Meet

Park Jimin x Min Yoongi

M for language | AU | BL

1 of …

.

.

If you don't like, step back please.

.

.

Jimin tengah mengistirahatkan tubuhnya yang lelah sehabis bekerja seharian ini, mencari rejeki diantara ganasnya gelombang dan angin. Laut adalah sebagian dari dirinya, kehidupan untuknya, keluarganya, kakasihnya. Tidak ada duanya. Laut benar-benar berharga bagi dirinya yang hanya tinggal seorang diri ditepi pantai dengan mata pencaharian sebagai nelayan.

Semilir angin asin yang menerpa bagian atas tubuhnya yang telajang ; terasa sejuk, membuat matanya terpejam untuk menikmati setiap semilir angin yang menerpa tubuhnya. Hembusan yang terasa asin perlahan tergantikan dengan bau menyengat, membuat Jimin yang sedaritadi memejamkan mata membukanya perlahan dengan kerutan di dahi.

"Siapa yang tengah membakar?"

Jimin bangun dari duduknya sambil tangannya yang cekatan mengambil kemeja lusuh untuk ia pakai tanpa dikancingi, kaki kokohnya berjalan mengikuti bebabuan yang mengepul di udara yang semoga saja membawanya ke tempat dimana bau bakar itu berada.

Benar saja.

Perkiraan Jimin tidak pernah meleset, dibagian terdalam hutan mengepul asap hitam. Jimin mengganti langkahnya menjadi berlari, mencoba secepat mungkin untuk sampai di tempat kejadian.

Kakinya terhenti didepan pintu sebuah gubuk yang bagian belakangnya sudah terbakar, membuat dirinya dengan cepat menerobos masuk kedalam dan dihadapkan dengan tubuh seorang pemuda yang meringkuk di lantai kayu gubuknya. Dengan cekatan Jimin mendekat, memeriksa denyut nadinya yang ternyata masih berdetak meski lemah. Dengan hati-hati membopongnya di kedua tangan untuk ia bawa berlari keluar dari gubuk yang sebentar lagi akan hangus terbakar.

.

.

.

Jimin menatap lekat sosok yang tengah pulas terpejam di ranjangnya. Ia sudah memastikan bahwa sosok mungil didepannya baik-baik saja. Jemari kokohnya bergerak gelisah, tidak menyangka dirinya bisa begitu cekatan untuk menyelamatkan pemuda itu, mebawanya dalam dekapan, bagaiman bisa ia peduli pada orang lain seperti ini?

Helaan nafas gusar meluncur dari Jimin.

Ia butuh minum sekarang. Dengan tidak rela ia bangun dari duduknya untuk kemudian berjalan menuju dapur, mengambil beberapa corona untuk menghapus dahaga di tenggorokannya. Sebelum ia pergi ke teras untuk mencari angin, matanya melirik kearah ranjang. Memastikan sosok mungil itu tertidur pulas dan nyaman.

Jimin menerawang ke depan, kemejanya sudah –kembali- ia tanggalkan, membiarkan tubuhnya tertempa angin asin laut ditemani corona dingin yang membakar dirinya. Jimin tidak berani kembali masuk ke dalam ruamhnya sendiri, takut-takut akan mengganggu waktu tidur si mungil. Bahkan Jimin tidak berani menanggalkan bajunya yang kotor atau sekedar mengelap wajahnya yang kotor, Jimin terlalu takut mengganggu.

Dan lagi, kenapa disaat seperti ini malam terasa begitu lama? Jimin benar-benar berharap mentari segera terbit, dengan si mungil yang terbangun dari tidurnya untuk ia tanyai.

Karena Jimin begitu penasaran.

Atau mungkin,

peduli.

.

.

.

Mentari yang menerpa wajahnya secara langsung menyadarkan Jimin bahwa kini dirinya tengah tertidur, terlebih suara berisik dari tetangganya yang ternyata tengah memperhatikan dirinya sambil berbisik centil, yang sebagian besar adalah para gadis desa.

Jimin memaksakan diri untuk tersenyum, sambil dirinya bangkit untuk masuk ke dalam rumahnya sendiri. Melesat menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Mendinginkan tubuhnya yang terasa panas.

Selesai membasuh dirinya, Jimin menangkap handuk yang tersampir di gagang kayu. Handuknya tersampir memeluk pinggang Jimin yang kokoh dengan pasrah. Jimin yang selesai berjalan keluar dengan santai, sambil tangannya mengacak pelan rambutnya yang basah.

Jimin yang tengah menunduk mematung saat melihat jemari kecil dengan betis yang tidak kalah kecil berdiri tidak jauh darinya, dengan gerak lambat Jimin mengangkat kepalanya untuk memastikan bahwa sosok didepannya bukan hatu, dan benar saja itu bukan hatu, tetapi lelaki yang ia selamatkan kemarin.

Wajah sayu dengan rambut pirang berantakan khas bangun tidurnya membuat Jimin menelan ludah susah payah, terlebih kaus putih dengan beberapa bolong mengekspos tubuh putih pucatya. Jimin bersyukur lelaki didepannya memakai celana jeans panjang, membuat Jimin mssih berada diambang batas kesadarannya, masih dapat mengontrol segala jenis emosinya, sebelum suara si mungil mengitrupsi nya.

"Kau malaikat?"

.

.

.

TBC/DELETE?