Disclaimer : Naruto belongs to Masashi Kishimoto-Sunday Morning belongs to Maroon5

Warning : AU, typo(s), OOC

.

.

.

.

.

The Midnight Dew

Chapter 1

.

.

Bau mahoni yang memenuhi ruangan ini berasal dari lantai kayu berwarna cokelat muda dengan lingkar tahun yang berulir-ulir. Sebuah meja kecil di dekat jendela terisi penuh dengan kaleng-kaleng minuman dan piring kotor. Ada beberapa properti sederhana lainnya di sini. Salah satu yang paling kentara adalah sebuah rak buku besar berwarna kuning yang tidak ada bukunya. Mungkin terdengar aneh, namun aku berani bersumpah bahwa itu adalah rak buku—seharusnya. Benda itu menjadi tempat menyimpan ratusan kaset, piringan hitam, dan album dari banyak musisi di dunia. Dua buah gitar dibiarkan tergeletak di lantai lengkap dengan jurnal kecil dan sebungkus rokok di dekatnya. Sementara sebuah sofa panjang berangsur menghangat karena dibebani badan jenjang laki-laki berusia tujuh belas.

Ia masih memakai boxer dan kaus kusut berwarna abu yang kontras dengan rambut merah terangnya. Kakinya menggantung ke lantai karena terlalu panjang. Ia mendongak sedikit dari posisi tengkurapnya untuk melihat layar laptop. Hari ini, ia malas keluar rumah karena cuaca sangat panas. Maka dari itu, sedari tadi ia hanya tiduran sambil melihat-lihat akun youtube miliknya yang kembali dibanjiri komentar.

Pagi tadi ia mengunggah cover video lagu yang baru saja ia rekam. Gaara sering menggunggah video seperti itu. Ia menikmati saat-saat bernyanyi sambil bermain gitar, lalu ia ingin tahu apa orang lain juga menyukainya, maka ia mengunggahnya—walau kameranya selalu ia arahkan sedemikian rupa hingga wajahnya tidak pernah tertangkap layar.

[11032014] Maroon 5 – Sunday Morning cover by Loki

Uploaded 4 hours ago

See comments (215)

Felixthedude says:
Why all of your cover videos's shows no face of yours? It's like watching a no-head musician. But i love it, as always.

Ihateyouguys says:
Kenapa dari hidung sampai ke atas wajahmu ga pernah kelihatan? Bukannya ga percaya kalo kamu ganteng tapi KENAPA MUKANYA GA KELIATAN DAN CUMA BIBIRNYA AJA? KALO MAU NGEGODA JANGAN GITU DONG CARANYA KAN JADI PENASARAN. OHIYA COVERANNYA KEREN BANGET. UDAH AH GUE GALAU

Loveisshit says:
I Love this song so much! And it's only getting better with you covering it. I love your voice, Loki! w

Pineaplehead says:
Tuan Loki suaranya bagus! Dan coba cek emailmu, ya. Ada hal yang ingin kubicarakan :)

Melihat komentar terbaru itu, Gaara langsung beranjak duduk untuk membacanya lebih jelas. Namun, ia tidak salah lihat. Biasanya orang yang mengiriminya pos-el adalah panitia acara yang meminta dia untuk tampil di festival musik lokal atau sejenisnya. Beberapa kali pula ia tampil sekadar mengetahui bagaimana rasanya bernyanyi dan bermain gitar di panggung.

Ia membuka akun pos-el nya. Dan sebuah pesan muncul.

To : Lokithegod .jp

From : SunagakureMusic

Subject : Hi

Halo, Loki.

Kami sudah melihat semua videomu, juga penampilanmu di festival-festival. Kami pikir kau punya potensi bagus untuk dikembangkan, jika kau berminat menjadi seorang musisi. Bagaimana jika kau datang ke kantor kami untuk membicarakannya lebih lanjut? Kami akan senang jika kau menanggapi hal ini dengan positif. Balas email ini jika kau mempertimbangkannya.

Salam,

Shikamaru Nara

Executive Producer

Gaara sempat mengira itu hanya sebuah lelucon, namun melihat nama yang tertera barusan, dirinya sempat tertegun juga bingung. Shikamaru Nara bukanlah nama yang akan kau temui di sembarang tempat. Nama itu tercetak jelas di sampul album musisi-musisi hebat, tertera di akhir berbagai video klip hits, dan sosoknya selalu ada di jajaran paling depan pada acara anugerah musik prestisius. Dia adalah produser musik orang-orang yang karyanya ada di rak buku besar berwarna kuning milik Gaara.

Kaleng-kaleng soda di atas meja kecil di dekat jendela itu bergesekkan karena tertiup angin, suaranya menjadi jelas karena Gaara tidak juga bergeming—ia berpikir lama sekali. Dua menit berlalu lagi sebelum akhirnya Gaara mengetik sebaris balasan.

To : SunagakureMusic

From : Lokithegod .jp

Subject : Re:Hi

Akan kupikirkan, thanks.

.

.

Salah satu hal yang ia tidak suka adalah bangun di pagi hari dengan mulut super asam karena belum merokok. Dengan mata setengah terbuka, Gaara berjalan ke kamar mandi. Sepanjang jalan, ia menginjak bungkus-bungkus bekas makanan dan menendang buku-buku pelajarannya yang berserakan. Semalam, Gaara sibuk belajar dan mengerjakan tugas sekolah sampai larut—walau sebenarnya pikirannya tersangkut di Sunagakure Music.

Alunan santai Lady Anthabelum menemani Gaara menyiapkan sarapan paginya. Si manusia stoik ini tidak pernah memiliki masalah dengan hidup sendirian. Dia tidak keberatan menghabiskan akhir pekannya tanpa bicara dengan siapapun, atau sarapan sendirian setiap hari. Karena pada dasarnya ia tidak begitu peduli, dan nyaman dengan hal tersebut.

Tiga potong roti tawar panggang dengan olesan selai kacang dan taburan susu bubuk tawar ia lahap habis. Untuk sesaat rasa asam itu hilang, namun kembali datang ketika ia meneguk segelas air.

Ia menyulut sebatang rokok karena tidak tahan dengan sensasi menyebalkan itu. Gaara sempat mematut diri di cermin; rambut yang sebelumnya mencuat kesana-kemari kini disisir rapi berponi menutupi dahi, kacamata dengan frame tebal menyamarkan lingkar hitam matanya, jas tanpa lipatan kusut sedikitpun tampak kebesaran di tubuhnya, dan sepatunya terlihat mengkilap. Dengan penampilan seperti ini, Gaara terlihat seperti siswa teladan.

Ketika Gaara menyampirkan ransel, ia menarik talinya sampai habis supaya tepat menempel di punggungnya. Ransel Gaara selalu penuh. Biasanya berisi laptop, buku pelajaran, dan jurnal. Namun, hari ini—dan 22 hari sebelumnya berbeda. Kemarin-kemarin ransel Gaara dipenuhi jurnal, buku lirik dan kaset-kaset rekaman. Hari ini, ransel Gaara dipenuhi baju, hoodie dan jeans untukkeperluan pemotretan. Jangan lupakan sebungkus rokok dan pemantik yang selalu menemaninya.

Pada akhirnya, Gaara datang ke kantor Sunagakure Music dan bertemu dengan Shikamaru Nara. Seperti tertera dalam pos-el darinya beberapa waktu lalu, produser itu memang berniat mengontrak dan mendebutkannya.

Saat berhadapan langsung dengan Shikamaru, Gaara nyaris menertawakan dirinya sendiri. Shikamaru yang selama ini terlihat sangat berkarisma dengan setelan jas mahal, terlihat seperti mahasiswa pengangguran. Shikamaru berbicara serius dengannya dalam balutan celana jersey dan kaos oblong bertuliskan 'STAFF' di punggung.

Ternyata tak jauh berbeda dengan dirinya yang bersikap seperti murid teladan di sekolah, namun kenyataannya tidak. Jika sekolah tau dirinya cukup bermasalah—merokok dan selalu bermain musik, maka sekolah akan ikut campur dengan kehidupannya lebih jauh. Sangat merepotkan.

Ada tiga tahap yang dilakukannya setelah menandatangani kontrak—Shikamaru memutuskan bahwa Gaara tidak akan menjalani training karena menurutnya itu tidak perlu; Ia mendiskusikan lagunya dengan produser dan komposer, rekaman, lalu pemotretan untuk single pertamanya.

Walau terdengar tidak masuk akal, Shikamaru benar-benar menginginkan Gaara segera debut. Ia bahkan sudah merekrut manajer untuk Gaara; seorang pria berambut pirang dengan kepribadian super ekstrovert.

Dering ponsel Gaara memecah kesunyian. Setelah melihat nama pemanggilnya, ia menjawab.

"Halo."

"Hai! Selamat pagi, calon bintang besar. Bagaimana tidurmu? Nyenyak?" Suara itu terdengar sangat positif dan optimis. Gaara bisa melihat cengiran lebarnya dari sini.

"Ada apa?"

"Bagaimana kalau kau turun sekarang ke depan gedung apartemenmu? Aku sudah sampai."

Gaara melongok dari jendela apartemennya. Ia bisa melihat sebuah mobil sedan berwarna biru terparkir tepat di depan apartemen.

"Ya, aku turun sekarang," ujar Gaara.

"Oke! Aku tutup teleponnya, ya," sahutnya penuh semangat.

Gaara menghisap rokoknya sekali lagi sebelum melumatkannya ke asbak. Ia mematikan speaker di ruang tamu dan mematikan AC, lalu mengambil jaket di kamarnya dan bergegas ke depan gedung apartemen. Hari ini ia akan pergi mengecek lokasi pemotretan sebelum berangkat sekolah, lalu bolos di dua jam terakhir untuk pengambilan gambar sampai larut malam. Hari ini adalah hari terakhir persiapan debutnya.

Naruto menurunkan kaca mobil begitu melihat Gaara keluar dari pintu lobi. Alisnya sempat bertautan karena bingung. Ia memiringkan kepalanya sedikit, mengira ada yang salah dengan sosok di depannya.

"Hey, ada apa dengan penampilanmu? Apa kau murid teladan yang selalu juara kelas?" Naruto mengamatinya dari ujung sepatu sampai ujung rambut saat Gaara masuk ke mobil.

"Ya, memang murid teladan."

Naruto terbahak mendengarnya, "Teladan? Teladan apanya? Hahahaha." Ia tertawa keras dengan menyebalkan.

"Hey, aku tidak sebodoh itu."

"Yayaya, terserah. Tapi untuk apa kau bergaya seperti ini? Kemana rambut berantakanmu dan sejak kapan kau punya masalah pengelihatan, hah? Apa semua anak sekolah belakangan ini memang bergaya sepertimu? Dandy. Hey, beritahu aku, berapa kaleng pomade yang kau habiskan untuk rambut seklimis itu?" Naruto tidak bisa membendung rasa penasaran di kepalanya.

Gaara melepaskan kacamatanya lalu memijit-mijit keningnya yang mulai terasa berdenyut. Ia harus membiasakan diri untuk terpapar lebih banyak polusi suara. Tidak ada yang memberitahu dirinya bahwa memiliki manajer bisa seberat ini.

"Aku tidak pernah melihatmu memakai seragam sekolah sebelumnya. Biasanya kau datang ke kantor atau studio dengan jeans robek dan hoodie. Dan tidak dengan sepatu pantofel mengkilap seperti itu! Astaga Gaara kau membuatku takut! Kau tidak bipolar, kan? Iya, kan?" Naruto mulai histeris, "Aku tahu kau memang dingin dan menyebalkan tapi astaga jangan seperti ini!"

"Naruto." Naruto langsung menoleh sebentar sebelum pandangannya kembali terarah ke jalan raya.

Gaara menghela napas sebelum melanjutkan, "Bagaimana aku bisa menjawabmu kalau kau terus bicara?" Gaara menggeram kesal. Kalimatnya diucapkan perlahan namun cukup untuk menutup mulut manajernya.

"Bukannya aku ingin ikut campur. Tapi sebagai manajermu, aku harus tau banyak hal. Jadi—"

"Oke oke aku mengerti. Menyetir saja. Jangan bicara. Dan akan aku jelaskan. Sepakat?" Gaara tidak tahan lagi mendengar Naruto bicara panjang lebar.

Naruto mengangguk singkat, "Oke."

"Aku malas."

"Lalu?"

"Jangan potong aku, Pirang."

"Oh, maaf."

"Aku punya rekor nilai cukup baik. Jika aku berpenampilan dan bersikap 'normal' seperti ini di sekolah, maka guru akan beranggapan aku benar-benar siswa teladan dan akan jarang—bahkan tidak akan pernah melakukan konseling denganku. Jika aku berpenampilan dan bersikap seperti yang biasa kau lihat, mereka akan mulai mengusik dan bertanya ini dan itu," jelas Gaara.

"Dan jangan lupakan candumu pada rokok."

"Nah, itu juga."

"Lalu kenapa tidak bersikap sewajarnya, kau tahu, seperti siswa lainnya. Yang tidak begitu pintar tapi tidak bodoh juga. Tidak fanatik seperti ini; terlihat seperti korban penindasan."

"Maka aku harus bersosialisasi dengan lebih banyak siswa. Dan aku tidak tahu caranya menjadi tidak pintar dan tidak bodoh di waktu yang sama."

"Hahahaha, bilang saja kau tidak tahu caranya berteman." Naruto tersenyum mengejek.

"Aku tahu caranya. Tapi untuk apa," Gaara memakai kembali kacamatanya.

"Jadi singkatnya kau memasang penampilan korban penindasan seperti ini supaya...?"

"Supaya tidak perlu berurusan dengan orang banyak di tempat yang tidak aku suka."

"Kau tidak suka sekolah?"

"Tidak."

"Tapi nilaimu bagus, kau bilang." Naruto dengan polosnya berkomentar. Tidak mencerna apa yang sudah Gaara jelaskan sedari tadi.

Gaara menahan dorongan dalam dirinya untuk mencekik manajer airheadnya itu. "Lupakan," katanya.

"Oh ya, kau tahu, ketika kau debut nanti, kau akan berurusan dengan banyak orang. Jadi kupikir, kau harus berlatih ekspresi. Kau harus terus terlihat bahagia dan ramah." Naruto mencontohkan wajah ramah dan bahagia pada Gaara. Berharap Gaara akan mencobanya juga.

Gaara sudah tidak berminat. Ia menyumbat telinganya dengan earphone dan mulai memejamkan mata. Perlahan, celotehan manajernya itu berangsur samar dan akhirnya menghilang. Gaara tertidur sepanjang sisa perjalanannya.

.

.

Mungkin jika ditanya apa ada siswa yang mengenal Sabaku Gaara, sebagian besar dari mereka akan menjawab; 'Oh, si kutu buku penyendiri itu?' atau 'Sebenarnya dia cukup menarik tapi dia terlalu pendiam.' atau juga 'Tidak ada yang berteman dekat dengannya. Dia seperti menolak untuk berteman.'

Oh, untuk apa membicarakan hal seperti itu?

Karena si objek pembicaraan pun sama sekali tidak peduli. Apalagi kini ia tengah bahagia. Waktu menunjuk pukul 23.15 ketika dirinya baru saja menyelesaikan pengambilan gambar yang terakhir. Setelahnya, ia menyalami semua staff dan membereskan barang-barangnya agar bisa segera ke restoran. Ia dan Naruto akan merayakan rampungnya persiapan debut dirinya bersama staff dan Shikamaru.

Rambut klimis itu berubah menjadi mahkota penggoda. Poninya disibakkan ke atas, menunjukkan dahinya yang lebar, dengan sisi-sisinya sengaja dibuat berantakan namun justru semakin membuatnya terlihat menarik. Pakaian pilihan stylist dengan nuansa chic sempat ia tolak karena tidak nyaman, namun, Naruto berhasil memaksanya—dan ia bersyukur bisa memaksa Gaara. Alhasil, foto-fotonya terlihat sangat keren. Berterimakasihlah Gaara pada penata rias yang bisa mengubah raut masamnya menjadi sedikit ramah namun nakal—sesuai dengan nama panggungnya; Loki.

Seraya keluar dari studio, Gaara menyulut sebatang rokok lagi. Cuaca dingin yang menyergap membuat Gaara menggigil. Ia menghisap rokoknya lama, memenuhi paru-parunya dengan udara hangat.

"Kerja bagus, Bung!" Naruto yang datang tiba-tiba langsung merangkul bahunya erat. Cengiran lebar yang membuat matanya menyipit itu benar-benar penuh rasa bahagia. Gaara hanya mengangguk.

"Aku lapar. Ayo cepat kita ke restoran. Shikamaru akan mentraktir hari ini. Yeah!" Ia meninju langit seraya berlari ke parkiran. Gaara mengekorinya di belakang.

"Aku ingin soju. Apa di sana ada soju?" Gaara sudah tidak kuat dengan udara dingin seperti ini.

"Kalaupun tidak ada, Shikamaru akan menyuruh orang untuk membelinya. Tenang saja, dia sangat senang hari ini jadi kau minta apapun juga dia akan mengabulkannya," jelas Naruto dengan berlebihan.

"Baguslah."

Mereka mulai beranjak dari situ menuju restoran yang sudah direservasi oleh Shikamaru Nara.

"Tapi apa tidak masalah? Besok kan kau sekolah?" tanya Naruto khawatir

"Memang kenapa?"

"Kalau kau bicara, bau alkoholnya akan tercium," jelasnya, "Kau akan segera debut, harus jaga image."

"Aku tidak akan bicara kalau begitu," jawab Gaara santai sambil menghisap rokoknya.

Naruto memutar bola matanya dengan dramatis, "Murid teladan. Jenius." Sarkasme tersirat jelas di tiap kata.

Setelah sampai, mereka disambut oleh sorak sorai dan deretan ucapan selamat dari staff. Dentingan gelas, piring, dan garpu menjadi lagu bagi keramahan dan candaan saat itu. Gaara yang tidak terbiasa dengan keramaian seperti ini pun mencoba berbaur sebagai bahan latihannya dalam menghadapi keramaian-keramaian lainnya yang akan ia hadapi nanti.

Ia baru saja menenggak habis botol sojunya yang kedua ketika Shikamaru datang menghampirinya. "Bocah usia tujuh belas kuat menenggak dua botol, huh?" ujarnya.

"Apa maksudmu; mesin pencetak uang? Tentu saja," balasnya, "Kau sendiri?"

Shikamaru terkekeh. Akhirnya ada yang bisa diajak bercanda di level yang sama dengan dirinya. "Memantau mesin pencetak uangku agar tidak melakukan hal bodoh saat mabuk."

Gaara mengambil dua botol lagi dan memberikan satu untuk Shikamaru. "Ayolah, Pak Tua."

Shikamaru akhirnya bergabung bersama Gaara dan berakhir dengan kompetisi kecil diantara mereka berdua; siapa yang dapat minum lebih banyak maka dia yang menang. Riuh rendah celotehan orang-orang memenuhi ruangan dan mulai terdengar melambat ketika Gaara mengambil botolnya yang kesembilan. Shikamaru sudah kalah dan tengah tertidur di hadapannya. Namun Gaara masih ingin minum. Ia tidak tahu kalau minum soju bisa semenyenangkan ini.

Ketika ia membuka tutupnya, kepalanya mendadak ringan dan ia melihat dunia berputar. Suara-suara di sekitarnya pun memudar. Dan kini ia merasa seperti terbang. Kemudian ia melihat seberkas cahaya menelan segalanya.

.

.

Gaara terbangun. Hal pertama yang dirasakannya adalah sakit kepala teramat akibat mabuk semalam. Hangover. Sangat menyebalkan, pikirnya. Ia ingat dirinya diantar pulang oleh Naruto sampai ke sini karena terlalu mabuk untuk jalan sendiri. Gaara mengganti posisi tidurnya, kini ia berbaring menghadap langit-langit kamar. Tangannya meraba-raba kasur di sampingnya dengan mata terpejam, mencari ponsel yang tak kunjung ia temukan. Menyerah, akhirnya ia mencoba untuk duduk dan mencari di nakas ranjang.

Gaara mengerenyitkan dahinya ketika melihat ada sebuah jam tangan berwarna oranye tergeletak di situ. Itu bukan miliknya, terlebih jam itu bermodel super feminin. Ia kemudian menyadari ada yang tidak beres dengan kamarnya. Itu masih kamar yang sama namun sama sekali berbeda. Ia tidak mengingat pernah memiliki sebuah meja rias di kamarnya. Dan tidak juga ingat pernah memiliki sebuah wedges berwarna ungu dengan aksen renda.

Ia menertawakan dirinya sendiri, tidak pernah dirinya semabuk ini sampai halusinasinya terkesan nyata. Gaara bangkit dari kasurnya karena ia sudah tidak berminat untuk tidur lagi. Ia menyeret kakinya ke arah lemari untuk mengambil baju ganti dan handuk. Namun matanya kembali mengolok-olok. Lemarinya jadi dua kali lebih penuh dari sebelumnya. Tepatnya, dipenuhi dengan dress, blazer, rok, celana pendek, blouse, pakaian dalam, dan lingerie.

"Astaga ini konyol sekali," bisiknya kehabisan akal.

Gaara menarik keluar salah satu cocktail dress berwarna pastel dan mencermatinya. Ukurannya cukup kecil. Tapi bukan itu masalahnya. Baju itu terlihat sungguhan, tidak seperti mimpi. Gaara masih mengira ini halusinasi sampai tangannya tanpa sengaja menggores sisi lemari.

Terasa sakit.

Berarti ini memang bukan mimpi.

Ia melempar sembarang baju itu dan bergegas ke ruang tamu untuk mencari ponselnya, hanya untuk mendapati sosok bertubuh kecil sedang memunggunginya, memasak sambil menggumamkan sebuah lagu di dapur.

Gaara membeku di situ dengan mulut menganga, menatapnya. Wanita itu memiliki rambut panjang berwarna biru segelap malam yang diikat satu, lehernya yang putih pucat itu dapat Gaara lihat dengan jelas di antara tali apron dan kerah kemejanya. Gaara menarik napas panjang, masih mencoba mencerna apa yang terjadi di apartemennya pagi ini.

Wanita itu mendadak menghentikan aktivitasnya, kemudian berbalik menghadap Gaara. Ia lalu tersenyum lebar dan berjalan dengan gembira ke arahnya sambil merentangkan tangan.

"Selamat pagi, Anata!" Wanita itu menenggelamkan wajahnya di dada Gaara. "Aku sedang membuat sup untukmu. Tunggu sebentar, ya." Ia mengatupkan kedua tangan mungilnya di pipi Gaara lalu mengelus rambutnya sambil terkikik sebelum kembali ke dapur.

Apa tadi dia memanggilku 'anata'?

Lelucon macam apa ini.

Tidak lucu.

Sama sekali.

Tapi ini bukan halusinasi.

Mata Gaara membulat sempurna. Jantungnya berdegup sangat kencang. Kepalanya yang terasa seperti dibentur-benturkan ke tiang beton, kini terasa seperti sedang diblender layaknya jus apel, dan diperas dengan brutal bagaikan cucian basah. Badannya yang sebelumnya membeku kini seolah tersengat sesuatu ketika mendapatkan kesadarannya kembali dan ia otomatis melonjak kaget.

"Demi Tuhan, siapa kau?!" Gaara berseru sambil menunjuk wanita itu.

Wanita itu langsung menoleh dan menatap Gaara bingung.

"Apa yang kau bicarakan? Aku ini istirmu. Kau pasti masih mabuk." Wanita itu membawa dua mangkuk sup panas dan meletakkannya di meja makan, "Sini, kau harus makan dulu supaya hangovermu hilang." Wanita itu menyeret lengan Gaara dan membuatnya duduk di kursi. Lalu ia duduk di sampingnya.

"Masih pusing, ya? Sudah kubilang berapa kali kau tidak boleh banyak minum alkohol," wanita itu menggerutu sambil mendinginkan sup untuk Gaara.

Ya, aku pusing.

Sangat pusing.

Sangat sangat pusing sampai rasanya mau pecah.

KAU PIKIR ITU GARA-GARA SIAPA?

.

.

To be Continued

.

.

A/N: Jadi, ini masih awal. Kependekan atau kepanjangan atau kegajean mohon dimaklumi. Saya tunggu kritik dan saran dan komentar dan racauan dari Anda semua di kolom review, supaya saya tau ini pantas dilanjutkan atau tidak. Sampai jumpa~ 3

-LR-

Review?