Grasak Grusuk

Suara meneyebalkan itu terdengar dari apartemen yang berada disebelahnya. Sakura melenguh pelan "Apa yang dilakukan Hinata pagi-pagi begini sih?" ucapnya sambil menguap lebar. Kedua kelopak matanya masih mengatup dengan rapat—rambut merah jambu sebahunya pun masih acak adul.

Sekali lagi, dia menguap lebar sebelum melihat kearah alarm yang terletak dinakas yang berada disebelah tempat tidurnya. Dia melirik datar alarm hitam yang kini ada digenggamannya itu "ASTAGA, SUDAH JAM DELAPAN?!"

Dan pagi itu diawali dengan Sakura yang langsung melesat pergi kearah kamar mandi pribadi yang ada diapartemennya tersebut.

.

.

.

.

Otouko Next Door (c) Mitsuo Miharu

Naruto (c) Masashi Kishimoto

Warn(s) : AU, OOC, dll.

Uchiha Sasuke x Haruno (Uchiha) Sakura

.

.

Chapter 1 : Who are you?

.

.

.

.

"Astaga, astaga. Sebentar lagi masuk," gumam Sakura sambil menekan-nekan tombol lift dengan ganas.

Ting!

Pintu lift akhirnya kemudian terbuka menampakkan manajer pemilik gedung apartemen sedang menyapu.

"Selamat pagi, Kakashi –san," sapa Sakura dengan terburu-buru.

"Pagi, Sakura –chan. Sepertinya kau sedang terburu-buru, ya?" Si manajer berambut perak itu menyapa balik Sakura, kemudian dia tersenyum dibalik masker hitamnya.

Sakura tertawa dengan raut muka masam "Begitulah. Aku pergi dulu, Kakashi– san," pamitnya kemudian keluar meninggalkan gedung apartemen tersebut.

.

.

Sakura menggerutu dalam perjalanannya menuju halte bus. Dia merutuki Ino yang kemarin malam mengajaknya mabuk-mabukan diwarung sake (yang bodohnya Sakura terima tawaran Ino itu) bersama rekan kerjanya yang lain sampai hampir larut malam.

Lalu, gadis berhelai merah muda yang rambutnya ia gelung keatas itu meracau sendiri tak jelas "Uh, semoga sampai kantor nanti aku sempat ber-make up dan membenahi tatanan rambutku," racaunya sambil duduk dikursi bus yang kebetulan penumpangnya tak terlalu ramai.

Kan, tidak mungkin Sakura ber-make up didalam bus. Bukannya bibirnya yang terpoles lipstik, malah bisa-bisa pipinya yang tercoreng oleh stik berwarna merah itu.

Dan, gadis itu pun pada akhirnya untuk membenarkan gelungan rambutnya saja—sambil menunggu sampai ditempat tujuannya.

.

.

Lima belas menit berlalu didalam bus. Akhirnya, Sakura sampai juga dikantor tempatnya bekerja. Saat gadis itu hendak keluar—turun menuju halte, maniknya menangkap dua sosok yang telah dikenalnya dengan baik.

"Temari –neesan! Shimakaru –niisan!" Panggil Sakura pada sepasang suami-istri yang beberapa bulan yang lalu baru saja menikah tersebut. Temari dan Shikamaru juga tinggal digedung apartemen yang sama dengannya.

"Ah, Sakura –chan!" Sahut perempuan blonde berkuncir empat itu menjawab teguran dari Sakura. Shikamaru bersikap seperti biasanya—dengan tatapan malas dan tak penuh semangat miliknya.

Temari yang melihat sikap suaminya itu langsung menegur "Shika! Sapa Sakura– chan," teriak Temari sambil memukul kepala nanas suaminya dengan garang. Sekarang Temari tampak seperti seorang ibu yang menghukum anaknya karena anaknya tidak sopan dengan orang yang lebih tua.

Shikamaru menggerutu sesaat "Yo, Sakura –san," sapanya dengan nada malas.

Sakura yang telah terbiasa melihat pemandangan yang barusan terjadi hanya tersenyum kecut. "Kalian darimana?" Tanya Sakura berbasa-basi. Dia melirik kearah arloji yang menempel di pergelangan tangannya—masih ada waktu sepuluh menit lagi tersisa.

"Kebetulan hari ini Shika sedang libur, jadi kami belanja bersama-sama," jawab Temari ramah. Sakura melirik kearah kantung belanja yang digenggam oleh Shikamaru.

Sakura pun membulatkan mulutnya sebagai tanda bentuk responnya terhadap ucapan Temari barusan "Oh, begitu. Baiklah, aku pergi bekerja dulu, Temari –neesan, Shikamaru –niisan," ucap gadis itu sambil menunjuk gedung kantornya yang terletak diseberang jalan.

"Hati-hati, Sakura –chan. Sampai jumpa." Wanita pirang berkuncir empat itu melambaikan tangannya dengan gerakan pelan kearah Sakura.

Saat Sakura hendak menyebrang jalan raya, dia mendengar Temari berseru pada Shikamaru bahwa busnya sudah datang—yang dibalas oleh Shikamaru dengan gerutuan khas milik pria bertampang suram itu—'Mendokusai'—setelah itu Sakura tak dapat mendengar lagi apa yang mereka bicarakan. Karena Sakura sudah keburu menyebrangi jalanan.

.

.

.

"Forehead!" Sapa Yamanaka Ino—sahabat dari Haruno Sakura—pada pagi itu.

Sakura yang telah mengenali milik siapa suara itu langsung melemparkan tatapan sinis kearah Ino "Terima kasih, nona Yamanaka. Aku hampir terlambat pagi ini," ujar Sakura dengan nada dingin pada sahabat pirangnya tersebut.

Yamanaka Ino hanya tertawa kencang mendengar gerutuan yang terlontar dari mulut Haruno Sakura pada pagi hari ini. Memang sih, dia semalam mengajak(memaksa) Sakura untuk minum-minum diwarung sake sampai hari hampir larut malam. "Tidak apa-apa, nona Haruno. Kau bilang kan 'hampir'. Lagipula, bukankah kita bersenang-senang tadi malam, hm?" Tanya Ino sambil mengedipkan sebelah matanya.

Sakura mendengus melihat kedipan genit mata Ino.

"Ne, Sakura. Tau tidak jika salah satu karya Uchiha –sensei akan diangkat kelayar lebar?" Tanya Ino saat kedua wanita itu sampai didepan pintu lift yang masih tertutup.

Sakura mengangkat sebelah alisnya sambil menekan tombol lift "Oh, benarkah?"

"Iya!" Jawab Ino antusias. Ino memang penggemar karya-karya milik penulis yang bernama Uchiha Sasuke. Sakura juga suka sih membaca karya si Uchiha itu, tapi tidak se fanatik gadis yang berada disebelahnya sekarang.

Ting!

Terdengar suara pintu lift sudah terbuka, Sakura memutuskan obrolannya dengan Ino dengan raut muka bosan "Oh, lift sudah sampai. Ayo, kita ke lantai empat. Jam kerja sebentar lagi mulai."

Ino mendengus mendengar Sakura tak tertarik dengan bahan obrolan mereka kali ini, gadis pirang itu menggerutu pelan sebelum menyusul Sakura yang sudah berada didalam lift.

.

.

.

.

Gadis bermanik klorofil itu mengambil bus terakhir pada jam ini. Dia sangat-sangat lelah—tentu saja. Akhirnya, setelah beberapa menit menempuh perjalanan pulan, dia sampai juga digedung apartemennya.

Saat memasuki lantai satu gedung apartemen, irisnya menangkap bahwa disana sudah ada Kakashi. Sehari-hari—bahkan tiap hari Kakashi memang selalu berada disini. Tentu saja iya, karena dia pemilik apartemen ini.

"Tadaima," lirih Sakura pelan.

Kakashi langsung menolehkan kepalanya—menyadari Sakura yang baru datang. Paman berambut perak itu mengalihkan perhatiannya sejenak dari buku bersampul jingga yang tengah dibacanya tersebut "Okaeri, Sakura –chan," sapa Kakashi menyambut kedatangan Haruno Sakura.

Sakura pun tersenyum, kemudian dia melangkah masuk kedalam lift. Lalu, gadis itu menekan tombol berangka tiga—lantai dimana kamar apartemennya berada.

Sakura mendorong pintu apartemennya yang bercat hijau muda itu. Kakinya membawa tubuhnya masuk setelah ia melepas heels yang tadi ia kenakan yang lalu kemudian ia taruh diatas rak sepatu.

"Ngomong-ngomong, aku tidak melihat Hinata dari kemarin," gumamnya pada dirinya sendiri sambil merebahkan diri disofa empuknya.

Hyuuga Hinata adalah tetangganya yang tinggal diapartemen nomor 304 yang terletak disebelah kanan apartemen miliknya. Gadis berambut indigo yang bernama Hinata itu sangat baik hati, sampai-sampai Sakura tidak segan lagi jika keluar-masuk apartemen gadis indigo itu tanpa menanyakan izin lagi.

Setelah berganti baju dan membersihkan mukanya, Sakura memutuskan untuk mengunjungi gadis bermanik amethyst yang tinggal disebelah—sekedar hanya untuk bermain sebentar.

Langsung saja Sakura membuka(mendobrak) pintu bercat krim milik Hinata itu dan berteriak tidak sopannya.

"Hinata! Aku datang untuk main!" Teriaknya dengan nada kekanakan dari ambang pintu. Lalu, langkah kakinya bergerak menuju ruang tengah.

"Hinata, apa kau ada makanan—" suara Sakura perlahan-lahan mulai menghilang ketika dia sudah berada diruang tengah. Wajahnya mengeras, senyuman manis yang ia tampilkan tadi mendadak berubah menjadi senyuman kaku.

"E-eh, siapa kau?" Tanya gadis berambut pink itu dengan nada terbata-bata.

Orang—lebih tepatnya seorang pria yang tengah duduk sambil mengetik sesuatu dilaptopnya itu hanya memandang Sakura dengan tatapan datar.

"Hyuuga –san sudah pindah," kata pria yang sedang memakai kacamata itu dengan nada datar.

Sakura masih 'membeku'. "O-oh, aku permisi." Sakura munduru perlahan dengan gerakan terbata. Pria itu masih tetap melihat kearah Sakura dengan tatapan datar. Sampai Sakura hilang dari ruang tengah, gadis itu langsung melesat berlari menuju apartemennya yang bernomor 305 itu sambil membanting pintu apartemen nomor 304.

Objek utama setelah Sakura membanting pintu apartemennya sendiri adalah ponsel merah muda miliknya yang tergeletak diatas meja.

"Hinata!" Panggilnya terburu setelah mendengar nada panggilan telah diangkat oleh orang disebrang.

"E-eh, Sakura –chan. Aku—" Belum sempat Hinata menjawab sapaan Sakura, tiba-tiba gadis pink itu sudah memotong kalimat gadis indigo itu.

"Hinata, apa kau berubah menjadi laki-laki?!" Cecar Sakura tidak jelas.

Hinata tertawa hambar disebrang sana "Laki-laki? Tidak, Sakura –chan. Maaf tidak memberitahumu sebelumnya, tapi aku sudah pindah ke Suna semenjak kemarin."

Sakura terhenyak sebentar. Kenapa Hinata pindah? Apa gadis berambut violet itu tidak tahan memiliki tetangga kurang ajar sepertinya? Oke, kali ini Sakura mengakui bahwa dia memang 'tetangga yang kurang ajar'.

"Kenapa pindah?" Tanya Sakura pelan. Tentu dia merasakan sedih dihatinya, Hinata sudah ia anggap sebagai kakak perempuannya sendiri (walau sebenarnya mereka berdua seumuran). Jika ada masalah, ia selalu datang ke Hinata. Jika dia butuh apa-apa, pasti perginya ke apartemen Hinata.

Hinata yang merasakan ada nada kesenduan dipertanyaan Sakura tadi langsung khawatir "Jangan bersedih, Sakura –chan. Sebenarnya kemarin aku ingin memberitahumu perihal ini, tapi seharian kau tidak ada diapartemenmu. Jadinya, aku tidak bisa memberitahumu—" Hinata mengambil napas sebentar sebelum melanjutkan kalimatnya kembali "—Maaf, tapi aku tidak tau kenapa tiba-tiba kedua orang tua ku menyuruhku pulang—pindah ke Suna."

Sakura bergumam 'oh', pertanda bahwa ia mengerti.

"Nanti, aku akan mengunjungimu jika aku ke Konoha," ucap Hinata dengan tertawa pelan diakhir kalimatnya.

Sakura juga ikut tertawa "Tentu saja!"

Percakapan mereka harus terhenti ketika Sakura mendengar suara bel apartemennya berbunyi.

"Hinata, sudah dulu ya. Sepertinya aku ada tamu," pamit Sakura dengan nada kekecewaan.

"Iya, tidak apa-apa Sakura –chan. Sampai jumpa," kata Hinata mengakhiri percakan mereka.

"Sampai jumpa," balas Sakura kemudian mematikan panggilannya bersama Hinata. Gadis itu bangkit dari duduknya, dia menggerutu "Uh, siapa yang datang malam-malam begini?"

Sakura pun membuka pintu bercat hijau mudanya. Matanya terbelalak melihat sosok yang memencet belnya tadi "Eh, k-kau?" Oke, Sakura tidak tahu nama pria didepannya ini.

Pria itu mendnegus "Namaku bukan 'kau', nona. Aku Uchiha Sasuke," kata Pria itu mengenalkan dirinya secara gamblang.

Uchiha Sasuke? T-tunggu jangan bilang dia—

"Eh, Uchiha Sasuke? Yang penulis buku itu?" Tanya Sakura sambil memiringkan kepalanya.

Sasuke tersenyum sombong "Ya, kenapa? Apa kau ingin tanda tanganku?" ucap Sasuke sambil mengeluarkan pena dari Saku bajunya.

"Eh, maaf. Tapi aku tak berminat," ucap Sakura datar.

Urat perempatan langsung terbentuk didahi Sasuke "Sial. Apa kau tidak tahu dengan maha karya ku, heh?"

Sakura mengerlingkan matanya "Ya ya, aku juga membaca karyamu. Tapi, mungkin lebih baik kau menawarkan itu pada temanku. Dia sangat fanatik dengan karya-karya roman picisanmu,"

"Tsk—"

Sakura melipat tangannya didepan dada, lalu bersandar pada daun pintu "Ngomong-ngomong ada perlu apa?"

"Tunjukkan aku dimana minimarket disekitar sini," kata Sasuke lebih seperti perintah yang tak boleh dibantah.

Gadis berambut pink itu berdecak mendengar nada bicara Sasuke, betapa tidak sopannya laki-laki didepannya ini. Padahal dia seorang yang terkenal. "Baiklah, akan aku gambarkan petanya padamu," ujar Sakura hampir berbalik jikalau tangan Sasuke tidak menahan tubuhnya.

"Aku ingin kau menunjukkannya langsung," titah Sasuke.

Sakura menghela napasnya, kemudian dia masuk kedalam untuk mengambil jaket merah muda yang berada didalam kamarnya.

.

.

.

"Kau harus mengingat jalannya," perintah Sakura pada Sasuke yang tidak lagi memakai kacamata minusnya.

"Hn," gumam Sasuke cuek.

"Tunggu, ngomong-ngomong kau mau seven-eleven atau lawson?" Tanya Sakura pada Sasuke minimarket mana yang harus mereka kunjungi.

Sasuke mengerlingkan matanya bosan "Terserah, yang penting minimart."

Sakura menganggukkan kepalanya sambil bertopang dagu "Baiklah, kita ke seven-eleven saja karena lebih dekat." Ujarnya sambil melangkahkan kaki yang diikuti oleh Sasuke.

Manik Sakura melirik sedikit kearah pria bernama Uchiha Sasuke disebelahnya. Apa benar pria disampingnya ini adalah seorang penulis terkenal itu? Dari berita-berita yang pernah Sakura dengar, Uchiha Sasuke hanya memilik satu foto yang tersebar diinternet—itu pun fotonya buram—data pribadi miliknya tak pernah tersebar luas walau dia memiliki karya-karya yang sangat hebat—oke, Sakura bercanda tentang dia mengatakan bahwa karya-karya Uchiha Sasuke hanya roman picisan belaka.

Setiap karya Uchiha Sasuke yang pernah ia baca, pasti selalu memberikan kesan berarti ketika Sakura selesai membacanya. Ino semakin menggila ketika melihat foto Uchiha Sasuke yang buram itu. Dia mengakatan jika penulis berjenis kelamin pria itu sangat lah tampan. Tapi, memang iya sih. Pria yang—katanya—namanya adalah Uchiha Sasuke yang berada disampingnya sekarang memanglah tampan.

Sakura tersentak ketika tiba-tiba bahunya ditarik kebelakang. Sakura langsung memutar kepalanya kearah belakang. "Lampu merah," kata Sasuke saat Sakura hendak membuka mulutnya.

Kelopak mata Sakura mengerjap-ngerjap beberapa kali. Oh, iya. Pikirannya sempat melayang tadi gara-gara memikirkan laki-laki yang berprofesi sebagai penulis itu. Kemudian dia menangkap bangunan yang lumayan besar dimatanya.

"Minimarketnya disebrang sana." Tunjuk Sakura pada bangunan yang bertuliskan 'seven-eleven' berwarna hijau yang berada disebrang jalan.

"Hn,"

Lampu pun berubah menjadi hijau, Sakura dan Sasuke langsung menyebrang jalan yang lumayan tak besar itu. Mereka berduapun masuk kedalam minimarket.

Sakura hanya berdiam diri menunggu Sasuke yang langsung berjalan menuju konter minuman. Lalu setelah memilah-milih, laki-laki itu berjalan kearah makanan ringan. Setelah selesai, Sasuke pun membayar dikasir dan menghampiri Sakura yang masih berdiam diri.

"Kau hanya membeli itu?" Tanya Sakura saat mereka akan bersiap-siap menyebrang jalan yang sama.

"Hn."

"Kukira kau akan membeli banyak bahan-bahan makanan. Ngomong-ngomong kau baru pindah kan?"

"Hn."

"Kalau begitu kau harus sering jalan-jalan disekitar sini biar cepat hapal."

"... "

"Mungkin, aku bisa menemanimu—eh, kau bisa meminta Kakashi –san juga, atau Temari –neesan, dan Shikamaru –niisan juga bisa," cerocos Sakura panjang lebar.

"..."

Sakura menghentikan langkahnya "Maaf, apa kau mendengarku?" Tanya nya kesal, dia sangat-sangat merasa diabaikan sekarang.

"Aku mendengar. Aku hanya kagum dengan betapa banyaknya kau berbicara," kata Sasuke datar sambil terus tetap berjalan.

"O-oh..." Wajah Sakura langsung merona. Berarti dia terlihat cerewet sekali, ya? Apa dia serius? atau dia hanya menyindir Sakura agar gadis itu diam?

Sakura menghela napasnya berat "Bukan disana, Sasuke! Tapi kesini!" Teriak Sakura geleng-geleng kepala.

Lagi-lagi Sasuke hanya terdiam dan kemudian kembali kejalan yang benar.

.

.

Akhirnya, mereka berdua sampai. Kenapa rasanya lama sekali sampai digedung apartemen? Apa gara-gara Sasuke yang sering salah arah? Hufft...

"Jadi, apa kau sudah hapal jalan ke seven-eleven?" Tanya Sakura masih berdiam diri didepan gedung.

"Ya," jawab Sasuke singkat.

"Jadi, yang pertama ..."

Sasuke langsung memotong "Kau belok kekiri."

Sakura menepuk jidatnya. "Bukan, tapi kanan." Gadis itu berucap datar. Astaga, jadi Sasuke belum hapal sama sekali?! Tapi, Sakura tidak bisa terus-terusan memberitahu Sasuke dimana letak minimarket itu.

"Pinjam penamu!" Seru Sakura pada Sasuke. Laki-laki itu langsung mengeluarkan penanya dari saku. Sakura langsung menangkap pena itu dan langsung menuliskan sesuatu diselembar kertas yang ada didalam dompetnya.

"Ini. Kau bisa menggunakannya kalau kau ingin ke minimart," ujar gadis bermanik emerald itu sambil menyerahkan kertas yang tadi ia tulis sesuatu diatasnya.

Sasuke memperhatikan peta buatan Sakura itu "Yang mana apartemennya?"

"Yang ini—" Sakura menunjuk gambar kotak yang berada dipojok kertas. Sasuke tetap memperhatikan kertas itu. "Jangan bilang kau tidak bisa membaca peta?" Tanya gadis itu dengan nada ragu-ragu.

Sasuke menaikkan alisnya "Huh? Apa maksudmu? Kau bukan membaca peta tapi kau melihat peta itu, bodoh."

Sakura menggeram kesal "Tapi, Uchiha –sensei kau harus membaca peta agar hidupmu selamat!" seru Sakura ganas.

"Terserah," ucap Sasuke cuek.

"Baiklah, baiklah. Aku akan menggambarkan peta yang lebih jelas. Besok akan kuberikan padamu." Gadis itu menyerah. Dia sudah lelah untuk berdebat lebih lama dengan orang yang baru dikenalnya.

"Kalau begitu gambarkan jalan kestasiun kereta juga," ucap Sasuke seenaknya sambil masuk kedalam gedung.

Sakura segera menyusul pria kurang ajar itu. Dengan tergesa-gesa dia menekan-nekan tombol lift. Dia sudah lelah, dia baru beberapa menit merebahkan diri—dan itupun hanya disofa.

Tiba-tiba Sasuke memecah keheningan yang ada didalam lift tersebut "Aku akan senang jika kau tidak memberitahukan siapa-siapa tentang tempat tinggalku," gumam Sasuke pelan.

Sakura hanya terdiam. Lalu, perhatian Sakura teralihkan ketika tiba-tiba tangan Sasuke yang sedang menggengam sekaleng kopi terulur kearahnya.

"Upahmu," kata Sasuke dengan tatapan lurus tanpa melihat kearah Sakura.

Sakura hanya tersenyum kecut "Terima kasih."

.

.

.

.

Keesokan paginya Sakura meminum kopi pemberian Sasuke semalam dibalkon apartemennya. Pikirannya sudah melayang entah kemana.

"Ohayou ..."

Sakura tersentak dan kemudian tersedak "Uhuk! Uhuk! Astaga, jangan tiba-tiba mengejutkanku seperti itu!" Teriak Sakura kepada tetangganya yang penampilannya masih acak adul.

Sasuke hanya diam dan cuek sambil menikmati kopi hangat yang ada digenggamannya. Sakura langsung berlari kedalam, namun langsung keluar lagi dengan membawa beberapa kertas.

Tangan Sakura terulur dari sebelah balkon Sasuke. Sasuke menerima kertas-kertas itu. Setelahnya, Sakura masuk lagi—tapi kini dengan gerakan santai.

"Kau mau kemana?" tanya Sasuke yang menyadari bahwa Sakura pergi masuk kedalam.

"Berangkat kerja," jawab Sakura singkat.

Sakura menggerutu dalam hatinya saat masuk kedalam lift. Sudah susah payah menggamabarkan peta itu semalam malah tidak bilang terima kasih! Dasar Uchiha Sasuke itu memang benar-benar makhluk yang tidak berperasaan.

"Kau sedang mencari siapa, Tenten?" Suara Kakashi langsung hinggap di indra pendengarannya ketika dia melangkah keluar dari lift.

"E-eh, apa Uchiha –sensei sudah keluar?" Tanya seorang gadis bercepol dengan nada berbisik kepada Kakashi.

Kakashi nampak memasang pose berfikir "Hmm, sepertinya belum."

Sakura langsung ikut nimbrung dalam percakapan itu "Sasuke belum keluar dari apartemennya," ucap Sakura datar.

"Hee kenapa kau tau, Sakura –chan?" tanya Kakashi berusaha menggoda Sakura. Yang diberi pertanyaan seperti itu langsung gelagapan "E-eh, tadi aku melihat dia dibalkonnya," jelas Sakura berusaha bersikap biasa.

"Apartemen Sakura –neesan bersebelahan dengan apartemen Uchiha –sensei?" Tanya Tenten—sang gadis bercepol dua yang masih duduk dibangku sekolah menengah atas dengan rasa penasaran.

"Eh, i-iya begitulah," jawab Sakura sekenannya.

Tenten langsung berteriak "Beruntung sekali, Sakura –neesan!"

Sakura hanya tertawa hambar menanggapi Tenten. Disini, gadis itu dapat menyimpulkan bahwa anak sekolah menengah atas yang ada dihadapannya ini adalah seorang fanatik Uchiha Sasuke—sama seperti sahabatnya yaitu Yamanaka Ino.

"Ehm—" Kakashi mengintrupsi "—Kalian bisa terlambat loh, Tenten –chan, Sakura –chan." Sepertinya paman itu berusa mengingatkan kedua gadis yang ada dihadapannya.

"Eh, iya. Kami berangkat dulu paman Kakashi!" Seru Sakura dan Tenten bersamaan.

.

.

.

"SAKURA!"

Seorang gadis berhelai merah jambu langsung menutup kedua telinganya ketika dia baru saja menginjakkan kaki diruangan kerjanya.

Orang-orang langsung melihat kearahnya yang sedang digelayuti seorang gadis berambut blonde. "Ssstt, Ino! Kau berisik sekali, orang-orang melihati kita tahu! Bisa-bisa kita disangka pasangan lesbi, bodoh." Tangan Sakura terkepal memukul kepala pirang Ino.

Ino mengelus tempat dimana Sakura memukulnya tadi sambil cengegesan. Kemudian Ino menunjukkan smartphone nya didepan muka Sakura. "Ini, semalam ada yang mengupload foto Uchiha –sensei lagi! Dan kali ini mukanya terpampang jelas!" Cengiran diwajah Ino masih belum luntur.

Sakura meneliti foto yang ditunjukkan Ino. Baju yang dikenakkan Sasuke sama seperti baju yang semalam laki-laki itu pakai. "—tapi sepertinya dia bersama seseorang, huh? Seperti seorang wanita? Apa pacarnya ya?" guman Ino dengan nada kecewa sambil menarik kembali smartphone nya.

Beberapa pertanyaan langsung melayang-layang dipikiran Sakura. Apa foto itu diambil semalam? Apa seseorang yang berada disamping Sasuke itu adalah dirinya?

Sebenarnya Sakura ingin memberi tahu perihal Sasuke yang tiba-tiba sudah menjadi tetangganya itu. Tapi dia masih teringat tentang kalimat Sasuke semalam—

'Aku akan senang jikakau tidak memberitahukan siapa-siapa tentang tempat tinggalku.'

—tapi mulut Sakura gatal ingin memberitahukan ke Ino tentang hal ini.

Sakura sudah bertekad dalam hati, lalu dia mengucapkan sesuatu dalam hatinya 'Maafkan aku, Sasuke.'

"Ino, sebenarnya ada sesuatu." Sakura berucap pelan.

Ino menoleh kearah Sakura dengan senyuman cerah "Hmm, iya? Apa itu, Sakura?"

"Sebenarnya, Uchiha Sasuke itu—"

.

.

.

.

To be Continued.

.

.

.

.


Author's Note :

Halo, sebelumnya maaf kalau fic ini berantakan, aku males edit ~_~

Wkwk, yah lagi-lagi aku bikin fic SasuSaku tinggalnya deketan. Btw, lebaran sebentar lagi horee. Udah pada bikin/beli kue dongg wkwk

Ya, udah deh sekian dulu. Lagi males cuap-cuap XD Semoga reader semua suka sama fic ini yeh

Sign,

Mitsuo Miharu

14 07 15