Malaikat
Prolog
Ditulis oleh 生川・明
- pernyataan kepemilikan aka disclaimer -
Kantai Collection copyright by KADOKAWA GAMES and DMM - dot - com
Malaikat, sebuah delusi yang tidak akan pernah tercipta tanpa adanya iDutchman
- peringatan -
AU
delusi
The FEELS train is going on a FEELS trip!
- ucapan terima kasih -
KBBI
KOKIA, yang tidak pernah gagal meremukkan kokoro lemah saya
KALI pertama aku melihatnya, rambutnya hitam berkilau di bawah sinar matahari, dan tawanya riang. Gerisik dedaunan musim gugur yang terinjak oleh kaki-kaki lincahnya, juga jemari mungilnya yang erat menggenggam tanganku. Hangat matahari di siang hari, serta dingin angin di malam hari. Aku ingin mengabadikannya, dan aku masih menjadikannya abadi. Kali pertama aku melihatnya; mengenalnya.
Berputarnya detik jam sampai musim yang berganti, juga tahun-tahun itu, menjadikan kami sepasang sahabat terhebat di dunia. Tak ada satu hal pun yang mampu menakuti kami, tidak selama jemari-jemari ini bertaut erat. Berbagai petualangan: yang menyenangkan hingga yang menyeramkan, satu demi satu terabadikan ke dalam keabadian. Terekam oleh mata yang bermemorikan ingatan, juga kamera yang bermemorikan film.
Ya, aku senang memotretnya—secara pribadi aku lebih suka menyebutnya "mengabadikannya". Mengabadikannya. Menjadikannya abadi. Mungkin aku sadar bahwa keindahannya tidaklah layak sekali lewat saja, jadi aku mulai menyimpan setiap keindahannya ke dalam kotak-kotak kenangan. Namun, seolah sadar bahwa sedikit demi sedikit kotak-kotak kenangan itu akan terkikis dan lenyap oleh waktu, aku menjadi khawatir, gelisah, takut, jadi aku memutuskan untuk mengabadikannya dalam bentuk yang konkret—foto. Banyak indahnya yang berhasil kuabadikan, namun lebih banyak indahnya yang kucuri secara diam-diam. Bagi dunia, senyum dan tawanya, sedang bagiku, semua tentang dirinya: saat ia menggembungkan pipinya di mana kesal camilan favoritnya habis terbeli orang lain, saat ia menangis tersedu-sedu karena mi langganan kami rasanya selalu enak, saat ia pulas tertidur sampai mengigau tentang makanan-makanan favoritnya, bahkan...
Saat ia jatuh cinta.
Ah, betul juga, aku belum menceritakannya secara mendetail. Meskipun ia seorang yang riang dan aku adalah yang pendiam, kehidupan kami adalah kebalikannya. Ia adalah seorang yang selalu giat belajar dan tidak akan sungkan untuk memenjara dirinya berlama-lama dengan berbagai buku bacaan, sedangkan aku adalah seorang yang tidak bisa dipisahkan dari bola basket. Darinya aku mempelajari banyak hal, namun tidak dengan sebaliknya. Kami membangun dunia masing-masing dengan cara masing-masing juga, tanpa sekali pun melepaskan genggaman jemari-jemari ini.
Setidaknya itulah yang kupikirkan sampai kami beranjak ke jenjang menengah atas.
Klub basket sekolah kami adalah klub campuran dengan seorang senior laki-laki sebagai kaptennya. Dengan cepat kami menjadi akrab, karena kemampuanku yang andal, menurut rekan-rekanku. Dan menjadi akrab dengannya, mungkin, adalah satu kesialan terbesar yang bisa kualami sebagai seorang manusia. Sudah menjadi hal yang mendarah daging bagi ia yang selalu abadi untuk selalu menontonku berlatih dan memberikanku minuman serta menyeka keringatku saat aku selesai. Pemandangan itu sudah menjadi hal yang biasa di klub. Dan kebiasaan itu rupanya menciptakan realitas baru di sepasang mata seseorang. Ya, si kapten. Di suatu kesempatan di tengah pertarungan kami di tengah lapangan, ia memintaku untuk mengenalkannya pada ia yang selalu abadi. Aku hanya bisa terdiam. Dan ketika ia yang selalu abadi menghadirkan realitas baru tersebut, aku hanya bisa diam memendam pilu. Pilu sekali rasanya. Setelah hampir seluruh umur kuhabiskan dengan menjadikannya abadi, kini datang seorang lain yang dengan lancangnya menyentuh keabadianku sampai bau menusuk di lautan keabadian. Setitik nila yang merusak sebelanga susu.
Pun begitu nyatanya aku tetap mengabadikannya. Aku masih ingin percaya bahwa ia masihlah milikku. Aku masih ingin percaya...
"KAGA! Oper!"
Pertandingan basket SMA putri tingkat nasional. Seorang gadis berperawakan tinggi kekar dengan rambut yang diikat samping berlari menggiring bola ke tengah lapangan. Di sana, dua pemain pertahanan lawan siap menghadangnya. Sekalipun teman satu timnya memintanya mengoper bola, ia tidak akan menyerahkan harga dirinya itu begitu saja. Kedua lawannya sengit berupaya merebut bolanya, namun dengan tenang ia terus memantul-mantulkan bola ke lantai lapangan, menjaga harga dirinya. Saat keduanya maju untuk merampas bolanya, ia segera memantulkan bolanya ke belakang melalui kedua kakinya dan segera berbalik untuk menangkapnya kembali dan berlari melalui lawannya. Di pinggir lapangan penghitung waktu terus bergerak mundur menghabisi sepuluh detik terakhir pertandingan. Tapi bukan itu yang menjadi perhatiannya. Adalah seorang gadis lainnya dengan perawakan langsing dibalut dengan rambut hitam kemilau panjang bak bintang iklan sampo yang tengah serius membidikkan kamera poketnya ke arahnya yang menarik perhatiannya. Dengan kecepatan penuh si gadis berlari dan ketika kakinya mencapai titik tembak, ia melompat setinggi-tingginya, melakukan slam dunk, membuat getaran keras di keranjang lawan bersamaan dengan bunyi peluit tanda berakhirnya permainan.
Sebuah kemenangan gemilang lainnya dalam sejarah permainan basketnya.
Seluruh anggota tim mengerumuninya seperti semut yang menemukan gula, memberinya ucapan selamat serta serentetan pujian yang mungkin sudah basi di telinganya.
"Kaga."
Ia menoleh. Senyumnya mengembang. Gadis berkamera poket itu kini berdiri di hadapannya, dengan handuk dan sebotol air di dalam genggaman kedua tangannya. Disekanya keringat yang membanjiri wajah si gadis basket dengan penuh kelembutan, perlahan mengurut dari atas ke bawah, sehingga bisa dinikmatinya tatapan kedua iris teduhnya, lalu senyum tipisnya sebagai hidangan penutup.
"Selamat atas kemenanganmu, Kaga," ucapnya sama lembutnya dengan sekaannya.
Si gadis basket pemilik nama Kaga itu hanya mengangguk dan mengusap kepala si gadis berkamera poket.
"Kau berhasil mendapatkan jepretan yang bagus?" tanya si gadis basket seraya menyambar tasnya.
Yang ditanya mengangguk dengan antusias. Ia segera meraih kamera poketnya dari dalam tas jinjing mungilnya dan menekan tombol dayanya. Seraya menunggu kamera siap digunakan, keduanya berjalan meninggalkan medan perang di dalam sana.
"Lihat! Enggak jelek, kan?" tanya si gadis berkamera poket seraya menunjukkan jepretannya pada si gadis basket.
"Boleh juga. Coba pinjam sebentar." Si gadis basket mengambil kamera dari genggaman si gadis berkamera poket dan terus menekan tombol navigasi untuk melihat foto-foto yang diambilnya. Foto awal pertandingan, foto si gadis basket, foto jalannya pertandingan, foto si gadis basket, foto si gadis basket, foto jalannya pertandingan, foto si gadis basket, foto si gadis basket, dan foto si gadis basket. Yang menjadi objek hanya tersenyum. Sayang senyumnya tak bertahan lama ketika foto yang selanjutnya muncul adalah kumpulan foto seorang lelaki yang dikenalnya sebagai kapten tim basketnya sekaligus kapten tim putra SMA-nya dalam pertandingan nasional ini. Yang juga seorang kenalan yang dekat di klub.
"Kalian sama-sama hebat. Tahun ini pun sekolah kita kembali menjadi juara pertama berkat kerja keras kalian."
"Hmm, begitu, ya."
"Hmm, begitu."
Si gadis basket mematikan kamera poket tersebut dan mengembalikannya kepada sang pemilik.
"Hei, mau kutraktir ramen langganan? Berhubung aku menang, kau boleh pesan sepuasnya," ucap si gadis basket ramah, berusaha melupakan isi kamera yang tidak menyenangkan suasana hatinya barusan.
"Sungguh!?" tanggap si gadis berkamera poket penuh semangat. "Kalau itu sih mana bisa menola—"
"Hei!"
Kedua sahabat itu berhenti melangkah dan berbalik menuju arah asal suara. Seakan perasaan tidak senang tadi tidak cukup, kini wujud asli si lelaki malah muncul di hadapan mereka. Si kapten.
"Ah, Senpai! Selamat atas kemenangan tim putra, ya! Berkat kerja keras kalian, sekolah kita—"
Si gadis basket hanya tersenyum masam menyaksikan si gadis berkamera poket meninggalkannya begitu saja dan asyik berbincang dengan si kapten. Pilu.
"Hei, Kaga. Aku dan anak-anak akan pergi ke restoran cepat saji dekat stasiun. Bagaimana kalau kau dan Akagi ikut bergabung saja? Masa enggak merayakan kemenangan bersama-sama?"
"Ide yang bagus, Senpai. Kaga, bagaimana?"
Pilu. Pilu sekali rasanya melihat si kapten menggenggam jemari yang belum lama tadi masih digenggamnya.
"Maaf, kurasa aku akan pulang saja. Aku ingin cepat-cepat mandi dan tidur," adalah jawaban akhir yang harus meluncur untuk menuai pilu yang memenuhi dadanya. "Kalian bersenang-senang sajalah sana, dasar riajuu," lanjutnya seraya terkekeh memaksa.
Si gadis berkamera poket dan si kapten tampak kecewa dengan jawabannya, namun tidak terlihat akan mendesaknya lebih lanjut.
"Kalau begitu, bisa minta tolong ambilkan foto aku dan Akagi di sini?"
"S, Senpai!"
Si gadis basket hanya tersenyum pilu. Diraihnya kamera poket di tangan si gadis berkamera poket pemilik nama Akagi itu dan menekan tombol dayanya. Seraya mengusap kepala si gadis berkamera poket, ia berkata, "Tidak apa, Akagi. Toh kalian ini sepasang kekasih."
Ah, pilu betul harus mengucapkan hal itu. Tapi bisa apa lagi, toh? Pada akhirnya pun si gadis basket hanya bisa kembali mengabadikan ia yang selalu abadi bersama pangeran berkuda putihnya tanpa bisa membuat perlawanan apa-apa. Menyerahkan kamera tersebut pada kedua anak muda yang tengah dimabuk asmara itu dan menyaksikan kepergian mereka yang seolah tak menjadikannya ada. Pilu bahwa ia yang abadi lupa begitu saja pada ajakannya barusan.
Tidak apa. Asalkan senyum itu masih tertuju pada kamera—apa yang kulihat pada dirinya, aku masih bisa mengabadikannya. Kau akan selalu abadi. Akan selalu.
Seraya melangkah gontai sendirian, ia mengeluarkan ponselnya dan mengetik sebaris pesan singkat yang tidak dikirimkan pada siapa-siapa.
"Jangan pulang terlalu larut. Selamat bersenang-senang. Kabari aku setelah pulang."
bersambung
riajuu: Riajuu is internet slang for somebody who has a good life. It's typically used by otaku and such on message boards like 2chan to refer to people who have girl/boyfriends and are popular with their peers. - Urban Dictionary
Halo, lama tidak berjumpa, dan Merry Christmas!
Selamat hari Natal bagi yang merayakan, dan selamat menikmati tanggal merahnya terutama bagi kalian para tsundere yang hobi koar-koar soal agama padahal senang juga jadi long weekend dan Christmas Sale! Ehem, oke, cukup dengan sikap sassy-nya. Maaf, efek belum UAS plus tugas menggunung.
Cerita baru? Iya, cerita baru. Enggak sih, sebenarnya ini cerita lama, lamaaa banget dan baru sekarang direalisasikan karena menunggu momentum Natal-nya dulu.
Sebagai informasi tambahan, cerita ini akan terus digarap sampai tuntas lebih dulu dari fanfiksi lainnya karena cerita ini pada dasarnya sudah tamat. (Bahkan sudah dibuat spinoff bokepnya sama penulis-penulisnya (enggak penting))
Q: "Penulis-penulisnya"? Ini maksudnya apa?
Jadi, long time ago, in a galaxy far far away... (enggak)
5 Juni 2015 lalu, saya dan iDutchman-san memulai delusi kampret lainnya setelah banyak delusi AKKG semena-mena tercipta tanpa ada rasa malu. Yang mengejutkan, delusi ini kok ya enggak selesai-selesai dan malah makin menjadi-jadi (sinetron) dan tahu-tahu pas tamat kami baru sadar kalau ternyata dua minggu sudah berlalu.
Iya.
DUA MINGGU
DUA MINGGU PENUH DRAMA SINETRON PLUS ADEGAN PORNO DI SANA-SINI PADAHAL LAGI BULAN PUASA
Ya Tuhan maafkanlah hamba. Dosa itu memang selalu menggiurkan.
Q: Loh kok ya dari Juni baru digarap sekarang?
Temanya berhubungan erat dengan Natal, mz/mb. Kalo gue unggah pas Lebaran Haji kan nanti enggak lucu segala ada adegan Sinterklas gorok leher sapi.
Q: Jadi ini proyek kolaborasi, nih?
Iya. Kolaborasi pikiran kotor nan laknat dua kepala penuh dosa. Tersangka utamanya ya si iDutchman-san. Saya mah apa cuma korban rengekan tema delusinya dan sekarang jadi budak ketik.
Jadi, delusi AKKG ini agaknya merupakan proyek tersukses kami dan akhirnya kami memutuskan untuk menggarapnya menjadi fanfiksi yang laik baca, terutama bagi kalian, budak-budak cobaan cinta AKKG. Atas izin iDutchman-san, saya akan mencoba untuk melakukan pembaruan rutin per minggu atau dua minggu.
Tentu, meskipun dikatakan sebagai proyek Natal, klimaks musim pertamanya baru akan selesai tahun depan. Pun begitu, saya akan berusaha untuk menyelesaikannya dan mengerjakannya dengan sepenuh hati. Maka dari itu saya memohon dukungan dari para pembaca sekalian. (Ye kan kali aja dukungan kalian semacam genkidama-nya Dragon Balls gitu ya)
Akhir kata, selamat merayakan Hari Natal! Ho ho ho!
