.
.
Harmony Fear
A Family Drama (and failed romance)
And sorry in advance for the OOCness
Warning! Contain BoboiboyxOC pairing
Also, some crazy pairing… like, really crazy…
AU
AnonyNeko
2017
.
.
Prolog
Hidup itu tidak terduga. Bahkan orang dengan kemampuan melihat masa depan pun tidak bisa menduganya.
Terkadang, disaat kau merasa hidupmu sangat pahit, tiba-tiba takdir akan memberimu manisan. Dilain pihak, saat kau merasa hidupmu sudah dipuncak… tiba-tiba takdir menghempasmu kembali ke tanah. Memang terasa sangat tidak enak, dan di beberapa kasus, hal itu seolah-olah menghancurkan semua proses kehidupan kita. Satu hal kecil itu saja bisa merusak kita.
Tapi siapa yang mengatakan, kalau takdir tidak akan menebusnya dengan memberi kita manisan baru?
Tentunya salah satu diantara dua anak muda malang ini.
"Tidak apa-apa, ahaha… kau harus… melanjutkan hidupmu, yeah, kau tau…" suara manis mengalun dari mulut seorang gadis, meski terdengar jelas suaranya bergetar karena tangisan dibaliknya. Gadis 22 tahun itu sedikit bergetar, menahan isakannya kuat-kuat. Berusaha memunculkan wajah yang ceria, mata cokelatnya tak dapat berdusta ketika air mata terus mengalir dari sana.
"Melanjutkan, eh… tapi… kenapa tidak boleh denganmu? Aku mau kau dihidupku…" kali ini, terdengar balasan dengan sebuah suara yang cukup berat. Datang dari seorang pemuda yang berdiri dihadapan gadis tadi, tampak seusianya. Dengan kondisi yang tak jauh beda dari si gadis, menahan isak tangis yang nyaris tak bisa ditahan.
Sebuah tawa hambar datang dari gadis berambut hitam itu.
"Yaah, aku bisa ada dihidupmu kok… aku kan masih temanmu…"
"Kecuali… kau sudah memilih untuk mencari keluargamu lagi… aku benar kan?" pemuda bertopi oranye itu ikut tertawa hambar. "Aku tau tentang kepergianmu, Jingga. Sepertinya kau akan menghilang…"
Yang diajak bicara tampak sedikit terkejut, karena pemuda di depannya mengetahui rencananya untuk pergi ke benua lain mencari keluarganya lagi. "Tapi… aku masih bisa kesini kok, kalau dihubungi…"
"Yeah… seandainya saja bisa…" suara isakan dari si pemuda terdengar semakin jelas. Tampak sekali kalau dia sudah tidak bisa menahan diri lagi. Dia tidak kuat jika harus dihadapkan dengan hal seperti ini, oang yang dia cintai akan meninggalkannya, dan bukan tak mungkin untuk selamanya… "Kenapa aku tidak boleh memilihmu saja, Jingga? Kenapa? Ini tidak adil…"
Gadis itu jadi ikut terisak melihat pacarnya menangis di hadapannya. Dengan senyuman berat, dia melangkah pelan mendekati pemuda itu. "Karena hidup tidak pernah adil, Boboiboy… Tidak ada yang namanya keadilan dalam hidup itu… tidak ada…"
Tak jauh dari mereka, terlihat seorang gadis lainnya, sedang berdiri memperhatikan mereka. Gadis berpakaian serba pink itu hanya bisa terdiam sambil menangis, melihat kedua insan dihadapannya berpelukan erat, mungkin untuk yang terakhir kalinya. Diapun tidak tega menghancurkan hati kedua sahabatnya. Seandainya saja dia bisa membantu mereka… Seandainya saja dia lebih kuat untuk melawan…
Gadis itu kemudian menutupi wajahnya untuk menangis, ketika mendengar kalimat perpisahan kedua sahabatnya.
"Selamat melanjutkan hidupmu…"
"Kau juga, jaga dirimu baik-baik disana…"
.
.
"Kau tidak kelihatan sesedih itu."
Kalimat dari arah sampingnya membuat seorang pria, yang tadinya sedang sibuk memperbaiki posisi salah satu putranya di pangkuannya, menoleh ke arah si pembicara.
"Apa maksudmu, Kaizo?"
"Boboiboy. Kita sedang di pemakaman istrimu. Dan aku belum melihatmu menjadi 'melankolis' seperti suami-suami ditinggal istri lainnya." Pria disampingnya, disebutkan bernama Kaizo, menghela nafas dan menggelengkan kepalanya. Tentu saja dia tahu latar belakang 'keluarga' temannya ini, tapi masa tidak ada setetes pun air mata sih?
Pria yang diberikan pertanyaan, disebutkan bernama Boboiboy, hanya memasang ekspresi gagal paham. Meski tak lama kemudian otaknya meregister ucapan salah satu sahabatnya itu, dan dia tersenyum tipis. "Yah, jika dibilang sedih tentu saja aku sedih. Mungkin dia bukanlah orang yang benar-benar aku cintai, tapi Yaya adalah orang yang baik, dan masih sahabatku juga. Aku sedih, tapi aku memiliki tanggung jawab lain."
Pria yang sekarang seorang single parent itu melirik sedikit ke arah sampingnya yang berlawanan dengan tempat duduk Kaizo, dimana terdapat dua orang anak laki-laki mungil yang sedang duduk dengan ekspresi polos, tidak mengerti sedang ada apa. Kemudian dia tersenyum menatap seorang anak laki-laki lagi yang ada di pangkuannya. Ketiga bocah 1 tahun lebih itu adalah putranya, yang dia sayangi, dan akan dia jaga sendiri mulai saat ini.
"Hm, aku mengerti." Kaizo mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kau sayang mereka?"
"Hei, tentu saja." Senyuman di wajah Boboiboy sedikit melebar melihat bocah di gendongannya mengangkat kepala menatapnya, dan tersenyum cerah kepadanya. "Memang paksaan dan tak direncanakan, tapi mereka ini adalah putra-putraku yang manis. Tentu aku sayang mereka." Pria itu tertawa sedikit ketika anak yang dipangkunya bertepuk tangan dengan polos dan berkata 'Da-da'.
"Dipikir lagi, mungkin aku lebih sedih karena fakta bahwa sekarang mereka harus tumbuh tanpa sosok Ibu. Anak-anak yang malang."
Kaizo, lagi-lagi, hanya menghela nafas. Mata cokelat kemerahannya menatap ke depan, ke prosesi pemakaman teman mereka yang sedang berlangsung. Dia selama ini mengikuti perkembangan nasib temannya, dan harus dia akui Boboiboy memiliki mental yang kuat. Dan tabah. Jika hal semacam itu menimpa dirinya, tentu saja dia tidak akan bisa menanganinya. Mungkin dia akan mengamuk dan pergi dari rumah.
Tapi Boboiboy memilih untuk menghadapinya. Terpisah dari orang yang dia cintai dan tidak pernah melihatnya lagi. Dipaksa untuk menikah dengan orang pilihan orang tuanya, yang masih sahabatnya juga. Semua hal itu tidak cukup untuk membuatnya menyerah dengan hidup.
Mungkin, mungkin saja… hidup sudah mulai melonggarkan ikatan talinya di leher sahabatnya itu. Kali ini Kaizo tersenyum tipis. Disatu sisi, kematian adalah akhir dari hidup seseorang. Kematian adalah akhir dari waktu-waktu orang terdekat mengenal yang meninggalkan. Kematian biasanya dilambangkan dengan perpisahan selamanya, dimana mulai sekarang mereka akan dipisahkan oleh dua dunia yang berbeda.
Namun mungkin saja, untuk kasus yang ini… Kematian adalah sebuah awal. Kematian ini menandakan lembaran hidup yang baru bagi temannya, dimana kali ini, dia bisa mengisinya sendiri. Tanpa ada aturan-aturan dari orang tuanya, atau siapapun. Tanpa ada larangan dari siapapun. Dia bisa mengejar mimpinya lagi. Bahkan, jika dia ingin, dan jika takdir memang sedang dalam proses memberinya 'manisan' baru…
Mungkin, dia akan bertemu dengan cintanya kembali.
.
.
Jika takdir sudah berkehendak, tidak ada siapapun yang bisa menghentikannya. Setelah puas membanting kehidupan seseorang hingga mencapai titik terbawah, takdir tidak pernah lupa untuk menghiburnya dan memberinya sesuatu yang lebih manis lagi.
Semuanya terbukti bagi pria single parent itu bahwa takdir tidak membencinya, 3 bulan setelah pemakaman istrinya dilaksanakan. Saat dia dan ketiga putranya sedang berbelanja di supermarket. Tidak banyak kebahagiaan yang dapat ditemukan di supermarket, tapi dengan takdir ada dipihaknya, dia bisa menemukan kebahagiaan ultimatenya. Bertemu dengan cintanya kembali.
Sepertinya, dia tidak akan menjadi single parent selamanya. Tidak karena dia akhirnya bisa menikahi orang yang kali ini, benar-benar dia inginkan sebagai pendamping hidupnya. Lembaran baru terbuka untuknya, dan kali ini, dia berjanji, tidak akan membiarkan apapun menghalanginya lagi.
.
.
A/N: Oke. Ini mungkin agak gaje, tapi ini baru prakata. Tenang, chapter-chapter selanjutnya bakalan gaje juga kok, aku jamin *disepak*
Oh, aku juga minta maaf karena bawa-bawa OC kesini...
Semoga, kalian tidak terlalu membenci OCku nantinya. Atau kalau mau, bayangkan saja OC yang ada disana itu kalian, anggap aja nama jeleknya itu gak ada *boom*
Kalau kalian baca profilku, pasti sudah tau kalau romance disini bakalan kacau. Fokusku juga bukan romansa sih, tapi familynya. Nanti kalian akan lihat family dimananya.
Bantulah diri ini berkembang lebih baik lagi dengan memberikan kritik saran pada kolom review :)
~AnonyNeko
