A/N: Hello, did you guys miss? I'll try to retired but in fact.. I actually can't.. It's like sucking up my word, but I don't care. So this's my new story. Enjoy:)

I own nothing, JK. Rowling has!


The Beautiful Temptation

By

AchernarEve

Chapter One

Hanya suara detak dari jam yang berdiri tegak di sudut ruangan inilah yang menjadi temanku sedari tadi. Entah sudah berapa banyak piringan hitam yang kuputar dan aku tak kunjung keluar dari ruangan ini. Perkamen-perkamen yang berserak di hadapanku bagai pertanda bahwa belum ada hasil dari semua penyelidikanku selama ini. Aku menghela napas dan menyandarkan diri di kursi. Sekilas kulihat arah jarum di jam di sudut ruangan itu. Pukul 10. Untuk kesekian kalinya aku menghela napas hari ini. Kuputuskan untuk bangkit kemudian mengambil jubahku dan memakainya. Sedikit jentikan dari tongkat, perkamen tadi sudah tertata rapih sebagaimana mestinya. Dan aku melenggang keluar dari kantorku.

000

Rumahku tampak lengang. Aku berjalan ke dapur setelah sebelumnya melepas jubahku. Kuikat tinggi rambutku yang terkadang mengganggu. Mungkin ada baiknya bila kupotong pendek saja rambut ini. Sesampainya di dapur, segera saja kutuangkan wine ke gelasnya dan menyesapnya secara pelahan. Secara perlahan untuk merasakan sensasinya di tenggorakanku sebelum mendarat sempurna di dalam lambungku. Saat itu pula aku ingat bahwa tak ada satupun karbohidrat masuk ke dalam tubuhku sejak pagi tadi. Kubuka lemari pendingin dan hanya menemukan apel dan susu segar. "Shit!" kutukku.

Sejak menangani kasus ini aku seakan lupa akan kehidupanku. Bahkan aku lupa mengisi lemari esku. Aku berani menjamin bahwa aku bukanlah orang yang sembrono dan tak bertanggung jawab. Disiplin, teratur, rapih, dan bertanggung jawab adalah kata-kata yang selalu melengkapi diriku. Dan sekali lagi kutekankan, kasus ini telah berhasil dengan sukses mengacaukan hidupku.

Kasus pembunuhan berantai yang terjadi di masyarakat sihir Inggris sangat menggemparkan sekaligus meresahkan semua orang. Sejak kasus ini terungkap sebulan yang lalu belum ada tanda-tanda bahwa pelaku akan ditemukan. Department of Magical Law Enforcement telah mengerahkan segala kemampuannya dengan menurunkan Auror-Auror handal, bahkan Harry yang notabene adalah kepala dari para Auror turun langsung menangani kasus ini.

Pikiranku kembali pada masalah lemari es yang kosong dan kekurangan karbohidrat yang diderita tubuhku. Kembali aku memeriksa jam yang bertengger di pergelangan tanganku. Pukul 11. Memesan makanan Muggle adalah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah ini, tapi aku sama sekali tak berselera. Alih-alih memesan makanan kuputuskan untuk mengisi bak mandiku untuk kemudian berendam dengan busa dan air hangat di dalamnya.

Setelah berendam, aku ingat bahwa aku langsung tertidur saat mendaratkan tubuh di ranjangku. Begitu tubuhku telah sepenuhnya bangun, kuputuskan untuk menghubungi Ginny untuk sarapan bersama. Pulasan terakhir di bibirku adalah sentuhan terakhir dan aku siap untuk meninggalkan rumah. Saat hendak ber-Apparate, api di perapianku berderak dan wajah Viktor muncul di sana. Aku tersenyum dan menghampirinya.

"Kau tampak sangat kurus, Hermione," tandasya.

"Hello you too, Viktor."

Dia tersenyum. "Kau sudah mau berangkat ke kantor?"

Aku menggeleng. "Aku akan bertemu dengan Ginny untuk sarapan agar tak mendapat keluhan darimu lagi," kekehku.

Kembali ia tersenyum. "Habiskan semua karbohidrat yang kau temui nanti."

Aku mengangguk seraya tertawa. "Aku pergi dulu kalau begitu."

"Baiklah, aku akan pulang akhir pekan ini."

"Great," balasku.

"Aku merindukanmu," tambahnya.

"Aku juga."

Dengan kata-kata terakhir dariku dia menghilang dari perapian itu dan aku langsung ber-Apparate ke tujuan awalku.

000

Rambut merah Ginny terlihat menyembul di dalam salah satu restoran di kawasan Diagon Alley. Dia melambai padaku saat pandangan kami bertemu. "Sudah lama?" tanyaku seraya duduk di hadapannya.

Ia menggeleng. "Aku baru saja mengantar James ke sekolahnya lalu bergegas kesini."

James Potter Jr. adalah anak pertama dari Harry dan Ginny yang kini menginjak usia lima tahun. Dan merupakan idola kami semua karena diantara aku, Harry, dan Ron barulah mereka yang memiliki anak. Jangan tanyakan Ron, setelah hubungan kami berakhir ia tak pernah memiliki hubungan yang serius lagi. Berganti teman kencan dan mendedikasikan diri sebagai Auror adalah keseharian dari salah satu sahabatku itu.

Tak ada yang khusus dalam pertemuanku dengan Ginny kali ini, hanya sarapan bersama setelah sekian lama aku hanya mendengar kabarnya dari Harry. "Apa kabar Viktor?" pertanyaan meluncur dari mulutnya.

"Baik," jawabku setelah menyesap teh yang baru saja kutuang dari tekonya "tadi pagi aku baru saja berkomunikasi dengannya dan ia mempermasalahkan berat badanku," tambahku lagi

Ginny tertawa mendengarnya. "Oh ayolah, 'Mione. Semua orang juga pasti akan mempermasalahkan tubuhmu yang semakin kehilangan beratnya."

Aku hanya mendengus. "Harry menceritakan bahwa semua perhatianmu tengah terfokus pada kasus pembunuhan ini."

Aku mengangguk. "Tapi tak lantas kau mengenyampingkan masalah kesehatanmu," tambah Ginny yang kian hari kian mirip dengan Molly Weasley.

"Aku tak mengenyampingkan kesehatanku, Gin. Aku sehat."

"Tapi lihat tubuhmu sekarang jadi terlihat lebih kurus daripada biasanya."

"Demi Merlin, Ginny! Aku hanya kehilangan empat pound berat badanku dan aku sehat," jawabku mulai kesal dengan topik ini.

Ginny menghela napasnya. "Seharusnya kau menjadi pengacara dan bukannya menjadi penyelidik di Kementerian. Kau sangat ahli membantah semua fakta yang ada."

Aku tertawa dan kami melanjutkan sarapan ini. Saat hendak membersihkan sudut bibirku, ekor mataku menangkap sosok yang tak lagi asing di kehidupanku. Cenderung sangat familiar dan sering kali membuatku ingin membunuhnya dan melenyapkannya dari muka bumi. "Apa yang dilakukan Malfoy disini?" Ginny langsung melontarkan perkataan itu padaku.

Aku menatap horror padanya. "Sarapan seperti kita," jawabku seadanya.

Ginny mencebik mendengar jawabanku. "Kau dan dia adalah teman kerja, masa kau tak tahu."

Mataku membelalak padanya. "Aku teman kerjanya bukan pengawalnya. Kau seharusnya cepat kembali ke Witch Weekly, naluri penggosipmu tak pernah padam."

Dia tertawa dan menyandarkan diri ke kursinya. Saat Ginny telah menutup mulutnya, sosok itu justru datang menghampiri meja kami. "Miss Granger," sapanya dengan sangat sopan seperti biasanya padaku.

"Mr. Malfoy," sapaku lalu menjulurkan sedikit kepalaku dan mendapati Astoria tengah berada tepat di belakangnya. "Apa kabar, Mrs. Malfoy?" tanyaku berusaha untuk sopan.

Astoria Greengrass atau sekarang lebih dikenal sebagai Astoria Malfoy tersenyum padaku. "Baik, Miss Granger. Mrs. Potter," sapanya pada Ginny dan ia membalasnya hanya dengan senyuman dan anggukan.

"Aku tak mau mengganggu acara makan kalian, kami pamit terlebih dahulu," ia kemudian berlalu dengan Astoria yang kini telah berada tepat di sampingnya.

"Apa yang ia lakukan disini?" kembali Ginny membuka topik pembicaraan ini. "Hanya datang tanpa memesan apapun."

Aku mengedik. "Dia berbincang dengan salah satu karyawan di restoran ini, mungkin saja ia memesan ketering atau semacamnya."

Ginny menganguk-angguk. "Hermione si penyelidik. Kau memang cocok kerja di departemen itu."

Aku memberikannya tatapan malas. Tak lama setelah itu, aku berpamitan pada Ginny dan langsung menggunakan jaringa Floo menuju Kementerian.

000

"Apakah ada tanda-tanda cerah dari kasus ini?" tanyaku pada salah satu asisten Harry di divisi Auror

"Aku rasa kita masih menemui jalan buntu, Miss Granger. Pelaku sangat lihai," jabarnya padaku.

Aku mengakui itu. Pelaku pembunuhan ini sangatlah lihai. Kami sudah melakukan segala cara untuk menemukannya. Mulai dari menanyai saksi sampai menyelidiki pergerakan tongkat sihir, tapi nihil adalah jawabannya. Kasus ini seperti membuatku gila secara perlahan. Percayalah aku adalah penyelidik yang handal. Tak pernah satupun kasus yang tak dapat kupecahkan. Dan semua itu tak perlu memakan waktu yang lama. Namun, kali ini aku seakan-akan diajak untuk menyerah.

"Kabari aku saat Harry kembali atau ada perkembangan dari kasus ini. Aku akan berada di ruanganku."

"Yes, Maam."

Suara detak yang dihasilkan dari hentakan hak sapatuku yang beradu dengan lantai marmer seperti musik pengiringku kembali ke kantor sampai pandanganku tertuju pada Malfoy dan Kingsley yang tengah berbincang di ujung lorong divisi ini.

"Sir," sapaku pada Kingsley lalu menganguk seperlunya pada Malfoy.

"Hermione," balasnya padaku.

Aku dapat melihat Draco Malfoy menyeringai padaku. Entah apa yang ada di pikirannya. "Bagaimana sarapanmu tadi, Granger?"

"Sangat baik," jawabku singkat.

Entah apa yang kupikirkan, tapi selalu ada hal aneh yang terjadi pada diriku setiap berdekatan dengan Malfoy. Tatapan matanya padaku seakan memiliki arti tersendiri. Entahlah. Semenjak kami bekerja pada satu departemen yang sama di Kementerian dia tak pernah lagi menyebutku Mudblood atau kata ejekan lainnya, tapi ada hal yang tak pernah hilang darinya. Tatapannya yang begitu intense kepadaku. Seakan-akan aku adalah buruannya. Sebesar itukah ketidaksukaannya padaku?

"Hermione?" suara Kingsley menyadarkanku.

Aku sedikit menggeleng. "Yaa."

"Kau baik-baik saja?" tanyanya lagi.

"Tentu," jawabku cepat setelah menghela napas.

Kingsley tampak tetap mencemaskan keadaanku. "Bagaimana perkembangan kasus yang tengah kau tangani?" tanyanya.

"Timku masih menyelidikinya, jangan khawatir kami pasti segera menemukannnya," jawabku.

Lagi-lagi aku melihat raut wajah Malfoy yang berubah saat mendengarku berbicara. "Aku harap kau segera menemukannya. Kau berada dalam kasus ini juga, Draco?"

Ia menggeleng. "Belum, aku masih menangani kasus perampokan beberapa hari lalu," sekilas matanya menatapku untuk kemudian kembali kepada Kingsley.

"Baiklah, aku pamit terlebih dulu. Masih ada pekerjaan yang harus kuselesaikan," Malfoy mengundurkan diri dan pergi dari hadapan kami.

Berselang beberapa saat aku juga kembali ke ruanganku.

000

Dua hari telah berlalu dan kasusku masih buntu sampai Nicholas datang dengan lumayan tergesa-gesa ke kantor.

"Miss Granger," ujarnya sesaat setelah memasuki ruanganku.

Aku hanya memandangnya saat ia melanjutkan perkataannya lagi. "Pelakunya sudah terbekuk."

Kalimat itu sontak membuatku bangkit dari kursiku. "Dimana? Kapan? Siapa yang bertanggung jawab atas penangkapan? Kenapa aku tak diberitahukan sejak awal?"

Melihat diriku yang kalap, wajah Nicholas berubah pucat. "A..a..aku tak tahu, Maam. Hanya kabar itu yang kudengar dari salah satu Auror tadi."

"Dimana?" tanyaku yang langsung menyambar jubahku.

"Sebuah rumah di perbatasan Wales, ini gambarannya," ia menunjukkan perkamen yang ia pegang sedari tadi kepadaku.

Kutarik langsung perkamen itu dan secepat kilat ber-Apparate ke lokasi tersebut.

Saat aku sampai di tempat tersebut kerumunan telah terjadi. Beberapa dari kementerian dan sisanya adalah para pewarta yang ingin segera merilis berita tersebut. Kulihat dari kejauhan sosok Draco Malfoy tengah diwawancarai oleh salah satu wartawan dari Daily Prophet. Tunggu. Apa yang dilakukan si pirang disini?

Kucoba untuk menembus kerumunan sampai melihat Harry dan Ron berada di pinggir garis pembatas Auror di rumah tersebut. "Apa yang terjadi?"

"Kami berhasil membekuknya. Aku mencurigai ada gangguan jiwa pada dirinya," ujar Ron.

Aku mengernyitkan dahi. "Lalu kenapa kau tak membicarakan penangkapan ini padaku? Aku bertanggung jawab atas kasus ini."

Harry dan Ron saling bertukar pandangan. "Apa?" tanyaku tak sabaran.

"Kemarin sore, Divisi Auror mendapat surat langsung dari Kingsley bahwa kau tak lagi bertanggung jawab atas kasus ini," Harry mencoba menjelaskan padaku.

Seperti tercekik mataku membelalak mendengar kabar tersebut. "Kau pasti bercanda," ujarku tak percaya.

"Kami benar-benar tak tahu bahwa kau tak mengetahui hal ini,'Mione," ucap Ron yang seakan tahu bahwa adal hal yang tak beres dengan keadaan ini.

Aku diam dan menunggu mereka untuk melanjutkannya. "Karena kau tak lagi bertanggung jawab atas kasus ini, jadi kami berkoordinasi dengan penanggung jawab baru. Sekitar tadi malam ia menghubungi kami tentang laporan yang masuk kepadanya dan saat itu juga kami langsung menyusun strategi penangkapan," jelas Harry padaku.

"Dia?"

"Draco Malfoy," jawab Ron pelan.

"APA?"

Aku tak percaya apa yang ia lakukan. Ia mencuri kasusku. KASUSKU. Kasus yang telah berhasil menyita hampir sebulan kehidupan normalku. Dia mencurinya begitu saja. Bloody Hell! Aku yang bersusah payah melakukan semua riset dan pencarian dan dalam sekejap mata semua berkas kasus dilimpahkan padanya dan sekarang ia yang patut dipuji atas terungkapnya pelaku. Gila!

Kucoba untuk menenangkan diri. "Lalu dimana si pelaku?" tanyaku datar.

Ketertarikanku atas rupa si pelaku seakan lenyap. "Langsung dibawa ke Azkaban setelah berhasil dilumpuhkan."

Sekali lagi kucoba menenangkan diri. Tersentak aku langsung mengedarkan pandangan mencari keberadaan si pirang pencuri kasus, Malfoy. "Apa yang kau cari?" Harry bertanya padaku.

"Malfoy. Dimana si pirang jahanam itu?"

Ron langsung memegang pundakku. "Tenang, 'Mione. Kau tak perlu membalasnya disini. Kami semua tahu bahwa kaulah yang selama ini berjasa melakukan pencarian."

Kusingkirkan tangannya dari pundakku sambil menatapnya tak percaya. "Apakah kau benar-benar Ronald Weasley?" ia menatapku bingung

"Sejak kapan kau beritngkah sangat rasional seperti ini?" ucapku sarkastik.

Dia menatapku setelah menghela napas. "Setidaknya harus ada yang rasional di antara kita saat yang lainnya menggila sepertimu saat ini."

"Oh shut up, Ron!"

"Hermione," kini Harry yang berusaha menenangkanku.

"Kau tak perlu ikut menasihatiku juga."

Kemudian aku langsung kembali ke Kementerian untuk meminta penjelasan atas kejadian ini. Semoga Kingsley memiliki alasan yang baik untuk semua ini. Dan untuk Malfoy, bersiaplah untuk kucabik sampai menjadi serpihan terkecil.

000

Kingsley tengah duduk di belakang mejanya saat aku memaksa masuk ke dalam ruangannya. Dia melihatku bingung dan mengisyarakatkan untuk salah satu pegawainya meninggalkan kami.

"Ada apa, Hermione?"

Aku berjalan ke arahnya dan meletakkan kedua tanganku di atas mejanya. "Apa maksudmu dengan menggantiku dengan Malfoy atas kasus yang tengah kutangani?"

Dia sedikit mengangguk. "Apakah sudah terselesaikan?"

Aku mengernyit tak percaya ia masih bisa mempertanyakan hak itu pada. "Sudah. Dan sekarang jawab pertanyaanku, Sir!"

"Behave, Hermione. I'm still your Minister."

"Maaf," jawabku spontan karena tahu aku benar-benar telah lepas kendali.

Dia mempersilahkanku untuk duduk agar aku dapat menenangkan diri. "Pertama, aku minta maaf padamu karena pergantian ini tanpa sepengetahuanmu. Aku baru akan secara langsung memberitahukannya padamu pagi ini, namun Draco dan Auror lain telah berhasil membereskannya."

"Lalu kenapa kau menggantiku dengan dia? Demi Merlin! Aku bisa menangani kasus ini."

Dia sedikit menggeleng. "Kasus ini telah berlarut cukup lama, para dewan mempertanyakan hal ini. Mereka merasa hidupnya terancam apabila si pelaku masih terus berkeliaran di luar sana. Dan atas saran mereka dan persetujuan dari ku Mr. Draco Malfoy adalah satu-satunya sosok yang dapat menggantikanmu."

"Aku tak percaya ini," jawabku lemas.

"Aku akan tetap menghargai semua pekerjaanmu, Hermione. Semua bonus atas lemburmu akan tetap kami kirimkan."

Aku menatapnya tak percaya. "Kau salah bila berpikir ini tentang uang, Sir."

Aku bangkit dari kursi di hadapannya. "Aku permisi," ujarku kemudian melenggang keluar dari ruangannya.

Kepalaku seakan mau pecah. Dadaku terasa semakin sesak. Damn you, Malfoy!

000

Kupercepat langkahku menuju kantor si pirang. Kantor kami hanya berjarak beberapa meter. Dan masing-masing dari kami memiliki staff tersendiri. Aku dapat melihat seketika para staffnya memandangku. Semua orang tahu bahwa aku dan Malfoy tak pernah dapat bekerja sama dengan baik. Kami memiliki kemampuan yang baik di bidang kami, tapi jangan pernah mempersatukan aku dan dirinya di dalam satu kasus kareba hasilnya akan berantakan. Hal itu terjadi saat kami masih junior di divisi ini. Sejak saat itu tak ada kasus yang kami tangani secara bersama.

"Miss Granger," salah satu staffnya bangkit untuk menyambutku.

Wajahnya tampak ketakutan sama seperti Nicholas tadi pagi. "Dimana Malfoy?"

"Di ruangannya," jawabnya namun langsung menghalangiku saat aku hendak melangkah ke ruangan si pirang itu.

"Tunggu, tunggu, Miss Granger. Kau tak dapat langsung masuk ke dalam ruangannya."

Aku menatapnya dengan membelalak, aku yakin ia akan semakin ketakutan sekarang. "Kenapa?"

"Aku harus memberitahukan keberadaanmu terlebih dahulu," ujarnya yang terlihat benar-benar takut dan tak tahu harus berbuat apa.

Kuhela napas dan memegang kedua bahunya yang gemetaran. "Siapa namanmu?"

"Loise," jawabnya cepat.

Aku menatapnya lekat-lekat dengan masih memegang kedua bahunya yang gemetaran. "Dengar Loise. Kau takut bila aku masuk tanpa izin darinya dan kau membiarkannya, ia akan memecatmu?" ia

Ia langsung mengangguk. "Bila ia memecatmu, datang ke kantorku dan dengan senang hati aku akan memperkejakanmu. Jadi, sekarang minggir."

Aku menggeser tubuhnya yang seakan membeku dan langsung masuk ke dalam ruangan Malfoy dengan sedikit suara debuman di pintunya. Malfoy tampak sedang membaca perkamen dihadapannya saat mendapatiku berdiri di ambang pintunya. Ia bangkit dari duduknya lalu menyeringai padaku. "What a surprise, Granger."

"Kita harus bicara," ucapku.

Matanya melirik ke belakangku dan aku sadar bahwa Loise masih berdiri di belakangku. "Kau boleh pergi sekarang, Loise."

"Ingat bila ia memecatmu, datang padaku," ujarku saat Loise masih mematung di tempatnya.

Draco Malfoy tertawa. "Aku tak akan memecatmu, keluarlah dan tutup pintu itu."

"Baik, Sir," ia langsung pergi dan menutup pintu di belakangku.

"Well, apa yang bisa kubantu, Miss Hermione Granger."

Ia berkata sambil berjalan keluar dari balik mejanya. Langsung saja aku menghampirinya. Kami berhadap-hadapan. Aku merasa darahku sudah mendidih sekarang hanya dengan melihatnya saja. "APA MAKSUDMU DENGAN MENCURI KASUSKU?" teriakku padanya.

Aku rasa semua staffnya tahu sekarang apa tujuan aku mendatangi bossnya. Ia sedikit menjentikkan tongkat yang sangat kutahu pasti ia merapalkan mantra pengedap suara. "Jawab!"

"Suaramu akan habis bila terus berteriak seperti itu, Granger," ujaranya santai.

Aku tak percaya ia menanggapi hal ini dengan sesantai itu. Bastard!

"Jawab aku, Malfoy!"

"Aku sama sekali tak mencuri kasusmu, Granger. Kingsley datang kepadaku dan dengan senang hati aku menerimanya."

Napasku menderu mendengar kata-katanya. "Kau bisa menolaknya."

"Itu perintah, Minister."

Dahiku mengerut. "Tunggu. Saat Kingsley menanyakan apakah kau ikut dalam kasus yang kutangani, kau menjawab 'belum'. Jadi, kau pasti telah merencanakan hal itu, bukan?"

Dia menyeringai. "Untuk wanita dengan otak sebrilian dirimu, kau ternyata cukup picik, Granger."

"KAU!"

Kali ini ia tertawa. "Apa yang kau harapakan dariku? Mengaku bahwa aku mencuri kasusmu dan meminta maaf? Bermimpilah, Granger," kembali ia mengatakannya dengan tenang namun seringaian dari wajahnya sama sekali tak lenyap barang sedetikpun.

Darahku masih seakan mendidih saat ia mempersempit jarak di antara kami. "Mungkin mereka menggantikanmu dengan diriku karena mereka sadar bahwa aku lebih baik dari dirimu. Bahwa kau ternyata tak sehebat yang mereka duga, bahwa kau malas dan inkompeten di bidangnya."

Tanpa berpikir panjang aku mengacungkan tongkat di hadapannya. Bukannya menghindar ia semakin mendekat. "Ayo, Granger. Lakukan. Kau mau merapalkan mantra padaku? Lakukan sekarang," ucapnya sambil terus mendekat padaku.

Harum tubuhnya seakan langsung merasuk di penciumanku. Kutahan napasku sejenak untuk menetralisirnya. Ketika ia mendekat aku melangkah mundur. "Kenapa, Granger? Kau tak mau menyakitiku?"

"Shut up, Malfoy," bantahku. "Tanganku terlalu berharga untuk membunuhmu."

Dia tersenyum. Sangat tipis. Sampai aku tak dapat membedakan apakah itu senyuman atau seringaian. "Kau takut," ucapnya.

Kuturunkan tongkatku dan kembali mundur. Kini aku yang tersenyum sarkastik padanya. "Aku rasional."

Baru saja aku akan berbalik meninggalkan ruangan ini, sebuah tangan menarik pergelanganku dan membawaku ke arahnya. Wajah kami hanya berjarak beberapa centi namun aku masih dapat melihat senyum liciknya. "Kau tak dapat pergi begitu saja dariku."

Aroma mint dari napasnya membuatku tercerkat. Apa yang akan dilakukannya? Belum sempat aku membuat hipotesis akan keadaan ini, aku dapat merasakan ia menunduk dan mendaratkan bibirnyanya di bibirku. Aku dapat merasakan hangat dari bibirnya. Otak menyuruhku untuk mendorongnya. Jadi, kucoba dengan sekuat tenaga untuk mendorong. "Kau gila, Malfoy."

"Kau membuatku gila, Granger," tanpa melepaskan bibirnya dari diriku ia semakin menggila.

Harum napasnya kini juga mulai membuatku gila. Aku masih berusaha untuk meronta, namun aku tahu tak ada gunanya. Kurasakan ia memutar keadaan. Dengan bibir yang masih melumat bibirku, dia sedikit mendorongku. Pertahanan yang sedari tadi kubangun tampak akan hancur berkeping-keping. Alih-alih meronta aku justru membenamkan jariku ke dalam rambut pintarnya. "Damn it," ucapku dan aku dapat merasakan ia tersenyum di dalam ciuman kami.

Ia semakin mendorongku dan aku merasakan bokongku menyentuh tepian meja kantornya. Dia menaikkanku di atas meja itu dan kembali menciumku dan dengan refleks aku melingkarkan kakiku di pinggangnya. Dengan sedikit membuka mulutku kini aku dapat merasakan lidahnya bermain bersamaku disana. Aku mengerang saat merasakan tangannya mulai menjelajahi tubuhku. Secara perlahan bibirnya mulai turun ke leherku. Menciumnya dengan lembut. Dan aku semakin gila karena itu. Kelembutan bibirnya, harum tubuhnya, hingga napasnya beraroma mint semakin membuatku gila. Malfoy kembali mencari bibirku dengan tangannya yang masih terus mengelus lenganku. Tanganku dengan leluasa memegang pipinya yang terasa sedikit kasar karena bekas bercukur. Ini gila namun aku menikmatinya. Kupejamkan kembali mataku saat untuk pertama kalinya ia melepaskan tautan di antara kami. Napasku memburu. Begitu juga dengannya. Dia tersenyum tipis saat pandangan kami beradu. Dia kembali mendekatkan dirinya kepadaku dan melumat kembali bibirku, refleks aku menangkup wajahnya dan kembali ia berhenti. Secara perlahan ia menggigit bibirku dan kali ini benar-benar melepaskannya. "Bloody hell, Malfoy," ujarku sementara seringaian masih berada di wajahnya.

000

Let me know what you think, so I can continue this story or not. Thank you:)