Fate Stay Night Fanfiction
Genre : Fantasy/Romance/Tragedy
Fate Stay Night isn't mine. But this fanfic belong to me.
Hajimemashite ^_^
Maaf saya newbie, mencoba menulis fanfic Fate Stay Night. Semoga Anda sudi untuk sekedar melihat apalagi membaca fanfic yang saya buat ini.
...Happy Reading...
" THE BEGINNING OF FATE"
…
…
Chapter 1 :"Syarat Perdamaian"
…
…
Langit sudah mulai gelap. Matahari perlahan turun dari singgasananya. Seperti seorang raja tua yang kini turun dari kudanya, melihat keadaan pasukannya yang mengenaskan. Lagi, pemandangan seperti ini tertangkap oleh matanya. Mayat yang berserakan. Darah yang bercipratan , anak panah, dan tombak bertaburan yang selain menggunakan kekuatan fisik, tetapi juga memakai sihir yang beragam dan sulit untuk diprediksi kelemahannya.
"Yang mulia, jika seperti ini terus kita akan kehabisan pasukan" kata pria berbadan tegap yang kini menunduk memberi hormat disampingnya.
Raja tua itu mulai berpikir. Ia tak mau semua ini terjadi lagi. Terlintas sebuah ide gila dikepalanya. Gila, tetapi dapat menyelamatkan banyak kemudian memanggil semua panglima untuk berdiskusi di tenda tempatnya beristirahat.
"Aku akan memutuskan untuk melakukan perdamaian dengan lawan" kata raja tua itu penuh kepastian.
Semua panglima tercengang tidak percaya mendengarnya. Salah satu panglima pun menanggapi perkataan raja.
"Tetapi bukankah kalau seperti itu, pengorbanan kita selama ini akan sia-sia?"
"Tidak, mereka berjasa untuk perdamaian, itu pun jika lawan menyetujuinya, aku akan ke tenda mereka sekarang, kalian semua, tolong bantu aku dengan segenap kekuatan yang kalian miliki!" titah sang raja.
"Baik!" jawab mereka serempak. Mau bagaimana lagi, keputusan sang raja sudah bulat dan mutlak.
...
Ditenda lawan…
Semuanya tampak bergembira termasuk dengan sang raja. Raja muda yang terkenal dengankekuatan dan ketampanannya. Selain itu, sang raja juga terkenal dengan sifat dingin dan angkuhnya.
"Kirei, sebaiknya kita menyusun strategi untuk besok, kita harus menang kali ini!" titahnya pada Kirei, Kotomine Kirei, penasehat yang ia percayai semenjak dirinya kecil.
"Baik!" jawab Kirei.
Sambil memainkan cangkir emas berisi anggur, ia kembali berkata.
"Aku heran kenapa mereka masih saja melawan, sebenarnya aku ingin berdamai dengan mereka"
"Yang mulia?" Kirei menatap heran pada raja muda yang kini duduk dikursinya yang mewah itu.
"Hahahahaha…" sang raja tertawa lepas terdengar nada angkuh dalam tawanya.
"Apa yang Anda rencanakan?" Kirei semakin heran dengan tingkah rajanya itu.
Raja muda itu hanya menggeleng sambil menyeringai, membuat rambut keemasannya sedikit bergoyang. Tiba-tiba saja seorang pasukan kelas bawah bersuara dari luar tenda sang Raja muda.
"Yang Mulia Gilgamesh, Yang Mulia Pendragon ingin menghadap Anda!"serunya.
Hal ini membuat Gilgamesh dan Kirei saling bertukar pandang heran. Tapi kemudian Gilgamesh kembali menyeringai penuh kemenangan.
"Suruh beliau masuk!"Perintah Kirei pada pasukan tadi.
Tak lama Raja Pendragon dan seorang panglima memasuki tenda itu. Beliau duduk berhadapan dengan Gilgamesh juga Kirei.
"Raja Gilgamesh" Raja Pendragon mulai bersuara, membuat suasana menjadi tegang dan diliputi keheningan.
"Kedatanganku kesini untuk menyampaikan perdamaian dari pihak Kerajaan Britain" lanjutnya penuh keseriusan. Tatapannya yang penuh dengan keyakinan.
"Hahahahaha…" Tawa Gilgamesh pecah sesaat kemudian.
Raja Pendragon dan panglimanya menatap heran, penuh waspada kearah Gilgamesh. Takut ia akan balik menyerang mereka.
"Aku pun berpikir begitu Raja Pendragon"
Raja Pendragon merasa lega saat mendengar Gilgamesh berkata seperti itu.
"Tetapi dengan satu syarat" Gilgamesh memicingkan matanya menandakan keseriusan, nada bicaranya pun menjadi dingin.
Membuat sang Raja tua, Pendragon, kembali dilanda kegelisahan.
"Apa itu?" Akhirnya Raja Pendragon menimpali dengan nada yang tak kalah dingin.
"Arturia Pendragon"
Hati sang Raja tua sudah mulai tidak enak ketika nama putri satu-satunya diucapkan Raja muda dihadapannya. Keringat dingin perlahan menuruni pelipisnya. Detakan jantungnya semakin cepat dari biasanya. Ia merasakan hawa yang menusuk disekitar ia berada.
"Arturia Pendragon, harus menikah denganku!"
Semuanya membelalak tak percaya mendengar ucapan sang Raja muda yang kini tengah menyeringai penuh kemenagan. Akhirnya, saat dimana ia tunggu-tunggu selama ini tiba. Yaitu dimana ia mengucapkan sederet kalimat tadi. Kalimat yang menjadi anak panah bagi Raja Pendragon.
...
"TIDAK!" bentak gadis cantik berambut pirang. Bagian belakang rambutnya ia gelung dan dihiasi pita berwarna biru sewarna dengan gaun yang ia kenakan.
"Kenapa ayah baru memberitahu hal sepenting ini padaku sekarang" lanjutnya, tangannya mengepal erat.
Setelah mendengar penuturan ayahnya mengenai syarat perdamaian, gadis itu terlonjak kaget bukan main. Hingga ia membentak ayahnya yang kini sedang terkulai lemas dikasurnya. Semenjak pulang dari perang sebulan yang lalu, Raja Pendragon mulai sakit-sakitan. Mengingat usianya yang sudah sangat tua, mungkin menjadi salah satu faktor. Gadis itu kembali melembut saat melihat ayahnya dengan susah payah hendak berbicara. Ia mengambil tangan kanan ayahnya lalu mengusapnya penuh kasih sayang. Rasa penyesalan menjalari hatinya, sihir pengobatan yang ia miliki tidak bisa menolong ayahnya sama sekali.
"Uhuk..huk..uhuk A..Ar tu ria"
"Ayah, sudah, jangan dipaksakan!"
Tangan rapuh itu kini membelai pipi putrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Kembali gadis pirang itu, mencoba sihirnya. Dengan sekuat tenaga ia menekan 'mana' atau kekuatan sihir lalu dipusatkan pada kedua tangannya yang kini berada di atas perut ayahnya yang sudah rapuh.
"Uhuk..uhuk.. A yah tidak memaksa" ucapnya pelan. Bahkan sangat pelan, dengan suara parau beliau kembali melanjutkan.
"Sebelum ayah per gi, uhuk.. uhuk.."
"Ayah, apa maksud ayah, tolong jangan bicara seperti itu! Aku belum menyerah, aku akan berusaha!" gadis itu semakin menguatkan sihirnya. Air mata perlahan mengalir menuruni pipi gadis itu. Para tabib istana pun sudah menyerah mengobati Raja tua itu.
"Sudahlah Arturia, ini memang sudah waktunya... ayah percayakan, uhuk.. uhuk.. kerajaan padamu, uhuk.. uhuk.. Ar..turia"
"Ti..tidak, ayah, aku mohon, ayaahhhhh!"
Arturia memeluk erat badan ayahnya yang kini sudah tak bernyawa. Air matanya terus mendesak keluar dari kedua pelupuk mata. Kini ia sendirian. Ia harus menjadi perempuan yang kuat dan mengabdi pada kerajaan. Ia harus menjadi putri yang dapat mensejahterakan rakyat.
...
Upacara pemakaman Raja Pendragon pun selesai dilaksanakan. Langit ikut bersedih atas kepergian seorang raja yang terkenal bijaksana itu. Hujan ikut turun bersama air mata yang membasahi pipi penduduk Britain. Begitu pula Arturia yang terisak dalam kamarnya. Tangannya bergerak menghapus air mata itu. Ia sadar bahwa seorang putri harus berani dan kuat. Ia tak boleh lemah hanya karena ayahnya tiada. Bagaimanapun ayahnya selalu ada dalam hati semua orang. Setelah sekian lama mengurung diri, gadis itu memutuskan untuk menghadiri pertemuan dengan penasehat juga panglima kerajaan.
"Kita harus mengadakan upacara penobatan raja yang baru" sang penasehat mulai berkata.
"Kita tidak butuh itu dulu sekarang" sanggah Arturia.
"Tapi Tuan Putri, bagaimanapun juga, rakyat membutuhkan pemimpin yang baru" Panglima ikut bicara.
"Saat ini, kita akan membalas perbuatan Uruk terhadap kita"
Tangan Arturia bergerak memegang sebuah pedang di depannya. Pedang peninggalan ayahnya. Ia tetap pada pendiriannya untuk menang dalam perang melawan Kerajaan Uruk.
"Segera kirimkan surat pernyataan perang, kali ini kita harus menang!" teriaknya, kemudian ia pergi meninggalkan kedua orang yang tak bisa berkata apa-apa lagi.
...
"Eh~ surat pernyataan perang?" Gilgamesh memicingkan matanya, membaca setiap deretan kata dalam surat itu.
"Sepertinya pemimpin baru yang sangat berambisi akan menggantikan Raja Pendragon" Kirei menimpali.
"Oh... jadi Arturia menolak perdamaian itu, baiklah akan kuberi gadis manis itu sedikit pelajaran" Gilgamesh kemudian menyerigai.
"Kira-kira siapa yang akan menggantikan Raja Pendragon untuk memimpin pasukan" Kirei terlihat berpikir keras.
"Entahlah, Kirei siapkan pasukan!" titah sang raja.
"Baik Yang Mulia"
...
Suara riuh dari prajurit kembali terdengar setelah sekian lama tenggelam dalam kesunyian yang mengerikan. Sudah satu bulan sejak kabar Raja tua yang bijaksana, Raja Pendragon, meninggalkan dunia ini. Kini beliau telah mewariskan semangat juangnya kepada para prajurit, panglima, dan yang paling utama adalah pada putri semata wayangnya itu. Dengan tekad yang kuat, dan demi kelangsungan hidup rakyat kerajaannya, juga demi kehormatan ayahnya, Arturia Pendragon memutuskan untuk melanjutkan peperangan. Perang melawan Raja muda tampan yang terkenal dengan kelima servant serta sihirnya yang kuat dan menakutkan.
Dengan gagah, Arturia berdiri diatas kereta kuda sambil membawa pedang peninggalan ayahnya. Ia memakai gaun biru yang didesain khusus untuk perang, dilapisi dengan armor yang terbuat dari logam titanium berwarna silver. Ia juga memakai jubah coklat yang menutupi semua kegagahan dan kecantikan yang ia miliki. Di balik kerudung jubahnya, ia menarik napas panjang, lalu memejamkan matanya. Ia merasakan semilir angin yang meniup kerudung jubahnya itu. Terus merasakannya lebih dalam, seolah ia menyatu dengan alam. Saat itu pun ia merasa 'mana'miliknya terisi penuh. Dan siap untuk berperang.
Di arah yang berlawanan, seorang laki-laki dengan armor emasnya, berdiri angkuh di atas kereta kuda yang memicing tajam, wajahnya penuh keseriusan. Siapa dia? Otaknya terus bergelut dengan terkaan-terkaan yang tak berujung, saat ia melihat sesosok berjubah coklat memimpin pasukan kerajaan yang ditinggalkan Raja Pendragon.
Laki-laki itu, Gilgamesh, mengeluarkan sihirnya untuk menguji pemimpin perang baru dari kerajaan lawan. Kilauan emas membentuk lingkaran sihir yang tak terhitung jumlahnya mulai bermunculan di belakang laki-laki itu begitu dominan sehingga mengalahkan terangnya cahaya bulan di langit malam. Dari masing-masing pusat lingkaran emas itu muncul berbagai macam pedang dan tombak yang tajam.
Tak lupa kelima servant atau panglima perang yang setianya itu juga mulai mempersiapkan sihir mereka. Lancer sudah siap dengan tombak merahnya. Berseker sudah berdiri dengan gagah, badan besar itulah yang membuat merinding semua orang. Berseker juga terkenal dengan servant paling kuat, karena paling susah mati, walaupun sudah tertusuk pedang beberapa kali dalam waktu yang berbeda. Assasin mengeluarkan samurai dari sarungnya, memunculkan suara yang begitu khas. Rider mengeluarkan aura yang menakutkan. Caster perlahan terbang ke udara bersama bola-bola sihir berwarna ungu kemerahan di belakangnya. Prajurit lain sudah mempersiapkan senjata juga sihir mereka. Melihat kesiapan itu membuat Gilgamesh menyeringai angkuh.
...
Arturia melihat cahaya yang berwarna-warni menghiasi pasukan lawan. Dengan sigap ia mengeluarkan pedang itu dari sarungnya lalu dipegangnya dengan tangan kanan. Setelah menyimpan sarung pedang wasiat itu, tangan kirinya pun ia tidak biarkan kosong begitu saja. Ia mengeluarkan pedang melalui sihir di tangan kiri. Pedang dengan sinar seterang matahari. Lama-kelamaan pedang itu menjadi transparan, yang terlihat hanyalah segumpalan asap. Sekarang ia siap berperang menggunakan kedua pedangnya.
Saat itu pula Gilgamesh meluncurkan serangannya. Berbagai macam senjata berterbangan lalu datang bagai hujan kearah pasukan Arturia. Dengan kecepatan bak angin, Arturia melompat lalu menebaskan pedang ditangan kirinya. Angin bertiup sangat kencang mengikuti alur tebasan pedang itu. Senjata tadi pun terpental menabrak angin, menjauhi pasukan yang Arturia pimpin. Arturia mendarat di deretan paling depan diantara pasukan itu.
"SERAANGGG!" serunya kemudian.
Sementara itu, Gilgamesh terkejut akan serangannya yang bisa dihentikan dengan mudah.
...
Arturia berlari dengan cepat sambil mengayunkan kedua pedangnya untuk menebas lawan yang menghadang. Semua pasukannya melakukan hal yang sama. Walaupun terlihat bahwa Arturia lebih gesit bahkan dibanding ayahnya. Ia memiliki bakat dalam memainkan pedang dan menggunakan sihir sejak kecil. Pandangan Arturia terpusat pada armor emas yang menyerang di atas kereta kuda. Itu pasti dia!
Trang…
Sebuah tombak berwarna merah menyala beradu dengan pedang di tangan kanan Arturia. Ia pun menjaga jarak dan memasang kuda-kuda siap untuk menyerang. Kembali kilatan tombak itu hampir menebas kepalanya yang tertutupi kerudung jubah. Untungnya ia segera menunduk menghindari maut merah itu.
"Eh, lumayan juga pemimpin yang sekarang" sindir seseorang berarmor biru. Ia memutar-mutar tombak merahnya. Arturia tidak menanggapi perkataan lawannya itu.
"Perkenalkan, aku adalah Lancer, salah satu servant Tuan Gilgamesh" Arturia sesaat tercengang dengan salam perkenalan dari Lancer.
Arturia kembali menyerang, hembusan angin kencang ikut menggiringnya pada lawan. Ia tebaskan pedang di tangan kanannya. Tetapi Lancer langsung menahan dengan tombak merah. Tidak cukup sampai disitu, sebelum pedang di tangan kanan Arturia berhenti menahan tombak, ia gunakan pedang transparannya untuk menebas kepala Lancer. Gerakan Lancer begitu cepat, ia juga dapat membaca gerakan lawan dengan mudah sehingga ia hanya tergores di bagian pipi karena pedang transparan milik Arturia. Mereka berdua sama-sama mengambil jarak. Gesekan kaki-kaki mereka dengan tanah membuat debu mengepul di sekitarnya.
"Yang Mulia! Biarkan aku yang menghadapi dia!" seseorang tiba di samping Arturia.
Arturia melihat sejenak pada panglima utamanya itu. Raut wajah itu menunjukan semangat juang dan kegigihan yang besar. Arturia akhirnya mempercayakan tugas ini padanya.
"Lancer!" panggil Arturia.
Lancer menegakan tubuhnya waspada jika orang di hadapannya tiba-tiba menyerang. Arturia perlahan membuka kerudung jubahnya. Lancer terlonjak kaget bukan main setelah mengetahui bahwa lawan yang cukup tangguh menurutnya itu adalah seorang perempuan. Terlebih lagi saat Arturia berkata sambil mengarahkan pedang padanya. Dengan sorot mata yang menunjukan keseriusan.
"Aku adalah Arturia Pendragon, orang yang akan mengalahkan, Tuanmu, Raja Gilgamesh!"
Arturia kembali menutup kerudungnya. Ia memberikan pedang peninggalan ayahnya itu pada panglima utama. Dan kemudian pergi meninggalkan tempat itu.
...
Wusshhh...
Angin berhembus disertai dengan kilatan pedang tepat di hadapan Gilgamesh. Jubah coklat itu berkibar searah angin. Dentingan logam armor terdengar jelas dari keduanya. Gilgamesh tercengang sesaat, kemudian ia berkedip. Tidak butuh waktu lama untuk seorang Gilgamesh membaca keadaan yang sedang terjadi. Ia mengambil salah satu pedang dari lingkaran sihirnya. Untuk menahan kilatan pedang barusan. Suara dentingan antara dua pedang terdengar. Para pasukan dan servantnya membelalak tak percaya. Tanpa mereka sadari Tuan mereka diserang. Gilgamesh sendiri tidak merasakan adanya tekanan sihir yang mendekat kearahnya.
Treng!
Orang itu menjauh dari Gilgamesh dengan sekali salto. Gilgamesh tidak tinggal diam, ia langsung turun dari keretanya sambil membawa sebuah memicingkan matanya. Ia tak meilhat pedang lawan. Bagaimana bisa? Bukankah tadi ia menyerangku dengan pedang. Adu pedang terjadi diantara dua pemimpin pasukan. Walaupun Gilgamesh biasa menyerang dengan serangan jarak jauh yang menjadi andalannya, tapi ia bisa dengan baik mengimbangi permainan pedang lawannya yang sangat handal. Gilgamesh sesaat terkesan dengan keahlian pedang yang dimiliki lawannya itu.
Karena mulai terdesak, Gilgamesh memutuskan untuk kembali melakukan serangan jarak jauh. Tapi lawan di hadapannya sedetik pun tak memberinya kesempatan. Saat pedang transparan itu hendak menebas tubuhnya, ia menghilang dan menyisakan kilauan emas di sana. Teleportasi adalah salah satu sihir langka yang menjadi keahliannya. Seseorang berjubah coklat itu semakin waspada. Ia melirik kearah kiri dan kanan.
"Hahahahaha... jangan pernah remehkan aku!"
Bersamaan dengan teriakan Gilgamesh, sebuah pedang sudah berada di dekat orang itu. Ia menggeser badannya kearah kiri, menghindari pedang yang sudah sangat dekat dan melesat cepat, lalu merobek kerudung dari jubah yang dipakai orang itu. Memperlihatkan rambut pirang yang ia gulung kebelakang, menyisakan poni dan rambut bagian pinggir yang menutupi pelipisnya.
Gilgamesh tidak dapat melihat keadaan dengan jelas karena asap yang ditimbulkan luncuran pedangnya tadi. Ia hanya merasakan tekanan sihir lawan. Kembali ia menghadap lawannya. Menebaskan pedangnya yang lain. Orang itu pun bangkit dengan cepat dan membuka jubahnya lalu menahan tebasan pedang milik Gilgamesh. Ia menyalurkan sebagian besar sihir pada pedangnya. Sehingga pedang itu terlihat begitu terang.
Mereka berhadapan. Sangat dekat. Hanya terpaut jarak oleh pedang mereka yang saling bergesekan. Asap mulai menipis, Gilgamesh terkejut melihat siapa yang menjadi lawannya, tetapi ia menyembunyikan keterkejutan itu dalam wajahnya yang terlihat angkuh. Begitu pun dengan orang itu. Mereka sama-sama memiliki ego yang tinggi.
"He~ ternyata Tuan Putri yang sudah tidak sabar ingin melihat calon suaminya" sindir Gilgamesh.
Seringaian khasnya tak luput dari wajah tampan yang ia miliki.
Treng!
Pedang mereka beradu sangat keras. Arturia dan Gilgamesh terpental kearah yang berlawanan.
"Menyerahlah! Raja Gilgamesh" Arturia mengarahkan pedangnya pada Gilgamesh.
"Itu adalah kata-kataku Tuan Putri, sebaiknya kau menyerahkan dirimu padaku"
"Tidak!"
"Kau hanya malu untuk menerimanya di depan umum, bukan? Kalau begitu aku akan langsung melamar di kamarmu, bagaimana?"
Arturia tidak mengindahkan perkataan Gilgamesh, ia melompat tinggi, lalu mendarat di tempat yang agak jauh dari lawannya. Ia memberi tanda kepada semua pasukan untuk kembali kebarisan.
"Aku akan membuatmu diam, Raja Gilgamesh" Arturia membalas seringaian Gilgamesh.
Dan itu malah membuatnya terlihat semakin cantik, tidak hanya dimata Raja tampan itu. Arturia mengacungkan pedangnya menggunakan kedua tangannya dengan tinggi ke udara. Pedangnya bersinar dengan terang.
"EX..CALIBUR!"
Ia tebaskan pedang itu kearah semua lawan yang ada di hadapannya. Termasuk laki-laki tampan yang kini tengah tersenyum. Tak ada sedikitpun rasa takut. Dengan sekali tebasan, gelombang angin dan kilatan cahaya datang searah dengan tebasan pedang yang diayunkan Arturia. Semua benda yang terkena tebasan pedang hangus. Arturia kemudian menurunkan pedangnya. Ia sudah banyak menggunakan sihir hari ini. Rasa lemas menerjang tubuhnya, ia pun terduduk di tanah. Pedang itu kini menghilang.
Arturia mengatur deru napasnya. Ia sudah sangat lelah. Riuh kemenangan terdengar dari pasukannya. Mendengar itu, ia langsung tersenyum dengan kepala yang tertunduk.
"Eh~ senyummu itu sangat mempesona, Tuan.. Putri"
Deg!
Suara itu? Tapi, bagaimana bisa?
Kilauan emas berkumpul di hadapan Arturia, memunculkan sosok yang tak asing baginya. Sosok yang membuat darahnya mendidih, dan amarahnya meluap.
"Aku sangat mengenal dirimu, dan sihir tadi sangat mematikan jika tidak dihindari, maka dari itu aku memindahkan semuanya dengan teleportasiku"
Gilgamesh tersenyum penuh kemenangan.
"Apa?" nada terkejut terdengar dari suara Arturia. Jadi dia sudah mengetahui bahwa aku akan menggunakan itu.
"Hahahaha..." Suara tawa dengan nada kesombongan membahana seiring terbitnya matahari.
Gilgamesh duduk di tanah berhadapan dengan Arturia yang terkulai lemas. Tangannya bergerak menyentuh pipi gadis itu. Tidak ada perlawanan dari Arturia. Perlahan ia membelai lembut pipi itu lalu memegang dagu Arturia. Dengan pelan Arturia menatap laki-laki itu. Mereka saling menatap satu sama lain. Keteduhan mata dengan iris merah tajam yang penuh dengan kesombongan tertangkap oleh iris hijau milik Arturia.
"Apa maumu?" tanya Arturia, ia sudah tidak ada tenaga untuk membentak laki-laki itu.
Gilgamesh perlahan mendekatkan kepalanya kesamping kepala arturia.
"Aku akan selalu menunggumu, sampai kapanpun" bisik Gilgamesh di telinga Arturia.
Ia pun pergi, menyisakan kilauan emas di sekeliling gadis itu. Membuat gadis itu termenung melihat kosong ke arah tanah tandus, akibat serangan tadi. Wajah cantiknya disinari matahari yang sudah terlihat utuh di pagi itu. Ia merutuki dirinya sendiri, atas apa yang terjadi hari ini.
...
"Cih, aku tak percaya, kita akan kalah" suara Arturia menggema di ruang pertemuan.
"Tapi untung tak banyak yang mati" sahut penasehat kerajaan.
"Sudah kubilang, kita tak mampu melawan mereka, bagaimana pun mereka terlalu kuat" panglima utama mengepal kedua tangannya di atas meja.
"Berikutnya kita akan menang!" ucap Arturia begitu yakin.
Penasehat kerajaan dan panglima utama saling bertukar pandang. Penasehat kerajaan kembali berkata untuk meyakinkan Arturia.
"Apa kau yakin, Yang Mulia, kita sudah kekurangan pasukan, tidak ada yang mau daftar lagi menjadi pasukan militer kerajaan"
"Apa? Kenapa ini bisa terjadi?" Arturia baru mendengar berita ini.
"Tentu saja orang tua mereka yang melarang" jawab panglima utama.
"Ada apa dengan mereka, bukankah ini saat yang tepat untuk mengabdi pada kerajaan?" nada perkataan Arturia semakin meninggi. Ia kemudian pergi dari tempat itu. Hal ini membuat kesal panglima utama juga penasehat kerajaan.
Arturia berjalan-jalan di tengah kota yang begitu sepi. Hanya beberapa orang saja yang terlihat. Ia duduk di salah satu kursi taman. Matanya menerawang langit senja berwarna oranye.
...
Arturia menunggangi kudanya menuju ke arah Kerajaan Uruk. Tempat dimana Raja Gilgamesh memimpin. Ia terlihat gagah dengan pakaian ala pangeran yang ia kenakan bukan gaun yang berkibar apabila tertiup angin. Rambutnya pun tergulung tanpa pita yang biasa ia pakai. Seorang pengawal mengikutinya dari belakang. Setelah dua bulan tanpa kabar dan tanpa perang, rakyatnya tinggal dalam kegelisahan. Kini Arturia akan mengambil tindakan yang tak pernah mau ia lakukan sebelumnya. Ia mulai memasuki gerbang kerajaan itu, yang dimana tidak ada seorang pun penjaga. Hal ini tentunya membuat Arturia heran.
Sungguh pemandangan kota yang mengesankan. Semuanya terlihat sejahtera. Wajah rakyat itu terlihat bahagia berbanding terbalik dengan rakyatnya yang kadang tidak banyak yang keluar rumah karena takut tiba-tiba diserang. Arturia bergelut dengan pikirannya, kemudian perlahan turun dari kudanya dan berjalan di kota itu. Sampai ia menemukan taman dekat kerajaan. Ia melihat seorang anak tak sengaja memecahkan sebuah pot bunga di taman itu.
Semua teman-teman anak itu memarahinya. Walaupun agak jauh tetapi Arturia dapat mendengar apa yang sedang terjadi di sana.
"Hey, kau memecahkan pot nya"
"Bagaimana ini, pasti pot ini mahal, dan kau bersama nenekmu yang kurus itu mana bisa mengganti pot semahal ini"
Anak itu hanya menundukan kepala, badannya bergetar menahan tangis. Seorang prajurit menghampiri mereka.
"Ada apa ini?" teriaknya tegas.
"Dia memecahkan potnya"
"Apa? Kau harus menggantinya"
"Aku.. aku minta maaf, aku tidak sengaja, tadi ada yang mendorongku sehingga aku mengenai pot itu" bela si anak, walaupun ia tahu, itu semua sia-sia.
"Pembohong! dan mana mungkin ia bisa menggantinya, ia hanya gelandangan yang hidup di kota, hahaha"
"Kalau begitu aku akan menghukummu, atas pot itu dan kebohongan busukmu itu!" prajurit itu menjambak rambut anak itu.
Arturia hendak melangkah. Seseorang dengan rambut yang tak asing baginya muncul di antara kumpulan itu. Walaupun tampilannya agak berbeda, rambutnya terlihat lebih rapih. Tanpa menggunakan armor, memperlihatkan bentuk tubuhnya. Semua itu membuatnya semakin mempesona, bahkan lebih mempesona dibanding pemandangan taman itu. Tapi tentu tidak seperti itu menurut Arturia.
"Hentikan!"
Prajurit itu langsung melepaskan tangannya dari rambut anak itu. Semuanya serentak langsung menunduk memberi hormat. Termasuk si anak yang memecahkan pot mahal itu. Ia menunduk sambil terisak.
"Anak itu tidak berbohong, sejak tadi aku sudah memperhatikan mereka!" sentaknya dengan nada dingin.
"Kau! pergilah dan jaga gerbang utama, sebelum aku berubah pikiran dan ingin membunuhmu!" titahnya pada prajurit tadi. Keadaan menjadi semakin tegang.
"Ba..baik Yang Mulia" jawab prajurit itu gelagapan.
"Dan kalian anak-anak nakal" Gilgamesh melirik pada sekumpulan anak yang ketakutan.
"Akan kuhukum kalian!"
"Ampuni kami Yang Mulia" ucap mereka serempak.
"Kalau begitu cepat pergi dari sini!"
Arturia hanya sweatdrop melihat pemandangan di hadapannya.
"Ba..Baik" mereka pun berlari terbirit-birit, menyisakan seorang anak yang kini berani menatap Raja muda itu.
"Heeh~ kenapa kau tak ikut pergi, kau ini ingin aku hukum, ha?" tanya Gilgamesh keras.
Anak itu malah bersujud di hadapannya.
"Maafkan aku, aku tak sengaja memecahkan pot itu, hukumlah aku Yang Mulia" teriaknya penuh keseriusan.
Gilgamesh merasa benci disuruh dan ditantang seperti itu. Dengan kasar ia menarik lengan anak itu, membuatnya merintih kesakitan.
Arturia kembali bersiap-siap melangkah sambil mengeluarkan pedang sihirnya. Tapi lagi-lagi langkahnya terhenti saat melihat Gilgamesh mengusap-usap rambut usang anak itu. Raja muda itu pun tersenyum tipis. Arturia terkejut melihat apa yang terjadi. Saat itu pula suatu perasaan bergejolak dalam hatinya. Ia berusaha menyangkal semua itu walau tak berhasil. Ia mengepal erat kedua tangannya. Air mata menuruni pipinya.
Seorang nenek memanggil anak itu. Ketika mata kecilnya melihat sosok yang dicari sedang bersama seseorang yang sangat diagungkan hampir disemua daerah, nenek itu menundukan badan bungkuk itu, memberi hormat pada Gilgamesh. Arturia bergelut dengan pikirannya.
Aku adalah makhluk paling buruk didunia ini.
Gilgamesh menerima hormat nenek tua itu kemudian membantunya berdiri. Nenek dan anak itu pun meminta izin melangkah perlahan. Pengawalnya berdiri ditempat menjaga kuda mereka.
Demi keegoisanku rakyatku menderita.
Arturia mengusap jejak air mata itu dari pipinya. Gilgamesh melihat kedua orang itu pergi menjauh dari tempatnya berdiri. Raut wajahnya kembali dingin.
Ini semua salahku, aku telah membunuh mereka.
Musuh yang seharusnya aku benci adalah diriku sendiri, bukan laki-laki yang sekarang berada di depanku.
Arturia berdiri di belakang Gilgamesh. Kedua tangannya terlipat di depan dada.
"Aku tidak menyangka orang sombong seperti Anda membela rakyat biasa" sindir Arturia.
Gilgamesh terdiam, ia sempat tidak percaya dengan suara yang melantun memasuki telinganya. Perlahan ia menggerakan badannya menghadap Arturia.
"Hahahaha... mungkin aku melakukannya demi mendapat pujian darimu" ucapannya itu membuat Arturia tersenyum meremehkan.
"Anda sudah mengetahui aku ada disini, Yang Mulia?"
"Tentu saja, mana mungkin aku tidak tahu kalau calon istriku akan datang"
Arturia hanya diam memandang laki-laki itu. Tepatnya menyelidik iris merah itu.
"Asal kau tahu, walaupun kau berpakaian seperti itu, kau tidak dapat menyaingi ketampananku ini" Gilgamesh menyeringai. Mata Arturia membelalak kaget.
"Ahahaha..." Arturia tertawa mendengar ucapan Gilgamesh.
Ia berjongkok ditanah. Tangannya ia gunakan untuk menekan perutnya yang sakit akibat tawa yang berlebihan. Matanya pun sampai tertutup, membuatnya terlihat sangat manis. Gilgamesh tercengang, ia melihat sesuatu yang lain dari Aturia. Gadis itu tertawa lepas di depannya. Sebelumnya wajah itu hanya menunjukan raut kebencian untuknya.
...
Sekarang Gilgamesh, Kotomine Kirei, Arturia dan pengawalnya sedang berada di suatu ruangan yang tertutup, khusus untuk membicarakan suatu hal yang rahasia. Gilgamesh duduk dikursi bersebrangan dengan Arturia. Kaki kananya bertumpu pada kaki kirinya. Sedangkan Kirei dan pengawal Arturia, mereka berdiri dibelakang tuan mereka masing-masing. Iris merah Gilgamesh terus menatap iris hijau milik Arturia yang mulai risih dengan keheningan ini. Ia memejamkan matanya dan mengambil napas panjang kemudian membuangnya. Matanya kini terbuka kembali memperlihatkan raut wajah yang tegas.
"Jadi, tujuanku kesini adalah" Gadis cantik itu menggantung kata-katanya membuat suasana menjadi semakin tegang.
Pengawalnya mengeluarkan sebuah gulungan surat lalu diberikannya pada Kirei.
"Aku Arturia Pendragon mewakili Kerajaan Britain mengajukan perdamaian dengan Kerajaan Uruk"tukasnya kemudian. Keringat dingin turun melewati pelipisnya.
"Hahahahaha... Aku harap kau tidak lupa dengan persyaratannya Tuan Putri" ucap Gilgamesh dengan nada meremehkan.
"Aku sangat ingat Yang Mulia Gilgamesh"
"Eh~, apa karena kejadian menolong anak barusan?" ia kembali menunjukan seringaian khasnya.
"Asal Anda tahu, sebelum itu terjadi, aku sudah membuat surat perdamaian ini dari jauh-jauh hari"
Arturia tidak peduli Gilgamesh menolong anak tadi dengan tulus atau tidak. Walaupun laki-laki itu menyebutkan karena ia ingin mendapat pujian Arturia. Ada perasaan dalam dirinnya yang menyebutkan bahwa ia harus mendampingi Raja muda yang terkenal angkuh itu. Arturia ingin rakyatnya tak lagi menderita karena perang juga ingin menerima perasaan yang tumbuh dihatinya. Perlahan seringaian itu melemah menunjukan senyuman tulus kearah gadis itu. Gilgamesh berdiri dengan gagah.
"Aku terima perdamaian ini"
Bibir Arturia secara spontan terangkat mengembangkan senyum saat melihat Gilgamesh yang sedang tersenyum kearahnya. Jantungnya seketika berdegup kencang. Hatinya merasa lega karena tidak akan ada peperangan lagi antara kerajaannya dan Kerajaan Uruk, selain itu perasaan lain mulai mekar dalam hatinya. Ia pun memalingkan pandangan dari iris merah itu.
...
Arturia tidak hentinya mengagumi karya Tuhan yang sangat indah itu. Air terjun , bunga yang bermekaran, rumput hijau yang segar. Air yang sangat jernih mengalir dibawah jembatan tempat mereka berada sekarang. Keheningan meliputi mereka. Rasanya suara jantung Arturia yang berdegup kencang bisa saja terdengar oleh laki-laki di depannya. Mataya mencuri pandang melihat rambut kuning keemasan itu. Laki-laki itu tiba-tiba balik menghadap ke arahnya membuat dirinya tersipu lalu memalingkan wajah dari sana.
"Pemandangan di sini sungguh indah" suara Arturia memecah keheningan.
"Aku tahu kau suka dengan yang seperti ini, maka dari itu aku mengajakmu ke sini" jelas Gilgamesh.
"Tuan Putri, boleh aku bertanya sesuatu?"
"Panggil saja Arturia, Te..tentu Yang Mulia" jawab Arturia. Dirinya sagat gugup.
Dengan sorot mata penuh keseriusan, Gilgamesh kembali bertanya.
"Kenapa kau setuju menikah denganku?"
"Eh?!"
Arturia terlihat sangat bingung. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Pikirnya, akan sangat konyol dan memalukan jika ia berkata mulai mengagumi laki-laki di depannya. Bagaimana pun egonya terlalu tinggi. Akhirnya ia berkata tentang tujuan awal ia memutuskan untuk melakukan perdamaian ini.
"A..aku tidak tau, mungkin aku tidak tahan melihat rakyatku menderita karena perang, jadi aku putuskan untuk-"
Arturia tak mampu melanjutkan perkataannya lalu menundukan kepala. Wajahnya terhalang poni berwarna pirang. Ia tak kuasa menatap orang itu apalagi iris merah miliknya. Arturia tidak mampu mengatakan yang sebenarnya. Sejak kapan ia menjadi pengecut seperti ini. Arturia bertanya pada dirinya sendiri. Entah karena alasan apa, hatinya menangis sekarang.
"Begitu, aku sudah tau kau akan menjawab itu, hahahaha…" Gilgamesh tertawa angkuh, jawaban Arturia tidak berpengaruh sedikit pun pada hatinya, mungkin.
"Tapi, akan kubuat kau sepenuhnya jatuh cinta padaku, lihat saja nanti!"
Perkataan Gilgamesh membuat Arturia berani menatap dirinya. Gilgamesh kemudian berbalik lalu berjalan, perlahan menjauhi Arturia yang diam mematung.
...
Tanpa diketahui mereka, seorang gadis cantik terbalut gaun berwarna hitam yang merupakan salah satu servant terkuat kerajaan Uruk, melempar pandang tak suka kearah mereka. Dengan menggunakan sihirnya, Caster –gadis itu- melayang diudara. Kemudian ia pergi dari tempat itu.
...
Arturia mempercepat jalannya berusaha mengimbangi Gilgamesh yang sudah jauh menaiki anak tangga menuju atas air terjun. Iris hijau itu melirik, mengamati segalanya. Mereka sudah sampai di atas air terjun. Karena terlalu asik dengan semua itu, membuatnya terus berjalan hingga menabrak punggung didepannya. Membuat orang itu balik menghadapnya.
BUGGH!
"Uh!" Arturia meringis.
"Maaf Yang Mulia aku tidak sengaja" kata Arturia.
"Arturia, apa kau sudah sangat ingin menikah?" tanya laki-laki itu, ia menyeringai lebar.
Gilgamesh langsung menarik pergelangan tangan Arturia. Menyandarkan tubuh gadis itu di atas batu yang begitu besar di atas sungai yang mengalir tak jauh dari tebing di mana air berjatuhan. Kedua tangannya tetap menahan pergelangan tangan gadis itu. Jarak mereka sangat dekat. Seringaian tak lepas dari wajah tampannya. Dan itu cukup menyeramkan menurut Arturia. Sadar akan posisinya yang membuatnya tak nyaman juga napas milik orang itu menerpa kulit wajahnya. Hangat. Jantung Arturia berdegup sangat kencang. Wajahnya sangat panas, hingga muncul rona merah dipipinya. Ia bernapas dua kali lebih cepat. Mereka berdua saling bertatapan.
Angin berhembus sepoi-sepoi, membuat bunga indah berlambai-lambai. Suara gemericik air dan gemuruh air terjun. Sinar matahari yang terasa suasana dan cuaca yang sangat mendukung.
"Eh~ apa maksud Anda? Tolong lepaskan aku Yang Mulia!" Arturia mulai cemas.
"Tidak akan! sebelum kau memanggil namaku!" Titah orang itu.
"Ha?" Arturia terkejut. Sedangkan orang itu menyeringai melihat ekspresinya.
"Yang Mulia Gilgamesh..." lanjutnya kemudian.
"Bukan itu yang kumaksud, Arturia!"
Arturia menelan lidah, takut, matanya melihat kearah lain.
"Kau manis sekali, Arturia"
Entah kenapa wajahnya terlihat mempesona dimata dan suaranya terdengar merdu ditelinga Arturia. Membuatnya semakin bingung, entah harus bertindak apa. Gilgamesh perlahan semakin menghapus jarak diantara mereka. Ia mendekatkan wajahnya. Arturia merasa takut bercampur malu. Ia memejamkan matanya. Gilgamesh tersenyum melihat ekspresi menggemaskan itu. Arturia sangat malu, ia akhirnya berontak mendorong tubuh laki-laki itu dengan sekuat tenaga. Membuat tubuh Gilgamesh tumbang. Di tambah permukaan batu yang licin juga arus sungai yang begitu deras.
Tubuh Gilgamesh terhempas terjun bersama molekul-molekul air. Tubuh itu tertarik oleh gravitasi bumi. Mata Arturia membelalak tak percaya. Dengan cepat Arturia berdiri, mencoba menolong Gilgamesh. Tapi terlambat, tubuh Gilgamesh sebentar lagi masuk kedalam permukaan air. Badan Arturia bergetar. Rasa takut, panik, sedih, menghantuinya. Arturia marah pada dirinya sendiri. Ia tak percaya bahwa pukulannya begitu keras.
"GILGAMESH!" teriak Arturia. Ia sangat takut.
Akhirnya ia menjatuhkan diri bersama air yang mengalir dari sungai. Saat itu pula kesadarannya perlahan mulai menghilang. Semuanya berubah menjadi gelap.
…
~Bersambung~
…
Sekian dulu dari saya. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan (TYPO) juga EYD yang jauh dari kata sempurna.
Inspirasi dari : Fate Zero dan Fate Stay Night (Unlimited Blade Works) juga beberapa anime lain.
Arigatou Gozaimasu^_^
