Hello :D entah kenapa dari dulu saya ngeship berat Jiyong-Hanbin, sebagai kakak-adik tapi tentunya. hehe, jadilah kepikiran untuk membuat ff ini (Ini pernah saya post di akun fb saya tahun lalu), selamat membaca saja, maaf jika karakter Kiko sedikit 'memuakan', tapi seiring berjalannya cerita terbongkar kok alasannya kenapa :D
Cast
Kwon Jiyong - (G-Dragon Bigbang)
Kwon (Kim) Hanbin - (B.I iKON)
Kiko Mizuhara
yang lain menyusul :D
Pernah menemukan manusia bertopeng? yang menutupi keburukan dengan cara sengaja menampakan kebaikan, menyembunyikan perasaan mengutuk dengan sebuah senyum menyejukan, Menyembunyikan gerak tak beradab dibalik bungkuk kesopanan, menggunakan peluk rangkulan sebagai celah penikaman dan menggunakan kata rekan untuk menyamarkan kata bajingan.
Jika pernah maka bersyukurlah, ucapkan terimakasih pada mereka yang berhasil membuatmu membuka mata, mengubah cara pandang naif tentang dunia menjadi berdasar realita. Jika belum pernah, maka ikutlah berkelana denganku, menghanyutkan diri dalam sungai kebenaran namun penuh dengan arus kemunafikan.
Musim dingin yang panas.
24 Desember, pagi ini aku terbangun dengan keadaan yang jauh dari kata baik-baik saja, seperti ada bara api yang tersangkut ditenggorokan, rasanya begitu panas dan pahit. Menelan ludah saja rasanya seperti menelan kerikil. Panas yang menguar dari tubuhku semakin menyadarkanku pada satu hal—aku sedang demam.
Sebelum beranjak kekamar mandi, kusempatkan diri berjalan menuju jendela, membuka tirai lebar-lebar hingga berkasan cahaya mulai berlomba menyerang pupil kelamku. Jendela dan balkon kamarku tepat mengarah pada jalan raya penuh salju, banyak orang-orang dan kendaraan yang sudah berlalu lalang disana.
Apa dunia luar sangat menarik bagi mereka? dipagi buta serta menjelang natal seperti ini masih beraktifitas? terkukung dalam rutinitas yang membosankan dan sebenarnya tidak mereka inginkan. Tuntutan? Kewajiban? Tanggung Jawab? Persetan! Hidup hanya sekali, jangan menjadikannya penuh penyesalan dan hanya meninggalkan kesan kemonotonan.
Dengan sempoyongan aku melanjutkan langkah menuju kamar mandi. Enggan untuk mandi ditengah udara dingin seperti ini hingga akhirnya hanya mencuci muka dan menggosok gigi. Tanpa sengaja bayangan tubuhku terpantul dicermin, Fuck~ wajah tirusku terlihat pucat dan tak terurus. Mata yang berlingkar hitam, hidung yang memerah, bibir yang pecah-pecah dan satu jerawat besar yang menonjol didekat alis. Hah~ aku merasa ketampananmu turun ke level terendah.
Selesai dengan urusan kamar, maka saatnya menginvasi dapur. Secuek-cueknya aku tapi aku masih mempedulikan kesehatan, disaat seperti aku tahu, yang harus aku lakukan adalah sarapan, minum obat lalu kembali kekamar dan beristirahat, namun saat melewati ruang tengah pandanganku tertuju pada seonggok tubuh yang meringkuk disofa, 3 botol bekas minuman keras tergolek didekat tubuh kurus lelaki yang berstatus hyungku itu. Kwon Jiyong, dia adalah orang selain aku yang tinggal diapartemen ini, kami tinggal berdua, terpisah dari orang tua kami yang entah dimana.
Well, aku serius saat mengatakan mereka entah dimana, aku dan hyungku memang jarang sekali berkomunikasi dengan mereka, entah karena mereka dan kami yang terlalu sibuk atau memang karena saling tidak peduli—entahlah. Mereka terlalu sering pergi keluar untuk mengurusi pekerjaan. Apa, dimana, bersama siapa dan berapa lama sejujurnya aku tidak peduli, selama setiap bulan rekeningku terisi aku tidak mempermasalahkannya.
Apa aku terlihat seperti anak yang durhaka? Terserah, hanya saja jika kalian menuduhku durhaka hanya karena ketidakpedulianku, maka berarti kalian juga harus mengecap orang tuaku sebagai orang tua durhaka, mereka juga sama tidak pedulinya denganku—bahkan mungkin lebih.
Sekitar pukul 1 siang tidurku terusik, sesuatu yang dingin menempel dikeningku. Saat membuka mata aku dikejutkan oleh seorang wanita berambut pendek yang tengah duduk disebelahku, tangannya membenarkan posisi kompresan dikeningku sedangkan matanya menatap tajam tepat ke manik mataku.
"Kenapa kau berada disini?" Tanyaku ketus hingga menimbulkan tatapan lebih tajam darinya.
"Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kau seperti ini? Apa kau ingin merebut perhatian Jiyong oppa? Kau ingin memonopolinya? gara-gara kau oppa jadi membatalkan kepergian kami ke Jeju untuk merayakan natal disana. Dasar merepotkan"
Grrr, ocehan wanita menyebalkan ini membuat kepalaku semakin pening. Merebut perhatian? yang benar saja! aku adik kandungnya, memang sudah sepantasnya aku diperhatikan.
"Apa kau pikir aku mau diurusi oleh wanita sepertimu? Aku tidak sudi, pergi sana!"
"YAK KWON HANBIN!"
Tepat saat wanita menyebalkan itu berteriak pintu kamarku terbuka, hyung masuk dengan tangan menenteng kantong plastic putih.
"Ada apa ini? Kiko-ah, kenapa kau berteriak?"
"Oppaaaaaa~" Wanita itu berlari kearah hyung lalu bergelayut manja padanya.
"Hanbin bersikap kasar kepadaku, dia berniat membuang bubur buatanku, dia juga menampik tanganku saat akan mengompresnya, hiks~ dia bahkan mengusirku tadi" Mendengar aduan kekasih bermuka duanya itu sontak saja hyung menatap tajam kearahku.
"Hanbin-ah, benarkah yang Kiko katakan?" Baru saja aku akan membuka suara wanita itu lebih dulu mendahuluiku,
"Tentu saja benar, oppa tidak percaya kepadaku huh?" Saat mengatakannya wajah wanita itu dibuat semelas mungkin membuatku ingin muntah melihatnya. Hyung menatap bergantian kearahku dan Kiko sebelum akhirnya menghembuskan nafas dan mengacak pelan rambut Kiko,
"Hanbin memang ketus, tapi aku yakin dia tidak bermaksud memperlakukanmu seperti itu. Iya kan Hanbin-ah?" Diakhir kalimatnya hyung melirik kearahku namun hanya kubalas dengan delikan sebal.
"Sudah jangan diperpanjang. Makan buburmu lalu minum obat ini, dosisnya sudah tertera disana"
"Aku sudah minum obat tadi hyung"
"Itu tadi pagi, sekarang sudah siang"
"Hahh~ nee"
"Hyung dan Kiko akan keluar sebentar membeli keperluan untuk perayaan natal besok, kau ingin menitip sesuatu?" Tanya hyung yang hanya kubalas dengan gelengan kepala.
"Baiklah, hati-hati dirumah"
Aku sama sekali tak beranjak dari posisiku saat mereka mulai beranjak meninggalkan kamar, bahkan ketika suara deru mesin mobil yang keluar dari halaman rumah terdengar pun aku tetap mematung, memandang kosong pada selimut yang menutupi sebagian kakiku. Tak terasa setetes cairan hangat menuruni pipiku, tanpa berniat menghapus jejaknya aku mengalihkan pandangan pada semangkuk bubur yang terletak dimeja sebelah tempat tidur, menjulurkan tangan untuk meraihnya lalu dengan sekuat tenaga melemparkannya kearah jendela.
Pranggg~
Suara pecahan kaca terdengar bersamaan dengan suara teriakan kekesalanku. Detik berikutnya kembali terdengar suara pecahan, sepertinya mangkuk yang tadi kulempar pecah terbentur pagar balkon.
Dengan nafas memburu aku kembali menelantangkan diri dikasur, menutup mata rapat-rapat berharap rasa perih yang menggerogoti hati ini menghilang.
Fuck!
Bersambung
