title: scavenged

disc: all charas belong to God

cast: bts [jin, suga, v, jungkook, jimin, jhope, rap monster]

genre: action(?), crime(?) /gak deng/, fluff(?) /semoga saja(?)/, romance, etc

rating: T (rating bisa naik sejalan dengan cerita(?)ㅋㅋ)

warning: AU. YAOI. Male Slash. BL (Boy's Love). boyxboy.

cerita ini akan penuh dengan berbagai istilah perang, persenjataan, dll, kuharap kalian bisa ngebayanginnya yaa(?) ;")

ohiya, cerita ini disponsori oleh om adjie, chevalo yang turut mendukung(?)

pokoknya, enjoy~!

.

.

.

.

.

.

.

.

.

September 1st, 2004.

"Jinyoung-ah, sudah saatnya. Ke mari, sweetheart." sesosok wanita keluar dari dalam rumah menuju taman belakang, tempat di mana seorang bocah lelaki kecil tengah berlarian dengan gembira. Bocah kecil itu menengokkan kepalanya ke arah si wanita dan tersenyum, "Arrasseoyo, eomma!" kemudian berlari kecil ke arah si wanita yang merupakan ibu darinya.

Bocah kecil itu melompat ke dalam pelukan sang wanita, sembari menarik-narik kecil ujung rambutnya ia berkata, "Eomma, kita akan pergi ke taman bermain, kan? Iya, kan?"

Wanita itu tersenyum lembut pada sang anak, "Ne, Jinyoung-ah. Kau, eomma, dan appa, kita bertiga akan pergi ke sana dan membeli gulali kesukaanmu." ujarnya sembari menggesekkan hidungnya dengan hidung malaikat kecilnya. Hal ini menyebabkan tawa terulas dari bibir kecil malaikatnya, "Yay, gulali!"

"Nah, sekarang kau harus berganti baju." kemudian wanita itu menuntun bocah kecil berumur 7 tahunnya yang masih tertawa gembira masuk ke dalam rumah.

"Wah wah, nampaknya ada yang begitu bersemangat." sesosok lelaki menengokkan kepalanya ke dalam suatu kamar tempat sang wanita dan bocah kecilnya berada, "Appa!" bocah kecil itu berlarian ke arahnya tanpa memakai celana. "Jinyoung-ah! Sweetheart! Celanamu belum terpasang..!" pekik sang wanita kepada bocah kecil yang sekarang berada pada gendongan si lelaki.

"Yippieee~! Ahahaha!" lelaki itu menggendong dan sedikit melempar tubuh malaikat kecilnya ke udara, mengundang tawa ceria dari bibir mungilnya. "Siapa yang semangat? Siapa yang semangat?" kemudian ia menggelitiki tubuh malaikatnya dengan gemas, "Akuu, appa! Akuu!" dan dijawab dengan riang oleh sang malaikat.

Sang wanita yang melihat pemandangan dua malaikatnya tengah tertawa bahagia hanya dapat tersenyum. Dirinya tak pernah membayangkan akan memiliki dua kebahagiaan yang begitu sempurna. "Sekarang pakai celanamu agar kau tidak kedinginan." ujarnya mengambil malaikat kecilnya dari gendongan si lelaki. Kemudian ia memberikan sebuah kecupan di pipi si lelaki, "Kau juga bersiaplah. Tak ingin membuat malaikat kecil kita menunggu, bukan?" ujarnya yang dibalas dengan sebuah anggukan, "Tentu."

.

.

"Yeaay! Mobil melaju kencaang wuusshh!" kicauan-kicauan terurai dari bibir mungil sang malaikat kecil yang sedang duduk manis di jok belakang mobilnya yang sedang melaju. Kedua orang tuanya tak dapat menahan senyuman geli mendengar ucapan malaikat kecilnya. "Jinyoung-ah, jangan keluarkan kepalamu dari jendela, ne?" mendengarnya, malaikat kecil itu mengangguk semangat. "Tidak akan kulakukan, eomma!"

Sang wanita kembali tersenyum. Sesaat kemudian ia menghela nafasnya, "Dear, bagaimana proyek itu?" ia memelankan suaranya agar malaikat kecilnya tak dapat mendengarnya.

Sang lelaki yang tengah fokus menyetir melirik sebentar ke arah istrinya, "Berjalan baik."

Wanita itu menatap malaikat kecilnya yang tengah terpaku pada pemandangan luar, dan kembali menatap sang suami, "Apa kau benar-benar yakin? Se-sebenarnya aku mengkhawatirkan Jinyoung.." ujarnya yang terdengar takut.

"Jinyoung.. Dia masih sangat kecil.. Dia masih membutuhkan kita.. Ba-bagaimana kalau mereka–"

"Ssh, tenanglah. Serum itu sudah kuletakkan di tempat yang aman, bahkan presiden sekalipun tak akan mengetahui tempatnya. Lagipula–" lelaki itu menggunakan satu tangannya untuk merogoh kantung jasnya dan mengeluarkan sebuah botol kecil berwarna kehijauan, "–aku sudah menyiapkan umpan."

"Serum? K-kau membawanya?!" wanita itu tersentak, dan sedikit mengeraskan suaranya yang membuat malaikat kecilnya menengokkan kepala dan menatap kedua orang tuanya.

"Tenanglah, seperti yang kubilang, ini adalah umpan jikalau mereka memang menangkapku. Mereka akan mendapatkan ini. Selain itu mereka memang sudah tau bahwa hari ini kita akan memberikan serum ini pada presiden–"

Sang wanita membulatkan kedua matanya.

"–dan mungkin mereka sedang dalam perjalanan ke sini." lanjut sang lelaki dengan ekspresi yang sulit diungkapkan.

"A-apa?! K-kau gila! Bagaimana bisa kau berkata begitu dengan santai?!" sang wanita kembali berteriak kepadanya. "Kita harus pergi!"

"Telepon rumah kita telah disadap, mungkin mereka telah mendengar seluruh percakapanku dengan presiden. Karena itu tadi pagi aku sengaja memberi informasi yang salah pada presiden dengan mengatakan bahwa serum itu telah kupindahkan ke laboratorium di Daegu dan kita sedang dalam perjalanan ke sana. Makanya kupikir mereka juga pasti sedang menghadang kita ke sana." lanjut lelaki itu dengan sebuah senyuman kecil.

Ucapannya membuat sang wanita membuang nafasnya sedikit lega, "Benarkah itu..? Kalau begitu aku bisa sedikit lega.."

Lelaki itu mengarahkan tangannya untuk mengusap perlahan rambut sang istri, "Tak mungkin aku membahayakan keluargaku."

"N-namun dengan begitu bukankah kau telah berkhianat pada presiden..?" sang wanita kembali membuka suaranya.

Terdengar sebuah lenguhan dari sang suami. "Jika itu dapat menyelamatkan istri dan anakku, menjadi seorang pengkhianatpun akan kulakukan."

"Y-yeobo.." mendengarnya, sang wanita bergerak mendekatinya dan mengistirahatkan kepalanya ke atas lengan sang suami.

Tanpa disadari, malaikat kecilnya mendengar seluruh percakapan mereka dengan wajah yang kebingungan. "Appa? Eomma?"

BUGH!

Sedetik kemudian mobil mereka tertabrak begitu keras dengan mobil di depan mereka yang sepertinya sengaja berhenti tiba-tiba. Menyebabkan bemper depan penyok dan lampu depan hancur.

Untungnya sang malaikat kecil hanya terjerembab, begitu pula dengan sang lelaki yang tertolong oleh bantalan penyelamat.

Namun sepertinya hal ini tak terjadi bagi sang wanita.

"Y-yeobo?!" sang lelaki terlihat panik melihat istrinya sudah terkulai dengan luka memar di dahinya. Wanita itu terantuk dashboard mobil dengan sangat keras, mungkin menyebabkan gegar otak.

Lelaki itu mengusap dan menelusuri kepala sang istri, dan terhenti begitu mendengar ucapan sang malaikat, "Ugh.. A-apa yang terjadi, appa..? Eomma kenapa, appa..?" ujarnya sambil menatap lurus pada tubuh sang ibu. Lelaki itu tersentak sebentar, lalu membalikkan wajah sang istri ke arah berlawanan agar tak dapat terlihat oleh sang anak.

Sang lelaki terlihat mencari jawaban yang tepat, sebelum suara anaknya terdengar kembali, "A-appa! Kepalaku sakit..!" malaikat kecilnya kembali mengeluh kesakitan, sebelumnya ia terjerembab dari kursi dan terantuk punggung kursi sang ayah.

"Eomma tidak apa-apa, dia cuma merasa mengantuk.. Maafkan appa yang berhenti mendadak, ya?" jawab sang lelaki sembari mengusap kepala malaikat kecilnya.

Dia hendak memundurkan mobilnya agar dapat melanjutkan perjalanan, dan mungkin akan membawa sang istri ke rumah sakit sebelum sebuah mobil menabraknya kembali, kali ini dari samping kanan tepat di mana malaikat kecilnya itu berada. Lelaki itu dengan cepat melompat ke jok belakang dan melindungi tubuh malaikat kecilnya dengan tubuh besarnya.

BRUAGH!

"AAH!" malaikat kecilnya berteriak ketakutan mendengar suara benturan yang begitu keras dan memecahkan kaca mobilnya.

"Ssh, tak apa, Jinyoung.. Tak apa.." lelaki itu berbisik perlahan pada malaikat kecilnya yang tengah bergetar, berusaha menenangkannya.

Sembari terus bergumam kata-kata yang menenangkan pada anaknya, ia menengok ke arah luar. Situasi di luar menjadi kacau disebabkan oleh peristiwa ini. Banyak orang berlarian di tengah jalan sambil berteriak-teriak. Mobil-mobil yang menabraknya barusan juga kembali menabrak mobil-mobil lain di sekelilingnya dengan brutal. Lelaki itu berusaha menutup kedua telinga malaikat kecilnya agar ia tak mendengar teriakan-teriakan itu. Ia sudah merasakan bahaya yang mengancamnya.

Kemudian kedua bola matanya menangkap seberkas sinar merah berada tepat di kepala istrinya.

Dengan satu ketukan, sebuah lubang terbentuk di atas kepala istri tercintanya beserta cairan merah yang mengalir dari dalamnya.

Lelaki itu berteriak di dalam hatinya, tetap berusaha tak terlihat oleh malaikat kecilnya. Nafasnya memburu, detak jantungnya tak dapat terkontrol.

"J-Jinyoung-ah..?" dengan tersengal, ia memanggil malaikat kecil dalam dekapannya, "N-ne, appa?"

"K-kau suka bermain harta karun, kan?" ia menatap dalam kedua bola mata anaknya yang dibalas dengan sebuah anggukan kecil.

"S-sekarang appa akan memberitahumu sebuah kode. Kode ini akan sangat berguna untukmu mencari harta karun itu nanti. Ingat baik-baik, ne?" lanjutnya berusaha tetap terlihat tenang. "Kode..?"

"37˚16' LU 127˚01' BT basement 3rd floor. J-jangan sampai lupakan itu, Jinyoung.." lelaki itu mengelus surai malaikat kecilnya yang terlihat tengah mengerutkan dahi, berusaha menghafalkan kode tersebut. "T-terlalu sulit, appa.. Aku tidak yakin–" ucapannya terputus tatkala lelaki itu memberinya uang kecil dan menyuruhnya untuk melepas hoodie-nya, "Jinyoung, kau mau kan membeli minuman untuk eomma? Eomma bilang ia haus, dan sebagai anak baik kau akan membelikannya minuman, kan?"

Malaikat kecil itu mengedipkan matanya beberapa kali, "Nah, pergilah ke sudut jalan itu. Di sana ada mesin penjual minuman otomatis. Jangan pedulikan orang-orang di luar, mereka hanya sedang syuting film. Dan lepaskan hoodie-mu, cuaca di luar panas." lanjut lelaki itu seraya melepaskan hoodie milik malaikat kecilnya.

Malaikat kecil itu menuruti kata-kata sang ayah. Ia beranjak perlahan dan membuka pintu mobil dengan ragu-ragu. Kemudian ia membalikkan kepalanya untuk menatap sang ayah, namun–

Dirinya tak melihat seberkas sinar merah kembali menghiasi kepala ayahnya.

"–CEPAT PERGI, JINYOUNG! TURUTI PERINTAH APPA!"

Melihat dirinya dibentak oleh sang ayah, malaikat kecil itu segera berlari kencang.

Beberapa detik kemudian ia mendengar suara tembakan. Kaki kecilnya terhenti, dan kedua matanya terbelalak melihat kepala yang ayah yang sudah tertunduk.

"A-appa..?"

Begitu hendak kembali ke mobilnya–

Seberkas sinar merah mengenai knalpot mobil dan dalam hitungan ketiga berhasil menimbulkan kembang api.

BHAM!

–tubuh kecilnya terhempas oleh sebuah ledakan yang berasal dari mobilnya dan membuat dirinya menabrak pembatas jalan. Lengan dan kakinya mengalami luka bakar, dan kepalanya terbentur pembatas jalan dengan keras.

Hal terakhir yang terlintas di otaknya adalah gambaran orang tuanya yang sedang tersenyum dan memeluknya dengan hangat.

Suara sirine berbunyi bersahutan tepat setelah malaikat kecil itu menutup kedua matanya.

.

.

.

"Permisi! Jangan ada yang mendekati tkp!"

Seorang lelaki bertopi hitam dengan tubuh yang tegap dan gagah dan memakai jas hitam berusaha menyeruak kerumunan orang yang berada di sekitar sebuah lamborghini hitam yang terbakar.

"Polisi. Jangan ada yang mendekati tkp dan memasuki garis polisi!" lanjutnya seraya memperlihatkan idnya dan mengisyaratkan beberapa anak buahnya untuk memasang garis polisi di sekitar mobil itu.

"Beritahu tim medis untuk menangani korban lain! Dan panggil tim pemadam beserta forensik ke sini, segera!" titahnya pada beberapa anak buahnya selagi dirinya berusaha mendekati mobil yang terbakar.

Selain peristiwa terbakar ini, banyak kecelakaan yang terjadi. Termasuk peristiwa tabrakan yang memakan banyak korban jiwa.

Lelaki itu mengerutkan keningnya begitu mendapatkan selongsong peluru yang tergeletak di samping jok kemudi. "7.92 x 57 mm. Dimasukkan ke dalam magazen internal menggunakan sebuah stripper-clip. Karabiner 98k, Mauser. Senapan runduk. Buatan Jerman," gumamnya setelah mengambil dan meneliti peluru itu. "Yang seperti ini hanya milik 'mereka'.. Mungkinkah..?" dengan berani, lelaki itu membuka pintu mobil yang masih terasa panas akibat terbakar dan menemukan dua mayat yang telah hangus.

Ia melihat satu tangan mayat yang berada di jok belakang tengah menggenggam erat sebuah hoodie bertuliskan hangul 'Jeon' yang tampak hangus di atasnya.

"Jeon?"

Sedetik kemudian ia berteriak memanggil tim pemadam dan tim forensik untuk bergegas menuju dirinya.

.

"Berikan informasi tentang keluarga Jeon." titah lelaki itu pada seorang perwira muda yang tengah melacak informasi. "Baik, Pak."

Ia tengah menelusuri sudut mobil hitam itu sambil sesekali menghapus sisa debu dan menggosok jok perlahan.

"Bagaimana?"

"Berdasarkan infomasi, Mr. Jeon beserta istrinya bekerja untuk organisasi AR. Mereka ditugaskan untuk meneliti sebuah serum yang saya tak dapatkan informasi tentang serum itu, namun nampaknya serum itu begitu diinginkan oleh banyak pihak. Termasuk organisasi LOT."

Lelaki itu terdiam sejenak. Ia menelan salivanya dengan berat begitu mendengar nama 'organisasi LOT'. "Begitu. Nampaknya memang benar, mereka lah dalang dibalik semua ini." ujarnya.

"Bagaimana dengan keluarganya?"

"Keluarga Jeon memiliki satu anak lelaki yang lahir pada tahun 1997, berarti sekarang ia adalah seorang anak lelaki berusia 7 tahunan."

"Di mana anak itu sekarang?"

Perwira muda itu mengerutkan keningnya, "Berdasarkan informasi, seharusnya seluruh keluarga Jeon meninggalkan rumah siang ini. Dan kurasa seharusnya anak itu juga kita temukan di sini.."

Lelaki itu menatap ke arah jam tangannya, pukul 02.18 p.m.

"Tampilkan foto anak lelaki itu."

Sang perwira muda nampak terlihat kebingungan, "M-maaf, Pak, namun tak tersedia informasi lanjut mengenai anaknya.. B-bahkan, data-data resmi ini tak menyertakan tanggal lahir yang lengkap serta foto bagi seluruh keluarga Jeon.."

"Apa?"

Lelaki itu melihat ke arah laptop yang dipegang oleh si perwira, dan memang benar, dicari di manapun, mereka tetap tak menemukan foto apapun.

Ia menghela nafasnya kemudian beranjak keluar dari mobil, memerintahkan seluruh anak buahnya untuk pergi ke rumah kediaman Jeon dan menemukan anak lelakinya. "Kalian semua cepat pergi ke kediaman Jeon dan temukan anak lelaki berusia 7 tahunan!" serunya.

Sebelum pasukannya berangkat, seorang perwira muda lain menepuk bahunya perlahan, "A-anu, Pak. Apakah anak lelaki itu seperti ini..?" dan menunjukkan seorang bocah lelaki yang tengah terluka dalam gendongannya.

"A-astaga! Kau temukan dia di mana? Ka-kalian! Kembali ke tempat!" pekiknya seraya memerintahkan pasukannya untuk kembali.

"Tepat di balik pembatas jalan itu, Pak. Orang-orang bilang anak ini keluar dari dalam mobil itu."

Dengan segera, lelaki itu mengambil kesimpulan bahwa anak ini adalah anak keluarga Jeon lalu mengambil alih gendongan pada bocah kecil itu. "Jangan ada yang memberi informasi bahwa anak ini adalah anak keluarga Jeon! Tim forensik, palsukan data kematian keluarga Jeon! Tuliskan bahwa seluruh keluarga Jeon telah tewas dalam kejadian ini! Amankan wilayah sekitar serta seluruh saksi mata! Bergerak cepat! Dan jangan ada satu mobil pun yang mengikutiku ke rumah sakit! Mengerti?" lelaki itu kembali memberi perintah.

"Dimengerti, Pak!"

"Bila kalian mengerti, bersumpahlah kepada kepolisian!"

"Kami bersumpah!"

.

.

.

.

.

.

06.28 p.m.

Malaikat kecil itu tengah terbaring di atas tempat tidur dengan sebuah infus yang tertanam di lengannya. Lengan, kaki, dan kepalanya dihiasi oleh balutan perban. Kedua matanya masih terpejam. Beruntung, nyawanya masih dapat terselamatkan.

Dari luar, terlihat sesosok lelaki penyelamat yang tengah duduk dengan menumpu kedua tangannya menggunakan pahanya. Ia tengah mengusap perlahan keningnya.

"Mr. Kim, anak anda–"

"APPAAAA!"

Dirinya dikejutkan dengan kehadiran bocah lelaki berusia 12 tahunan menggandeng sebuah ransel di punggungnya yang tengah berlari ke arahnya.

"Seokjin?"

"Appa! Kau bilang ingin mengajakku ke game center? Aku sudah menunggu di sekolah selama tiga jam!" ujar bocah itu, ia mengerucutkan bibirnya dan berkacak pinggang menandakan bahwa ia sedang marah.

Lelaki itu tersenyum sembari menepuk kursi di sebelahnya, "Duduklah dulu."

Dengan bibir yang masih cemberut, bocah itu duduk di sebelah ayahnya.

"Bagaimana kau bisa ke sini?" lelaki itu menepuk perlahan kepala anaknya. "Aku menelepon dia–" bocah itu menunjuk ke arah salah satu anak buah ayahnya yang tadi mengantarkannya ke rumah saki ini, "–dan memaksanya untuk mengakui keberadaan appa. Apa yang sebenarnya terjadi, appa? Mengapa kau berada di rumah sakit? Appa sakit? Tertembak penjahat?" lanjutnya memasang wajah penasaran dan panik.

"Tidak, Seokjin-ah. Appa ke sini untuk menolong–" "Mr. Kim? Boleh minta waktu anda sebentar?" ucapannya terpotong oleh seorang bawahan wanitanya yang sedang memegang sebuah dokumen.

Lelaki itu menghela nafasnya sebentar dan mengacak-acak rambut anaknya, "Appa ke sana dulu sebentar, ne? Kau jangan ke mana-mana." lalu pergi meninggalkan anak lelakinya yang terpaku.

Bocah lelaki itu mengedikkan bahu, lalu melepas ranselnya dan mengambil sesuatu dari dalam.

Sebuah kue kecil.

Ia menggigit perlahan kue itu dan tersenyum begitu rasa manis dari kue mengenai lidahnya. "Aku penasaran apa yang sebenarnya appa lakukan..?" gumamnya sambil terus mengunyah kue tersebut.

Dengan tabiat anak kecil yang tidak bisa diam, bocah kecil itu beranjak dari duduknya dan mulai mengintip ke dalam ruangan. Ia mendapatkan pemandangan seorang bocah lelaki yang jauh lebih kecil darinya tengah terbujur di atas tempat tidur. "Siapa itu..?"

Bocah itu melirik ke sekeliling, dan begitu tak menemukan siapapun yang melihatnya, ia memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan.

"Haloo..?"

Seokjin–bocah itu–menatap sekeliling ruangan dan mendelik, "Ugh, bau rumah sakit."

Ia menatap tubuh bocah kecil yang tengah terbujur dari ujung kepala sampai ujung kakinya. "Apa kau sakit?" ujarnya.

"Apa appa yang membawamu ke sini?" lanjutnya seraya mendekatkan dirinya pada bocah kecil itu.

Kedua bola matanya terus menatap tubuh bocah kecil itu tanpa berkedip. Matanya terpaku pada perban yang terlilit di kepala, lengan, dan kaki bocah itu. "Pasti sakit ya.."

"–ma.."

Tubuhnya sedikit terkejut saat melihat bibir bocah kecil itu bergerak. Sesaat kemudian, kedua mata bocah kecil itu terbuka. Seokjin menganga, "W-wah, kau sudah bangun!"

Bocah kecil itu menengokkan kepalanya sedikit pada Seokjin, "S-siapa..? A-aduh..!" dan meringis kesakitan pada kepalanya.

"E-eh jangan bergerak dulu..!" Seokjin menggelengkan kepalanya dan terlihat sedikit panik. "K-kau masih sakit.. Nah, diam yaa." lalu menepuk perlahan bahu bocah itu.

Pandangan bocah itu masih terlihat lemas, nafasnya masih belum teratur.

Seokjin tersenyum hangat pada bocah itu, "Namaku Kim Seokjin. Sepertinya kau terlihat jauh lebih muda dariku jadi panggil aku hyung! Siapa namamu?" ujarnya dengan riang.

"Na-nama..? Aku..? Siapa..?"

Seokjin tercengang melihat bocah kecil itu menatapnya dengan kosong. Dia pernah belajar di sekolah bahwa ada penyakit yang bernama amnesia.

Nampaknya bocah kecil ini adalah salah satu pengidap penyakit itu.

"E-eum.. Kau mau ini? Kau pasti lapar kan.." Seokjin buru-buru mengalihkan topik, ia menyodorkan sebuah kue kecil pada bocah kecil itu.

Bocah kecil itu terlihat bingung pada awalnya. "Ini enak, lho! Makanlah!" namun ia memutuskan untuk menerima pemberian Seokjin saat Seokjin berhasil meyakinkannya.

Pada gigitan pertama, raut wajah bocah kecil itu langsung berubah. Ia terlihat begitu lucu saat menghabiskan seluruh kue tersebut. "Enak.." gumamnya.

Seokjin tertawa kecil melihat ekspresi bocah kecil itu yang dianggapnya manis. "Kau manis sekali!"

Bocah kecil itu menanggapinya dengan senyuman kecil di sela-sela lahapannya.

Seokjin terlihat menempelkan satu jari di dagunya dan berpikir, "Umm.. Apa sebaiknya kau kupanggil cookie? Kookie..? Kook..?"

"Kook..ie..?"

Seokjin mengangguk cepat, "Ne! Karena kau terlihat manis seperti kue ini!" ujarnya. Sedangkan bocah kecil itu hanya memicingkan kepalanya.

"Kookie.. Umm.. Bagaimana kalau.. Jungkook..? Ah, ya! Jungkook terdengar manis sepertimu!" sekali lagi, Seokjin berkata dengan begitu antusias.

"Jungkook, ya? Terdengar bagus." sebuah suara mengagetkan kedua bocah itu.

"Appa!"

Seorang lelaki–ayah Seokjin–berjalan mendekati kedua bocah lelaki itu. Ia mengelus kepala anaknya dan menatap bocah kecil itu, "Namamu adalah Jungkook. Jeon Jungkook. Dan kau adalah adik kecil Seokjin."

Mulai dari hari itu sosok malaikat kecil itu diketahui bernama Jeon Jungkook.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

[preview chapter 2]

"Sniper yang ditemukan sudah tewas di tempat. Entah bunuh diri atau dibunuh. Secara kebetulan, sniper itu bekerja sendiri. Keberadaan anak keluarga Jeon dipastikan aman."

.

.

"Kau kira kami sebodoh itu? Huh, dia pasti sedang menyesali kebodohannya karena telah berusaha menipu kami di dunia sana."

.

.

"H-hyung? Apa maksudnya ini..?"

.

.

"Ibuku dibunuh dan akan kutemukan pembunuh itu walau nyawaku taruhannya!"

.

.

"Aku juga ingin berlatih menjadi sniper sepertimu, hyung."

.

.

.

TBC

yap, kali ini aku membawakan cerita(?) yang berbau action /eyaaak/ didoakan saja moga-moga ini jatohnya beneran action yang kaya di pelem-pelem eksyen luar negerih /eaaa/ ngga yang kaya di pelem elang-naga terbang :")

di chapter ini baru jungkook+jin yang muncul, chapter2 selanjutnya baru aku munculin semuanya tunggu saja(?)ㅋㅋ

tadinya mau langsung semua tapi takut kebelenger(?) gajadi deh hehe

daaan karena anak2 bangtan itu jumlahnya ganjil, mau ngga mau akang hoseok harus dicari kopelnya, atau mau aku aja jadi kopelnya(?) /gak/ kalian bisa pilih, mau oc atau dari grup lain? oc-nya juga bisa pilih, mau laki/cewek?(?) grup lainnya juga, mau laki/cewek terserah kalian(?) hehehe leave your comment + thought yaa ;))

p.s: anggep aja organisasi AR itu organisasi baiknya(?) dan organisasi LOT itu organisasi jahatnya(?)

press the fav/follow/review button if you guys interested~! any comments are warm welcomed & appreciated ;))

thank you 3