang, padahal Menma ada dalam perut Kaachan lama sekali. Seharusnya kau mirip Kaachan." Sasuke selalu merasa nyaman saat berdua dengan anaknya. Mengobrol atau sekedar memandangi Menma di kala tidur terasa sangat menyenangkan. Bayi mungil itu begitu ajaib, dia tumbuh sangat pesat setiap harinya. Sasuke masih mengingat baby Uzumaki itu dulu hanya bisa tidur serta menangis saja, namun kini Menma kecil mulai dapat berucap A-A- atau tertawa dengan kekehnya yang khas.

"Apa aku ketinggalan sesuatu, teme?" Suara serak Naruto mengagetkan Sasuke yang tengah melamun. Dengan perlahan ia bangun lalu duduk di tepi ranjang.

"Bisakah kau tidak menganggetkan ku. Bagaimana kalau Menma bangun?"

"Gomen ne. Aku hanya tidak ingin kalian bercanda tanpa aku." Naruto berjalan mendekat kemudian memeluk Sasuke erat.

"Ada apa, dobe. Kenapa kau memeluk ku seperti ini?"

Pria berkulit cokelat ini diam tidak menjawab. Hidung bangirnya mengendus rambut hitam Sasuke yang menguar aroma shampoo segar.

"Dobe. Apakah ada masalah?" tanya Sasuke lirih.

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin memeluk mu saja."

Wajah Sasuke bersemu merah. Namun ia tahu bahwa Naruto tengah membohonginya.

"Baiklah kalau kau tidak ingin membaginya dengan ku. Lebih baik kau istirahat sebelum kita berangkat untuk wawancara."

"Masih ada banyak waktu untuk istirahat. Wawancara akan di laksanakan pukul 7."

Tangan besar Naruto mulai mengelus punggung Sasuke yang terlindung oleh kaus tipis. Meraba lembut dan sesekali ia menjatuhkan ciuman basah di leher Sasuke.

"Nggh..stop. Jangan sekarang. Akh."

"Sudah lama kita tidak bersenang-senang. Bagaimana kalau sekarang, hmm?" Suara serak Naruto berubah husky. Mata birunya nanar memeta wajah Sasuke yang memerah.

"Menma. Sshh..di…dia nanti bangun..enghh."

Naruto menyingkapkan poni panjang Sasuke lalu mengecup dahinya.

"Tidak akan lama. Aku janji hanya sekali." Ciuman itu merambah ke hidung, pipi kemudian dagu. Sasuke mendongak. Nafasnya memendek akibat nafsu yang mulai tersulut. Tak dapat di pungkiri tubuhnya sedikit memanas akibat ulah Naruto yang menggoda nya.

"Ta…tapi." Sasuke merengek kecil.

"Hanya sekali, oke."

Pria Uchiha berambut hitam itu akhirnya mengangguk lamat. Dalam satu hentakan, tubuh tingginya sudah di gendong oleh Naruto.

"Hei—dobe, turunkan aku."

"Sshh..jangan berisik. Nanti dia bangun." Naruto melirik genit pada kasur.

Dengan terpaksa Sasuke menutup mulut.

"Bisa turunkan aku idiot. Aku tidak suka dengan ini!"

"Diam dan nikmati semuanya. Kau mau ini selesai dengan cepat kan?"

Pria berkulit putih pucat tersebut mengangguk lagi. Dalam hati ia berjanji akan membuang semua persediaan ramen yang Naruto miliki plus—

Dilarang menyentuh Menma atau menggedongnya.

Pembalasan yang cukup manis dan setimpal.

"Kenapa kau tersenyum seperti itu, hum? Apa sudah membayangkan hal yang nakal?" Kerlipan mata biru Naruto sungguh ingin membuat Sasuke ingin muntah. Apa menurutnya itu seksi, heh?

Malah seperti orang kelilipan.

"Tidak ad—" Belum juga satu kalimat meluncur. Bibirnya sudah terbungkam oleh benda kenyal yang sama milik Naruto. "Uhnghh." Sasuke melenguh lirih.

Lidah panjang Naruto meliuk dengan sangat mahirnya. Mengajak berdansa dan saling bertukar rasa lewat saliva. Lumatan kecil berangsur menjadi ganas. Gigi saling menggesek serta bibir menepel erat tak dapat di tolak.

"Enghh..dhobehh." Bahkan untuk berganti posisi kepala sulit untuk di lakukan oleh pria Uchiha.

Semua tubuhnya sudah di tawan oleh blonde kulit cokelat itu. Bibir, lidah serta saliva seakan teraduk lembut hingga membuatnya melayang. Sasuke pasrah sudah. Tubuhnya terhuyung lemas di tembok kamar mandi. Di depan nya terpeta jelas wajah maskulin Naruto yang juga mulai memerah. Titik-titik keringat bertabur di kening yang semakin menghipnotis Sasuke untuk memberikan kewarasannya.

"Bath up seks, eh?" Gumam Sasuke dengan nada menantang. Dengan perlahan ia membuka kaus tipis yang seakan menganggunya.

"So—what do you want. Sofa atau ranjang?" Naruto memeta leher Sasuke yang sangat putih dan mengundang. Adam apple nya bergerak naik turun karena menelan saliva.

"Ada Kakashi di bawah. Kau mau dia menonton kita, hum?"

Sasuke menjulurkan lidah untuk melumuri jemari lentiknya dengan air liur.

"Oh yeah—sorry aku melupakan dia. Sampai dimana kita?" Kelereng Naruto memandang tajam wajah Sasuke yang memerah.

"Foreplay mungkin. Kau bahkan belum mencumbu ku."

Sasuke menarik leher cokelat Naruto kemudian membungkam bibirnya. Melumat benda kenyal tersebut untuk menaikkan gairah nya. Sasuke memutar lidahnya serampangan, melilit lembut kemudian menghisap kalap. Kepalanya mendadak pusing karena gairah. Lupa sudah dimana sekarang ia berada. Mau kamar mandi atau ranjang tidak masalah. Penisnya berdenyut cepat dan ia akui itu sangat menyakitkan.

"Hah..hah..sangat agresif. Apa yang membuatmu seperti ini?" Naruto melempar kemejanya ke lantai bawah lalu menjatuhkan kecupan hangat di dada Sasuke.

Pria Uchiha itu mendesis lirih. Ia menempelkan beban tubuhnya di dinding keramik yang dingin di belakangnya.

"Ugh..engh. More." Pintanya mesra.

Wajah seputih poseline milik Sasuke memerah sempurna. Uap nafas serta desahan menguar ke udara. Naruto sang pendominasi mulai larut. Kecupan nya berangsur liar di atas kulit itu. Ia menggigit, menjilat dan menyesap apapun yang tersaji di depan matanya.

"Cu..cukup, dobe." Cegah Sasuke saat Naruto mengecupi kejantanan nya yang terancung tegang. Celana panjang beserta dalamannya sudah terlempar entah kemana. Ia bahkan sudah pasrah terlentang di lantai bawah tanpa pertahanan.

"Kenapa. Kau tidak ingin ku kulum?" tanya pria pirang itu innocent.

"Kita tidak bisa berlama-lama, ingat." Sasuke membuka pahanya lebar. Lubang kecilnya terlihat menganga lembut dan Naruto akui itu sangat 'cute'.

"O..oke. Tapi aku belum mempersiapkan mu. Bagaimana kalau kau kesakitan." Dengan perlahan kepala penis Naruto menggesek lubang berkedut itu. Memberi salam awal untuk lanjut ke bagian inti permainan.

"Ssshh—ti..tidak apa-apa dobe. Enghh. Ce..cepathh."

Naruto mendorong pelan pinggulnya, dan gland penis nya mulai amblas. Jepitan hole Sasuke membuatnya meringis. Ketat, kering dan nyeri begitu menyiksa.

"Arhhh….akhh!" Pria Uchiha tersebut meronta. Lubang intinya terasa bagai robek menjadi dua. Ia menggelengkan kepala mungusir rasa yang tidak enak itu. kelopaknya terpejam erat, di sertai dengan otot pinggul yang menegang.

"Ugh—rileks teme. Kau membuatku . Engh." Naruto mengeluh. Ia tidak bisa menggerakan pinggulnya lagi karena tekanan dari Sasuke. Ia tahu bahwa pasangan nya itu begitu kesakitan. Ia merendahkan kepala lalu menciumi kening Sasuke yang basah oleh keringat.

"Sshh—apakah sakit?" bisik nya lembut. Ia menyisir rambut Sasuke dengan jemari.

Sasuke mengangguk kecil. Hujaman benda besar Naruto membuatnya sulit untuk membuka suara.

"Apa yang membuatnya senang. Apakah gerakan dari pinggul ku?" Naruto berujar lirih. Suaranya tertahan oleh deruh nafas yang berhembus cepat. Titik keringat mulai bermunculan di tubuh kecokelatan nya.

"Eghhh..hah..hah." Pria Uchiha tersebut terengah. Ia berusaha mengontrol tubuhnya yang tidak berhenti gemetar. Rasa sakit, nyeri serta perih membuatnya tidak nyaman. Pun dingin nya keramik kamar mandi tidak membantunya.

Kelereng Naruto memeta ekspresi lain di wajah Sasuke. Rengutan alis serta semuan merah membungkam nya.

"Kau seksi. Kau merasakan nya, eh. Penisku yang memasuki mu." Tiada henti mulut Naruto berujar kotor. Dengan perlahan ia menggerakan pinggulnya. Gerakan awal dengan sesuatu yang ringan serta lembut. Sasuke mengeratkan pelukan nya. Tak peduli lagi bahwa kukunya dapat melukai kulit Naruto hingga berdarah.

"Akhh!—Akhh!—Ughh!" Desahan Sasuke menggema di kamar mandi.

Naruto bergerak cepat kali ini. Otot penisnya semakin berdenyut walau ini masih awal permainan. Fraksi nikmat serta hentakan dari jantung membuatnya terengah-engah. Uap panas mengepul lembut dari mulutnya. Rongga mulut Naruto menganga kecil. Tak luput juga ia melenguh rendah kala penisnya mendapat pijatan. Dua kulit yang berbeda itu saling menghantam. Menggesek dan merapat untuk menghantarkan semua hasrat. Bunyi becek dari liang Sasuke memperkeruh suasana.

"Enghh!—ce..cepath dobe. Ahh."

Naruto membuka matanya yang sempat tertutup karena lebur menikmati cumbuhan nya.

"Nhh—yah. Aku..me..mencoba." Ia merapatkan kaki Sasuke lalu menaruhnya di pundak. Dengan ini, Naruto bisa merasakan jepitan lubang Sasuke yang sangat hangat.

"Cepat lah. I..idot. Arghhh."

Sasuke mendongakan kepala kala suatu benda tertumbuk di dalam sana. Sengatan listrik bak menerpanya membuat pria ini berkunang. Kelerengnya memohon nanar kepada pendominasi. Meminta di giring ke surga bernama kenikmatan. Tidak peduli apapun yang ia tahu hanyalah rasa syadu. Keringat berbaur serta kerlipan cinta memancar di sekitar nya.

"Enghh…dobe, ti..tidak kuathh." Rengek nya lagi. Syaraf diseluruh tubuh Sasuke menegang sempurna. Kejantanan nya pun mengucur cairan yang kental. Beberapa ototnya juga berdenyut-denyut. Dan pria tampan itu yakin bahwa ini tidak akan lama.

"Yah..keluarkan sayang. Ukh..tumpahkan semua nya." Naruto memendekkan jarak. Lalu melumat bibir Sasuke yang begitu sensual.

Pria Uchiha itu melenguh di tengah ciuman nya. Gerakan tubuhnya semakin tidak terkontrol. Terombang-ambing kedepan-kebelakang dengan paha mengatup rapat di pundak Naruto.

"Puah…akhhh!—akhhh!" Sasuke melepas ciuman nya dengan cepat lalu menjerit kecil ketika kenikmatan akan klimaks menghantam kepalanya. Semburan panas dari sperma meluncur membasahi perut. Di ikuti oleh lenguhan panjang dari Sasuke yang menggema di setiap sudut kamar mandi.

Naruto tersenyum tipis. Ada rasa bangga terbesit di benaknya kala melihat partnernya keenakan.

"Klimaks hum." Naruto mencolek jejak basah sperma yang belepotan lalu menjilatnya. Mengecap segala rasa dari cairan kental itu. Urat nafsu nya bagai putus saat ini. Hentakan keras jantungnya semakin menggedor-nggedor. Ia tidak sabar akan segera menyelesaikan semuanya.

"Hah..hah..hah." Sasuke masih sibuk membenarkan deruh nafasnya yang tidak beraturan. Dadanya kembang kempis menarik semua oksigen di udara. Tubuh jangkung itu pun terlihat lemas.

Perlahan Naruto menggerakan pinggulnya kembali. Melihat Sasuke yang sudah pasrah membutakan kewarasan nya.

"Arghh!"

Kejantanan Naruto tidak lah bergerak lembut. Ia menggesek apapun yang menyentuhnya. Dinding prostat, dinding anus, serta otot-otot di sekitarnya. Kulit cokelatnya mengkilat. Pun surai pirang itu bergerak berantakan mengikuti si empunya. Naruto hanyut sudah akan kegiatan nya.

"Ughh teme, aku akan keluar. Umhh." Ia merancau tidak jelas. Kelereng birunya terpejam erat. Sasuke tidak menjawab karena sibuk untuk melantunkan desahan. Ia tidak tahu kenapa tubuhnya menyambut baik cumbuhan Naruto. Kecupan, jilatan serta gigitan membuat nya 'tegang' kembali. Ia mengenggam tangan kecoklatan Naruto lalu mengecupnya. Memberitahu pada pendominasi itu bahwa ia menikmatinya. Yah—menikmati semua tarian ini hingga ke sum-sum tulang.

"Arghhh—keluar. Ukhh!" Naruto mendesah panjang sama persis dengan Sasuke karena kedua benda panjang itu menyemprotkan sarinya. Naruto yang jauh di dalam tubuh Sasuke serta Sasuke di perutnya. Deruh nafas saling berlomba. Hentakan dada yang bertalu-talu menempel erat saling menikmati sisa-sisa orgasme secara bersamaan.

"Apakah sakit?" Tanya Naruto lalu melepas kejantanan nya dari lubang Sasuke. Lelehan sperma mengalir lembut dari anus membasahi lantai.

Sasuke menggeleng. Ia akan bangkit berdiri namun gagal karena tubuhnya gemetar.

"Aku akan menggedongmu ke kamar. Jangan berdiri sendiri." Naruto bangkit dari tidurnya lalu bangun.

"Kau harus membersihkan semua kekacauan ini dobe."

"Yah-yah. Aku akan membersihkan nya. Nah, setelah itu kita ke kamar dan istirahat. Oke."

.

.

_Paradise Hotel pukul 6 malam_

Ini adalah malam yang sangat sibuk bagi Sasuke. Walau ia kini ia hanya duduk di sofa namun hati serta pikiran nya melayang-layang tidak beraturan. Di sampingnya terlihat Naruto yang tengah menggendong Menma dan memerkannya pada anggota band. Kelereng hitam nya melirik tidak antusias. Sebersit perasaan aneh membuatnya kesal. Entahlah ia sangat tidak yakin bahwa konfrensi pers kali akan baik.

"Kau kenapa Sasuke. Jangan berwajah mengerikan seperti itu." Hardik seorang pria di sebelahnya. Sasuke berjengit kecil lalu mendegus lirih.

Oh man, ternyata itu adalah Kakashi.

"Hn." Balasnya singkat. Sasuke menghadap kaca lalu merapihkan dasi yang terikat tidak rapi.

"Semua akan baik-baik saja. Ada banyak penjaga di hotel ini." Bisik Kakashi sembari membuka novelnya.

"Kau pikir aku pencuri. Untuk apa aku mencemaskan penjaga?"

"Yang kau cemaskan adalah Menma."

Sasuke terpekur lalu menundukan kepala. Merasa bahwa tebakan Kakashi sangat tepat tapi ia memiliki pertanyaan lain. Ia ingin menayakan nya pada asisten nya itu, namun ia belum yakin. Bisa saja ia malah mendengar jawaban nya yang akan membuatnya pusing.

"Tidak. Bukan hanya Menma. Kau tahu, aku masih belum mengerti satu hal dari konfrensi pers kali ini."

"Apa itu. Bukan kah kau yang meminta ini?"

"Yah memang, tapi sedari tadi ada satu yang mengusik ku dan itu ada hubungan nya dengan Naruto."

Kakashi menutup novelnya lalu menaruhnya di atas meja. Ia semakin mendekatkan tubuhnya pada Sasuke.

"Naruto? Apa maksudmu?"

Kelereng Sasuke memandang tajam pantulan tubuh Naruto dari cermin. Di sana terlihat pria yang sudah menikah dengannya itu sangat bahagia. Wajah sumringah dan sedari tadi ia tidak berhenti mengoceh tentang Menma pada kawan-kawan nya.

"Kau yakin dia sudah memutuskan pertunangan dengan Gaara?"

Pertanyaan yang sama yang ia katakan pada Naruto saat di apartemen.

"Kau bisa dengar nanti saat di sana. Dia akan menjelaskan nya pada semua tentang hal itu."

Hah—tidak membantu. Jawaban yang membuat Sasuke menjadi bingung. Ia tahu bahwa tidak sepatutnya ia berfikiran seburuk itu. Lelaki tampan berkulit cokelat itu adalah pasangannya. Bahkan ia sudah memiliki anak dari pria tersebut. Kenapa ia masih meragukan kesetiaan itu?

"Baiklah! Kuharap yang kudengar adalah berita yang baik." Desahnya lirih dengan desah nafas.

.

.

Kilat kamera serta cahaya lampu terang adalah hal utama yang menyambut Sasuke dan Naruto ketika sampai di Ballroom. Hiruk pikuk wartawan serta orang-orang yang tidak sengaja lewat membuat Sasuke merengut kesal. Puluhan mic terjejer rapi di atas meja, pun kamera menghadap ke arah mereka. Menma, bayi kecil yang ada di gendongan Naruto tertawa kecil. Ia tidak tahu apa yang terjadi namun ia menyukainya. Kilau lampu serta warna-warni hiasan yang ada di dinding membuat bayi mungil itu antusias. Naruto gugup tidak karuan. Meskipun kamera dan wartawan adalah kawan baiknya, tapi rasa cemas itu menyelingkupi sanubari. Ia bergerak tidak tenang dalam duduknya. Ia berdehem, tertawa kering dan sekedar bernyanyi untuk membunuh rasa tidak percaya diri.

Naruto, Sasuke dan Menma kecil terlihat sangat tampan serta serasi. Setelan kemeja lengkap dengan celana serta dasi membuat keluarga kecil tersebut sangat sempurna. Baby Menma sangat cute dengan kemeja mungil berwarna ungu pucat serta dasi kupu-kupu kecil berwarna merah terang. Di telapak kaki nya terlindung sepasang sepatu pantofel dengan warna hitam mengkilat. Penampilan Menma terkesan wow untuk ukuran bayi berusia 7 bulan. Sedang Naruto dan Sasuke sendiri memilih kemeja resmi berwarna cokelat serta dasi hitam. Keduanya sengaja memakai pakaian seragam agar tidak terkesan aneh.

Beberapa bodyguard berjejer rapi di sebelah kanan dan kiri meja. Mereka menggunakan pakaian serba hitam dan terkesan sangar. Sedikit berlebihan memang namun inilah permintaan Naruto pada Kakashi dan itu artinya mutlak. Kakashi sendiri juga terlihat tenang berdiri di samping Sasuke dan Kakuzu di sebelah Naruto. Anggota band Shinobi mendapat giliran kedua untuk wawancara

"Kalian siap?" bisik Kakashi kecil pada Sasuke.

Ia mengangguk. Sasuke ingin semua ini selesai kemudian kembali ke apartemen. Ia sangat kesal karena sedari tadi tiada henti kamera menyorot pada Menma yang ada di gendongan Naruto.

"Naruto. Kau tahu apa yang harus kau lakukan kan?" Kakazu berucap tegas.

"Aku tahu. Tidak perlu tegang seperti itu." Balas Naruto santai. Ia mengecup rambut Menma kemudian berbisik pada anaknya agar tidak nakal.

"Huft—dasar." Desis Kakazu malas kemudian memberi kode pada Kakashi untuk memulai wawancara.

"Ehem—" Kakashi berdehem lalu menolehkan kepala pada seantero wartawan.

"Selamat malam semua. Sebelumnya aku mengucapkan banyak terima kasih karena sudah hadir dalam wawancara kali ini. Nah, seperti yang sudah di janjikan. Naruto dan juga Sasuke akan memberikan penjelasan mengenai berita yang sudah berkembang luas di luaran." Pria berambut abu-abu itu berkata tegas. Sorot matanya yang biasanya malas berubah tajam.

"Untuk mempersingkat waktu. Kita mulai sekarang wawancaranya."

Beberapa lampu kamera berkedip merah menandakan rekaman baru akan di mulai. Wajah serius Naruto terpampang jelas di monitor. Suasana di sekitar ballroom itu menjadi hening serta tegang.

" -tama aku mengucapkan maaf karena menghilang dalam waktu yang lama dan tidak ada pemberitahuan yang resmi dari ku atau manajer. Namun seperti yang sudah dikatakan Kakashi, kami akan menjelaskan nya sekarang." Naruto tersenyum kering untuk salam awal. Sasuke yang mendengar hanya mendengus.

Bertele-tele, benar-benar cerminan dari Naruto.

"Kalian pasti bertanya-tanya siapa, anak yang ku gendong ini kan." Tunjuk Naruto pada Menma. Seketika sorot kamera berpaling pada Menma.

.

.

.

TBC

Woahh..TBC yang sangat aneh. Wkakaka..seperti biasa fic saya sangat berbeda dengan yang lain nya karena bertele-tele dan tidak langsung pada intinya.

Squel ini saya buat karena banyak yang minta untuk dibuat. Niat awal ingin membuat one shoot tapi ya harap maklum. Karena ada lemon jadi panjang dan akhirnya aku TBC-in ajah.

Isi dari wawancara bisa di ketahui di chap 2…

Jangan lupa review yakkk—Minna-chan…