Suara gemerincing rantai, suara kulit dan daging yang saling menyatu dan suara teriakan seseorang membuatnya terbangun. Ia membuka sedikit mata kirinya untuk melihat siapa yang tengah berada di atasnya tapi nihil, pengelihatannya mengabur yang ia lihat hanya bayangan seseorang yang bergerak naik dan turun di atasnya. Ia bahkan tidak mendengar jelas suara erangan orang itu. Ia tidak bisa merasakan apapun.
Dengan mata yang setengah terbuka ia memperhatikan sekitar. Memperhatikan ruangan gelap dan dingin yang bahkan tidak memiliki jendela dan hanya ada ventilasi kecil juga sebuah pintu. Ia memiringkan sedikit kepalanya ke kiri, melihat bayangan pintu yang tidak jauh dari tempatnya. Ia ingin bangun dan berlari tapi tubuhnya terasa remuk, ia bahkan tidak bisa merasakan jari-jari tangannya.
Lama sekali ia memperhatikan pintu itu hingga dagunya dicengkram pelan dan memaksanya untuk menoleh lalu kemudian bibirnya yang sudah membengkak dan berdarah itu dilumat orang yang berada di atasnya. Kasar dan tidak sabaran. Ia tidak melawan dan membiarkan orang itu menjelajahi mulutnya. Dari menggigit kecil hingga gigitan kasar dan membuat bibirnya kembali berdarah.
Diam-diam ia bernafas lega ketika orang itu melepaskan pangutannya tapi belum berhenti sampai disitu. Orang itu menggigit kasar lehernya dan lagi-lagi ia tidak melawan. Ia hanya meringis dan kembali memasang wajah datarnya. Lalu sedetik kemudian orang itu memeluknya erat dan mengerang tertahan, dirasakannya tubuh orang itu bergetar dan dengan hentakan keras ia menurunkan tubuhnya bersamaan dengan cairan putih kental yang bahkan mengenai wajahnya.
Ia hanya bisa diam sambil memikirkan sudah berapa lama ia melakukan ini semua, sudah berapa lama ia terikat dengan tangan dirantai yang ditanamkan ke belakang ranjang berukuran queen size itu, sudah berapa lama ia terkurung di tempat yang bahkan ia tidak kenal, sudah berapa lama ia tidak merasakan udara luar, dan berapa lama lagi ia bisa bertahan hidup?
Dalam hidupnya ia sangat menyesal. Ia sangat menyesal mendengarnya bernyanyi. Ia sangat menyesal membiarkannya mendengarkan lagu lembut dan membuatnya berakhir seperti ini. Andaikan ia bisa bicara, ia ingin nyanyian itu membunuhnya langsung bukan menghisap kehidupannya secara perlahan.
"…Bunuh aku…"
Succubus Lullaby by Bola Salju
Main Cast: Seventeen Mingyu X Wonwoo X Exo Baekhyun
Other Cast:?
Genre: Drama, Romance, Psycho, Action, Fantasy.
Rating: EhemM!
WARNING! Yaoi, Boys Love, Shounen-Ai, Obsessive, Possesive, BDSM, DeathChara, Rape, OOC, Typos.
ALERT! BAGI ANAK DIBAWAH UMUR DAN TIDAK KUAT IMAN SILAHKAN TINGGALKAN HALAMAN INI DENGAN DAMAI, AUTHOR TIDAK BERTANGGUNG JAWAB DENGAN SEGALA KEADAAN YANG MENIMPA KALIAN SETELAH MEMBACA FF INI!
A/N: Semua cast milik tuhan, keluarga juga agensi mereka, plot cerita milik author.
#Chap 1
Saat itu sedang maraknya kasus penculikan. Baik penculikan anak-anak maupun orang dewasa, pria maupun wanita. Entah bagaimana caranya perlahan-lahan orang-orang menghilang. Polisi setempat bahkan bingung karena banyaknya orang hilang. Dan kemudian mereka menyimpulkan bahwa ini adalah kasus penculikan berencana, dikarenakan ciri-ciri orang yang diculik semuanya sama. Berwajah manis dan berambut coklat. Entah apa yang dicari sang pelaku dari orang berwajah manis dan berambut coklat. Dan anehnya lagi kebanyakan diberitakan bahwa yang hilang adalah pria-pria berusia muda dan punya bakat yang tinggi.
Tapi itu tidak menyurutkan Jeon Wonwoo untuk pergi bekerja dan pulang malam. Ia yang bekerja sebagai pelayan café di tepi jalan dekat dengan kawasan sekolah malah dengan santainya menganggap kasus tersebut sebagai angin lalu dan terus-terusan pulang malam karena menggantikan teman-temannya yang tidak berani piket hingga larut malam. Atau mungkin Jeon Wonwoo ini terlalu baik hingga menawarkan dirinya sendiri dimangsa para penculik? Siapa yang tahu.
"Wonwoo-ah, sebaiknya hentikan kebiasaan lamamu pulang malam itu. Kau tahu sendirikan kasus-kasus sama terus terjadi di sekitaran kota Seoul…" ujar seorang gadis berambut pendek dengan seragam maidnya pada Wonwoo yang tengah mencuci piring. Wonwoo meliriknya sebentar dan kembali berkonsentrasi pada pekerjaannya.
"Kau tidak takut kalau mereka menangkapmu Wonwoo? Menurutku kau ini benar-benar sasaran empuk." Lanjutnya lagi sambil duduk di bangku tidak jauh dari Wonwoo dan berhadapan dengan punggungnya.
"Kau mau aku diculik?" gadis itu terhenyak dan melemparkan lap meja pada Wonwoo.
"Tentu saja tidak bodoh! Aku mengkhawatirkanmu tau!" jawabnya sambil berdecak. Wonwoo berbalik setelah ia menaruh gelas terakhir di tempatnya dan menyentuh ujung rambutnya.
"Rambutku warnanya hitam, aku tidak punya bakat yang tinggi selain menyajikan teh atau kopi. Kurasa sebaiknya kau mengkhawatirkan dirimu sendiri Ri Yeon-ah, kau ini perempuan meskipun warna rambutmu juga hitam tapi wanita sangat mudah untuk ditangkap. Dan lagi kau ini seorang penuliskan." Timpal Wonwoo sambil memperhatikan gadis bernama Ri Yeon itu.
"Aku pulang naik motor tidak akan mudah ditangkap, kau sendirian dan jalan kaki. Perbedaan kita bagaikan langit dan bumi…" celetuk Ri Yeon membuat Wonwoo mengerutkan keningnya.
"Apakah itu kode kau ingin mengantarkanku pulang dengan motormu?" tanya Wonwoo dengan alis bertaut, gadis dihadapannya itu hanya mendesis dan bangun dari duduknya pergi meninggalkan Wonwoo entah kemana. Wonwoo menghela nafasnya dan merapihkan lengan kemejanya yang tadi ia gulung dan kembali melayani pelanggannya yang mulai memenuhi café.
Malamnya Wonwoo terkejut ketika di dapatinya Ri Yeon duduk di bangku pelanggan sambil menopang dagu dan melihat ke arahnya dengan pandangan malas.
"Mau sampai kapan kau berdiri disana? Cepat selesaikan pekerjaanmu lalu kita pulang!" katanya memerintah. Wonwoo menahan senyum dan mengangguk kemudian membereskan bangku dan meja sedangkan Ri Yeon memperhatikannya dari jauh.
Setelah semuanya selesai mereka akhirnya pulang berdampingan dengan berjalan kaki. Ri Yeon mengatakan bahwa motornya di bengkel dan itulah kenapa ia menunggu Wonwoo pulang.
"Jika penculik itu datang kau menjadi tamengku agar aku bisa lari." Ujarnya sambil mengepalkan tangannya ke udara, Wonwoo hanya memutar kedua bola matanya dan kemudian mengacak-ngacak rambut hitam yang sewarna dengan miliknya itu.
Beruntung jalanan sangat ramai saat itu. Hingga mereka berdua berjalan dengan santai dan mengobrol dengan tenang tapi baru saja Wonwoo dan Ri Yeon berpisah di perempatan jalan, dua mobil van berwarna silver berhenti di hadapan Wonwoo yang kontan membuatnya berhenti melangkah dengan kesal. Ri Yeon yang mendengar decitan rem mobil tersebut menoleh dan kontan berlari ketika dua orang berpakaian jas hitam membuka pintu mobilnya dan berusaha meraih tubuh Wonwoo. Semua orang disana menyaksikan bagaimana gadis bertubuh kecil itu menarik Wonwoo dan Wonwoo yang meronta menggapai tangan Ri Yeon. Dadanya mencelos dan matanya melotot, ia semakin berusaha keras menggapai tangan Ri Yeon yang sudah tergeletak di jalan setelah sebuah peluru menembus jantungnya. Ia tidak mendengar suara ledakan apapun karena pistol itu tertuju tepat di belakang punggung Ri Yeon di bagian jantungnya dan ditambah dengan peredam suara.
Semua orang disana bisa melihat bagaimana tubuh gadis berambut sebahu itu perlahan-lahan dipenuhi darah. Tangannya masih terulur mencoba menggapai mobil yang sudah menjauh dengan kecepatan tinggi. Ia memperhatikan sekitarnya dengan tatapan marah. Ia marah pada semua orang yang membantunya, meneriakan ambulance padahal polisi yang dibutuhkan. Ia membenci semua orang. Bahkan hingga nafas terakhirnya.
.
.
.
Wonwoo yang saat itu masih meronta meminta turun dan meneriakan nama Ri Yeon akhirnya diam ketika pistol di arahkan tepat di keningnya.
"Tuan besar tidak akan senang melihat mainannya rusak. Tutup mulutmu sebelum aku melemparkanmu ke sungai. Pacarmu itu pasti akan senang melihatmu di sana. Tapi sayang sekali, aku masih sayang nyawaku. Jadi biarkan tuan besar yang menghancurkanmu, apa kau mengerti tampan?" ancam pria berkacamata dihadapan Wonwoo sambil menyeringai lebar. Wonwoo akhirnya diam karena genggaman di kedua lengannya semakin mengerat akibat dua orang bertubuh besar mengapit tubuhnya. Ia tidak tahu akan dibawa kemana karena seluruh jendela mobil berwarna hitam dan ditutup rapat. Tubuhnya bahkan berkeringat karena pengapnya udara dan AC yang terhalang pria berkacamata.
Yang Wonwoo tahu mereka melewati jembatan layang dengan aliran sungai yang cukup deras, ia bahkan mendengar desiran angin dan daun dengan jumlah yang banyak saling bergesekan juga jalanan yang sepertinya banyak bebatuan. Dan Wonwoo yakin bahwa dirinya dibawa ke sebuah pedalam hutan.
Mobil akhirnya berhenti dan Wonwoo di tarik keluar dengan paksa. Ia benar-benar terkejut ketika dilihatnya banyak pria yang bernasib sama dipaksa menaiki sebuah truk besar seperti truk kepolisian dengan penutup di atasnya. Wonwoo bahkan terkejut melihat pria-pria yang dibawa benar-benar seperti yang diberitakan. Berwajah manis dan berambut hitam tapi dengan tambahan sangat menawan seperti para artis yang sering dilihatnya di TV. Tapi anehnya salah satu dari mereka bukanlah artis atau orang terkenal yang tampil di TV, mereka semua orang asing sama seperti Wonwoo.
"Sudah puas mengamat? Ayo naik sebelum aku menyeret kepalamu!" perintah pria bertubuh gendut sambil mendorong Wonwoo untuk naik ke atas truk. Wonwoo sangat yakin kalau ada beberapa dari pihak kepolisian yang bertanggung jawab karena ini, ia heran dan miris mengetahui bagaimana orang-orang yang seharusnya melindungi rakyatnya malah menghancurkannya perlahan. Dan benar saja sekelebat ia melihat dua orang berseragam tengah menerima uang berjumlah banyak sebelum pintu truk ditutup.
Wonwoo hanya diam dan mengamati satu persatu orang-orang disana, ada yang menangis, ada yang hanya diam dengan tubuh bergetar, dan ada yang diam dan bahkan tertidur. Wonwoo heran dengan orang yang santai padahal sudah jelas bahwa dirinya di bawa ke tempat asing dan entah akan jadi apa kalau mereka sudah sampai disana. Tapi sedetik kemudian Wonwoo mulai tidak peduli, pikirannya melayang mengingat bagaimana gadis yang hendak menolongnya itu malah terbunuh dengan cara seperti drama-drama dihadapannya. Wonwoo bahkan baru sadar kalau kelakuan mereka tadi benar-benar seperti drama-drama di TV. Ia tertawa tanpa suara, tubuhnya bergetar begitu juga dengan air matanya yang perlahan mengalir.
Truk akhirnya berhenti dan pintu terbuka lebar, semua orang disana terkejut ketika dilihatnya bangunan besar seperti pabrik berdiri tegak di hadapan mereka, dengan pria berseragam seperti pelayan mondar-mandir melewati mereka. Wonwoo sejenak teringat seragam pelayannya. Ia menyayangkan dirinya yang sudah berganti baju dan tidak membawa baju seragamnya. Padahal jika ia bawa mungkin ia bisa berpura-pura menjadi pelayan dan kabur. Begitu pikirnya.
Lama ia berpikir akhirnya ia tersadar bahwa dirinya di bawa masuk dan terkejut ketika melihat isinya. Wonwoo baru sadar akan menjadi apa ia nanti. Ia akan bernasib sama dengan mereka yang dikurung di penjara dengan keadaan telanjang bulat atau pakaian yang tidak terpasang dengan benar, dan lagi cairan putih kental ditubuh mereka membuat Wonwoo merinding dan dadanya berdegup kencang seketika. Wonwoo tersadar kenapa para pria ini diculik. Mereka dijadikan budak.
Wonwoo berpikiran untuk melawan tapi melihat beberapa dari mereka yang melawan berakhir dengan sengatan listrik di leher, Wonwoo mengurungkan niatnya.
"Penjara disini sudah penuh. Sebaiknya kau bawa saja sisanya kesana." Ujar salah satu pria dengan pakaian pelayan menunjuk pria gendut yang membawa Wonwoo. Pria itu mengangguk dan menarik Wonwoo ke ujung koridor yang paling sepi, ia membuka pintunya dan mendorong Wonwoo dengan keras, untungnya Wonwoo punya tingkat keseimbangan yang tinggi.
Wonwoo memperhatikan sekitar dan mengerutkan keningnya karena bau aneh yang menyengat di tempat itu. Dengan perlahan ia mendudukan dirinya di lantai penjara yang berjauhan dengan pintu penjara takut-takut ia ditarik keluar dan berakhir dengan pria yang tengah tertidur di kasur yang sayangnya hanya cukup untuk dirinya itu.
Tubuh pria itu tidak dibalut sehelai benangpun, dan lagi cairan putih kental menggenang dibawah bokongnya. Pria itu bergelung dengan diri sendiri mencari kehangatan dan Wonwoo yakin bahwa bertelanjang bulat di tempat seperti ini bukanlah pilihan yang bagus. Ia bahkan heran kenapa pria itu tidak memakai kembali bajunya yang tergeletak dimana-mana. Tapi melihat bagaimana kondisi pria itu mungkin saja dia adalah tahanan lama. Mungkin saja dengan memakai baju akan mempersulit siapapun yang mau bermain dengannya dan akhirnya ia memilih untuk tidak memakai bajunya sama sekali, atau mungkin ia dipaksa untuk kembali membuka bajunya. Wonwoo menghela nafas dan bangun dari duduknya, menghampiri pria itu sambil melepaskan jaket tebal dan panjang hingga melewati punggungnya. Dengan hati-hati ia menyelimuti pria itu dan tersenyum kecil ketika pria itu menaikkan jaketnya hingga ke lehernya.
Wonwoo tersentak ketika pria itu ternyata sudah membuka matanya dan melihat Wonwoo dengan tatapan lemah, ia mulai beranjak bangun dan Wonwoo dengan cepat membantunya tapi pria itu malah menepis tangan Wonwoo dan menatapnya dengan tatapan datar.
"Membantu orang lain dan bersikap ramah disini tidak akan membantu sama sekali." Bisiknya pelan dengan suara parau tapi masih terdengar jelas oleh Wonwoo. Wonwoo hanya diam memperhatikan pria itu bangun dan merapatkan jaketnya. Wonwoo mendengus melihat bagaimana pria itu jelas sekali membutuhkan bantuan, tapi karena sifat menjengkelkannya tadi akhirnya Wonwoo kembali duduk di tempatnya dan mencoba menjernihkan pikirannya. Bagaimanapun caranya ia harus kabur dan melaporkan semuanya pada polisi. Begitu pikirnya.
"Si tua itu sudah kehilangan seleranya pada pria berambut coklat ternyata? Pintar sekali ia memilih orang…" celetuk pria itu sambil tertawa dengan nada meremehkan, Wonwoo yang tengah memeluk lututnya sendiri mendongak dan mengerutkan keningnya melihat bagaimana santainya pria dihadapannya.
"Jangan menatapku seperti itu anak muda, aku tidak suka di kasihani," ujar pria itu sambil tersenyum ramah. Wonwoo mengerjapkan matanya aneh, pria yang tadinya menolak bantuannya tiba-tiba saja tersenyum ramah dan lembut seperti itu. Atau mungkin pria dihadapannya itu sudah tahu bahwa jaket yang ia pakai adalah jaket milik Wonwoo?
"Aaah, aku lapar…" keluh pria itu sambil mengusap perutnya, ia kemudian menoleh pada Wonwoo. "Kau lapar?" tanyanya, Wonwoo menggeleng pelan dan menopang dagunya pada lututnya lalu memejamkan mata. Mengabaikan pria itu yang berteriak meminta makan di depan sel mereka.
"Sial, aku jadi seperti anjing disini…" gumam pria itu yang masih terdengar Wonwoo. Pria itu kemudian berjalan menghampiri Wonwoo dan duduk dihadapannya. Wonwoo membuka mata kirinya sedikit sekedar mengintip apa yang dilakukan pria itu.
"Perutku sakit…" ujarnya berbisik, Wonwoo akhirnya membuka matanya dan menegakkan tubuhnya.
"Pakai saja wcnya aku tidak keberatan." Kata Wonwoo sambil melirik satu-satunya wc yang berada di dalam ruangan tersebut. Pria itu menoleh ke arah yang sama dan mengerang.
"Aku tidak mau." Jawabnya sambil mengerutkan keningnya jijik.
"Terserah kau…" timpal Wonwoo sambil mengangkat bahunya acuh dan kembali ke posisinya semula tapi tidak memejamkan matanya, ia malah memperhatikan pria itu yang terus saja memegangi perutnya yang sedikit besar dan terus meringis kesakitan.
"Kau yakin tidak keberatan?" Wonwoo mengangguk mantap dan menghela nafasnya, tapi pria itu tidak bangkit dari duduknya dan malah menekuk lututnya hingga ke dada dan memasukan jari telunjuknya ke dalam lubang miliknya. Wonwoo kontan tersentak dan menahan gerakan ambigu pria itu,
"Apa yang kau lakukan?!" bentak Wonwoo panik, pria itu malah mengerutkan keningnya dan menatap Wonwoo heran.
"Kau bilang tidak keberatan?" tanya pria itu polos dan malah melanjutkan apa yang tadi ia lakukan sedangkan Wonwoo, dengan susah payah menahan tangannya.
"Kau gila? Jika kau melakukan itu nanti… nanti akan tercecer kemana-mana!" ucap Wonwoo ngeri membayangkan apa yang terjadi, Wonwoo memang bukan tipikal orang yang mudah jijik tapi melihat sesuatu yang mengerikan seperti itu, Wonwoo harus berpikir dua kali.
"Apa maksudmu berceceran? Inikan memang sudah berceceran. Kalau kau tidak suka tutup matamu atau balik badan sana." Suruh pria itu sambil semakin menekan telunjuknya ke dalam lubangnya, tangan Wonwoo yang tengah menggenggam tangan pria itu tersentak karena ia juga merasakan bagaimana pria itu memaju mundurkan tangannya. Ia dengan cepat menyingkirkan tangannya namun pria itu malah menahan tangannya.
"Diam, ini salahmu karena mengangguku. Jadi kau harus membantuku juga mengeluarkannya." Wonwoo melotot dan susah payah menarik lengannya sendiri, tapi cengkraman pria itu begitu kuat hingga pria itu dengan keras dan sedetik kemudian Wonwoo bisa merasakan sesuatu yang mengeras berdiri tegak di telapak tangannya yang basah karena keringat.
"Nah, selagi aku mengurus ini kau mengurus yang disini…" ujar pria itu semakin menekan tangan Wonwoo ke benda yang menegang miliknya. Tubuh Wonwoo mendadak merinding, ia tahu kalau dirinya pasti akan berakhir sama dengannya tapi kalau secepat ini…
"Y-ya… hentikan…" bisik Wonwoo, ia benar-benar merinding sekarang. Perutnya terasa mual tapi ada sensasi aneh di dalamnya. Pria itu menghiraukan Wonwoo dan terus melakukan kegiatannya, Wonwoo bahkan tidak kuat melihat ekspressi pria itu yang menggigit bibi bawahnya dengan wajah yang memerah.
"Perutku akan terus sakit jika tidak mengeluarkannya dan lagi, aku tidak sudi di dalam diriku ada sperma miliknya…" dada Wonwoo mencelos seketika. Setelah diperkosa pun Wonwoo harus menerima sperma pria? Wonwoo harus benar-benar keluar dari tempat ini.
Wonwoo mengerjapkan matanya ketika mendengar pria itu mendesah tertahan. Perut Wonwoo rasanya benar-benar terlilit sekarang. Wonwoo menelan ludahnya sendiri dengan susah payah, ia gugup tentu saja. Dan takut.
"A-apa yang kau lakukan?" pria itu menatap Wonwoo dengan mata setengah terbuka, ia tersenyum kecil dan menunduk melihat hasil kerjanya. Wonwoo dengan otomatis melihat arah pria itu dan tersentak ketika melihat banyaknya cairan putih yang keluar dan perutnya juga terlihat mengecil sekarang.
"Sudah cukup…" gumamnya terengah-engah, Wonwoo menarik lengannya perlahan dan ragu-ragu, ia menatap pria itu dengan tatapan heran, takut, aneh dan iba. Melihat pria itu bersusah payah mengeluarkan sesuatu yang bahkan tidak seharusnya berada di dalam perutnya benar-benar membuat Wonwoo kasihan. Tanpa sadar Wonwoo mengulurkan tangannya dan mengusap lembut surai coklat keemasan milik pria itu.
"Kita akan keluar dari sini tenang saja…" ujar Wonwoo membuat pria itu terdiam. Pria itu mendengus geli dan kemudian tersenyum kecil lalu mengangguk.
"Jika kau mau keluar dari sini, pertama-tama hal yang harus kau lakukan adalah mengorbankan seseorang…" ujar pria itu membuat Wonwoo melotot. Pria itu terkekeh dan menyentuh pipi Wonwoo.
"Kau orang baik, aku tahu itu. Kau pasti akan dengan senang hati tinggal disini dan menjadi boneka seumur hidup pak tua itu dan membiarkanku pergikan?" tanya pria itu lembut setengah berbisik. Wonwoo menatap pria itu tidak percaya tapi sedetik kemudian ia tersenyum dan mengangguk.
"Aku akan memikirkan cara untuk kita keluar dari sini, tapi sebelum itu sebaiknya kau pakai dulu bajumu. Jaketku saja tidak akan cukup menahan dinginnya malam…" jawab Wonwoo sambil merapatkan jaket miliknya di tubuh mungil pria itu. Pria itu hanya diam dan diam-diam ia menatap Wonwoo dengan pandangan takjub.
Mereka berdua tersentak ketika seorang pria gendut berpakaian kepolisian masuk ke dalam sel dan menyambar tangan Wonwoo kasar. Wonwoo mengerutkan keningnya ketika ia dengan jelas mendengar suara pria itu terengah-engah dan lagi kalau tidak salah liat pria ini berliur?
"Aku mendengar ada anak baru disini. Jadi aku datang untuk memeriksamu anak baru…" ujarnya sambil mengendus leher Wonwoo. Wonwoo yang lebih tinggi darinya itu meronta dan bahkan memukul wajah pria itu hingga pria itu terdiam.
Tanpa banyak bicara pria itu mendorong Wonwoo keras hingga mereka berdua terjengkang dan langsung menyerang Wonwoo dibagian leher. Dicengkram dan diangkatnya kedua lengan Wonwoo ke atas kepalanya. Wonwoo terus bergerak dan menendang-nendang angin, ia bahkan bisa merasakan sakit di kedua pergelangan tangannya.
"Tuan…" panggil pria itu sambil mengalungkan lengannya di leher pria gendut itu. Pria gendut itu kontan berhenti dan Wonwoo juga berhenti. Ia menoleh hingga bibirnya langsung bertemu dengan bibir pria itu. Wonwoo bisa melihat jelas bagaimana pria gendut itu melumat kasar pria yang kini berada di bawahnya. Wonwoo bersyukur karena bukan dirinya lah yang harus merasakan liur pria gendut itu, tapi Wonwoo tersadar bahwa pria itu mengorbankan dirinya untuk Wonwoo.
Pria itu jelas merasakan tatapan Wonwoo, ia membuka matanya dan menatap langsung ke mata Wonwoo lalu melirik ke arah pintu yang tidak terkunci. Wonwoo menatap pintu dan pria itu bergantian. Ia kalut hingga berdiripun rasanya sulit. Hingga semuanya terasa begitu cepat.
Pria gendut itu dengan kasar menghantam benda miliknya ke dalam pria itu, dengan keras ia memaju mundurkan pinggulnya sedangkan pria itu menungging dan mencengkram erat jaket milik Wonwoo.
"Ohohohoho… kau lihat anak baru, setelah ini kau yang akan merasakan kenikmatannya benarkan manis?" ujar pria gendut itu, pria itu tidak menjawab dan terus mengerang. Wonwoo yang masih dalam posisi tidur hanya menatap horror ke arahnya. Ia tersentak ketika pria itu mengulurkan tangannya dan menyentuh pipi Wonwoo.
"…pergi…" bisiknya, Wonwoo menggeleng pelan. Matanya memanas, dadanya terasa sesak. Ia sudah kehilangan satu orang berharga, ia tidak mau kehilangan orang lain lagi yang bahkan tidak dikenalnya. Wonwoo pada akhirnya hanya diam memperhatikan pria itu dengan brutal memperkosa pria dihadapannya. Wonwoo seorang pria, tapi entah kenapa ia merasa lemah. Ia bahkan terlalu takut untuk sekedar menghajar pria gendut itu. Dan lagi seragam itu. Seragam yang seharusnya suci karena kepahlawanan sekarang ternoda karena kebrengsekan orang itu.
Pria itu berteriak ketika pria gendut itu menghantamkan keras pinggulnya dan Wonwoo bisa melihat jelas cairan putih yang baru saja keluar sekarang bahkan menetes karena terlalu banyak menampung. Dengan kasar pria gendut itu mencabut miliknya dan membiarkan pria itu terkapar di lantai. Ia kemudian menghampiri Wonwoo tapi kakinya ditahan hingga ia menunduk melihat pria itu.
"Pakai aku… tinggalkan dia sendiri…" ucapnya memelas sambil berusaha bangkit. Wonwoo menggeleng pelan ketika pria gendut itu menidurkan pria itu dan kembali memasukkan miliknya ke lubang pria itu. Tapi sebuah ledakan mengurungkan niatnya. Pria gendut itu menoleh dan berdecak mendorong kasar pria itu lalu membetulkan celananya. Dengan tergesa-gesa ia keluar dan bahkan beruntungnya lupa menutup pintu hingga Wonwoo dengan cepat berdiri dan membantu pria itu untuk lari.
"Sudah kubilang korbankan seseorang… aku hanya akan memperlambatmu…" ujarnya sambil menepis tangan Wonwoo, Wonwoo mengabaikannya dan mengangkatnya ke bahunya seperti mengangkat karung beras lalu berjalan dengan sedikit limbung karena beratnya pria itu.
"Turunkan aku, aku ini bukan karung beras tau!" perintahnya namun lagi-lagi diabaikan Wonwoo, ia terus berjalan cepat dan melihat keadaan sekitar.
"Sudah kubilang turunkan aku!" ucap pria itu meninggi sambil menendang dada Wonwoo hingga membuatnya terjatuh dengan lutut membentur lantai. Pria itu dengan cepat turun dari gendongan Wonwoo dan menatapnya khawatir.
"Mian, aku tidak sengaja. Tapi yang lebih penting lagi sebaiknya kita lari…" ucap pria itu sambil menarik Wonwoo. Ia hanya diam dan membiarkan dirinya ditarik. Dada Wonwoo berdegup kencang ia tidak sabar untuk keluar, ia tidak sabar untuk kembali menjalani aktivitasnya. Bekerja dan juga bertemu dengan gadis bernama Ri Yeon itu.
Tapi seperti di film-film semua itu butuh pengorbanan. Mereka ketahuan oleh salah satu penjaga saat berbelok dan membuat mereka mau tidak mau berlari dan berbalik arah. Suara teriakan dan langkah kaki berlari terdengar. Wonwoo seketika panik dan bahkan langsung putus asa, tapi genggaman pria itu menguat membuat Wonwoo sadar kalau ia tidak sendirian. Wonwoo harus mengeluarkan pria ini.
Mereka akhirnya berhenti ketika di depan mereka terdapat jalan buntu dan hanya ada lubang kecil yang muat satu orang dan sepertinya dibuat oleh tahanan disana. Pria itu menepuk pundak Wonwoo dan mendorongnya untuk masuk terlebih dahulu sedangkan para penjaga itu benar-benar sudah mendekat.
"Seperti di film-filmkan eheheheh, nah sepertinya kau benar-benar tidak cocok disini. Dengan wajah tampanmu kau malah akan terbunuh dengan cepat, sedangkan wajahku ini manis dan cantik. Kau duluan pergi aku akan menyusul." Ucap pria itu sambil tertawa pelan, Wonwoo tidak suka itu dan langsung mendorong pria itu hingga masuk ke dalam lubang kecil tersebut. Pria itu kontan kaget dan melotot, ia yang kini sudah berada di luar penjara dengan cepat menggapai tangan Wonwoo yang menghalangi para penjaga.
"Ini bukan film action, kau ini bukan pemeran utamanya. Cepat keluar!" teriak pria itu dan menarik Wonwoo. Wonwoo mendengus dan merunduk untuk masuk ke dalam lubang. Tapi tiba-tiba saja ia mengerang ketika dirasakan sesuatu yang tajam menembus paha bagian belakangnya.
"Itu pisau beracun! Sebaiknya cepat!" teriak pria itu. Wonwoo menghela nafas dan menenangkan dirinya lalu berlari dengan kencang mengabaikan rasa sakit yang semakin menjalar ke seluruh tubuhnya ditambah lagi kepalanya pusing dan perutnya terasa mual dan panas.
Mereka terus berlari hingga ke dalam hutan dan akhirnya berhenti ketika dirasa sudah cukup jauh.
"Kakimu…" gumam pria itu sambil memperhatikan darah yang terus mengalir dari kaki Wonwoo. Wonwoo bahkan tidak mencabut pisau berukuran sedang tersebut dari kakinya. Dengan nafas terengah-engah Wonwoo mencabut pisau tersebut sekaligus dan memberikannya pada pria itu.
"Siapa tau berguna," kata Wonwoo, pria itu terdiam ia menghela nafasnya untuk menstabilkan deru nafasnya.
"Siapa namamu?" tanya pria itu sambil menyobek kaos berwarna biru milik Wonwoo dan mengikatnya pada luka Wonwoo.
"Jeon Wonwoo, seorang pelayan café." Jawab Wonwoo masih terengah-engah ia menyandarkan punggungnya ke pohon dan memejamkan matanya.
"Kau, siapa namamu?" tanya Wonwoo dengan suara lemah. Pria itu memperhatikan wajah Wonwoo yang memucat dengan tangan kanannya ia menutup mata Wonwoo. Tiba-tiba saja Wonwoo mendengar gumaman nada yang lembut. Ia membuka matanya namun gelap karena telapak tangan pria itu yang menghalanginya. Jadi ia putuskan untuk kembali memejamkan matanya dan semakin terbuai oleh suara lembut dari lagu yang ia tidak kenal. Tapi telinganya masih mendengar samar-samar suara teriakan dan langkah kaki berlari. Ia sudah tidak peduli jika ia tertangkap. Ia terlalu lelah, bahkan ketika tubuhnya terangkat dari tanahpun yang hanya ia ingat adalah senandung nada lembut pria itu.
TO Be Countinue.
Karena writerblock malah dapet ide beginian-_- maafkan aku reader-ssi. Tapi bagaimana dengan pairing baru kita ini? Fufufu author emang paling demen masang-masangin bias, oh dan gadis bernama Ri Yeon itu OC loh anggap saja dia itu siapa gituu… dia bukan pemeran utama kok lagipula dia udah mati bahkan di episode pertama*ketawa evil* ngomong-ngomong pria itu belum menyebutkan namanya ya—sudahlah abaikan/? Dan kok kenapa cepet banget bisa kabur? Bakalan di bahas kok tenanggg. Oke-oke sampai jumpa di chapter selanjutnya '-')/
