"Entah sejak kapan," Jeda. Kyungsoo menoleh ke Chanyeol yang duduk di sebelahnya. Menatap ke depan dengan angan-angan yang menari di matanya. "aku menyukaimu." Lalu dia tersenyum, seperti rasa sakitnya akan sirna hanya dengan sebuah senyuman sendu yang dia tunjukkan untuk pujaan hatinya.
"Aku merindukanmu setiap hari, ingin bertemu denganmu setiap saat, lucunya aku selalu di pukul oleh Ayahku saat kubilang aku mencintaimu." Chanyeol sudah membayangkan bagaimana Kyungsoo berdiri lalu menamparnya sambil menyumpahinya dan pergi dari sana. Tapi nyatanya, laki-laki itu diam. Mendengarkan apa yang dikatakannya.
"Aku pikir itu sejak dulu." Jeda lagi. Hening menguasai. "Sejak kau bilang mau jadi temanku." Itu sudah 15 tahun yang lalu. Bertemu di sekolah dasar dalam satu kelas.
Kyungsoo tidak bicara. Dia memilih diam ketimbang menambah suasana lebih rumit.
Angin sepoi menerpa poni Chanyeol yang mulai panjang, menyisirnya dengan jari-jari tak kasat mata ke belakang. Keheningan lagi-lagi menemani. Suara gesekan antara alang-alang yang sudah panjangpun tak bisa memecahkan itu.
"Sudah terlambat, ya?" Chanyeol bertanya. Suaranya kelewat pelan dan Kyungsoo hampir saja meneteskan air matanya sendiri. "Kupikir kau akan pergi setelah menampar dan menyumpahiku, Do." sambungnya pelan. Penuh dengan rasa yang ditekan.
"Jadi, benar sudah terlambat, ya." Chanyeol menaruh kedua telapak tangannya di atas pangkuannya, meremas pahanya sendiri sambil berusaha untuk menekan rasa sakitnya sendiri.
Kyungsoo tidak berani menyentuh Chanyeol sama sekali walaupun dia melihat laki-laki itu hancur tepat di depan matanya. Mulutnya dikunci dan air matanya menggenang di pelupuk.
"Ayo kita kembali." Chanyeol tersenyum setelah menguatkan dirinya sendiri. Menatap Kyungsoo-nya yang pipinya sudah basah.
"Tidak ada yang perlu kau tangisi, Do." kata Chanyeol. Tangannya bergerak ke wajah Kyungsoo, menyeka air matanya dengan ibu jarinya. Bergetar. Rasanya sakit sekali. Ribuan pisau seperti memenuhi dadamu, menusukmu dari kerongkongan sampai perut.
"Mempelaimu sudah menunggu, tidak baik kalau dia lihat calon suaminya menangis karena laki-laki tidak berguna sepertiku." Kyungsoo menggeleng. Tangannya menahan tangan Chanyeol yang ada di pipinya.
"Aku senang kau mengatakannya." Pelan. Seperti bisikan di tengah isakan. "Terimakasih sudah bilang padaku, Chanyeol." katanya lagi. Dia juga terlihat menguatkan dirinya sendiri. Membiarkan air matanya diseka Chanyeol, membiarkan Chanyeol menangis di depannya.
Mereka bangkit setelah sama-sama menguatkan. Pergi dari tempat yang biasanya mereka pakai untuk bersantai. Di matanya Kyungsoo tetap saja menggemaskan meski dibalut baju yang acak-acakan sekalipun. Tidak ada yang bisa menandingi. Setidaknya dia sudah mengatakan perasaannya sendiri walau rasa sakitnya masih ada.
END.
MUEHEHEHEH...
curhatkuy; Halloo gengss... Kembali lagi bersamaku disini, ff unfaedah lainnya:v Aku perlu pendapat kalian tentang ff ini karena menurutku pribadi ini ff pendek ini sedikit dalem dan membosankan? (Kalo ga jelas si udah jelas ya, emang ga jelas;V) Idk, mungkin kebawa karena ga bisa nonton mubank kali ya:V aku gatau feelnya dapet apa ga tapi yaudahlah...
Sebuah review tidak akan membuatmu kehilangan oppa. Thx*
