Desa asing di perbatasan Desa Kumogakure
Tampak delapan shinobi konoha yang berjalan pelan sebelum memasuki desa setempat. 4 shinobi perempuan dan 4 shinobi laki-laki. Yap.. keempatnya merupakan pasangan kekasih, sebenarnya suatu kebetulan yang menyenangkan keempatnya ditempatkan dalam satu misi dalam waktu bersamaan. Sejujurnya permintaan misi seperti ini kian jarang mereka dapatkan, tepatnya sejak 3 tahun perang dunia shinobi ke 4 berakhir, yang pahlawannya berada di salah satu dari mereka berdelapan— Ups.. maaf, karena ke-delapan orang ini juga turut andil dalam perang tersebut maka mereka juga termasuk pahlawan dunia shinobi—oke, kembali.
Dan sekarang mereka sedang singgah ke desa ini sekedar untuk beristirahan dan mengisi kembali persediaan bekal makanan sebelum melanjutkan perjalanan ke arah Tenggara.
"Tapi, aku yakin 100% ini akan jauh lebih menyulitkan daripada misi kita sesungguhnya." Celutuk Neji.
"Yah.. kau benar." Sai meringis.
Tepat, setelah mereka menginjakkan ke desa itu..—
.
"KYAAA...! NARUTO-SAMAA...! NEJI-SAMAA...! SAI-SAMA...!"
"KYAA...! UCHIHA SASUKE-SAMA...!"
"HYUUGAA NEJI-SAMA...!"
.
.
CONTINUE OR END..?
Author : LydiaSyafira
Naruto © Masashi Kishimoto
Story © lydiasyafira
Warning : OOC, Canon setting— kecuali bagian Nejiten, anggep aja lanjutan film Naruto The Last #plak, typo bertebaran :v
Pair : Nejiten, Sasusaku, Naruhina, Saiino.
~Happy Reading~
.
.
Setelah teriakan serupa yang terus melengking keempat pemuda itu—Sai, Neji, Sasuke, Naruto—langsung menjadi pusat perhatian, dan tak lama setelah itu, lautan manusia langsung menghambur memenuhi seluruh ruang yang tersisa di sekeliling keempat pemuda itu. Kemana perginya keempat kunoichi itu? kenapa mereka tak marah mendapati kekasih mereka menjadi pusat perhatian gadis-gadis itu? terlebih Naruto yang justru tengah tersenyum lebar menanggapi satu persatu perhatian yang ditujukan kepadanya.
"Yah.. mau bagaimana lagi?" Ino berujar sambil berjalan menjauhi kerumunan itu bersama tiga kunoichi lainnya.
"Haah~ mereka memang populer sejak akhir perang dunia Shinobi, apalagi setelah misi 'romantis' Naruto dan Hinata tempo hari itu." Sakura terkikik geli seraya menyenggol sikut Hinata. Yang disenggol hanya menunduk menutupi rona merah yang tiba-tiba menjalar di permukaan wajahnya.
"Sa-Sakura.." ucap Hinata.
"Haha.. Selain itu, yah.. malas mengakuinya, tapi wajah mereka juga lumayan tampan. Tak heran bila mereka cepat populer, bahkan di desa kecil di perbatasan begini." Ucap Tenten sambil memandang langit di atasnya. Mereka berempat terus berjalan mencari toko kelontong yang menjual bahan-bahan makanan untuk mengisi perbekalan mereka.
"O-ouuww... perasaanku saja atau memang itu terdengar seperti 'Tentu saja Neji populer, wanita sehat mana yang bisa menolak pesona pria tampan seperti dia?'.." cecar Ino membuat tawa Sakura dan Hinata meledak saat itu juga. Begitu pula Ino sendiri. Wajah Tenten seketika memerah seperti kepiting rebus.
"H-Hei..! Te-Tentu saja bukan..! B-Baka..!" elak Tenten yang berusaha menutupi rona merah wajahnya, sehingga ucapannya menjadi terbata-bata.
"Hihi.. tak kusangka gadis tomboi dan manis seperti Tenten-san bisa luluh dengan pesona Neji nii-san. Entah kenapa aku ingin Neji nii-san melihat raut wajah menggemaskan Tenten-san saat ini" ucap Hinata tak menutupi raut gelinya.
"Hi-Hinata? Bahkan kau ikut-ikutan juga..? huhh..ini gara-gara kau Ino..!" Tenten memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Ah ya, ngomong-ngomong, kau tidak marah melihat Naruto tersenyum lebar menanggapi gadis-gadis disana, hinata?" ujar Sakura seraya menunjuk ke arah kerumunan tadi. Hinata mengikuti arah jari Sakura, begitu pula dengan duo pirang-cepol yang sempat adu mulut karena masalah sepele tadi.
Hinata tersenyum tipis menanggapi ucapan Sakura.
"Hinata..?" tanya Sakura.
"Aku hanya ingin memahami Naruto sedikit demi sedikit," Pandangan Hinata menerawang menatap Naruto di tengah-tengah kerumunan itu. Ketiga temannya masih setia menunggu kelanjutannya, "Bukankah ia sudah lama ingin diakui oleh semua orang? Ingin disadari keberadaannya oleh semua orang? Kini ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia juga terlihat bahagia dikelilingi oleh orang-orang yang mengakui nya. Mana mungkin aku tega merusak kebahagiaannya hanya karena sebuah ego sesaat yang kurasakan.. ne?" Hinata menatap kearah Sakura, Ino, dan Tenten bergantian. 'dan.. aku juga percaya Naruto-kun akan tetap menjaga perasaannya padaku sampai kapanpun." Lanjut Hinata dalam hati.
Sakura mendengus maklum seraya merangkul pundak Hinata disusul kikikan dari Tenten dan Ino.
"Beruntung sekali bocah Kyuubi itu memilikimu Hinata..." ujar Tenten.
"Yosh..! disana ada toko.. bagaimana kalau kita kesana untuk membeli bahan makanan?" ucap Sakura
"Baiklah ayo masuk ke sana."
~(^w^)~
ZRASSHHH...
Hujan deras tiba-tiba mengguyur desa ini, semua penduduk segera mencari tempat berteduh, termasuk keempat pemuda yang baru saja terlepas dari dari kepungan penggemar yang bahkan 1000x lebih berbahaya dari Madara Uchiha—oke itu berlebihan.
"Tch.. basah!" gerutu Sasuke sambil tetap berlari.
"Yah.. Kau benar, apalagi kita belum membeli apapun untuk perbekalan kita." Sahut Neji di belakangnya.
"Bicara tentang 'kita', ngomong-ngomong dimana mereka berempat? Sejak para gadis itu berdatangan aku terpisah dari Hinata-chan." sambung Naruto. Tiba-tiba terdengar suara pekikan tertahan dari seseorang di belakang mereka, sontak membuat ketiganya menoleh.
"Ada apa, Sai?" tanya Neji.
Sai hanya membulatkan matanya dan menatap depan dengan pandangan kosong. 'INO..! MATI AKU..! batinnya.
"Oi Sai! Mau sampai kapan kau disana? hujan semakin deras, bodoh!" teriak Sasuke dari depan sebuah kedai ramen.
"A-ah! Aku akan kesana!"
Sai beranjak dari sana dan mengikuti teman-temannya masuk ke kedai ramen itu. Tubuh mereka basah kuyup. Kimono putih neji yang basah itu tampak tembus pandang, sehingga tubuh bagian atasnya yang bidang dan otot-otot yang terbentuk sempurna itu terlihat jelas dari luar, beberapa rambut panjangnya tampak menempel di sisi wajahnya menambah kesan sexy bagi siapapun gadis yang melihatnya. Hal yang sama terjadi pada Sasuke, wajahnya yang dingin ditambah sorot matanya yang tajam ternyata jauh lebih menarik saat rambutnya basah karena hujan, poninya yang panjang tampak menutupi sebelah matanya tanpa mengurangi kesan cool dalam diri pemuda itu. Naruto nampak mengibas-ngibaskan rambutnya hingga beberapa tetes air terciprat kemana-mana, setelah itu senyum lebar tersungging di bibir bocah Uzumaki tersebut. Sai? Ia adalah yang paling basah diantara mereka berempat, dengan gerakan kilat ia melepas ikat kepalanya dan mengibas-ngibaskan rambutnya persis seperti apa yang Naruto lakukan. Bedanya, ia hanya tersenyum sekilas setelah itu.
Teriakan kembali terdengar dari dalam kedai, tentu saja keempat pemuda itu sadar betul jika penampilan mereka saat ini sangat menarik perhatian mereka. Tapi tolong garis bawahi, mereka bukan melakukan itu untuk tebar pesona. Keempat Shinobi itu mulai berjalan diiringi teriakan-teriakan fangirls di dalam kedai itu. Namun, tiba-tiba saja suara-suara itu lenyap seketika... setelah sebuah suara familiar menyapa gendang telinga Sai.
"Dasar bodoh."
Suara itu? Ino?! Tidak salah lagi! Sai segera mendongak dan mendapati wajah garang kekasihnya yang berdiri tak jauh darinya dengan tangan yang meremas kuat sehelai kain yang dibawanya.
"I-ino..?" ujar Sai terbata, apalagi saat melihat Ino berjalan cepat ke arahnya. Ia memejamkan matanya reflek. Tapi,
Pluk..Sruk..sruk..
Eh? Sai membuka matanya saat menyadari ada sebuah benda yang mengusap kepalanya.
"Walaupun ini hanya hujan biasa, tapi jika tubuhmu basah begini kau bisa sakit, baka!" ucap Ino yang masih serius mengusap kepala Sai untuk mengeringkan helai-helai rambutnya. Tinggi Sai yang melampaui tinggi badan Ino, membuatnya sedikit berjinjit.
Mata Sai membulat sempurna. Terasa olehnya nafas Ino yang teratur menerpa wajahnya, dan juga tangan halus Ino yang telaten mengeringkan helaian rambutnya. Entah terdorong oleh insting atau apa, tiba-tiba ia menggenggam pergelangan tangan Ino dan mulai menundukkan wajahnya.
"Ada ap—"
Cup!
Kejadian sepersekian detik itu sontak membuat seluruh orang di kedai itu terperangah, bahkan teman-temannya, oh dan jangan lupakan sang korban, karena ia sendiri juga sama terkejutnya. Sai berkata lirih di telinga Ino,
"Salahkan wajah manismu yang membuatku tak bisa menahan diri untuk mencium bibirmu." Lalu seringai terbit di wajah Sai. Rona merah dengan cepat merambat di wajah bak boneka barbie milik Ino.
"Ekhm...! apa sudah selesai? Kami kedinginan ngomong-ngomong." Sindir Neji. Keduanya reflek menepi dari pintu masuk.
"A-ah... gomen, Neji-kun, hehe" ujar Ino.
"Hn."
Lalu mereka masuk ke dalam kedai dan duduk di meja yang sama dengan para kunoichi itu. Sepertinya tak ada yang seheboh Ino dengan berjalan menghampiri Sai tadi, karena kenyataannya ketiga kunoichi itu—kecuali Ino—nampak tenang, bahkan kelewat tenang saat kekasih mereka—ingat penampilan mereka—mulai duduk di hadapan mereka. Sedikit pengecualian untuk Hinata, karena gadis Hyuuga satu itu nampak menatap Naruto dengan pandangan khawatir namun tak memiliki keberanian lebih, bahkan hanya untuk menanyakan keadaan Naruto.
Terdengar helaan nafas dari Sakura.
"Kalau saat ini berada di desa, aku tak akan mengizinkan kalian duduk dihadapan kami" ujar Sakura.
"..." tak ada sahutan apapun, tapi Sakura yakin ada tatapan tajam yang diarahkan padanya. Siapa lagi memangnya? Tentu saja sang Prodigy Uchiha satu itu. Sakura menoleh ke arah Sasuke, begitu pula sebaliknya. "Maaf..? apa kau memiliki alasan untuk itu, Sakura?"
Bohong bila ia menganggap penampilan Sasuke tak menarik sama sekali, karena faktanya Sakura langsung menatap ubin begitu iris emeraldnya bersiborok dengan onyx pemuda itu. Alih-alih berusaha tenang, gadis itu menutupinya dengan berdehem. Dan kembali menatap iris legam tersebut.
"Ehm.." ia masih menatap pemuda itu, seulas senyum tipis menghiasi bibir ranumnya. Kemudian iris emerald teduhnya melirik sekilas ke arah para pelanggan lain. Berusaha memahami maksud Sakura, Sasuke mengikuti gerak iris Sakura. Lalu ekor matanya menangkap tatapan-tatapan tajam para pengunjung—terutama wanita—yang diarahkan pada empat kunoichi itu, beberapa dari mereka bahkan berbisik-bisik tentang mereka. Jadi kesimpulannya.. yah.. kurasa siapapun akan langsung paham situasi dan kondisi ini termasuk ketiga kawannya yang sepertinya juga memikirkan apa yang Sasuke pikirkan. Terlebih bila hal ini terjadi di Konoha. Sasuke kembali menatap lekat wajah ayu Sakura yang kembali melihat-lihat daftar menu.
"Saku—"
Bwuoshh...! secara tiba-tiba Tenten membuka gulungannya untuk mengeluarkan sesuatu, dan itu menarik perhatian teman-temannya.
"Pakailah ini untuk sementara. Aku tidak tahu ukuran kalian, tapi kupikir ini jauh lebih baik daripada mengenakan pakaian basah seperti itu." ujar Tenten seraya memberikan empat stel kimono tradisional laki-laki berwarna putih—yang semua ukurannya sama—pada mereka berempat.
"Terima kasih." Ujar Neji saat menerima kimono itu dari Tenten. Senyum manis terulas dibibir Tenten,
"Sama-sama.."
# # #
Sembari menunggu keempat laki-laki itu, para kunoichi disana sedikit membahas mengenai misi yang akan mereka jalani nanti. Bukan tanpa alasan tentunya, Hokage keenam menugaskan mereka berdelapan yang notabene jounin-jounin elit Konoha untuk ditugaskan dalam satu misi bersama. Melihat jumlah mereka yang cukup banyak—8 orang—bisa dipastikan musuh mereka kali ini cukup kuat. Misi mereka adalah untuk mendamaikan dua clan besar yang saling berseteru. Saking besarnya clan mereka, masing-masing dari clan itu mendirikan desa kecil yang letaknya berdekatan namun masih berada di wilayah perbatasan desa Kumogakure. Pihak Kumogakure sendirilah yang meminta bantuan pada Konoha, awalnya mereka mengabaikan kejadian itu karena dianggap tak akan mengancam penduduk desa, lagipula itu hanya perang antar desa kecil yang tak ada apa-apanya dibanding desa Kumogakure. Namun, semakin lama dibiarkan ternyata perang tersebut sudah merambah hingga sepersepuluh dari luas wilayah desa Kumogakure. Tentu saja hal itu membuat sang Raikage menelan ucapannya kembali. Untuk itulah mereka berdelapan ditugaskan dalam misi perdamaian ini. Mereka harus ekstra hati-hati karena informasi mengenai masing-masing clan itu sendiri sangat sedikit yang bisa diketahui, jurus-jurus andalanan masing-masing clan, letak tempat dan kondisi lingkungannya, dsb. Salah-salah, nyawa mereka taruhannya.
"Ini pesanannya nona, 8 mangkuk ramen ekstra daging, dan 8 gelas Ocha hangat." Ujar seorang pelayan.
"Ah.. terima kasih, kau bisa letakkan disana." balas Hinata ramah. Kemudian Ino melirik ke arah Tenten yang nampak membaca gulungan misi yang diberikan Hokage-sama.
"Ngomong-ngomong Tenten, bagaimana menurutmu tentang misi nanti?" tanya Ino.
"Menurutku faktor geografi dan keadaan lingkungan disana sepertinya harus lebih diperhatikkan, karena bagaimanapun elemen dasar dari masing-masing clan tersebut pasti tak jauh-jauh dari tanah. Sementara ¾ wilayah itu berupa dataran dan sisanya perairan," ujar Tenten. Hinata, Ino, dan Sakura mengangguk paham dengan analisa Tenten. Harus mereka akui kemampuan analisa Tenten jauh lebih baik dari mereka bertiga. "Tak menutup kemungkinan, mereka sudah menyiapkan beberapa jebakan bagi siapapun yang memasuki wilayahnya. Bahkan hewan liar sekalipun, untuk mengantisipasi serangan mendadak yang mungkin akan dilancarkan musuh. Jadi, jangan sampai kita terkena jebakan-jebakan itu.. mengerti?—"
"Sangat mengerti."
"Analisa yang cukup bagus."
" Woaa! Aku tak menyangka Tenten bisa menganalisa se-detail itu!"
"Dengan informasi seperti itu, kupikir Neji bisa lebih mudah membuat strategi yang cemerlang."
Sontak keempatnya langsung menoleh ke samping kiri mereka. Bagaimana mungkin mereka tak sadar jika mereka sudah ada disini? Apalagi, Neji tadi mengatakan "sangat mengerti" itu berarti mereka mendengarkan sejak awal?!
"Ba-bagaima—Sejak kapan kalian ada disini..?" ucap Sakura.
Alih-alih menjawab, mereka malah mendudukan diri dengan santainya dan mulai menyantap ramennya.
"Itu tidak penting Sakura-chan! sekarang habiskan saja dulu ramennya keburu dingin!" pekik Naruto. Keempat gadis itu hanya memutar mata jengah seolah berkata 'oh, seharusnya aku tahu hal itu.'
Mereka makan dalam diam. Tak seorang pun membuka pembicaraan, bahkan Naruto—yang notabene orang paling cerewet di tim—sekalipun. Namun, tiba-tiba sesuatu terlintas dibenak Neji.
"Ah," Suara itu menarik perhatian yang lainnya. "Aku pikir para kunoichi lebih baik pergi duluan, nanti kami akan menyusul setela—"
"Tak perlu.." Tenten menyela. Ia mengayun-ayunkan gulungannya di hadapan semuanya. "Semua yang kita butuhkan ada disini. Perbekalan, pakaian, dan lainnya."
"Eh—"
"Ya.. semua kebutuhan milik Shinobi maupun kunoichi disini, termasuk milikmu naruto." Tenten kembali menyela, sambil mengalihkan pandang dari Neji ke arah Naruto. Tenten tersenyum manis ke arahnya.
"Ehm!" senyuman Tenten terputus oleh deheman mengintimidasi dari Neji, " Kenapa kau melakukan itu, Tenten? kau pikir aku selemah itu sampai perlu memerlukan semua bantuan mu? Cukup kimono yang kukenakan ini saja untuk pengecualian," Tenten membulatkan matanya mendengar ucapan Neji, "Kami sendiri juga bisa membeli kebutuhan kami... Tanpa bantuan kali—"
"Justru karena itulah kami melakukan ini untuk kalian, bodoh!" pekik Sakura cukup keras sampai menarik perhatian orang-orang disana, termasuk Neji dan yang lainnya.
"Karena kami tak yakin kalian bisa membeli kebutuhan-kebutuhan dengan baik, apalagi setelah kalian mengetahui seberapa banyak penggemar kalian. tidakkah kau berpikir tentang hal itu, Neji-kun? Tenten dan kami hanya berusaha membantumu!" Ino berhenti saat menyadari volume bicara nya terlalu tinggi, kini ia melirik kearah Tenten yang tengah menunduk, "Ten—"
"A-ah go-gomen, Jika itu mengganggumu Neji. A-aku minta maaf. A-aku butuh ke kamar mandi sebentar." Tenten langsung melesat ke kamar mandi, namun sekilas dapat terlihat genangan air mata di pelupuk matanya.
"Te-Tenten! chotto matte!" Ino berlari mengejar Tenten disusul Sakura. Tinggalah Hinata satu-satunya gadis disana, ia menunduk.
"Hinata.." ucap Naruto.
"Aku tau jika maksud Neji nii-san bukan seperti itu," ia masih tetap menunduk, "Kau hanya merasa cemburu saat melihatnya tersenyum pada Naruto-kun tadi." Neji langsung membelalak.
"Ap-Apa?! Tentu saja tidak, kau konyol Hina—"
"Tak perlu mengelak, karena itu lah yang kulihat tadi," Hinata mendongak dan menatap satu persatu wajah dihadapannya. "Tapi... kurasa kau sudah melukai perasaannya dengan mengatakan tak memerlukan bantuannya lagi." Ia tersenyum miris. "Bukan hanya itu, ucapan Neji nii-san juga melukai perasaan kami. Bersikap seolah-olah kalian bisa melakukan semuanya sendiri tanpa bantuan siapapun. Kalian bisa saja membeli kebutuhan itu sendiri, tapi kami hanya ingin membantu kalian. Tenten-san sudah memperkirakan bahwa kalian pasti tak akan bisa membeli apapun jika terus menerus dikelilingi oleh para penggemar kalian. Oleh karena itu ia membelikan sekalian barang-barang kebutuhan kalian. Tapi, justru ini lah yang ia dapatkan dari niat baiknya untuk membantu kalian.. jujur saja, aku kecewa padamu kak" Hinata menatap lurus mata kakaknya. Keempat laki-laki dihadapannya hanya diam mematung, tak tau harus bereaksi apa mendengar penjelasan Hinata. Begitu pula dengan Naruto. Lalu tiba-tiba ia beranjak berdiri dan berbalik menuju ke tempat Tenten berlari tadi.
"Aku lupa mengatakan satu hal lagi," Hinata diam memunggungi mereka, "Apa.. kalian masih menganggap kami kekasih kalian?"
Dan setelah itu Hinata menghilang di balik pintu masuk kedai ini.
.
.
"Sialan kau, Neji." Desis Sasuke.
"Jika sampai Ino memutuskan hubungannya denganku, kau orang pertama yang akan kubunuh, Neji" Sai menatapnya dengan senyum palsu miliknya—yang entah mengapa kali ini sepertinya dipenuhi aura-aura menyeramkan.
"Itu kalimat terpanjang yang pernah Hinata-chan ucapkan di hadapanku. Dan itu berarti pertanda buruk." Naruto menatap tajam Neji.
.
.
.
TBC..
Keep or delete?
Review please.. ^^
