I'll survive you
Even with all these wounds
I'm alright
I'll undo all of the damage you've done to my life
That's right
You're not gonna see me cry
This time I'll survive you
"I'll Survive You – BC Jean"
-o-
-o-
-o-
Between You and Me
Disclaimer : Vampire Knight – Matsuri Hino
-o-
-o-
-o-
Wajah Yuen Kisaragi secantik ibunya, dengan senyum yang senantiasa mengembang guna menutupi masa lalu yang kelam. Hidupnya tidak lagi utuh semenjak tragedi 10 tahun yang lalu. Ayahnya berubah menjadi vampir level E, dan menyerang ibunya hingga tewas. Kemudian, vampir itu lenyap ke dalam kegelapan malam. Beberapa hari kemudian, ia dengar pria yang menjadi ayahnya itu tewas di tangan Kaien Kurosu, teman masa kecil ibunya.
Sejak saat itu, Yuen hidup sendirian dengan segala macam keperluan yang ditanggung oleh Kaien. Jantungnya memang masih memberi kehidupan bagi raganya, namun jiwanya telah lama mati bersama ibu dan ayahnya di malam yang dingin itu. Mencoba tersenyum pun, rasa sakit dan kesepian itu tak mau lenyap dari dadanya. Hidupnya seperti piringan hitam yang melantunkan lagu-lagu membosankan, terus berjalan meski ia tak menikmatinya.
Tapi lagu-lagunya mulai berubah jadi menyenangkan ketika matanya menangkap sosok pria itu, Zero Kiryuu.
-o-
O O O
-o-
Beberapa tahun berlalu setelah Zero Kiryuu lulus dari akademi. Dia kemudian dilantik menjadi presiden hunter association, menggantikan posisi Kaien Kurosu. Tiada hari tanpa bekerja bagi Zero. Dia terus menyibukkan diri dengan pekerjaan, berkeliling kota memburu vampir, hanya untuk melupakan rasa sakit akibat lubang di hatinya, yang dulu sempat ditempati oleh Yuuki Kuran. Zero mencoba terus memandang ke depan. Sulit memang, terutama jika ada sosok Yuen di depan sana.
"Hai, Zero. Hari ini mau pulang sama-sama?" Yuen berusaha mengimbangi langkah Zero.
Zero membisu. Enggan memberi harapan apapun pada gadis itu.
"Hmmm. Bagaimana kalau makan siang sama-sama saja?" Yuen belum menyerah, namun kebisuan kembali menjadi jawabannya.
"Ngg. Kalau begitu, kita—"
"Sudah cukup," potong Zero dingin. "Aku sibuk dan tidak punya waktu untuk pulang, atau makan siang, atau minum teh, atau kegiatan apapun juga yang harus dilakukan bersamamu."
Yuen memicingkan mata. "Kapan kamu mau menikmati hidup jika yang kamu kerjakan hanya bekerja? Lihat, sampai ada kantung mata di kedua matamu. Pasti kau tidak tidur lagi semalaman. Sibuk memburu vampir lagi, huh?"
"Apa maksudmu…? Saat ini, aku sedang menikmati hidup," Zero mendesah sambil melangkahkan kaki ke dalam kantornya.
Namun, tangan Yuen mencengkeram lengannya, hingga langkahnya terhenti. "Semua karena vampir berdarah murni itu, 'kan? Kamu memang payah, Zero. Berusaha lari tidak akan mengobati apapun. Kalau kamu memang ingin berubah, berkencanlah denganku."
Zero terdiam memandang senyuman yang mengembang di wajah Yuen. Licik, pikirnya dalam hati, tapi hebat. Terang-terangan menunjukkan rasa sukanya, kemudian menggunakan Yuuki sebagai pemicu. Bahkan seorang Zero Kiryuu pun mampu dibuat tak bergeming.
-o-
OOO
-o-
Yuen masih sulit percaya. Zero setuju untuk menikahinya. Mereka baru beberapa bulan bergaul, namun Zero langsung menyetujui usulan Kaien untuk menikahi Yuen dengan tanpa beban sama sekali. Meski Yuen sebenarnya paham, ini hanya sebagai pelarian bagi rasa kesepian dan sakit hati Zero. Tapi Yuen sungguh-sungguh mencintainya, hingga saat ia mati nanti, ia berjanji akan terus mempertahankan pemuda itu dalam genggamannya.
Sebulan berlalu sejak pernikahan itu dilangsungkan. Hanya pernikahan kecil-kecilan di catatan sipil yang dihadiri oleh Kaien dan Yagari Touga sebagai saksinya. Hubungan mereka pun tidak bisa dibilang harmonis. Hanya sepi, dan tanpa cinta. Ya, Zero memang tak pernah mencintai Yuen. Hanya satu pihak yang tak tulus, namun itu cukup membuat rumah tangga mereka melaju tanpa rem ke jurang penuh ketidakbahagiaan.
Lagi-lagi Zero yang menjadi sumber masalah. Tidur dalam kamar terpisah, atau keengganan untuk mengenakan cincin pernikahan masih dapat ditoleransi karena keadaan rumah tangga mereka memang kacau. Namun, lain ceritanya jika Zero tak pernah mau makan bersama Yuen, enggan membalas sapaan dan senyum lembutnya setiap pagi, dan selalu membuat Yuen cemas menunggunya pulang setiap malam. Zero memang tidak pernah peduli, dan agaknya sikap dingin pemuda itu sedikit keterlaluan untuk ukuran pernikahan yang gagal.
Untuk apa repot-repot memberi perhatian, aku tak mencintainya juga. Pernikahan ini hanya omong kosong, pikir Zero tanpa beban.
Namun, semua amat berbeda bagi Yuen. Gadis itu dengan setia menanti Zero membalas cintanya. Segala perhatian dan kebaikannya pada Zero semata-mata agar pemuda itu membalas perasaannya.
"Hei, Zero. Malam ini pulang cepat, ya? Aku mau makan malam denganmu. Hehe," kata Yuen sebelum melepas kepergian Zero pagi itu.
Senyum yang mengembang di wajahnya memudar melihat kebisuan Zero. Yuen terdiam. Entah mengapa, dengan bodohnya ia kembali mengucapkan hal yang sama setiap pagi selama sebulan sejak pernikahan mereka, meski sebenarnya ia sudah tahu jawaban Zero. Heh, tentu saja Zero tidak mau dengan sengaja merepotkan dirinya sendiri untuk Yuen. Berburu vampir jauh lebih menyenangkan daripada berada di rumah yang penuh omong kosong ini.
"Kalau Zero sibuk, tidak apa-apa, deh! Nanti tetap akan kubuatkan malam malam yang enak," ia berusaha menguatkan dirinya sendiri.
"Hm. Aku pergi dulu," jawab Zero singkat tanpa menatap mata Yuen.
Sore itu hujan deras. Yuen berlari menembus hujan sambil membawa payungnya. Ia berhenti di depan toko roti sambil menikmati harumnya roti yang baru matang. Ia melangkah masuk ke dalam toko ketika dinginnya udara mulai menyengat kulit, lalu memilih beberapa roti. Senyum sumringah mengembang di wajahnya. Zero suka sekali roti cokelat dari toko roti ini, dan ia mau membelinya untuk dibawa ke hunter association, tempat Zero bekerja.
Tiba-tiba ia kembali teringat. Benar juga, dulu Zero sering membeli roti bersama Yuuki di tempat ini. Tenggorokannya tercekat setelah keluar dari toko roti. Ia memeluk bungkusan roti itu di dadanya agar tidak basah karena hujan yang mulai mereda jadi gerimis kecil. Perasaannya seperti pedang bermata dua. Entah mengapa, ia merasa ingin menyalahkan cinta pada pandangan pertama yang ia rasakan. Namun, di sisi lain, ia juga bersyukur telah bertemu Zero.
Ketika pikirannya tengah menerawang, tiba-tiba Yuen melihat vampir berdarah murni itu, Yuuki Kuran. Ia bergegas menyingkir dan bersembunyi sambil terus memperhatikan gadis itu. Yuen terdiam melihat Yuuki duduk di kursi taman, di bawah pohon yang teduh, sambil menangis. Ia berniat untuk segera pergi dari sana. Sedikit banyak, ia merasa cemburu sekaligus tidak peduli pada gadis itu. Namun, langkah kakinya membeku ketika melihat Zero muncul. Pemuda itu duduk di sebelah Yuuki sambil memeluknya dengan wajah penuh simpati.
Lidah Yuen kelu. Kaki dan jemarinya bergetar karena dingin dan cemburu. Panas di dadanya tak mampu meredam dingin yang membekukan tubuhnya. Ia mengepalkan tangannya, lalu berlari mendekati mereka berdua dalam diam. Ia berdiri di balik pohon yang menaungi kursi taman sambil berusaha mendengarkan pembicaraan mereka.
"Aku tidak tahu ada apa dengan Kaname. Dia mulai berubah, Zero," isak Yuuki. "Kami terlibat keributan tadi pagi, dan dia pergi begitu saja tanpa berpamitan. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana."
"Kenapa tidak kau tinggalkan saja pria itu?" tanya Zero. "Untuk apa bertahan jika yang ia lakukan hanya melukai dan mengecewakanmu."
Nafas Yuen tersengal. Tiba-tiba ia teringat akan dirinya sendiri. Betapa sia-sia hal yang dilakukannya selama ini, bertahan dalam sebuah pernikahan palsu yang penuh ketidakbahagiaan.
"Yuuki,… ingatlah, aku akan selalu menunggumu. Kapan pun kau mau, datanglah padaku."
Dalam sekejap, piringan hitam yang memainkan lagu kehidupan Yuen berhenti berputar.
"Zero, apa yang kau pikirkan?! Kau sudah menikah," seru Yuuki kaget.
"Entahlah," jawab Zero. "Bukan pernikahan seperti ini yang kuinginkan. Kalau kau mau, sekarang juga aku akan meninggalkannya untukmu."
Tiba-tiba Yuen merasa tubuhnya remuk, bukan hatinya saja. Ditinggal mati orang tua, dan sekarang ditinggal pergi oleh satu-satunya orang yang dicintainya. Ia merasa kasihan pada dirinya sendiri. Betapa dirinya tidak diinginkan oleh dunia ini.
-o-
to be continued
