Setelah bermusyawarah, akhirnya Yuri dan Viktor sepakat soal sekolah. Rencananya anak itu akan mulai bersekolah dihari Jumat . Yuri melupakannya sejenak. Saat ia sedang berkutat dengan ponselnya, tau-tau Viktor memanggilnya dari lantai dasar dengan senyum merekah plus penggorengan ditangan kanan. Mengingatkannya pada sebuah serial kartun dari Disney.

Entah mengapa melihatnya membuat Yuri dongkol. seram juga sih, "Apa?"

Viktor menyanggul rambut panjangnya kali ini. Cahaya Mentari pagi jatuh membentuk balok keemasan menimpa surai silver halus miliknya dengan lembut. terkekeh, pria ramping mengetuk pipinya dengan telunjuk. "Tolong belikan beberapa bungkus garam dan nori"

Yuri mengutuk dinding. Begitu berbalik dahinya sudah membentur dinding lumayan keras. Viktor menggigit bibir bawah menahan tawa. Ah, pria itu berencana membawa Yuri menuju ice rink setelah sarapan.

oOo

Yuri melemparkan delikan super tajam pada sosok yang bersembunyi dibalik dinding bilik toilet. Berada dalam satu ruangan dengan Viktor membuatnya sesak, dongkol dan perasaan kusang lainnya. Seingatnya terakhir kali memakan piroshki buatan pria cantik itu rasanya baik-baik saja. Hanya saja semalam mereka mencoba membuat isian dengan katsudon, Yuri sampai harus ditarik Viktor untuk segera tidur agar berat badannya tetap terjaga.

Lelaki itu menipunya. Masa isiannya diganti dengan tahu? Yuri menendang pintu toilet dengan keras lalu berbalik dengan perasaan kesal tingkat tinggi. Sialan.

BUGH

Setelahnya bokong pemuda pirang membentur lantai, tidak cukup keras namun ia meringis. setelah membuka mata baru ia menyadari bahwa ia telah menabrak seseorang dengan kerasnya. ada dua bunyi benturan, salahs atu bunyi sedikit samar. Dalam sudut pandangnya, anak laki-laki yang ia tabrak berada dalam posisi jatuh yang sama. Si pirang tak bisa menyembunyikan wajah panik saat menyadari kalau ada wastafel disana.

"Kau tidak apa-apa?!" Yuri beringsut mendekat, memungut kacamata dengan frame hitam itu dan memberikannya pada lawan bicara. Pemuda itu mengaduh dan mengelus bagian belakang kepala, Yuri semakin panik namun kali ini dapat sedikit menyembunyikannya. Jelas ia merasa bersalah walau sedikit. Pirang Rusia menarik lengan pemuda raven sampai keduanya berdiri. Pemuda itu memegangi pinggiran wastafel dan memasang kacamatanya.

"T-tak apa. aku tak apa!" Yuri bernafas lega dengan samar.

"Yuri"

Keduanya menoleh pada Sumber suara. "Apa?/Ha'i?" sedetik kemudian keduanya kembali bertatap muka. Hanya butuh beberapa detik untuk keduanya mengetahui bahwa mereka memiliki nama yang sama.

Viktor menatap bingung, seakan bertanya. lalu mendekat dan memasang senyum seakan baru connect dengan apa yang baru saja terjadi. Ketiganya terdiam cukup lama. Yuri merasa sedikit canggung, ia tidak pernah berada dalam situasi seperti sekarang.

"A-ano.." Viktor menangkap pergerakan dari Yuri berkacamata. Lirikan ia lemparkan pada Yuri pirang saat pemuda itu bergerak, sedikit melongokkan kepalanya pada bagian belakang kepala Yuri berkacamata. Seperti mengamati sesuatu. Sedangkan objek bersangkutan tak menyadari, Viktor berdehem sesaat sebelum Yuri dengan kacamata kembali membuka suara.

"Aku mendengar suara gad-"

"Aww!" Yuri dengan kacamata reflek menundukkan kepala dan melindungi bagian belakang kepalanya yang baru saja disentuh oleh jemari Yuri pirang. Viktor menatap galak 'apa yang baru saja kau lakukan?' kepada Yuri.

"Tadi aku menabraknya" Jemari pemuda itu membeku diudara sebelum menyatu membentuk kepalan. "sepertinya kepalanya terbentur wastafel" Tatapan Viktor melembut sesaat.

Yuri merasakan hawa dingin menggenggam kedua tangannya yang tergantung disisi tubuh. Setelahnya ia meminta maaf dengan sangat singkat.

Kita belum sampai dimasa Yuri tumbuh menjadi anak lelaki tempramen.

Viktor tau betul bahwa Yuri tidak pernah berinteraksi selama di Rusia. Jadi meminta maaf sangatlah tabu. Sebenarnya ia berniat menggoda ponakan, tetapi menyadari bahwa bukan saatnya untuk bermain-main.

Viktor mempunyai kenangan menyeramkan didalam toilet, jadi saat suara tetesan-tetesan air terdengar, ia menarik kedua pemuda itu keluar. Bukannya penakut, hanya ingin menghilangkan kemungkinan timbulnya fobia.

Yuri menangkap bahwa anak lelaki yang sempat ia tabrak tak melepaskan pandangannya dari wajah sang paman. Tatapannya seperti sedang mengingat sesuatu, seperti pernah melihat pamannya disuatu tempat namun tak begitu jelas. Sangat samar. Setelah Yuri memberikan pemuda itu sebotol air mineral, ia merasa sangat canggung. terlebih Viktor meninggalkannya dan menari dengan Indah diatas es.

Sedangkan Yuri terjebak dalam kecanggungan, Yuri berkacamata malah asyik memandangi setiap gerakan yang Viktor lakukan. Yuri mengutuk, ingin menendang anak ini namun masih merasa bersalah.

Hingga dengan ragu ia melayangkan tangannya keudara. sempat membeku beberapa detik dan sukses membuyarkan lamunan Yuri lainnya. Yuri gelagapan, irama detak jantungnya begitu bising. Jemarinya kemudian bergetar, anak itu melirik kesamping dan berdehem. Yuri dengan kacamata menoleh, menampilkan tatapan penuh tanya kemudian tersenyum hangat, menjabat tangan Yuri dengan tangannya yang lebih berisi. "Yuri. Katsuki Yuri"

"..Yuri Plisetsky" Samar namun Yuri masih dapat mendengar.

"Dan untuk membedakan kalian berdua, mulai saat ini kau menjadi Yuri-o"

"VITYA SIALAN!" Viktor meluncur dengan mulus menghindari botol air mineral yang dilayangkan kearahnya. Kembali menari dengan membentuk senyum tak biasa, dimana karakter lain tidak dapat meniru senyumannya.

Yuuri memasang senyum canggung. masih merasa sebagai orang asing diantara paman-ponakan.

"Oi katsudon" Yuuri mengerjab, baru saja ia melihat anak itu menampilkan sisi imut, ia sudah menunjukkan sosok dibalik topengnya.

Yurio sebenarnya memang manis. Ia hanya terlampau tsundere. Yuuri mendongak untuk melihat wajah Yurio yang baru saja bangkit berdiri. Cuping anak itu kemerahan, tidak menatapnya samasekali. Yuuri menepis pemikirannya dan tetap mengecap Yurio sebagai anak lelaki yang imut dan manis.

Dari kejauhan, Viktor menahan senyumannya. Menahan sebuah ejekan diujung lidah mengingat reaksi Yuri yang sedikit berlebihan. wajar memang. Menit selanjutnya ia kembali berseluncur dan menggerakkan semua anggota geraknya. berdansa diatas es dengan suhu udara rendah, membiarkan udara kosong menjilati tubuhnya dibalik pakaian yang ia kenakan.

.

.

.

.

Besok merupakan hari pertamanya bersekolah di Jepang. Yuri menyeka matanya berkali-kali, sampai menunjukkan tanda pembengkakan. sampai benar benar merah. Sampai airmatanya mengering. Rusia dan Jepang sudah sangat berbeda. ia akan menjadi remaja mandiri yang berangkat dan pulangnya berjalan sendiri. Teringat dimasa ayahnya bersedia mengantar jemput dirinya beberapa kali dalam seminggu. teringat bagaimana Ibunya membuatkan sarapan dan menyelundupkan kotak bekal berisi potongan sayur tanpa daging atau roti. Dan akan menyembunyikan semua bahan makanan yang dipakai untuk mengolah piroshki kalau saja Yuri tidak menghabiskan saladnya lagi.

Teringat bagaimana kedua orangtuanya menatapnya dengan khawatir saat ia pulang lebih lama dengan kondisi basah kuyup didepan pintu.

Teringat bahwa kedua orangtuanya sudah pergi.

Teringat bahwa semua itu tidak akan bisa diulang kembali.

Yuri menyeka matanya untuk yang terakhir kali. Anak itu merasa perih menjalar pada kedua bola matanya setelah semua cairan pelumas terbuang habis tanpa sisa. Melirik jam dinding dan menyadari sudah lewat beberapa menit dari jam tidur, Yuri tak berniat samasekali untuk pergi membasuh muka. Anak itu menaiki kasur dengan enggan dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

Sementara itu Viktor terjaga dibalik pintu dengan tangan terlipat didepan dada. Hatinya terasa remuk mengetahui sang ponakan kembali terlarut dalam kesedihan. Ia masih berdiri diambang pintu sampai beberapa menit kemudian.

Melangkah masuk sekedar mematikan lampu dan merapatkan jendela. Viktor meraba dengan telunjuk, menemukan surai pirang Yurio menyembul dari balik selimut kemudian mengelusnya sayang. Meraih ponsel ponakan dan mengisi daya baterai kemudian. Viktor memastikan bahwa Yuri sudah terlelap. Beberapa jam lagi ia akan terbangun dan kembali mmemastikan bahwa ponakannya terlelap, tidak terjaga hingga Mentari menyingsing.

.

.

.

.

.

Viktor menyeru untuk segera berangkat. Yuri masih asyik dengan tayangan film olahraga voli pada layar TV. Yuri sempat bertanya mengapa harus membawa bekal, Viktor hanya menjawab dengan singkat bahwa jajanan luar tidaklah baik.

Yuri mendengus, untung saja Viktor masih bisa memasak walau terkadang mencampurkan tambahan bahan makanan yang tidak wajar. Kemudian menghabiskan susu, setelahnya Yuri dapat mendengar suara bising dari dapur. Viktor mewanti-wanti agar pulang langsung pulang. Jangan terima ajakan orang asing kemanapun dengan imbalan apapun. Terakhir pria itu memastikan bahwa Yuri mengingat jalur ke sekolah. Yuri berdecak nyaring.

"Aku berangkat, Vitya sialan" Anak itu berlari keluar sambil mencomot keju cheddar. Viktor merasa bahwa ia harus menguntit, tetapi memikirkan kemungkinan bahwa pirang itu akan membunuhnya. Ia hanya melambai diikuti gonggongan Makkachin.

.

Yuri menyumpal kedua telinganya dengan headset. Menaikkan volume sampai maksimum menyadari seseorang mengamatinya, tepat dibelakangnya. Langkahnya menjadi lebih cepat. tanpa sadar sudah berada didepan gerbang sekolah. anak itu sempat berhenti dan memastikan bahwa ia benar-benar sampai disekolah yang benar. lalu ia melepas headset dan menggulungnya rapi, memasukkannya kedalam tas dan mulai melangkah dengan enggan.

Langkah pertama memasuki gerbang sekolah, rasanya ada yang aneh. Yuri menyelipkan rambutnya kebelakang telinga, menyadari bahwa ia menjadi pusat perhatian dari beberapa siswa yang tersisa-yang juga datang terlambat.

Yuri tidak menyukainya.

Setelah ia menanyakan dimana letak kelasnya pada seorang pemuda jangkung, ia segera bergegas memasuki gedung utama sekolah. Hanya perlu menaiki lantai dua dan sedikit berjalan lurus dan belok kiri diujung koridor.

.

Yuri menebak-nebak, saat ia sampai didalam kelas sudah ada guru. Benar saja. Apa ia akan kena marah? Mungkin ia hanya terlambat sekitar sepuluh menit, tetapi terlambat ya terlambat. Intinya suatu kesalahan. Saat Yuri mengetuk pintu, guru muda itu berjalan mendekat dan tanpa sempat ia menyiapkan diri tau-tau pintu sudah digeser. Guru perempuan itu sempat memasang wajah galak, kemudian rautnya melembut saat berhasil mengingat bahwa kelasnya kedatangan murid baru.

Setelah guru itu membuat kelasnya menjadi senyap, Yuri dengan ragu melangkah masuk setelah sang guru memberinya akses masuk.

Kelas benar-benar menjadi hening. Yuri gugup, namun dapat menyembunyikan kegugupannya dengan sangat baik dibalik ekspresi garang.

"Yuri. Plisetsky Yuri" setelahnya beberapa anak laki-laki saling berbisik. Ia melihat ada dua bangku kosong disana, bukan paling belakang namun ditrngah bersebelahan dengan jendela.

"Purisetsuki-kun silakan duduk disana" Guru dengan surai coklat menunjuk tepat pada bangku yang ia perhatikan. "Teman sebangkumu sedang sakit, dan kalian boleh berkenalan saat jam istirahat"

Yuri berjalan menuju tempat duduknya. Terdengar olehnya beberapa anak lelaki menyayangkan begitu mengetahui ia memakai celana, bukan rok. Yuri menggerutu dan menarik kursi lalu meletakkan tasnya diatas meja.

Sepanjang jam pelajaran ia merasa sangat risih, ada saja beberapa orang yang mencuri-curi pandang melihatnya. Jadi ia melemparkan fokusnya keluar jendela. Memilih memperhatikan daun daun kering berguguran dengan sendirinya.

.