.

Dada atau Paha?

.

.

Kim Junmyeon & Zhang Yixing

warning: boyslove, bahasa campur campur, humor gagal, setting Korea-Indonesia (?), crack fic

Disclaimer: karakter bukan punya penulis


.

.

Pemuda berambut kecokelatan itu berjalan santai menyusuri salah satu koridor kampus Fakultas Seni. Kedua kakinya yang dibalut oleh sepatu high converse putih itu melangkah ringan namun tegas. Tangan kanannya membenahi strap tas di bahunya yang sedikit bergeser, sedang satu tangannya yang lain menyibak poni rambutnya yang terjatuh di mata, mengerling tak acuh pada sekumpulan gadis-gadis yang berbisik-bisik dari sisi koridor.

"Selamat pagi, Kak Suho,"

Beberapa diantaranya menyapa, sedang Suho sebisa mungkin membalas tak kalah ramah, mengungkit kedua sudut bibirnya membentuk senyum hangat. Ketika ia berbelok di ujung koridor, ia tak sengaja menabrak seseorang, seorang gadis yang berada setingkat di bawahnya. Akibat benturan kedua tubuh itu, sang gadis sedikit terdorong ke belakang, sementara kacamata yang dikenakannya tak sengaja terlempar ke lantai.

Suho bergerak tangkas untuk menahan tubuh sang gadis yang terhuyung dengan memegangi kedua lengannya. Alisnya bertekuk khawatir ketika ia bertanya dengan suara lembutnya, "Kamu tidak apa-apa?"

Gadis itu membeku, entah karena masih terkaget karena tabrakan tadi atau kenyataan bahwa Suho, sang kakak tingkat idola satu kampus tengah memegangi dirinya—menyentuhnya, untuk memastikan ia aman di tempat. Ia hanya bisa mengangguk kaku, dan barulah ia bisa bernafas normal saat Suho akhirnya melepaskan pegangan.

"Syukurlah," Suho tersenyum, membungkuk untuk meraih kacamata gadis mungil itu yang tergeletak tak berdaya di tanah. Ia mendekati gadis itu dan sedikit merundukan badan, lalu ia pun menenggerkan kacamata itu secara hati-hati ke tempatnya semula. "Maafkan aku karena menabrakmu tadi," Ia melirik arlojinya sekilas, "Maaf, aku harus segera pergi. Kelasku akan mulai sebentar lagi— oh ya, omong-omong matamu bagus, aku suka,"

Suho memberinya senyuman pamungkas, sebelum berjalan melewatinya dan meninggalkan adik tingkatnya terpaku di tempatnya bersama kumpulan teman-teman gadisnya yang memekik kegirangan.

Suho dan segala pesonanya.

Tak heran jika kebanyakan mahasiswa dan mahasiswi disana mengidolakannya. Sang kakak tingkat idaman.

Sosoknya yang berkharisma, murah senyum dan rendah hati mampu membuat hati gadis-gadis tertawan dengan sebegitu mudahnya.

Suho tentu tahu ia punya banyak penggemar, beberapa dari mereka sudah ada yang berani dan nekat menyatakan cinta. Entah secara langsung maupun lewat pesan singkat. Suho hanya bisa tersenyum meminta maaf, kemudian menolak mereka dengan bahasa sehalus mungkin. Ketika ditanya mengapa, Suho hanya bisa mengatakan bahwa 'aku sudah memiliki orang yang aku sukai'

Kalimat itu bukan sekedar kalimat kosong yang ia gunakan untuk menolak mereka yang menyatakan cinta.

Suho memang sudah memiliki seseorang yang ia sukai.

.

Dan seseorang itu tak lain dan tak bukan adalah Zhang Yixing.

.

Zhang Yixing yang bukan menjadi bagian dari deretan panjang penggemarnya.

Zhang Yixing yang lain daripada yang lain.

Zhang Yixing yang juga saat ini tengah berjalan dari ujung koridor menuju tepat ke arahnya.

Suho otomatis berhenti, membiarkan kedua matanya dibuai dalam pesona tak lazim si pemuda china.

Yixing tampak memikat seperti biasanya. Mengenakan pakaian kebangsaannya, sweater kebesaran dengan warna-warna yang cerah. Rambutnya ditatak curly, lengkap dengan sebuah kacamata bulat besar kuno yang membingkai netra hazelnya yang ekspresif dan cantik.

Suho mengamati jikalau Yixing itu lebih suka berjalan sendirian daripada bergerombol bersama teman-temannya. Setiap ia berjalan, setidaknya Yixing akan membawa sebuah buku yang ia tenteng di dua tangan, begitu khidmat membaca halaman demi halaman, mengabaikan orang-orang yang memandang aneh dirinya. Ia seperti punya dunianya sendiri.

Suho mendengar beberapa anak angkatan bawah melabeli pemuda itu sebagai pemuda aneh, freak—begitu mereka menyebutnya. Ya memang sih, Yixing itu memang sedikit berbeda dari yang lain. Tingkahnya, cara berpakaiannya, sampai cara berpikirnya. Dari ujung kepala hingga ujung kaki, memang lain daripada yang lain.

Tapi justru hal itulah yang membuat Suho terjerat.

Karena seolah pemuda itu tak ada duanya, ia suka menjadi dirinya sendiri dan tidak memikirkan perkataan orang lain mengenai dirinya. Suho kagum akan hal itu.

Dan sejujurnya, Suho selalu lebih suka menyebut Yixing sebagai seseorang yang unik, alih-alih aneh—dengan tingkahnya yang polos dan naif.

Dia ingat betul, pertama kali ia menjatuhkan pandangan pada Yixing adalah ketika ospek fakultas beberapa bulan yang lalu. Saat itu dia menjadi salah satu bagian dari komisi kedisiplinan yang kerjaannya seriosa, membentak-bentak adik tingkat yang membuat kesalahan. Saat evaluasi hari ketiga ospek, saat itulah atensi dan hatinya disita oleh seorang pemuda dengan tatapan mata nan teduh di ujung barisan.

Bukan hanya dari tampilan luarnya semata, tapi karena sifatnya juga. Yixing selalu berani bertanggung jawab dan menanggung kesalahan yang diperbuatnya. Ia tidak mengelak, tidak beralasan apapun saat komisi kedisiplinan memergokinya melakukan pelanggaran. Kepolosannya dan kejujurannya, yang membuat Suho nyaris tak bisa berpaling.

Sedang wajahnya yang manis jadi nilai plus sendiri. Ditambah dimple-nya, atau rambutnya yang halus bergelombang laksana sutera, lalu kulit porselennya. Semuanya.

Ingin mundur pun rasanya tak sempat, ia baru menyadari dia sudah jatuh terlalu dalam. Perasaan suka yang sederhana itu berubah rumit dan kompleks. Perasaan suka yang dalih awalnya hanya sekedar rasa kagum, perlahan tapi pasti mulai mengkonsumsi jiwa dan raga tanpa bisa ia tahan lagi.

"Pagi, Yixing,"

"Eh?" Yixing akhirnya mengangkat wajahnya dari buku yang ia baca. Ia tampak terkejut mendapati kakak tingkat yang sering jadi topik obrolan gadis-gadis angkatannya itu sudah berada di depannya, melemparnya sebuah senyum ramah yang begitu damai dipandang mata. "Eh anu, kak Suho? Ah, selamat pagi juga!"

Suho mengangguk saja. Dia berusaha jaga image, padahal mungkin batinnya sedang bersalto penuh suka cita. Yessss, sarapan dengan ucapan selamat pagi si doi. Omg omg omg, kim Suhooooooo!

"Kak Suho hari ini bahagia kan?"

"Ha?" Suho hanya bisa mengerjap. Agaknya sedikit terkaget karena diberi pertanyaan tak biasa seperti itu. Orang 'normal' biasanya akan menyapa sesamanya dengan 'apa kabar?'

Tapi sepertinya normal dan Zhang Yixing bukanlah pasangan yang serasi.

Lagipula pasangan serasi Yixing kan cuman aku, xixixi.

Eh?

Astaga maaf, Suho ketawanya khilaf.

Suho menggaruk tengkuknya dengan satu tangannya yang tak memegangi strap, dengan nada ragu ia menjawab sekenanya, "Emm ya, hari ini aku bahagia kok,"

"Syukurlah kalau Kak Suho bahagia," Yixing menghela nafas lega, mengatupkan tangannya di depan dada. Seolah dia baru saja mendengar kabar paling melegakan seumur hidupnya. "aku duluan ya kak, aku harus menyelesaikan novel Percy Jackson seri pertamaku sesegera mungkin," Ia menggoyang-goyangkan tangannya yang menenteng sebuah buku tebal yang ternyata adalah novel.

"Memangnya kenapa harus segera diselesaikan?" Suho bertanya dengan alis menukik tajam, sedikit tak paham.

"Ya supaya aku bisa segera lanjut ke seri keduanya lah kak," Yixing menggeleng-gelengkan kepala, menatap Suho tidak percaya. "Masa' kak Suho begitu saja tidak tahu?"

"A-aku—"

Kok dia jadi kelihatan bodoh sekali di depan Yixing, sih?

Sebenarnya yang aneh dia atau Yixing?

Tapi Yixing malah tak ambil pusing. Ia kembali menebar senyum lebar, melewati Suho yang masih terdiam dengan segala kebingungannya, ia melambai-lambai riang. "Bye kak, semoga hari ini Kak Suho tetap bahagia selalu," serunya lantang dan berlalu begitu saja. Pemuda itu melanjutkan membaca novel di tangannya, sembari ia berjalan hingga akhirnya mencapai ujung lorong.

Zhang Yixing nyatanya memang tak lazim.

Suho terkadang masih suka takjub. Bocah itu bisa selamat sentosa sampai tujuan, tanpa menabrak sedikitpun, walau dia berjalan dengan mata menghadap buku dan bukan jalanan di depannya. Suho mulai menduga Lay memang bukan manusia.

Mungkin bidadari.

Yang jatuh dari surga.

Di hadapanku.

Eaaa.

"Heh Suho,"

Suho menoleh dan mendapati Chanyeol dari ambang pintu kelas Psikologi Seni. Lelaki jangkung itu menyilangkan tangan dan mengangkat alisnya tinggi-tinggi, "Jangan ngelamun jorok pagi-pagi. Ayo masuk, dosennya sudah datang."

Suho memutar matanya malas, mendorong Chanyeol ke dalam kelas dengan paksa. "Yang ngelamun jorok juga siapa, dasar jerapah!"


...

"Suho?" seseorang menepuk-nepuk bahunya terus menerus, "Suho suho suho~"

Suho yang tengah khidmat menyalin catatan sang dosen dari papan tulis ke bukunya mendecak, mendongak dengan mata disipitkan pada Chanyeol yang dianggapnya menganggu kegiatannya. "Apa sih Yeol?"

Berhasil mendapatkan atensi Suho seluruhnya, Chanyeol nyengir lebar. Ia menggeser sedikit kursinya mendekati temannya itu, "Makan ayam di KaEfSi yuk, ada outlet baru deket kampus yang baru buka lho," ajak Chanyeol.

Suho mempertimbangkannya selama beberapa saat, mengetuk-ngetuk ujung bolpoinnya ke meja, sebelum kemudian menggeleng. "Nggak ah, bosen makan ayam terus," ia memutar tubuhnya, kembali melanjutkan catatannya yang masih setengah jalan.

Chanyeol di sisinya langsung menampilkan ekspresi cemberut, dahi dan bibir sama sama ditekuk. "Yah, padahal lagi ada promo paketan seminggu ini," Melirik Suho yang tampak apatis, Chanyeol menyatukan kedua tangannya di depan dada, membulatkan matanya dan berharap Suho akan luluh dengan ekspresi merananya. "Mau ya? Cuman seminggu ini lho promonya, dibuang sayang,"

Suho menggelengkan kepala, tak berniat untuk melihat ke arah Chanyeol sama sekali. "Nggak ah, kamu aja sendiri sana Yeol,"

"Ya kali Suho, masa' makan sendiri? Tidak enak dooonggg," keluh Chanyeol dengan suara merajuk, tapi masih saja dihiraukan Suho mentah-mentah.

Setelah berkata begitu, Suho tak lagi mendengar suara rengekan Chanyeol yang menyebalkan. Ia bersyukur dalam hati lelaki tinggi itu sudah menyerah untuk membujuknya. Tapi tebakannya seratus persen salah, karena sedetik kemudian Chanyeol kembali berbicara.

Apa yang dikatakannya membuat gerakan tangan Suho yang menggores kertas dengan tinta terhenti seketika, dan telinga di jereng lebar-lebar.

"Aku dengar dari anak-anak, Yixing kerja jadi part-timer disana lho,"


...

"Kamu bohong ya Yeol? Mana? dari tadi aku nggak lihat Yixing," Kerutan jelas tercetak di dahi mulus nan lebar Suho, ekspresinya dongkol.

Kedua tangannya di lipat di depan dada tanda bahwa ia sedang dibuat kesal setengah mati. Pasalnya karena menuruti kata-kata Chanyeol tadi, sekarang mereka harus rela berjubel dengan orang-orang yang kelaparan. Terjebak dalam antrian yang luar biasa panjang—sebenarnya ini sudah menjadi fenomena yang biasa terjadi setiap ada promo atau launching sih.

Setelah mendengar Chanyeol mengatakan Yixing mengambil kerja disini, Suho tentu berekspektasi. Setidaknya diantara lautan manusia ini ia bisa menangkap sosok yang akan menyegarkan mata dan sanubari. Kepalanya tertengok kesana kemari, seiring ia dan Chanyeol makin mendekat ke arah meja kasir. Sudah hampir setengah jam sendiri mereka antri, dijubeli oleh manusia-manusia yang meronta kelaparan. Bahkan ia harus rela merendahkan harga diri, dengan berjinjit-jinjit karena punggung lebar lelaki di depannya ini menghalangi pandangan, tapi tetap saja hasilnya sama nihilnya.

Sejauh mata memandang, ia tak menemukan jejak-jejak sosok seorang Zhang Yixing, baik itu dari balik meja kasir, dari balik pintu dapur, atau cleaning service yang sedari tadi dibuat berlalu lalang kesana kemari.

Kalau memang Yixing ada disini, mata jeli Suho pasti langsung menyadarinya. Secara ini Yixing gitu lho, dia tak mungkin melewatkan sekelebat rambut bergelombang yang selama ini terpatri dalam hati. Ia merasa ditipu mentah-mentah oleh Chanyeol kalau begini.

"Sabar dong Suho, mungkin saja Yixing memang tidak jadwal shift hari ini. Ya aku mana tahu, tapi sumpah kok aku nggak bohong," Chanyeol membela diri, berbisik pada Suho yang mengantri tepat di belakangnya. Tangan kanannya membentuk peace sign ke udara, tanda bahwa ia benar-benar bersungguh-sungguh. Tapi Suho terlanjur dendam, ia masih bernafsu menendang bokong lelaki itu hingga terpental ke penggorengan karena ia dipaksa turut dalam derita antrian panjang ini.

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" Sapa sang kasir wanita, lengkap dengan senyum 'menjualnya' yang dilemparkan kepada kedua lelaki yang kini menjadi berdiri bersisian.

Chanyeol tersenyum lebar, menampilkan gigi-giginya yang berderet rapi. "Kami mau pesan menu paket hematnya dong,"

"Paket hemat, isinya satu ayam paha atau dada, dengan nasi dan cola ya?" Sang kasir mengkonfirmasi pesanan.

"Yep,"

"Untuk berapa orang?"

"Dua orang,"

"Baik," Kasir perempuan itu mengangguk-angguk, "Makan disini atau dibawa pulang?"

"Makan disini saja," jawab Chanyeol sebelum Suho sempat mendahului.

Sang kasir tersenyum lagi, mengangguk untuk yang kedua kalinya, "Dua paket hemat dimakan disini," Ia mengulang, menarikan jemari lentiknya yanyg bercat soft pink di atas keyboard mesin kasir dengan lincah. Ia mendongak dari mesin di hadapannya, bertanya,

"Mau pilih dada atau paha saja?"

"Kalau pilih bibir dulu, bisa tidak?" Chanyeol tersenyum genit, lengkap dengan badan yang menyandar separuhnya ke meja, sengaja menginvasi jarak personal si kasir.

Suho menatap Chanyeol dengan mulut ternganga. Ia dibuat tidak percaya, di saat-saat seperti ini Chanyeol masih sempat-sempatnya menggombal. Jenis gombalan mesum dan murahan yang membuatnya bergidik geli. Ia tahu Chanyeol itu memang playboy tapi dafuq deh.

Suho sudah bersiap menyambar Chanyeol dengan kaset album Ayu Ting-Ting yang ada di meja display kalau saja ia tak menangkap wajah sang kasir yang sekarang merona merah matang, turut menunduk malu-malu.

"Ah Mas bisa aja~"

Suho sweatdrop.

Sang kasir berdehem, merubah dirinya menjadi kembali ke mode professional. Ia menyiapkan pesanan mereka berdua, Chanyeol akhirnya memilihkan mereka dua buah dada. Suho makin dibuat geram saat Chanyeol menambahkan dengan, "Yang montok ya,"

Sang kasir dengan wajah malu-malunya tetap cekatan meletakan pesanan di sebuah nampan berwarna cokelat gelap. Transaksi selesai, dan mereka berbalik untuk mencari tempat duduk yang tersisa. Begitu mereka mendapat tempat duduk di bagian paling ujung—itu benar-benar tinggal satu-satunya meja yang tersisa—Chanyeol memberinya sebuah seringai kemenangan.

"Gombalanku tadi jenius ya?"

"Biasa saja," ujar Suho sinis, meraih dada ayamnya dan menggigitnya brutal. "Itu malah norak, tahu,"

"Heleh, kamu nggak mau ngaku saja," Chanyeol mengibaskan tangan, tangan kanannya mengambil "Kamu juga bisa pakai gombalan itu kalau ketemu Yixing di meja kasir," ia mengedipkan mata.

Suho berhenti mengunyah ayamnya, termenung sebentar. Tapi buru-buru ia mendengus dan sengaja melempar plastik pembungkus nasi tepat di dahi sang pemuda tinggi,

"Nggak akan sudi aku menggunakan gombalan norak macam itu,"


...

"Chanyeol,"

"Apa?"

"Hari ini mau makan di KaEfSi lagi nggak?"

"Enggak ah,"

"Lah kenapa?"

"Aku bosen, kemarin kan habis makan ayam. Lagipula kalau kebanyakan makan ayam itu bisa menyebabkan—"

"Aku yang bayarin deh,"

"—ya udah yuk berangkat!"

"...Busuk kau Yeol."


...

Niat Suho mengajak Chanyeol makan di KaEfSi lagi memang semata-mata untuk cari hoki. Siapa tahu akhirnya hari ini Suho bisa melihat Yixing kerja setelah kemarin impian itu pupus sudah.

Dan sepertinya Tuhan pun meridhoi mereka berjodoh, karena baru saja mereka melangkah masuk ke dalam, pekikan Chanyeol langsung menyerta. Ia menunjuk nunjuk ke arah meja kasir dengan heboh, satu tangannya yang lain menyikut-nyikut perut Suho di sampingnya, "Heh lihat lihat, itu ada Yixing, Suho!"

"Iya iya, aku juga lihat kok!" Ia menjauhkan siku Chanyeol dari abdomennya. Suho butuh Chanyeol untuk tenang, sementara ia berusaha menetralkan kerja jantungnya yang tak karu-karuan, bertalu-talu tanpa henti. Hanya melihatnya dari jarak jauh saja Yixing sudah sukses memberikan efek sebegini besarnya kepada tubuhnya. Damn.

"Aku duduk disana saja, kamu maju sendiri menghadapi Yixing, aku tidak mau merusak momen!" ia berbisik, lantas menepuk-nepuk bahu Suho, "Fighting, Kim Suho!"

Sebelum Suho sempat memberi persetujuan apapun, Chanyeol keburu berlari sprint ke meja kosong yang kebetulan letaknya paling dekat dengan kasir. Ia mengacungi Suho dua buah jempol ke udara sebagai penyemangat.

Suho menegak ludah, seiring antrian berjalan, mendekat dan mendekat pada Yixing yang berdiri dari balik meja kasir yang membentangi dirinya dengan sang pujaan. Antrian hari ini tidak separah kemarin, sehingga tak butuh waktu lama bagi Suho untuk kemudian mendapat giliran memesan. Ia sudah berhadap-hadapan dengan Yixing yang kini tersenyum lebar, ditemani oleh lesung pipit yang menyembul tak sungkan di pipi kanan. Omg omg omg, apa yang harus ia katakan!

"Selamat siang—eh, Kak Suho?"

Ternyata Yixing baru menyadari siapa yang baru saja berdiri di hadapannya, Suho meringis kecut.

Padahal Suho kira, tadi Yixing tersenyum selebar itu karena ia melihat kedatangannya.

"Hai eum...Yixing," Suho mengangkat tangan, melambai ala kadarnya karena tubuhnya berubah mengakaku. Selalu begitu jika Yixing ada dalam jarak dekat dengan dirinya.

Yixing mengerjap takjub, "Kak Suho kesini mau makan?"

'Enggak, aku mau cuci piring di belakang, Yixing,' gemas Suho dalam hati. Duh, maaf deh. Suho memang suka kesal sendiri kalau sedang grogi. "Iya, mau makan,"

"Silahkan, mau pesan apa kak?"

"Aku mau pesan paket hematnya untuk dua orang," Suho memaksa sebuah cengiran melintang di bibirnya.

"Paket hemat dua ya," ulang Lay sembari mengetikan pesanan Suho ke display yang tertera di mesin kasir, "Ada tambahan?"

"Tidak ada,"

"Oke," Lay tersenyum, mengetikkan sesuatu lagi di mesin kasirnya, lantas mendongakan kepala,

"Kak Suho mau pilih dada atau paha?"

Dada atau paha

Dada atau paha

Dada atau paha Yixing—

"Jangan terlalu agresif, Yixing," kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir. Fuck Chanyeol yang mengajarkan gombalan terkutuk ini!

Suho mengulas cengiran genit seperti yang dilakukan Chanyeol kemarin, mengedipkan mata.

.

"Mau bibirnya dulu saja, boleh?"

.

Yixing menatapnya cukup lama.

Alisnya berkerut, sementara matanya ikut mengerjap-ngerjap.

.

Suho harap-harap cemas.

.

"Ya nggak bisa dong, Kak Suho," ujar Yixing yang kemudian diiringi oleh suara kikikan geli, "Masa Kak Suho mau makan cucuknya Ayam? Kan keras!"

Yixing menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah Suho adalah orang paling bodoh yang ditemuinya.

"Kak Suho ada-ada saja,"

Suho speechless.

Dari sekian reaksi yang mungkin diberikan, yang satu itu sungguh-sungguh jauh dari harapan.

Ia membenturkan kepalanya di meja kasir, penuh nelangsa. Diam-diam menyumpah serapahi Chanyeol yang tanpa belas kasihan terbahak "Buahahaha Wuanjir!" dengan lantang dan keras dari balik punggungnya. Tak lupa ia mengutuk dalam diam orang-orang di sekitarnya yang lancang mencuri dengar dan kini ikut terkikik kegelian, terutama sang kasir, Wendy, yang berdiri di sebelah Yixing.

"Yang tabah ya Mas," ujarnya simpatik, "Yixing memang orangnya gitu,"

Sementara Yixing yang jadi objek perbincangan justru ikut terkekeh-kekeh, walau ia tak mengerti kemana sebenarnya alur percakapan mereka mengarah.

.

Suho belajar,

—nyatanya, yang namanya cinta itu memang butuh perjuangan.

.

Terlebih jika cintamu itu berlabuh kepada seorang Zhang Yixing yang polosnya melebihi kertas hvs.

.

"Jadi..." Yixing kembali memecah hening, "Kak Suho jadi pesan cucuk Ayamnya nggak?"

.

"ASDFGHJKL!"

.

.

end.


Yak kembali sama saya yang suka nistain OTP saya sendiri T,T ampun kakkk. Saya sayang kok sama OTP saya yang lagi puasa moment ini. Anyway, kenapa saya suka banget jadiin Yixing kasir nista dan Suho pelanggan merana? XD wkwkw fetish saya kalik ya /dor/

Fic ini jadi dalam waktu 2 jam (?) makanya acak adul gak karu karuan T_T maklumi yaaak. Ini saya dapet dari Meme sih, terus saya langsung kepikiran SuLay. Kalau suka, mungkin bisa di Review? Tapi kalau berkenan aja sih hehe. Pokoknya makasih ya sdh mau baca sampe selesai dan tahan sama kegajean fic ini. Paipai, sampe ketemu di fic berikutnya...