"Baginda, kami sudah menemukannya," Seorang pemuda dengan jubah merah kehitaman berlutut, memberikan informasi yang diterima dengan baik oleh orang yang berada di singgana itu.

"Bagus, cepat bawa dia kemari! Aku sudah sangat menginginkannya," Suara berat menggema begitu kencang saat orang yang berada di singgana itu mengeluarkan perintahnya. Daya pantul suara yang berada di ruangan itu memang lumayan besar hingga membuat suara berirama rendah itu begitu terdengar jelas. Ruangan hanya dengan penerangan api kecil di setiap sudut membuat suasana di sana remang-remang.

Pemuda berjubah merah itu menunduk, "Maaf baginda, tetapi 'dia' masih dilindungi oleh 'orang itu' dan 'pelindungnya',"

Suara geraman terdengar begitu kencang. Suara remukan sesuatu menyusul dengan menggelegarnya suara berat itu. "Buat dia kemari! Bagaimana pun caranya!" Suara perintah sudah diperdengarkan. Hamba suara itu pun kembali menunduk lebih dalam lagi, menerima titah sang raja dengan penuh rasa hormat.

"Baik baginda!"

"—atau... kau akan kembali pada keadaan semula!"

Hanya suara desiran angin yang terdengar. Api hitam pun hilang dengan adanya seringaian yang mengerikan. Gelap malam itu menjadi saksi adanya barter antara kedua makhluk.

.

.

.

.

(Berbeda waktu—6 tahun yang lalu)

Daerah kekuasaan kerajaan Bijuu diserang. Pada ksatria yang dikirim oleh Minato Namikaze—raja teratas dari kerajaan Bijuu—kembali dengan banyak luka, adapun yang hanya pulang nama. Para prajurit pun bernasib demikian. Banyak prajurit yang pulang dengan nama—tanpa tubuh sepotong pun—apabila ada pun hanya berupa koyakan sisa mahkluk buas, atau hanya potongan tubuh saja.

Padahal hanya satu jenis monster, tapi bisa membuat satu wilayah kekuasaan lenyap. Manusia tidak ada yang selamat, bangsa peri pun hampir musnah karena perlawanan, bahkan teman sesama moster pun ikut diserang.

"Moster apa itu?"

Minato membelalakan matanya melihat mahkluk didepannya. Mata birunya bertatapan langsung pada mata berwarna merah dan biru itu. Begitu intens, hingga rasanya dia tidak menginjakan kakinya disana. Hanya bertatap mata, tapi—kenapa rasanya begitu sakit? kekuatannya begitu besar!

Minato tersenyum, "Tidak ada cara lain ternyata," gumamnya saat perlahan monster itu mendekat ke arahnya. Perlahan, Minato pun menyambut baik uluran taring monster itu.

"Minato-sama! Apa yang anda lakukan!?"

Sayatan besar dengan jatuhnya satu telapak tangan putih bercampur banyaknya darah menarik perhatian semua prajurit maupun ksatria yang ada disana. Minato dengan semua keteguhannya, memotong sebelah tangannya dengan pedangnya. Pedang itu terlihat sedikit bercahaya saat darah kaisar Bijuu itu bersatu dengan timpaan baja itu.

Bau amis darah langsung tercium begitu udara dingin bercampur angin musim dingin itu menyapu tanah di bawahnya yang penuh dengan salju bercampur darah Minato.

"Minato-sama!"

"Kaisar!"

Minato tersenyum saat mahkluk itu perlahan melangkahkan kaki—mendekat kearahnya semakin mendekat. Bau amis itu pasti membuat'nya' tertarik. "Ternyata memang bukan monster biasa. Kau bahkan tidak takut dengan darahku, dan malah menginginkannya," gumam Minato tersenyum. Perlahan dan terkaman akan terasa oleh raganya. Ah, Minato benar-benar menantikan hal ini. Dengan senyum yang mengembang seiring dengan adanya suara tebasan, dan suara menggelegar lainnya. Cahaya merah itu berpijar bersamaan dengan datangnya mentari.

"Dengan hanya melihat matanya aku yakin satu hal. Dia begitu kuat, bahkan untukku. Membelenggunya dalam tubuh yang paling dibencinya, dengan darahku yang mengalir dalam dirinya akan membuatnya sedikit jinak."

"—terbelenggu dalam sosok yang begitu rapuh dan manis."

"Namanya, Uzumaki Naruto."

.

.

.

.

Disclaimer:

Naruto © Masashi Kishimoto

Dragon Knights © Mineko Ohkami

Knights ©Devilojoshi

Rated: T, M (for future chapter)

Pairing: SasuNaru, AllsemeNaru

Warning: OOC, Typos and Miss typos, Yaoi, Little bit Gore and Dark story, Yami!Naruto, War Beast in future, dll

.

A/N: Masih ingat dengan 'story of fox knight' yang dulu pernah dibuat trus di hapus? Ini remake'nya. Karena berpikir kalau story yang dulu belum benar-benar tersusun rapih alurnya, jadi diremake ulang. Dengan banyak perubahan disana-sini, beserta tambahan character.

'Don't like, don't read!'

.

Prolog—Pertemuan

.

.

'Di saat aku melihat matanya, aku sudah tau kalau dia bukanlah mahluk dari dunia yang sama dengan mahluk yang berada disini. Tempatnya bukanlah disini. Seharusnya dia tidak boleh berada disini. Dia tidak dihendaki berada disini. Mereka telah membuat kesalahan karena, tempatnya yang sesungguhnya adalah... neraka.'

.

.

In the morning

.

Jinko—tempat para manusia tinggal—berdampingan dengan beberapa mahkluk pendamping lainnya. Terletak di bagian utara kerajaan bijuu, posisinya paling berdekatan dengan kerajaan Bijuu.

Kerajaan Bijuu sendiri lebih sering dikenal dengan sebutan kerajaan selatan. Tempat para jenis mahkluk saling berdampingan tanpa adanya pertikaian. Walaupun mereka berbeda jenis, tapi di kerajaan Bijuu setiap yang berbeda pantang untuk saling menyerang. Bahkan terkadang, banyak orang yang pergi ke kerajaan Bijuu hanya untuk mencari tempat tinggal karena serangan dari kerajaan para monster.

Kerajaan Bijuu terbagi dengan 4 daerah. Selatan, tempat yang mayoritas populasinya adalah bangsa peri—Heaven hills. Utara, tempat yang dihuni banyaknya manusia, sebenarnya hampir semua manusia berada di sana, mengingat jumlah manusia yang hanya tinggal tersisa sekian persen dari pupolasinya dulu—Jinko. Barat, Kanjou no tani—sebenarnya bukan daerah dari kerajaan Bijuu karena terletak di tengah-tengah kerajaan Bijuu dengan Kerajaan Arenas—yang merupakan kerjaan barat berada—di sana tinggal berbagai macam mahkluk, entah itu mahkluk dalam bentuk seperti apa dan spesies apa. Dan yang terakhir, Timur—di sana hanyalah daerah terlarang yang jarang dikunjungi semua orang; mitos mengatakan kalau di sana adalah tempat para dewa dan monster berdampingan, tetapi tempat peperangan akan terjadi suatu hari nanti—nama tempat itu adalah Kishi.

Tepat di tengah-tengah penduduk Jinko, terlihat 3 pemuda dan 1 pria dewasa berpakaian aneh—paling menonjol daripada manusia umunya.

Pakaiannya terlihat sangat sulit tapi juga terlihat simpel. Pakaian berupa beberapa lembar kain membentuk sebuah kaus utuh, berlapis 2 dan juga dengan satu jubah saling berbeda warna.

—entah hanya perasaan atau tidak, tapi setiap orang itu memakai jubah sesuai dengan rambut mereka.

3 pemuda diantaranya yang berambut kuning yang paling menonjol dari yang lain. Dengan senyum cerah, mata biru laut dalam. Pakaiannnya berwarna coklat muda, berpadu dengan warna kuning jubahnya. Rambutnya kuning cerah—sedikit terlihat seperti matahari jika terkena sinar—dan kulitnya berwarna tan karamel.

"Darimana kau dapatkan itu?" tanya pemuda kuning itu pada pemuda coklat berambut hampir sama potongannya dengannya—hanya saja terdapat berkas luka berbentuk segitiga di pipinya yang mulai berubah warna.

Pakaian pemuda coklat itu hampir sama dengan pemuda kuning, hanya berbeda jubahnya yang berwarna coklat tanah basah. Kulitnya putih dan matanya terlihat seperti anjing liar, bahkan giginya pun sama seperti anjing—terlihat taringnya lebih panjang dari kebanyakan orang.

Pemuda coklat itu menyeringai, melihat si kuning dengan tatapan yang berbinar. "Aku menemukannya di jalan, dan sebentar lagi aku akan menjualnya saat kita melewati pasar!" jawabnya menggebu sambil menunjukkan batu permata berkilau itu ke atas sinar matahari.

Si kuning menatap benda berkilau itu dengan mata berbinar. "Apa itu bisa dijual?" tanyanya.

"Tentu saja! Aku pastikan harganya pasti sangat mahal!" jawab si coklat.

"Tidak bisakah kalian diam!? Kita sudah hampir sampai, dan kalian masih ingin berjualan, HAH!?"

Teriakan indah mengalir dengan munculnya seorang pemuda berambut pirang—tidak kuning seperti yang tadi—lebih panjang dan sama-sama bermata biru laut. Pemuda itu terlihat memerah menahan sesuatu. "Kalian tidak boleh pergi lagi!" teriaknya kemudian sambil menjewer kedua kuping telinga dua pemuda itu.

"ARGH! Sakit!"

Pemuda kuning bernama Uzumaki Naruto dan pemuda coklat bernama Inuzuka Kiba itu menjerit sakit. Sedangkan, pemuda berambut pirang pucat yang bernama Deidara itu hanya terus menambah intensitas jeweran—tidak tau kalau sebenarnya, tenaganya itu bisa membuat cuping telinga Naruto dan Kiba lepas dari tempatnya.

"Sudahlah, Deidara,"

Suara lembut mengalun bersamaan dengan munculnya sosok lain yang hampir sama dengan pemuda kuning—Naruto. Minato Namikaze, satu-satunya pria yang benar-benar matang disana. Melihat pemuda yang umurnya jauh dibawahnya itu senyum yang indah. Melihat Naruto yang meringis sambil mengusap telinganya yang memerah, Minato lagi-lagi tersenyum.

Melihat Deidara yang masih memarahi Kiba, Minato angkat bicara. Dia tentu tidak ingin terjadi banyak adu mulut. Ingat, dia orang yang ramah dan tentunya suka terhadap perdamaian.

"—kau mengerti!?" bentak Deidara pada Kiba.

"...sudahlah, Dei," Kata Minato lagi-lagi menengahi Deidara yang akan kembali memarahi kedua pemuda lainnya.

Deidara melihat Minato dengan pandangan memelas, "Tapi, kaisar?"

"Tidak apa, aku mengerti perangai mereka," jawabnya sambil tersenyum.

Naruto mendengus mendengar apa yang dikatakan Minato, sedangkan Kiba hanya kembali pada aktivitasnya melihat benda di tangannya.

Dengan semua yang dipakai orang-orang itu mungkin hanya Minato yang pakaian terlihat lebih sulit lagi. Selain jubah berwarna putih gading bercampur dengan beberapa helai kaus berwarna kuning dan coklat muda, Minato juga masih memakai tambahan satu jubah di bagian dalam yang tidak berkibar—terlihat seperti tempat untuk menyimpan sesuatu atau menyembunyikan benda.

"Tapi... aku hanya tidak mau kita terlambat lagi hanya karena mereka!" ucap Deidara masih tidak mau kalah.

Minato tersenyum, menepuk kepala Deidara pelan. "Aku yakin mereka juga pasti mau cepat-cepat sampai ke kerajaan," ucap Minato.

"Aku tidak!" Naruto menyela. Melihat Minato dengan pandangan kesal. "—aku masih mau membasmi monster!" ucapnya keras. "—kalau kaisar tidak menjemput kami, aku pasti bisa membunuh monster lebih banyak lagi." Akhirinya sambil memalingkan wajah dari Minato yang menatapnya terkejut lalu tersenyum.

"Apa kau tidak kasihan pada Kurama?" tanya Minato.

"...hah?"

Minato melirik mahkluk berbentuk rubah besar di samping tubuh Naruto—terlihat terus mengikuti pergerakan Naruto. Ukurannya terlihat 6x rubah biasa, bulunya berwarna orange cerah, bermata kuning dan yang paling aneh adalah ekornya berjumlah 9. Kurama nama mahkluk itu.

Naruto melihat Kurama dengan pandangan mengiba, "Ya... aku tau," lirihnya melirik ke arah lain—enggan untuk mengakuinya.

Minato tersenyum, "Kurama pasti kelelahan. Apalagi dari 3 hari yang lalu dia tidak masuk pada pedangmu karena kau." Ucap Minato.

Baru saja Naruto akan membantah dengan melihat Minato tajam dengan mulut terbuka, tapi lagi-lagi dia memalingkan wajahnya dari Minato yang tersenyum ke arahnya.

Tidak mau diakuinya. Tapi, Naruto selalu berdebar melihat senyum Minato. Bukan karena terkesan, tapi lebih tepatnya benci. Rasanya seperti tersayat, saat dia tau kalau dia juga mempunyai senyum seperti Minato—orang yang paling dibencinya, sekaligus ayahnya.

"Jadi?" tanya Minato.

"...aku ikut ke kerajaan saja," ucapnya.

"Heh?" Kiba yang dari tadi melihat percakapan antara Minato dan Naruto memekik indah. Dari percakapan itu, akhirnya dia tau kalau dia tidak bisa berdagang lagi. Melihat Deidara yang hanya terkikik disampingnya, Kiba memasang tampang kesal. "—aku tidak bisa menjualnya," lirihnya sambil melihat permata itu.

"Kau bisa menjualnya nanti jika kita pergi dari istana, Kiba!" ucap Naruto semangat, dan mendapatkan jitakan indah dari Deidara.

.

.

.

"Kakashi-sensei!"

"Naruto!"

"Kakashi-sensei~"

"Naruto-chan!"

"Kakashi-sensei~~"

"Naru-chan~"

CTAK

Naruto langsung menghentikan akting menjijikannya dengan Kakashi saat mereka berpelukan dengan sangat erat—dengan sedikit belaian dari Kakashi. Berlari dengan kencang dan memeluk Kakashi dengan penuh kasih sayang ternyata mendapatkan respon yang cukup menyinggungnya.

Apa-apaan itu tadi? Kenapa namanya berubah menjadi nama menjijikan seperti tadi? Dia jelas laki-laki, dan tidak mungkin mau dipanggil dengan embel-embel –chan seperti tadi. No way! Memangnya dia cowok apaan? Walaupun dia terlihat manis, bukan berarti dia mau dipanggil menjadi seperti wanita seperti itu.

"Kakashi-sensei, merusak suasana!" ucap Naruto memasang tampang ngambeknya—bibir dimajukan dengan pipi menggelembung memerah.

Kakashi terkekeh pelan mendengar pernyataan dari murid kesayangannya. Perlu dijelaskan? Kakashi sebenarnya salah satu ksatria yang mengabdi pada Minato—karena dulu dia adalah murid Minato. Dengan segala bentuk balas budinya, Kakashi mencoba untuk menjadi guru untuk Naruto juga, tapi entah apa yang terjadi, berdekatan dengan Naruto sejak kejadian dulu malah membuat Kakashi merasa sayang pada Naruto sebagai anaknya sendiri. Bahkan tidak ayal Kakashi selalu bersikap aneh dan sedikit menjijikan jika berdekatan dengan Naruto.

Kakashi mengacak-acak helai pirang Naruto masih dengan kekehan yang terdengar; karena jelas tidak mungkin orang tau dia terkekeh jika separuh dari wajahnya saja tertutupi kain hitam—ciri khasnya.

"Ah, padahal aku ingin bermanja-manja pada sensei," ucap Naruto masih dengan tampang imutnya.

Kakashi tetap tidak berhenti terkekeh, "Jangan seperti itu. Apa kau tidak malu pada teman-temanmu? Dan lagi, apa kau tidak rindu pada Kyuubi? Dia sudah menunggumu dari kemarin, kau tau?" tanya Kakashi.

Naruto melihat Kakashi dengan pandangan berbinar, "Tentu saja aku merindukan Kyuubi, dimana dia?" tanya Naruto melihat kanan dan kiri. Tepat saat melihat kebelakang tubuh Kakashi, Naruto melihat seekor rubah seperti Kurama tetapi berhiaskan mata semerah darah dan bulu kekuningan yang terdapat pada bagian lehernya—seperti kalung—menghampirinya. "Kyuubi!" pekiknya dengan kencang sambil berlari menerjang rubah itu.

Kiba yang melihat situasi tersebut menarik sedikit ujung baju Deidara membuat pemuda berambut kuning itu berbalik dan tersenyum, "Ah, kau belum tau kalau Naruto sudah ada berada disini sejak dulu ya?" tanya Deidara. Kiba hanya mengangguk mendengarnya. Deidara tersenyum lagi dan membalikkan tubuhnya seperti semula, melihat Naruto yang sedang bercengkraman dengan Kyuubi disana. "Naruto sudah ada sejak dulu. Dia anak angkat dari kaisar. Kau jangan bingung dengan sikap Naruto, karena seluruh istana memang tau kalau dia manja... walau hanya kepada beberapa orang saja," Jelas Deidara dengan mata menyendu diakhir kalimat.

Kiba melihat Naruto yang sedang tertawa bersama Kyuubi dan Kurama yang ikut untuk bercengkraman. Kiba mengerti, mungkin dia akan mengetahui sedikit demi sedikit apa saja yang terjadi di istana ini. Oleh karena itu, Kiba hanya mengangguk sambil tersenyum.

Deidara melihat Kiba dan tersenyum. Melihat Naruto dengan ekspresi yang sangat sulit untuk diartikan.

Di sisi lain, selagi para pengawal di sana sedang melihat acara melepas rindu dadakan yang dilakukan Naruto. Seorang laki-laki dengan luka melintang di atas hidungnya menghampiri Minato dengan senyum di wajahnya yang tampan tapi juga manis.

"Selamat datang, Minato-sama," sapanya.

Minato membalas sapaan ramah itu dengan senyum di wajahnya. "Terima kasih, Iruka,"

Iruka—sebut saja seperti itu. nama aslinya adalah Umino Iruka, seorang ksatria tapi juga cukup bisa melakukan sihir dasar. Iruka tadinya hanya manusia biasa yang tidak bisa melakukan apapun, hingga dia bertemu dengan Minato dalam peperangan bangsa Bijuu dengan para monster. Peperangan pertama yang hampir memusnahkan semua bangsa Bijuu hingga akhrinya Minato harus turun tangan. Bahkan Kakashi sendiri sudah hampir mati saat peperangan itu karena diserang salah satu moster yang jelas sangat kuat, hingga Minato mengurung moster itu dalam sosok lain—sekaligus menghapus ingatan dan menyegel kekuatannya dengan sebuah taruhan besar.

"Pasti sulit membawa pulang anak-anak itu bukan, Minato-sama? Padahal jika tidak anda larang, hamba bersedia menjadi titisan yang menjemput mereka," Ucap Iruka sambil melihat Naruto.

Minato terkekeh dengan penuturan iruka, "Sedikit, walau sebenarnya hanya Naruto yang membuat semua itu sulit. Dia selalu saja ingin pergi untuk membunuh moster, dan membujuk Kiba yang memang dasarnya selalu ingin berjualan. Anak itu selalu saja sulit untuk dibujuk untuk pulang," jawab Minato.

Iruka menghela nafas, "Sulit membuatnya disiplin," gumamnya.

Minato hanya terkekeh pelan, lalu memandang Naruto dengan pandangan sendu, "Terlalu sulit untuk menrantainya disini, sedangkan tempatnya memang bukan disini,"

"Minato-sama,"

Minato melihat orang yang baru saja memanggilnya. Seorang laki-laki dengan rambut putih itu mendekat, tersenyum dibalik maskernya. "Hamba senang anda sudah pulang. Kami sangat risau saat anda menempuh perjalanan begitu lama seperti kemarin," ucap Kakashi.

"Seperti kau tidak pernah berpergian saja, Kakashi," dan Kakashi hanya menggaruk kepalanya sambil tertawa hambar.

"Oh iya, apa dia sudah disini?" tanya Minato melihat Iruka.

"Dia? Ah, iya... dia sedang bersama dengan Jiraya-sama, dan permaisuri di tempat biasa," jawab Iruka.

Minato tersenyum, "Aku harap dia bisa sedikit menemani Naruto dan membuat anak itu tidak salah jalur sebelum waktu itu datang kelak,"

.

.

.

"Suke-chan~"

Pemuda dengan rambut mencuat ke belakang dengan hakama bernada biru dongker berbalut beberapa kali menengok ke belakang—melihat permaisuri kerajaan Bijuu dengan pandangan datar. "Jangan panggil hamba seperti itu, permaisuri," jawab pemuda dipanggil 'suke' dan embel-embel –chan itu.

Permaisuri dengan rambut merah menyala dan gaun putih menawan itu tertawa, "Aku hanya menyamakan namamu dengan nama Naru-chan, Suke-chan," kekeh permaisuri itu.

"Tapi—"

"Et, kau itu sudah ditakdirkan dengannya. Aku hanya ingin membuat kau dan dia semakin serasi. Kau tau? Dia itu pemuda yang sangat manis, walau sedikit nakal," kekeh perempuan itu.

"Kushina-sama, Minato-sama sudah kembali dengan para ksatrianya," seorang laki-laki dengan rambut hitam panjang menghampiri perempuan itu dari belakang.

Kushina—permaisuri yang tadi dimaksud oleh Minato, sekaligus permaisurinya—itu melirik ke arah belakang. Dengan senyum mengembang Kushina melihat Sasuke, "Akhirnya datang juga, kau bisa bertemu dengan Naru-chan sekarang, Suke-chan," ucap Kushina. Melihat ke arah salah satu jendela besar di rumah kaca itu, Kushina berjalan ke arahnya. "Jiraya, kita harus segera menyambut mereka," ucapnya halus.

Laki-laki yang disebut Jiraya itu membalikkan badan. Melihat Kushina dengan senyum lembar mengembang. Mengibaskan rambut putih tebalnya, Jiraya sedikit membenarkan baju berwarna merahnya. "Kita sambut mereka," ucapnya tersenyum membuat sedikit kerutan di wajahnya semakin besar.

.

.

Di taman belakang kerajaan.

Kerajaan bijuu sangatlah luas. Dengan banyak bangunan yang difungsikan berbeda, mereka bahkan mempunya hampir 100 bangunan di satu tempat itu. Di mulai dengan bangunan barat yang memang didominasikan untuk difungsikan sebagai tempat para ksatria. Di sana juga terdapat banyak senjata berbeda di suatu ruangan—untuk para ksatria dan penjaga. Satu ruangan lain untuk tempat pertarungan antar ksatria yang berlatih, dan beberapa ruangan lainnya untuk asrama para ksatria.

Dilanjutkan ke bangunan selatan, di sana terdapat banyak tempat yang tidak pernah terpakai. Para penjaga tidak pernah mendekat ke sana, hanya mereka-mereka saja yang memang ditugaskan untuk berjaga disana yang berdiri tegap terdiam. Entah apa yang tersembunyi di bangunan selatan, tapi hampir setiap hari para ksatria tertinggi—seperti Kakashi—akan berkunjung ke sana hanya untuk melihat-lihat.

Bangunan timur adalah tempat yang tadi disinggahi Kushina, Sasuke dan Jiraya. Tempat kesukaan Kushina. Taman bunga kerajaan. Tempat yang sangat indah, dan begitu tenang. Di sana terdapat banyak taman dengan air mancur yang begitu indah. Pepohonan yang rindang, dan berbagai bunga yang memang dicintai Kushina.

Bangunan terakhir adalah bangunan yang paling megah. Bangunan tertinggi dan terkuat penjagaannya. Bangunan paling utama yang diadakan berada di kejaan bijuu. Bangunan Utara, tempat ruangan-ruangan penting. Satu ruangan untuk ruangan khusus yang dipakai Minato—kaisar kerajaan Bijuu—dan tempat lainnya yang dipakai untuk sebuah pertemuan ataupun acara penting.

Bangunan Utara—di ruangannya, Minato dengan wajah serius menatap Kakashi dengan intens. Laporan sudah diterimanya, dan dia sudah pusing untuk memikirkan dengan banyaknya kemungkinan yang terjadi dengan isi laporan itu. Bertahun-tahun lamanya setelah kejadian dulu, Minato selalu mencari jalan keluar dari semuanya. Tapi, hanya jalan buntu dan beberapa darah yang tumpah karenanya. Semua jalan sudah dipakainya, bahkan dengan mengorbankan diri pun, Minato lakukan. Tapi semuanya gagal.

Kurangan sudah digunakan untuk sosok itu. Tapi belum tentu sosok itu tidak akan keluar seutuhnya jika sudah berada dalam kendali, sedangkan orang yang bersangkutan sendiri sudah menyerah dan ingin terus mengakhiri semuanya.

'Dia' berniat untuk menghabisi dirinya bersamaan dengan dunia.

Hingga Minato mendapatkan satu cara yang mungkin 'sedikit' mengubah kemungkinan di masa depan. Hanya tinggal membuat semua itu menjadi berjalan dengan benar, maka kemungkinan besar separuh dunia akan selamat.

Menghela nafas, Minato meletakkan laporan di tangannya. Mataya terpejam, menyembunyikan manik shappire indahnya dari pandangan orang-orang yang berada di sana. "Aku ingin semua ini disembunyikan dulu. Aku tidak mau dia pergi lagi, dan akhirnya tidak kembali," Ucap Minato seraya membuka matanya.

Kakashi mengangguk dengan hormat. "Mungkin memang itu yang akan terjadi apabila dia sampai tau. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi apabila disaat dia pergi, 'mereka' akhirnya bertemu. Mungkin akan lebih parah dibanding perang beberapa tahun lalu," ucap Kakashi menghela nafas. Matanya memandang ke bawah, melihat lantai yang sepertinya lebih baik dibanding melihat ekpresi Minato yang sendu sekarang.

Kaisar Bijuu tidak pantas untuk menunduk lesu seperti sekarang—seharusnya. Tapi, untuk masalah yang terjadi sekarang, tentu Minato bukannya ingin melanggar semua itu, tapi... dia memang tidak tau harus berbuat apa lagi. Yang diharapkannya hanya satu.

Keajaiban.

Tok tok tok

Minato maupun Kakashi mengangkat kepalanya. Melihat ke arah pintu secara serentak.

"Permaisuri, Jiraya-sama dan Uchiha-san, sudah datang, Yang Mulia," teriak seorang penjaga dari luar.

Senyum Minato mengembang mendengar pernyataan dari luar. Dengan tegas Minato menyuruh penjaga itu untuk membuka pintunya. Menunjukkan tiga orang yang dari tadi menunggu di luar. Seorang wanita cantik tersenyum dengan hangat melihat suami, dan Kakashi yang berada di ruangan tersebut. Jiraya hanya tersenyum tipis, dan Sasuke hanya melihat datar semua yang ada di depannya.

"Aku sudah menunggu kalian,"

.

.

.

Di daerah sekitar bangunan barat, Naruto dan Kiba sedang berjalan-jalan. Kiba tadi memang sengaja meminta Naruto untuk menemaninya menuju kamarnya. Walaupun sudah diberi kamar khusus, Kiba malah meminta kamar yang sama dengan para prajurit lainnya. Dia bilang kamar khusus itu terlalu luas, dan tidak nyaman untuk dihuni sendirian. Kiba terbiasa dengan kamar yang biasa saja, dengan banyak orang di dalamnya. Lebih ramai, lebih baik katanya.

Walaupun sebenarnya bukan itu tujuan sebenarnya.

Naruto maupun Deidara tau persis apa yang dimaksud Kiba dengan 'lebih ramai, lebih baik'. Selain memang karena Kiba lebih nyaman berada di sekitar banyak orang, Kiba juga sekalian ingin menyalurkan hobinya.

"Kira-kira prajurit disini ahli dalam berjudi tidak, Nar?" tanya Kiba sambil melihat-lihat.

Naruto mengalihkan perhatiannya pada Kiba. "Judi?" tanyanya bingung.

Kiba lupa. Naruto dengan segala kepolosan dan kebodohannya hanya tau cara membunuh moster, tidak dengan hidup di masyarakat, karena Naruto adalah anak kaisar yang otomatis dibesarkan dengan cara dididik sedemikian rupa tata krama—yang sayangnya tidak melekat.

Kiba menghela nafas sejenak untuk mencari kata-kata yang tepat. Sulit menjelaskan sesuatu dari otaknya yang memang setengahnya hanya berisi judi, kepada kepala Naruto yang isinya hanya monster.

"Judi itu... semacam permaian yang menyenangkan. Kau bisa mendapatkan apapun yang kau mau dengan judi." Ucap Kiba berbinar. Akhirnya dia bisa memberikan pengertian—yang kemungkinan—bisa dimengerti Naruto.

Naruto memandang Kiba takjub—jangan lupakan mata birunya yang bersinar, seperti berkata 'Hebat!'. "Benarkah? Judi bisa membuatku lebih kuat juga?" tanya Naruto berbinar.

Kiba menggaruk tekuknya bingung, "Mungkin," jawabnya ragu.

Aura berbinar dari Naruto dalam sekejap membuat Kiba—yakin—dia pasti buta sesudah ini.

"KALAU BEGITU, AJARI AKU!"

"Heh?! Ta-tapi...?"

"AKU AKAN MEMBERIMU APAPUN. TAPI, AJARI AKU!" ucap Naruto membara. Dalam sekejap memegang kedua tangan Kiba dengan erat. Mendekatkan wajahnya pada Kiba hingga hanya berjalak beberapa senti saja. membuat ekpresi Kiba menjadi sangat ganjil. Antara merona karena muka mereka terlalu dekat, dan... takut, karena mahluk polos di depannya ingin diajarkan sesuatu yang tidak baik. Dia tidak tau apa yang akan terjadi padanya, jika Deidara tau dia mengajarkan sesuatu hal yang buruk pada Naruto.

Uh, bahkan dia belum mau membayangkannya.

"Naruto,"

Fiuh... Kiba harus berterima kasih pada suara yang memanggil Naruto tadi.

Naruto memalingkan wajahnya. Melihat Iruka yang berdiri dibelakangnya dengan senyum tulus bertengger disana.

"Iruka-sensei!" Pekik Naruto beralih dari memegang tangan Kiba menjadi memeluk Iruka dengan erat. Iruka memeluk balik Naruto sambil terbahak. Naruto memang anak yang paling disayanginya. Terlebih anak Minato, Iruka seperti memiliki anak sendiri jika berdekatan dengan Naruto. "Aku merindukanmu, Iruka-sensei," ucap Naruto sedikit melonggarkan pelukkannya untuk melihat ekspresi Iruka.

Senyum manis yang bertengger disana membuat Naruto merona. "Aku juga merindukanmu, rubah kecil," jawab Iruka. "Kau tau, hampir setiap hari aku harus berpikir apa kau akan pulang ke sini atau tidak. Aku terlalu mengkhawatirkanmu," lanjutnya. Tatapannya sedikit nanar. Memberikan kesan yang memang sangat dramatis—tapi berbeda dari sudut pandang Naruto. Entah kenapa, Naruto seperti melihat kalau Iruka seperti berbicara, 'jangan pernah berani-beraninya kau kabur lagi dari kerajaan!'.

'Kami-sama, kenapa aku bisa mempunyai guru sepertinya!' pekiknya dalam hati. Bulu kuduknya merinding melihat tatapan nanar itu.

"Ja-jadi, a-ada apa Iruka-sensei kemari? Aku yakin, Iruka-sensei kemari bukan hanya untuk melihatku bukan?" tanyanya menyelidik.

Iruka terkekeh pelan, mengacak surai pirang itu dengan gemas. "Haha, kau memang pintar,"

"Jadi?"

"Minato-sama ingin kau bertemu seseorang,"

Naruto mengenyitkan dahinya, "Siapa?"

"Kau akan tau jika kau melihatnya sendiri. Di ruangan Minato-sama, tapi aku tak akan bisa menemanimu. Kau tau, kerjaanku terlalu banyak walau hanya untuk mengantarmu, bocah rubah,"

Dan Naruto hanya dapat melihat Iruka pergi dengan seenaknya. Meninggalkannya untuk berjalan kaki sendiri agar pergi ke ruangan yang paling tidak ingin dia datangi. Beberapa kali pergi ke ruangan itu, membuatnya ingin mengambil pedang dan menebas orang-orang yang ada disana dan membakarnya dengan 'api abadi'.

Tidak tau kah kalau dia benar-benar membenci Minato? Tapi orang itu malah selalu ingin dia berdekatan denganya.

"Kapan orang itu akan mati," gumam Naruto. Matanya yang berwarna shappire itu berkilat menjadi merah untuk beberapa detik. "...atau mungkin lebih baik dia saja yang membunuhku," lanjut Naruto memejamkan matanya dan menghela nafas.

Dilangkahkan kakinya pelan. Kiba sudah tidak tau entah kemana—mungkin pergi ke tempat para prajurit untuk bermain JUDI. Jadi, Naruto hanya sendirian. Beruntung memang. Karena Naruto belum mau Kiba tau tentang apa yang sebenarnya terjadi di kerajaan ini. apalai dengan jati dirinya yang sebenarnya.

.

.

Burung berwana putih saling berterbangan dengan teratur. Angin bertiup dengan hilir mudiknya manusia-manusia dengan segala aktivitasnya. Saling berbincang, anak-anak yang sedang bermain dengan berlarian, dan banyak aktivitas lainnya.

Seorang pemuda dengan rambut hitam legam memandang ke depan.

Pintu gerbang berwarna putih yang gagah.

'Pintu gerbang menuju kerajaan Bijuu.'

"Jadi ini tempatnya? Tidak buruk juga,"

Dan beberapa burung gagak ikut berterbangan bersamaan dengan burung kecil berwarna putih.

.

.

.

BRAK!

Semua orang yang berada dalam ruangan melihat ke arah pintu yang terdobrak dengan kencang. Mata berbeda warna itu melihat sosok berambut pirang yang sedang memandang mereka dengan tajam.

"Jadi? Ada apa kalian memanggilku kemari?"

Mata shappirenya melihat seorang laki-laki dengan rambut pirang—sama sepertinya—memandangnya tanpa takut. Berdecih pelan, Naruto melangkahkan kakinya masuk ke ruangan dengan wangi manis itu. Matanya melihat semua yang berada di ruangan satu persatu. Orang-orang yang dikenal—dan juga dibencinya.

Minato, Kakashi, Kushina, Jiraya, dan...

"...siapa dia?" tujuk Naruto pada Sasuke yang sedang memandanganya tanpa ekspresi. Naruto tau dia bukan manusia biasa. Bukan seorang bangsa bijuu—sama sepertinya. "Jadi kau memungut orang lagi?" tanya Naruto melihat Minato dengan pandangan menusuk dan menyeringai kecil.

Minato tersenyum dengan lembut. Kesabaran dalam hatinya memang benar-benar sedang diuji sekarang. Memilih anak yang tadinya memang baik hati, menjadi anak yang benar-benar benci padanya, menjadi penerusnya. Apa aku tidak salah memilih? Pikirnya dalam hati.

"Dia Uchiha Sasuke, orang yang akan terus bersamamu dan menjagamu, Naruto."

.

.

.

.

.

Tbc~

Hanya sekedar tester, apa disini masih ada yang ingat sama ficku yang dulu atau aku? Kalau memang ada yang berminat sama fic ini, aku sudah buat semuanya lebih rapih, tapi updatenya tunggu UN'ku selesai ya. Habis UN aku update semuanya sampai end, berhubung klimaks dan endingnya memang belum aku buat XDD

Ne, Loshi seperti biasa minta kritik dan sarannya readers dan reviewers^^ kalau bisa konkrit mengingat ini fic fantasi dan adventure, jadi aku mau buat serapih mungkin dari yang dulu^^

Mind to give me some review?