Sepucuk Surat Dalam Botol

Presented By Chocolate Bubbletea

Boboiboy copyright to Animonta/Monsta

Genre : Drama, Romance, and a bitof Hurt/Comfort

Warning : Alternative Universe, Out Of Character, Grown Up Character, Miss Typing, and more


DON'T LIKE DON'T READ


Semilir angin pagi membelai lembut kedua pipinya yang sedikit memerah. Gulungan ombak menggeletik jemari kaki mungilnya yang tak terbalut apapun. Suara burung-burung berterbangan memulai hari baru membuatnya merasa tenang. Di pelukannya, sebuah botol plastik ia genggam erat. Gadis itu tersenyum kecil sembari memperhatikan botol plastik yang terisi secarik kertas yang digulung di dalam botol tersebut.

Gadis itu menarik nafasnya dalam kemudian menghanyutkan botol plastik itu pada para ombak untuk dibawa entah kemana menuju lautan yang luas. "Selamat jalan surat kecilku. Kuharap ombak membawamu bertemu dengan seseorang yang mau membacamu."

Setelah itu gadis itu pun berjalan pergi. Meninggalkan sepucuk surat itu pada sang ombak dengan harapan suatu saat ia akan mendapat sebuah balasan, walaupun sebenarnya ia sadar hal itu tidak akan pernah terjadi


"AAAAAAAAAAAAAAKKKKHHHH! SUATU SAAT NANTI AKU AKAN MENGALAHKANMU TIM NASIONAL! LIHAT SAJA NANTI!" teriak seorang pemuda dengan topi jingga yang dipakai terbalik pada lautan. Meneriakkan rasa frustasinya akan kekalahan yang ia alami melawan tim sepak bola nasional U-17 dalam pertandingan persahabatan yang diadakan di sekolahnya.

"Kau terlihat seperti orang bodoh. Berteriak di tempat umum seperti ini hanya karena kalah dalam pertandingan persahabatan." Ujar seorang temannya yang mengikuti pemuda bertopi jingga tersebut hingga ke pantai yang terletak tak begitu jauh dari sekolahnya. Iris violet gelapnya menatap remeh pemuda tersebut.

"Biar saja! Setidaknya dengan begini aku merasa lebih baik." Pemuda dengan iris violet gelap itu masih tersenyum meremehkan. Raut wajahnya jelas menampakan penghinaan. Tidak mau kalah dengan kawannya itu, pemuda dengan topi jingga membalasnya. "Dan... setidaknya aku lebih baik darimu yang bisanya cuma murung setiap saat kau kalah dalam pertandingan basket."

"Apa kau bilang?!"

Kedua pemuda itu siap berkelahi satu sama lain jika saja pemuda dengan topi jingga tidak menemukan botol plastik yang terombang-ambing di dekat batu karang. Pemuda itu pun berjalan ke arah botol tersebut untuk memungutnya.

"Dasar orang tidak bertanggung jawab! Buang sampah sembarang. Kalau aku bertemu dengan orang itu pasti aku-"

"Hei Boboiboy, ada sesuatu di dalam botol itu." Ucap temannya yang diketahui bernama Boboiboy tersebut.

Benar saja, di dalam botol plastik berwarna biru transparan itu terdapat sesuatu, mungkin secarik kertas. "Menurutmu ini kertas apa, Fang?" tunjuk Boboiboy pada secarik kertas di dalam botol tersebut.

Pemuda bernama Fang itu mengendikkan bahunya. "Entahlah, kenapa tidak coba kita lihat saja."

Boboiboy mengangguk setuju kemudian membuka botol tersebut dan mengambil secarik kertas tersebut. Perlahan ia membuka secarik kertas yang tergulung rapi tersebut. Takut-takut kalau kertas itu berisi terror, kutukan atau sejenisnya.

"Hanya sepucuk surat ternyata." Boboiboy menghela nafas lega. "Tapi siapa yang mengirimkan surat lewat botol plastik seperti ini ya? Benar-benar cara yang kuno."

Kedua pemuda itu berpikir sejenak hingga Fang menjetikan jarinya. "Aku tahu! Mungkin surat itu dikirim seseorang yang terombang-ambing di tengah laut. Karena tidak bisa berkomunikasi lewat telepon jadi dia membuat surat untuk memberi tahu posisinya."

Boboiboy memutar bola matanya jengah. "Ayolah... jangan konyol. Mana mungkin ada yang seperti itu. Sepertinya kau terlalu sering nonton film bersama Gopal jadi otakmu juga ikut error seperti dia."

"Apa kau bilang?!"

"Sudahlah, lebih baik kita baca saja surat itu supaya kita tahu siapa yang mengirimnya."

Untukmu yang membaca suratku.

Hei, percayakah kau pada takdir? Jika iya maka mungkin takdir yang membawa surat ini padamu. Surat kecilku yang kau lihat ini, entah kau akan membalasnya atau melupakannya namun aku akan senang kalau kau mau membacanya. Maukah kau membaca suratku? Membaca kisah kecilku.

Itulah kalimat yang tertulis rapi dalam secarik kertas putih bersih tersebut. Tak ada nama, tanda tangan atau petunjuk apapun dalam surat tersebut. Mungkinkah orang ini sudah cukup gila untuk mengirimkan surat ke dalam botol seperti ini? Apakah orang ini terlalu sering menonton drama? Dan lagi bagaimana caranya kau akan bertukar surat jika media pengirim yang kau gunakan adalah alam yang bahkan tidak mau mendengarkan perintah kita.

"Kurasa orang ini benar-benar gila." Ucap Fang setelah membaca sepucuk surat tersebut.

"Kau benar, Fang. Orang ini benar-benar gila." Sahut Boboiboy

Pemuda bertopi jingga tersebut kembali menggulung surat itu dan memasukannya ke dalam botol. Lalu ia pun pergi dari pantai dengan botol tersebut di tangannya.

"Kau mau kemanakan surat itu?" tanya Fang.

"Aku bawa pulang. Lagipula kalau orang itu masih punya akal ia tidak mungkin akan menunggu balasan surat ini."


Fang mungkin benar tentang satu hal. Siapapun orang yang mengirimkan surat ini adalah orang yang cukup nekat dan bahkan mungkin gila. Jika memang ia butuh seseorang –atau mungkin orang yang tidak ia kenal untuk mendengarkan ceritanya, kenapa ia mengirimkannya lewat cara konyol seperti ini? Kenapa tidak lewat pos dan tuliskan saja alamat secara acak? Dengan begitu ia pasti akan mendapat balasan.

Tapi sayangnya mungkin Boboiboy juga sudah ikutan gila akibat kalah dalam pertandingan bola siang tadi karena sekarang di kamarnya ia tengah duduk di depan meja belajarnya, menulis balasan surat untuk orang misterius tersebut. Sudah cukup banyak kertas yang ia remas karena ia kesulitan menemukan kata-kata yang tepat untuk membalas surat tersebut. Dan sudah berkali-kali juga ia mengacak-acak rambut hitamnya frustasi.

"Kenapa juga aku sampai sebegininya hanya karena sebuah surat."

Boboiboy memperhatikan surat yang kembali ia keluarkan dalam botol tersebut. Ia sendiri tidak tahu apa yang ada dalam surat tersebut hingga pemuda yang dikenal tidak suka bercakap lewat kata-kata ini ingin membalasnya.

Boboiboy menghela nafasnya. "Haaah... kurasa kau memang benar. Mungkin ini takdir. Dan aku yakin ini adalah takdir yang menyebalkan! Siapapun kau, pastikan kau membalasnya mengerti?! Kalau tidak kau sama dengan cari mati karena membuatku frustasi seperti ini!" Ultimatum Boboiboy sembari menunjuk surat tersebut seolah meneriaki kertas tak bernyawa tersebut sama dengan meneriaki orang yang menulisnya.

TOK TOK TOK

"Boboiboy, kau sedang apa? Kenapa kau berteriak-teriak seperti itu? Apa terjadi sesuatu?" Sepertinya suara Boboiboy terlalu keras hingga membuat kakeknya yang tengah menoton televisi di bawah jadi menghkawatirkannya.

"Aku tidak apa-apa tok! Aku...um... sedang latihan drama! Ya! Itu!" dusta Boboiboy tanpa sedikitpun ada niatan untuk membukakan pintu kamarnya bagi sang kakek. Ia tidak bisa membiarkan kakeknya melihat keadaan kamarnya yang berantakan dengan kertas yang berserakan dimana-mana.

"Oh... Baiklah kalau begitu. Bersemangatlah!" dan setelah itu terdengar langkah kaki kakeknya menjauhi kamar Boboiboy.

"Haaah... untung saja tidak ketahuan." Boboiboy kembali menatap secarik kertas tak berdosa itu kesal. "Ini semua gara-gara kau! Pastikan kau sampai pada penulismu, ok?"


"Kamu mau pergi kemana pagi-pagi begini?" tanya seorang wanita paruh baya. Wajahnya yang terlihat kelelahan membuat gadis yang tadi ditanyanya sempat mengurungkan niatnya untuk pergi ke pantai.

"Aku hanya ingin jalan-jalan, bu. Aku akan kembali dengan cepat."

Wanita itu sempat ragu namun begitu melihat sorot mata putrinya yang terlihat lebih hidup dari biasanya ia akhirnya membiarkan putrinya itu pergi.

Gadis dengan kerudung pink itu melangkahkan kakinya dengan riang. Sesekali ia melompat kecil layaknya seorang anak yang tengah berjalan-jalan di taman bermain. Entah mengapa hari ini ia merasa sangat senang seolah akan ada suatu hal baik terjadi.

Untuk yang kedua kalinya gadis itu akan mengirimkan surat kecilnya pada lautan. Surat yang entah akan sampai pada seseorang atau hanya akan terombang-ambing di lautan bebas. Namun gadis itu tidak peduli. Entah mengapa rasanya setelah seminggu yang lalu ia mengirimkan surat tersebut hatinya menjadi lebih tenang. Ia merasa lebih hidup padahal ia sama sekali belum menceritakan apapun dalam surat tersebut.

Begitu sampai, gadis itu mengambil surat kecilnya yang kembali ia masukan ke dalam botol plastik berwarna biru transparan. Belum sempat ia mengirimkan surat keduanya, ia melihat sebuah botol plastik biru mengambang, terbawa ombak menuju ke arahnya.

Gadis itu mengambil botol tersebut dan memeriksanya. Ia mengenali botol ini. Botol ini adalah botol yang ia gunakan untuk mengirimkan surat pertamanya.

Mungkin lautan tidak membutuhkan sampah seperti ini.

Gadis itu membuka botol plastik tersebut. Mengambil secarik kertas di dalamnya dan berniat membuang botolnya ke tempat sampah. Tapi sebelum ia melakukannya ia melihat ada sesuatu yang berbeda pada kertasnya.

Ada lubang di kertas ini sedangkan seingatnya dalam kertas yang ia gunakan tidak ada lubangnya sama sekali.

"Apa mungkin..." dengan cepat gadis itu membuka dan membaca apa yang tertulis dalam kertas berlubang tersebut.

Untuk siapapun yang mengirimkan surat botol ini.

Hai! Aku sebenarnya tidak begitu mengerti maksud dari takdir yang kau sebutkan dalam suratmu. Aku sendiri bahkan tidak yakin bagaimana cara, dan berapa lama suratmu bisa sampai padaku. Tapi jika memang benar takdir yang kau sebutkan itu ada, aku harap surat balasanku ini bisa sampai padamu. Dimana pun kau berada.

Oh! Dan kalau kau memang ingin bertukar surat kenapa tidak gunakan saja jasa pos. Dengan begitu aku yakin pasti akan ada yang membalasmu. Kau tidak perlu menggunakan cara konyol seperti ini.

Soal ceritamu, aku tidak keberatan untuk membacanya. Dan kalau memang kau ingin tetap jadi orang asing, aku juga tidak keberatan jika kau sama sekali tidak memberi tahu nama dan wajahmu. Aku tidak akan mencari tempat tinggalmu. Kau bisa tenang menceritakan apapun padaku.

Kalau kau tidak keberatan, kirim balasanmu lewat pos ke alamat rumahku. Aku akan dengan senang hati menerimanya.

p.s : ini alamat rumahku. Rintis island street no. 71

Gadis itu tersenyum lebar. Sebut ia melankolis atau apapun itu karena entah mengapa mendapat jawaban dari orang ini membuat kedua matanya memanas dan berair. Walaupun ia tahu kalau ia tidak boleh mempercayai orang yang tidak ia kenal bahkan tidak ia ketahui wajah dan namanya. Tapi walaupun begitu ia senang, benar-benar merasa senang.

Ia menghapus air matanya. Ia tidak boleh menangis di tempat seperti ini. Selain itu ia juga harus segera kembali untuk membalas surat ini.


Senin sore, setelah Boboiboy kembali dari sekolahnya sang kakek memberikan sepucuk surat untuknya. Sebuah surat tanpa nama, tapi Boboiboy tahu siapa yang mengiriminya surat ini.

"Boboiboy, apa kau yakin ini bukan surat yang berbahaya?" tanya kakeknya khawatir.

"Apa maksudnya tok? Mana mungkin kan ada surat yang bisa melukai seseorang."

"Bukan itu maksud atok! Bagaimana kalau ini surat terror? Atau yang lebih parah lagi, bagaimana kalau orang yang mengirimkan surat ini adalah orang jahat yang ingin mencelakakanmu?"

Boboiboy hanya menatap kakeknya datar. Mungkin ia harus memperingatkan Gopal untuk tidak mengajak kakeknya menonton film yang bisa meningkatkan imajinasi sang kakek. "Tenang saja tok... aku yakin dia bukan orang jahat. Sudah ya, Boboiboy mau masuk dulu ke kamar dan mandi."

Malam itu, sebelum Boboiboy tidur ia membaca surat balasan dari sang pengirim surat botol. Tulisannya masih sangat rapi seperti saat pertama kali ia mendapatkan surat dalam botol minggu lalu. Mungil dan tertata baik. Mungkin pengirim surat itu adalah seorang wanita. Entahlah... Boboiboy sendiri tidak yakin.

Untuk kau yang membaca suratku.

Terima kasih karena kau mau membalas suratku bahkan kau juga bersedia untuk menjadi teman bertukar surat denganku. Entah bagaimana caranya bagiku untuk mengucapkan betapa besarnya rasa terima kasihku padamu.

Apa kau tahu kehidupan seekor burung? Bagiku di dunia ini hanya ada tiga jenis burung. Pertama adalah burung liar yang dapat hidup bebas seuai keinginannya, terbang mengelilingi dunia tanpa takut akan kekangan. Kedua adalah burung yang sejak lahir sudah berada dalam kekangan, hanya dapat terbang dalam sangkarnya tanpa tahu dunia luar. Dan yang ketiga adalah burung yang lahir sebagai burung liar namun akhirnya ia berakhir dalam kekangan, burung yang mengetahui bagaimana indahnya dunia namun pada akhirnya ia kehilangan indahnya dunia tersebut.

Menurutmu... apa kehidupan manusia juga seperti itu? Karena bagiku kehidupan kita tak berbeda jauh dari mereka.

Boboiboy membaca kembali setiap kata yng tertulis dalam secarik kertas putih tersebut. Ia mungkin bukan seorang ahli filsafat atau ahli sastra tapi ia tahu bahwa orang ini ingin menceritakan kehidupannya. Dan entah mengapa ia punya firasat kalau kehidupan orang ini seperti kehidupan burung yang dijelaskan olehnya.

Boboiboy mengambil secarik kertas dan sebuah pulpen dalam lacinya. Tanpa pikir panjang ia menulis surat balasan untuk orang ini.


"Yaya, ada surat untukmu!" seru sang ibu dari arah ruang tengah.

Gadis berkerudung pink yang benama Yaya itu segera menghampiri sang ibu. Dengan cepat ia mengambil surat dalam genggaman wanita paruh baya itu. Wajahnya berubah cerah begitu melihat alamat yang tertera di bagian belakang amplop kecil itu.

Balasan suratnya.

"Sepertinya kau senang sekali mendapatkan surat itu. Memangnya itu surat dari siapa?" tanya sang ibu penasaran.

Yaya hanya tersenyum sembari menggenggam surat itu dalam pelukannya. "Bukan siapa-siapa. Hanya seorang teman yang mau mendengarkan ceritaku."

"Benarkah? Syukurlah ada seseorang yang mau mendengarkan ceritamu." Ujar sang ibu dengan nada yang sedikit menggodanya.

"Ibu! Ceritaku tidak seburuk itu!" protes Yaya.

"Maaf maaf. Ceritamu tidak buruk. Ibu senang mendengar ceritamu. Kapan-kapan ceritalah lagi pada ibu ya?"

Yaya mengangguk antusias. "Tentu! Kalau begitu aku mau naik ke kamar dulu ya bu!" dan ia pun segera berlari menuju ke kamarnya.

Untukmu sang pengirim surat.

Hmmm... burung ya? Apa menurutmu kehidupan kita seperti mereka? Aku sendiri bahkan tidak yakin kalau kehidupanku seperti mereka. Maksudku, aku bahkan tidak tahu apakah aku termasuk burung pertama, kedua atau ketiga.

Tapi menurutku, seberapa rumitnya kehidupan kita bahkan jika kehidupan kita seperti burung itu kita harus menikmatinya. Walau burung pertama dapat terbang bebas tapi jika ia tidak menikmati kebebasannya itu, bukankah ia akan seperti burung yang bahkan tidak pernah tahu indahnya dunia yang ia lewatkan? Dan walaupun burung kedua bahkan tidak tahu dunia di sekitarnya tapi ketika ia menikmati hidupnya dalam sangkarnya, ketika ia menikmati waktunya bersama seseorang yang akan selalu menjaga sangkarnya itu bukankah kehidupannya itu sama indahnya dengan terbang melihat dunia yang indah itu? Dan untuk burung ketiga, walaupun ia tidak dapat terbang mengitari dunia lagi ia masih memiliki ingatan akan dunia yang indah itu, selain itu juga ia dapat membuat kenangan indah lainnya bersama orang yang akan menjaganya dari luar sangakarnya kan?

Jadi sebagaimanapun rumitnya kehidupan kita, entah itu seperti seekor burung, atau kucing, atau hewan lainnya, aku rasa selama kita menikmatinya dengan orang-orang yang kita sayangi maka kehidupan kita akan selalu menyenangkan.

Maaf kalau ucapanku ngelantur, hanya saja setelah aku membaca ceritamu aku merasa kalau kau sebenarnya tengah membicarakan kehidupanmu.

Yaya tersenyum pahit. Walaupun orang ini tidak pernah bertemu dengannya tapi orang ini seperti telah mengetahui dirinya. Ia seperti melihat jauh ke dalam diri Yaya.

Yaya segera mengambil secarik kertas dalam bukunya, tak lupa ia juga mengambil pulpen dengan kepala kambing miliknya. Ia akan menulis balasannya.


Tanpa Boboiboy sadari, ia selalu membalas surat-surat dari sang penulis surat misterius itu. Ia sendiri tidak mengerti mengapa ia melakukan hal itu.

"Kau membalas surat botol yang waktu itu kita temukan?" tanya Fang tak percaya saat Boboiboy menceritakan tentang teman bersuratnya yang misterius saat jam istirahat.

"Hn." Jawab Boboiboy sekenanya tanpa mempedulikan tatapan tak percaya Fang.

"Benar-benar mengejutkan. Aku tidak menyangka kalau kau akan segila orang tersebut." Fang kembali melanjutkan acara makan donat lobak merahnya yang tadi sempat tertunda karena ucapan mengejutkan Boboiboy.

"Entahlah, aku sendiri tidak mengerti kenapa aku ingin membalas surat dari orang gila tersebut. Dan lagi, apa yang ia ceritakan padaku selalu saja sebuah dongeng atau sejenisnya. Apa dia berniat jadi penulis?"

Bisa dibilang setiap kali orang itu membalas suratnya, ia selalu bercerita tentang sebuah dongeng yang bahkan Boboiboy sendiri tidak yakin orang itu dapatkan dari mana. Orang itu tidak pernah menceritakan kisahnya –padahal bukankah ia ingin menceritakan kisah kehidupannya?

"Tapi menurutku dia sedang menceritakan kehidupannya tanpa ingin diketahui kalau ia sedang bercerita tentang kehidupannya."

Suara Gopal yang muncul secara tiba-tiba di belakang Boboiboy membuat pemuda bertopi jingga itu kaget hingga hampir menjatuhkan jus jeruknya.

"Jangan muncul tiba-tiba begitu! Kau ingin membunuhku apa?"

Sang pelaku hanya cengengesan tidak jelas. "Maaf maaf. Tapi apa yang kalian berdua ceritakan? Sepertinya kalian menyembunyikan sesuatu dari detektif Gopal ini."

"Tidak ada yang aku sembunyikan. Sudahlah! Aku mau ke kelas dulu. Aku capek kalau harus mengobrol dengan kalian berdua."

Boboiboy pun pergi meninggalkan Fang yang mulai menceritakan ulang apa yang Boboiboy ceritakan padanya. Sepertinya Boboiboy harus bersiap kalau kalau Gopal menghujaninya dengan berbagai pertanyaan.

Memang salahnya juga karena dengan bodohnya ia membalas surat aneh itu tapi Boboiboy tidak bisa menyangkal kalau ia menikmati waktunya bersurat dengan orang misterius tersebut. Dan tanpa ia sadari sudah banyak surat yang ia dapatkan dari orang tersebut. Bahkan ia mengunggu-nunggu kedatangan surat darinya walaupun apa yang sering orang itu ceritakan padanya bukanlah tentang kesehariannya ataupun topik menarik lainnya, hanya sepotong kisah kecil. Seperti seseorang yang tengah menceritakan dongeng sebelum tidur.

Jarak dari kantin ke kelasnya cukup jauh mengingat kelasnya berada di ujung gedung. Dalam perjalanannya ke kelas ia melihat seorang gadis dengan kerudung pink tengah berjalan lemas. Tangannya berpegang pada tembok di pinggirnya, menopang tubuh kecil gadis itu yang seolah akan tubuhnya roboh kapanpun ia kehilangan keseimbangannya. Tanpa pikir panjang Boboiboy menghampiri gadis itu untuk menolongnya.

"Kau baik-baim saja?" Boboiboy memperhatikan gadis itu. Tubunya terlihat kurus, wajahnya pucat dan sorot matanya juga terlihat tidak fokus. "Sepertinya kau sakit, aku akan mengantarmu ke ruang kesehatan."

Gadis itu terlihat terkejut tapi kemudian itu tersenyum kecil. "Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin ke kelas saja."

Tapi Boboiboy tidak mempercayai ucapannya. Siapa juga yang akan percaya kalau seseorang yang tengah berjalan dengan berpegang pada tembok dan wajah pucat itu baik-baik saja. Yang jelas itu bukan Boboiboy. "Tidak mungkin kau baik-baik saja, wajahmu itu sangat pucat. Aku akan mengantarmu ke ruang kesehatan. Apa kau sanggup berjalan?"

Gadis itu terlihat ragu namun akhirnya ia mengangguk dan menuruti perintah Boboiboy. "Kurasa aku bisa."

Boboiboy pun mulai menuntun gadis itu untuk pergi ke ruang kesehatan yang jaraknya memang lumayan jauh dari tempatnya berada ini. Tak lama gadis itu berjalan hingga Boboiboy merasa kasihan kalau gadis ini harus terus berjalan ke ruang kesehatan –apalagi sepertinya ia benar-benar kesulitan untuk menjaga keseimbangan tubuhnya. Boboiboy pun berhenti dan berjalan ke depan gadis itu, ia sedikit menurunkan tubuhnya.

"Naiklah! Aku akan menggendongmu sampai ke ruang kesehatan." Ucap Boboiboy sembari menepuk nepuk punggungnya.

"E-eh?!" Gadis itu terlihat gelagapan. Wajahnya bersemu merah karena malu.

"Aku tidak akan melakukan apapun. Aku hanya tidak tahan saja kalau harus melihatmu berjalan seperti itu menuju ruang kesehatan yang jauh."

Awalnya gadis itu ragu. Ia terus melihat keseliling dan Boboiboy tapi pada akhirnya ia menyerah juga dan naik ke punggung Boboiboy.

Boboiboy segera berjalan. Langkahnya cepat. Entah mengapa merasakan hangatnya tubuh gadis ini di punggungnya membuat Boboiboy gugup. Dulu ia pernah menggendong seorang gadis seperti ini –untuk menolong gadis itu tertu saja, tapi Boboiboy tidak pernah merasa segugup ini.

Begitu sampai di depan ruang Kesehatan, Boboiboy menurunkan gadis itu di ranjang. Beruntung petugas kesehatan sedang duduk manis di mejanya jadi Boboiboy tidak perlu khawatir meninggalkan gadis yang bahkan tidak ia kenal itu disini.

"T-terima kasih." Ucap gadis itu pelan.

"Tidak masalah bagiku. Kalau begitu aku ke akan ke kelas dulu."

Boboiboy pun pergi ke kelasnya sebelum bel pertanda masuk berbunyi. Entah ini hanya perasaannya saja atau memang rasanya ada sesuatu pada gadis itu yang mengingatkannya pada seseorang.

"Mungkin hanya perasaanku saja."


Beberapa hari kemudian setelah Boboiboy bertemu dengan gadis berkerudung pink itu, ia mendapat surat balasan dari sang penulis surat botol. Boboiboy tidak sabar untuk mendengar kisah-kisah yang akan diceritakan oleh sang penulis misterius.

Begitu selesai dengan semua kegiatannya malam itu, Boboiboy segera membaca surat yang kali ini ditulis di secarik kertas berwarna kekuningan.

Untuk kau yang membaca suratku.

Pernahkah kau mendengar kisah seorang putri dan penjaganya?

Ini bukan sebuah kisah cinta yang tragis. Hanya sepotong kisah kecil yang terjadi ketika sang tuan putri kehilangan kemampuannya untuk berjalan. Sang putri yang tak mampu lagi berjalan dengan sempurna berusaha untuk pergi ke ruangannya. Dengan bantuan tembok istana sebagai penopangnya, putri itu terus berjalan hingga salah seorang prajurit melihatnya. Prajurit itu berusaha untuk menolongnya namun dengan cepat putri itu menolaknya. "Aku masih sangggup berjalan." Begitulah katanya dan prajurit itu pun meninggalkannya. Tak lama datang seorang kepala pelayan istana untuk menolongnya namun sekali lagi putri itu menolaknya. "Aku masih sanggup berjalan." Begitulah kata sang putri dan kepala pelayan istana itu pun pergi meninggalkannya. Yang ketiga kalinya ia melihat seorang penjaga istana.

Tidak seperti yang lainnya, penjaga itu memperhatikannya. Membuat sang tuan putri sedikit gugup. Sang penjaga pun menawarkan bantuannya pada sang putri. "Aku masih sanggup berjalan." Ucap sang putri menolak namun sang penjaga tidak pergi meninggalkannya. Ia memangku sang putri tanpa seizin tuan putri dan membawa masuk ke ruangannya. Sang putri berterima kasih padanya, penjaga itu mengangguk dan pergi dari ruangan sang putri tanpa memberti kesempatan untuk sang putri memperkenalkan dirinya, dan tanpa memberitahukan siapa dirinya pada sang putri.

Apa menurutmu yang sebaiknya dilakukan oleh sang putri? Haruskan ia pergi mencari orang tersebut untuk berterima kasih padanya? Atau haruskan sang putri tetap diam dan membiarkan orang itu tetap menjadi orang asing bagi sang putri?

Boboiboy menyernyitkan alisnya. Ia seperti mengenal kisah ini. "Tapi dimana?"

Boboiboy coba mengingat-ngingat lagi dimana ia pernah mendengarnya. Cukup lama ia coba ingat hingga memori otaknya berhenti pada kejadian beberapa hari lalu di lorong sekolah. "Tidak mungkin."

Boboiboy coba memungkirinya namun kisah yang tertulis dalam surat ini dan kejadian yang ia alami beberapa hari lalu sangat mirip.

"Tapi menurutku dia sedang menceritakan kehidupannya tanpa ingin diketahui kalau ia sedang bercerita tentang kehidupannya."

Ucapan Gopal hari itu tiba-tiba terngiang dalam kepanya. Mungkin otak Boboiboy sudah mulai ikut error karena entah mengapa ia mulai menimang-nimang ucapan Gopal. Jika memang apa yang Gopal ucapkan itu benar maka selama ini orang yang terus berkirim surat dengannya ini begitu dekat.

"Jika memang begitu maka semua kisah yang ia ceritakan padaku adalah kisahnya."


Berawal dari kisah kehidupan seorang burung. Kisah sebuah bintang yang perlahan kehilangan cahayanya. Kisah seekor kucing jalan yang berteman dengan kucing rumahan. Kisah seorang putri dan penjaganya. Dan semua kisah lainnya. Tanpa Boboiboy sadari semua kisah itu membuatnya penasaran pada siapa penulisnya. Tanpa ia sadari juga ia selalu memperhatikan gadis berkerudung pink yang ia curigai sebagai sang penulis surat botol ketika gadis itu ada dalam jarak pandangnya.

Setiap harinya rasa penasaran Boboiboy semakin besar. Semakin dan semakin besar hingga Boboiboy sendiri tidak dapat membendungnya. Pada akhirnya, Boboiboy melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehnya. Melanggar janjinya untuk tetap menjadi orang asing.

Hari itu sepulang sekolah Boboiboy pergi ke alamat yang tertera dalam salah satu suratnya. Jantungnya berdegup kencang. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Ia benar-benar gugup.

Sebelum ia sampai ke rumah sang penulis surat botol itu sebuah ambulans melaju dengan cepat ke arah yang sama dengannya. Tanpa pikir panjang Boboiboy segera berlari. Entah mengapa ia punya firasat yang tidak menyenangkan tentang ambulans itu.

"Kumohon... aku tidak ingin firasatku benar."

Tapi jika kau pernah mendengar pepatah 'hidup tidak pernah berjalan sesuai keinginan', maka mungkin hal ini lah yang terjadi pada Boboiboy. Tepat begitu ia sampai di rumah penulis surat misterius itu, ia melihat seseorang di angkat masuk ke dalam ambulans yang Boboiboy lihat.

Dua orang yang Boboiboy yakini sebagai keluarga sang penulis surat, menangis sembari terus mengikuti petugas yang membawa seseorang ke dalam ambulans. Dalam setiap kekacauan yang terjadi di rumah itu, Boboiboy melihatnya. Ia melihat siapa yang diangkut ke dalam mobil ambulans itu.

Dan seseorang itu tidak lain adalah gadis dengan kerudung pink yang waktu itu ia tolong.


TBC


A/N : Hallo semuanya! Apa ada yang kangen sama saya? XD #plak #kepedean. Saya rasa saya sudah terlalu lama berjelajah fandom dan hiatus dari fandom ini, ya kan? Haaah... sebenernya saya sendiri mulai mempertanyakan status saya sebagai seorang author. Saya merasa jadi author yang gak bertanggung jawab. #pundungdipojokan

Oh well sudahlah... saya datang dengan fanfic baru (bukannya nyelesain fanfic yang udah ada). Awalnya fanfic ini mau saya bikin one-shot. Seriusan deh. Tapi entah kenapa imajinasi yang udah lama gak saya gunain buat nulis fanfic ini malah menghianati saya dan bikin fanfic ini jauh lebih panjang dari dugaan saya. Orz

Untuk chapter depan akan saya usahakan untuk bisa update dengan cepat. Karena itu saya ucapkan terima kasih karena telah mau membaca, mereview, mem-follow, dan mem-fav fanfic saya ini.

For Last

If You Don't Mind

Review Please?