Law & Order

Chapter One; Spring Day

A Fanfiction Made by murakami-y

Main Pairing: Vkook/TaeKook; Top! Taehyung x Bottom! Jungkook

Other Pairing; YugKook

Rate: M for little sex scene

All credits belong to BigHit Entertainment, Seoul National University (SNU) and their respective person. Tidak mengambil keuntungan dalam bentuk apapun dan tidak ada maksud untuk menjelekkan atau merendahkan semua karakter/unsur dalam cerita ini.

This is a fiction, besides the university and some content in later chapter, everything is fiction. If there is a same thing in real life it will be just a coincindence. It's not based on real event or real story. Jadi jika ada kesamaan itu hanyalah kebetulan.

.

Enjoy~

.

.

Musim dingin kali ini, dimana salju halus turun dari langit mewarnai semua yang dapat digapainya dengan warna putih suci. Air-air membeku dikarenakan suhu yang terlalu rendah. Hewan-hewan lebih memilih untuk tidur daripada untuk melakukan aktivitas seperti mencari makanan atau mencari lawan jenis untuk melakukan reproduksi. Tetapi manusia berbeda—bahkan dalam keadaan yang dingin seperti ini, mereka masih melakukan banyak hal walaupun ada beberapa diantaranya yang memilih bertindak seperti beruang kutub.

Bandara pun dalam keadaan apapun tidak akan pernah sepi. Berpasang-pasang tungkai kaki berjalan menyelusuri lorong-lorong untuk menuju pesawat yang mereka tuju. Suara-suara yang tidak dapat dideskripsikan dengan kata-kata terdengar di seluruh sisi ruangan, menunjukkan betapa ramainya bandara tersebut. Bangku panjang dipenuhi oleh baik barang atau pemilik barang, diantaranya duduk pemuda bersurai dirty blond yang memakai masker putih—menutupi sebagian wajahnya.

Mata pemuda tersebut membaca selembar kertas yang tengah digenggamnya. Telinganya menggunakan earphone sehingga ia tak begitu mendengar suara risih dari daerah sekelilingnya. Setelah membaca keseluruhan isi kertas tersebut, dengan rapi ia melipatnya dan menyimpannya ke dalam saku mantel hitamnya. Melihat jam tangan berlapis perak asli hampir menunjukkan pukul 10.00, dirinya bangkit dengan segera membawa seluruh kepemilikannya dan berjalan membaur ke dalam sekumpulan orang.

"Penerbangan menuju Seoul. Harap bagi yang menaiki pesawat bernomor xxx segera mempersiapkan barang dan menuju gerbang nomor xxx."

Jari pemuda itu mengetik dengan cepat pesan untuk seseorang. Setelah selesai mengirim, sesegera mungkin memasukkan kembali handphone-nya ke dalam tas—tak lupa mematikannya karena akan menaiki pesawat terbang. Tanpa menyadari di sisi lain, orang yang membaca pesannya telah membalas.

"Welcome back."

.

.

.

Alasan paling banyak penyebab bunuh diri di Korea Selatan?

Uang, kebutuhan ekonomi, hutang, gagal dalam meraih yang diinginkan dan masih banyak lagi.

Di dalam gagal meraih apa yang diinginkan sudah pasti muncul Seoul National University (SNU)—universitas yang paling diinginkan, didambakan, dikejar dan digilai oleh seluruh murid yang baru lulus dari sekolah menengah atas. Tempat ini dikenal karena lulusannya termasuk ke dalam orang paling sukses dengan uang yang terus mengalir setiap detiknya, kekayaan yang tidak akan habis walaupun digunakan untuk membeli ratusan jalang.

Dibalik kesuksesan tersebut, mereka menggunakannya untuk hal yang bodoh dan konyol.

Universitas ini bukan hanya tempat murid yang berhasil masuk dapat langsung berpesta merayakan keberhasilannya. Oh tidak—setelah mereka keluar dari jurang dimana harus menginjak manusia lain untuk keluar, mereka masuk kembali ke jurang yang lebih dalam. Semuanya berperang lagi di dalam tempat ini, mengambil senjata orang lain dan menusuk teman sendiri tanpa segan—karena tidak ada kata teman sebenarnya.

—Terutama dalam satu jurusan.

Dalam jurusan kedokteran yang telah termasuk dalam kategori sangat sulit, jika ingin menjadi yang pertama, kalian harus mengalahkan seorang mahasiswa jenius dan tampan—Kim Taehyung. Awalnya dia memang bukan mahasiswa universitas ini, tetapi belum lama ia direkrut langsung oleh direktur universitas ini. Kebetulan ia akan kembali ke Korea Selatan setelah hampir berapa belas tahun di Amerika Serikat juga masuk ke dalam mahasiswa terbaik; Harvard Medical School University, tidak akan ada orang manapun yang segan menerimanya.

Dengan bermodal wajah tampan dan elegan, banyak mahasiswa menganggapnya seorang artis yang sebenarnya tidak bersekolah. Wajah mereka langsung memucat begitu mengetahui kebenaran yang ada. Mahasiswa baru yang bertemu langsung pasti tidak akan mengetahuinya, ditambah sikap yang tidak menunjukkan wibawa seorang dokter membuat semuanya begitu terkejut. Tetapi apa daya, begitu ia memakai jas putihnya tidak akan ada makhluk hidup yang meremehkannya.

Jika Taehyung merupakan yang terbaik dari luar negeri maka Jeon Jungkook merupakan yang terbaik murni dari negara ginseng itu sendiri. Jurusan hukum.

Mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dan setiap ujian mendapatkan nilai tertinggi, tak salah lagi akan menjadikannya mahasiswa terbaik. Telah berkali-kali ikut kompetisi debat dan selalu membawa hasil yang sama—kemenangan. Piala yang dibawanya lebih banyak jika dibandingkan mahasiswa lain; mengundang rasa iri dan dengki. Walaupun Jungkook merupakan yang terbaik dari yang terbaik, telah berkali-kali ia terancam dikeluarkan karena terkadang dalam beberapa kompetisi debatnya membawa hal-hal yang seharusnya tak perlu dibawa.

Alhasil, ia tidak memiliki teman atau siapapun. Temannya hanyalah buku-buku dalam perpustakaan dan lemari buku-nya. Benar-benar manusia gagal berosialisasi.

Telah menjadi hukum alam bahwa sains dan sosial merupakan dua hal yang berbeda, tidak dapat digabungkan menjadi satu. Keduanya yang merupakan notabene dalam jurusan sains atau sosial terbaik tidak menghasilkan reaksi yang positif, melainkan reaksi yang negatif.

Tidak sekali atau dua kali saat minyak dan air bertemu membuat keadaan menjadi ribut—mengganggu banyak sekali orang sekitar. Dan tidak sekali atau dua kali mereka dibawa ke ruangan konseling untuk menerima peringatan bahwa mereka bisa saja dikeluarkan karena membuat kericuhan. Tetapi mereka tidak pernah dapat memulai apapun dengan baik, tanpa awal yang baik tentunya tak mungkin adanya akhir yang baik.

.

.

Sepasang obsidian hitam itu bergerak ke kiri dan kanan seiring dengan berjalannya huruf demi huruf menjadikan sebuah kata dan kemudian saling terangkai menjadi sebuah kalimat. Tangan kanannya menangkup pipinya dengan sikut yang berperan sebagai tumpuan sedangkan tangan kirinya berperan membalikan halaman demi halaman. Sesekali alisnya bertaut saat merasakan sesuatu yang keras mengenai kakinya, walau sangat pelan tetap saja itu menganggu konsentrasinya. Setelah terkena kesekian kalinya, ia mengangkat wajahnya dan melihat pemuda berambut dirty blond dengan tatapan bengis.

"Bisakah kau berhenti mengenai kakiku? Kau mengganggu konsentrasiku." Ucap pemilik mata hitam pekat itu.

Pulpen yang bergerak dengan mulusnya itu terhenti. Pemilik surai dirty blonde tersebut tersenyum kemudian mengatakan 'maaf, tidak sengaja' lalu kembali melanjutkan mencatat apa yang dibacanya. Jungkook menghela napas, memutuskan untuk melanjutkan kembali kegiatan tertundanya.

'Duk'

Jungkook menutup kasar buku yang dibacanya saat ia hendak melontarkan kata protes penjaga perpustakaan menyuruhnya untuk lebih tenang. Setelah berpikir lebih dingin dia kembali mendudukkan bokongnya ke kursi yang sempat terdorong ke belakang karena ia sempat bangkit berdiri untuk memarahi orang menyebalkan di depannya.

Sebaiknya dia lebih tidak memikirkan sesuatu yang mengenai ka—

'Duk'

Kaki—

'Duk'

Kakinya—

Tangannya mengambil buku yang tengah dibacanya dan membantingnya ke meja dengan sangat keras, sampai-sampai suaranya menggema ke seluruh sudut perpustakaan. Semua pasang mata langsung menatapnya tapi ia tidak peduli yang dia pedulikan adalah bangsat yang dengan sengaja mengenai kakinya terus menerus. Tetapi pemuda itu hanya tetap mencatat seperti bantingan sebelumnya tidak ditujukan padanya. Setelah merasa suasana lebih mencekam ia baru mengangkat kepalanya, menyadari keadaan tidak seperti sebelumnya.

"Kim Taehyung." Panggil Jungkook dengan nada yang sama sekali tidak bersahabat.

Yang dipanggil hanya mendongak dengan tatapan polosnya—yang di mata seorang Jungkook hanya semakin ingin membunuhnya. Menunjukkan senyum kotak khasnya yang biasanya digunakan pada semua teman-temannya bahkan perempuan jalang yang mengejarnya.

"Aku hanya memintamu untuk berhenti tidak sengaja menyentuh kakiku. Apa otak doktermu terlalu bodoh untuk melakukan itu?" ucap Jungkook dingin—sangat dingin.

"Ah, mian. Mungkin kakiku terlalu panjang jadi terus mengenai kakimu, Jungkookie."

"Jangan berkata seenaknya, aku hanya berbeda satu sentimeter darimu. Berhenti berkata seolah aku berbeda puluhan senti darimu."

Taehyung diam sejenak, memikirkan balasan yang harus dikeluarkannya. Tak mungkin ia akan membiarkan sesuatu yang se-menarik ini lewat begitu saja, atau mungkin membiarkan Jungkook menang sekali saja akan membuatnya lebih menarik? Ah tapi mahasiswa terbaik itu pasti akan menyadarinya dan malah semakin memerah menahan amarah. Otaknya harus dapat memikirkan pilihan terbaik dalam waktu beberapa detik.

Telah menjadi kebiasaan saat Taehyung berpikir keras atau lebih tepatnya serius, wajahnya akan sedikit mendongak ke arah kanannya dan meletakkan jari telunjuknya beserta ibu jarinya di dagunya. Dengan begitu dia bisa leluasa melirik lawan bicaranya—atau kadang malah membuat kesan yang berbanding terbalik dengan apa yang diharapkannya. Buktinya sekarang Jungkook merasa begitu direndahkan dengan sikap Taehyung.

"Buka mulutmu. Aku benci melihat tingkah sok jenius itu." Ucap Jungkook tak luput dengan bumbu kebencian di dalamnya.

"Aku bukan sok jenius. Aku memang jenius. Mungkin saking jeniusnya diriku aku bisa mengambil kursimu, Tuan Jungkook. Kursi penuh permata berisi penghargaan atas kepintaranmu dalam bidang hukum." Taehyung menghentikan berpikirnya karena telah mendapatkan jawaban yang merupakan salah satu perkiraannya.

"Hmph. Jika begitu aku mungkin bisa mengambil tempatmu, Dokter Kim Taehyung. Sains seperti itu bukan? Hanya menemukan hal-hal. Aku yakin aku bisa lebih menemukan dan menyembuhkan lebih banyak orang dibandingkan dirimu. Lagipula yang sains lakukan hanya menghitung dan mencari jawaban menggunakan rumus 'kan?"

Ucapan itu bukannya mengundang balasan melainkan tawa. Tawa yang benar-benar seperti menyaksikan sesuatu yang lucu. Seperti melihat seorang badut bertindak seperti orang idiot.

"Selamat berjuang. Kalian anak hukum hanya melihat manusia dari luar."

Pemuda kelinci itu langsung kehilangan seluruh kesabarannya. Dari semua pertengkaran yang mereka alami, tidak pernah Jungkook sampai semarah ini. Tangannya saja sudah menarik paksa dasi hitam yang tertata rapi pada leher Taehyung membuatnya tercekik walau hanya sedikit. Namun Taehyung masih setia tersenyum, tangannya bergerak untuk menyentuh wajah pemuda yang tengah membuatnya tercekik. Jari jempolnya mengelus halus pipi bulat dan berisi itu. Aksi itu otomatis membuat Jungkook lengah dan melonggarkan tarikan pada dasi tersebut.

"Kita melihat apa yang ada di dalam. Organ. Darah. Hormon. Bahkan gen yang membuat bokong dan wajahmu seperti ini. So beautiful and sexy." Sama dengan perkataannya sendiri, tangan Taehyung yang bebas meraba bagian belakang Jungkook.

Merasakan sentuhan di bagian belakangnya ia langsung mendorong Taehyung dengan keras sampai terjatuh ke belakang, bahkan mengenai kepala bagian belakangnya. Orang-orang yang menonton itu langsung berdesis seolah-olah mereka merasakan rasa sakit yang dirasakan Taehyung. Begitu mendengar keluhan bahwa itu menyakitkan Jungkook tersadar dan melihat keadaan lawannya. Ayolah, semua orang tahu jika kepala bagian belakang terbentur sekeras itu bisa saja menjadi sesuatu yang fatal.

Detik berikutnya, suasana menjadi lebih mencekam dan para penonton yang awalnya hanya diam dan menonton mulai membisikkan hal-hal. Banyaknya bisikan yang terjadi di saat yang bersamaan hanya membuat keadaan lebih buruk dari yang seharusnya. Kemudian Jungkook merasakan sesu—tidak, seseorang yang memiliki hawa tak dikenalnya tepat di belakangnya.

"Hii!" pekiknya saat merasakan tangan yang memegang pundaknya.

Perlahan-lahan kepalanya mendongak ke belakang untuk menemui senyuman tampan dan aroma parfum yang bisa semua makhluk endus—parfum sangat mahal. Hanya dari itu dia tahu bahwa yang berada di belakangnya merupakan direktur SNU. Beliau tersenyum dengan begitu menakutkan padahal itu merupakan senyum bisnisnya, tetapi tidak—Jungkook tahu itu adalah senyum menahan emosi.

Beliau menyuruhnya untuk membantu Taehyung bangun. Dengan sesegera mungkin dia melakukannya walau dalam hati tak rela membantu seseorang yang begitu menyebalkan. Saat Taehyung berdiri dan merapikan dirinya, direktur berkata bahwa keduanya harus sesegera mungkin mengunjungi ruangan-nya karena ada urusan yang harus dibicarakan. Beliau pergi begitu saja tanpa berkata apapun lagi.

"Ah… Lihatlah, ini semua gara-gara kamu melaporkannya 'kan? Sekarang Taehyung-oppa akan terkena masalah."

"Memangnya kau tidak peduli dengan yang 'satu lagi'?"

"Untuk apa aku peduli? Hahaha. Dia cuma mengambil semua jatah kita. Hanya karena dia mendapatkan beasiswa."

Tawa kecil dari para perempuan itu membuat Jungkook bungkam. Ia segera membereskan barang-barangnya, begitu pula dengan Taehyung. Mata Taehyung sekilas menangkap isi tas Jungkook yang benar-benar dipenuhi buku-buku yang tidak mungkin dapat dimengerti oleh dokter sepertinya.

Sejujurnya Taehyung mengerti. Dia dan Jungkook berbeda. Apa yang dikuasai olehnya tidak mungkin dikuasai oleh Taehyung walau diberi waktu berapa bulan maupun berapa ratus tahun. Dan dia tahu Jungkook pun sebenarnya mengerti itu. Tetapi selama ini dia terus berpura-pura tidak mengerti dan tentunya membuat Jungkook terus-menerus tak dapat mengerti.

Keduanya benar-benar—egois.

"Percepat gerakanmu, Kim Taehyung. Aku tidak ingin terkena masalah di dalam masalah."

Mereka pergi menuju kantor direktur dalam keadaan sunyi. Baik Taehyung atau Jungkook tidak berani untuk membuka pembicaraan. Terutama si dokter yang semakin tidak tega begitu melihat wajah kesakitan pemuda kelinci setelah mendengar bisikan dari mahasiswi yang bahkan bukan jurusan hukum dan bukan yang termasuk bagus secara akademik. Yang mahasiswi itu miliki hanya sifat jalang dan suara cempreng mereka.

Terkadang Taehyung heran bagaimana Jungkook menjalani masa kuliahnya sebelum kedatangannya. Apa dia lebih diam dan menurut? Mendengarkan senior-seniornya tanpa pertanyaan atau dia memang sudah—

"Berhenti melamunkan hal mesum, dokter mesum."

Bermulut pedas seperti ini?

.

.

Ini bukan pertama kalinya Jungkook dipanggil ke dalam ruangan direktur. Jauh sebelum Taehyung datang, ia pernah beberapa kali dipanggil karena memiliki banyak masalah yang dapat dihitung berat. Jika masalah tak termasuk dalam kategori berat, mereka hanya dibawa ke ruangan konseling dan diberikan beberapa tugas untuk membayar kesalahan yang mereka lakukan. Sedangkan dibawa kesini bisa jadi masalah yang mengancam akan dikeluarkan tanpa dapat membela dalam keadaan apapun.

Dia sudah sedikit terbiasa menginjakkan kaki di atas lantai keramik berhias motif-motif yang tidak dipahaminya, melewati lemari kaca yang berisi ratusan piala emas dan piagam-piagam yang menunjukkan prestasi tempat ini. Bahkan dia sudah terbiasa melihat langit biru dari jendela yang tepat berada di belakang kursi pemilik ruangan tersebut. Seperti biasa, meja berbahan kayu mahal itu tidak memiliki bukti pekerjaan sedikit pun, hanya pulpen bernilai miliaran won dan ukiran nama sang direktur pada suatu penyangga.

Benar-benar seorang direktur yang tidak melakukan apapun.

"Jeon Jungkook, sudah berapa kalikah aku memanggilmu kesini?"

"Lima kali."

Pernyataan itu sontak membuat Taehyung memicingkan matanya, bahkan dia pun tahu jika telah dipanggil lebih dari dua kali berarti itu adalah mahasiswa yang benar-benar bermasalah. Tetapi definisi bermasalah pada Jungkook berbeda dengan bermasalah yang diketahui mayoritas manusia. Apa yang ia lakukan sampai membuatnya menjadi seperti ini?

"Itu benar. Dan tentu kau mengerti aku bisa mengeluarkanmu saat ini juga bukan?"

Jungkook hanya menganggukan kepalanya. Matanya masih tetap menatap kakinya, tidak sanggup untuk menatap mata sang direktur. Sementara pemuda yang bersamanya sedang menganalisis situasi agar saat ia membuka mulut bukan malah melemparkan bensin ke dalam api. Lagipula sebenarnya dia tidak mengerti mengapa harus ikut terkena masalah, padahal dia yang tersakiti karena dorongan Jungkook tapi malah terkena masalah.

Ya, minus sengaja menggodanya dengan tidak sengaja mengenai kakinya.

Sunyi langsung datang menemani mereka, hanya ketukan sepatu direktur yang mengenai lantai keramik. Jungkook sangat membenci ini. Dia seolah seseorang yang sangat lemah, tidak berdaya dan hanya dapat menunggu keputusan dari orang yang lebih berkuasa darinya. Ia benci terlihat lemah di depan siapapun.

"Tapi aku tidak akan mengeluarkanmu dulu. Melainkan aku memiliki hukuman untukmu." Ucap sang direktur dengan penekanan kata hukuman tersebut.

Taehyung memuji sang direktur mengucapkan kata hukuman dengan sangat seksi dan ambigu, diyakini semua orang yang mendengarnya akan memikirkan hukuman yang lain. Dia menahan diri untuk bersiul dan berkata kasar karena tidak mungkin ia melakukannya sekarang kemudian terkena ampas yang murni merupakan kesalahannya. Jungkook mengangkat kepalanya, menatap heran yang sangat mengekspresikan kebingungannya. Salahkan otot wajahnya yang memang lentur menjadikannya lebih ekspresif.

"Hukumanmu adalah—" sang direktur bangkit berdiri dari kursinya, kedua matanya bergantian menatap Taehyung dan Jungkook, "Mengerjakan skripsi bersamaan dengan Taehyung. Bekerja sama dimana kalian akan saling mengerti satu sama lain. Lulus bersama. Dan saling mengerti bidang kalian masing-masing."

Pada saat itu dunia Jungkook terasa hancur.

"Tidak, tidak. Direktur! Aku akan berusaha mengerti sains asalkan tidak dengan Kim Taehyung. Siapapun asalkan jangan dia." Tolak Jungkook terang-terangan tidak peduli jika tindakannya termasuk tak sopan.

"Sayang sekali Jungkook. Tetapi Taehyung merupakan yang terbaik dari yang terbaik. Ditambah kedokteran juga fokus terhadap bidang sains lainnya, daripada kau harus bertemu dengan mahasiswa sains lainnya lebih baik kau hanya bertemu satu bukan? Taehyung juga tidak akan keberatan. Apakah aku benar, Taehyung?"

Yang bersangkutan mengangguk setuju. Jungkook menatap tak percaya, ia tersadar bahwa selama ini dia dibodohi. Semua yang Taehyung lakukan dari awal, menjahili, menggodanya bahkan mengikutinya kesini. Semuanya merupakan keinginannya.

"Kau—kau merencanakan ini dari awal…" desis Jungkook.

"Tak sopan. Aku tidak merencanakannya. Aku hanya mengikuti kemungkinan yang paling menarik, bahkan diriku ini tidak sanggup menyuruh Tuan Direktur melakukan apa yang aku rencanakan. Well, jika aku memang memiliki rencana. Sayangnya tidak." Balas Taehyung dengan sangat santai. Berbeda sekali dengan lawan bicaranya yang di ambang kesabaran.

"Kau—brengsek."

Matanya melebar dan tangan kanannya segera menutup mulutnya sendiri. Tak sadar telah berkata kasar di depan sang direktur, mendongak sejenak melihat pria itu sudah memasang wajah penuh senyum kembali. Oh, ini tidak akan berakhir baik. Sejak kapan semua ini akan berakhir baik, Jungkook?

"Awalnya aku akan memikirkannya jika kau membela diri dengan alasan yang tepat. Tetapi melihat tingkahmu, aku tidak akan menerima penolakan dalam bentuk apapun. Dan aku benar-benar serius dalam bentuk apapun tidak akan kuterima." Sang direktur memasang gerakan pura-pura tidak tahu, "Aku bisa memberikan kesenjangan kelulusan. Tapi jika aku melihatmu menolak melakukan kerja sama, ucapkan selamat tinggal pada berkasmu di dalam universitas ini."

Sekali lagi, dunia Jungkook berasa hancur.

.

.

Setelah menandatangani perjanjian yang dibuat sang direktur, keduanya keluar dari ruangan tersebut. Seluruh tubuh Jungkook seperti tak memiliki tenaga hanya untuk berjalan ke apartemennya, semua kejadian yang menimpanya hari ini benar-benar menguras seluruh energinya mungkin saja menguras energi simpanannya.

Kepalanya terasa pusing. Ditambah dengan jari telunjuk yang terus menyentuh punggungnya pening semakin mendominasi isi kepalanya. Merasa lelah meladeni sentuhan kecil itu, kakinya berhenti melangkah dan berbalik menatap Taehyung dengan rasa kesal yang tak dapat disembunyikan. "Sekali lagi kau menyentuhku aku akan—" tiba-tiba teringat beberapa syarat dalam perjanjian sebelumnya, "Ada apa?"

Taehyung tersenyum simpul menyadari perbedaan kata yang dipakai oleh Jungkook. Ia menyodorkan bungkusan permen berperisa buah-buahan, tak lupa membukanya, "Buka tanganmu."

Jungkook hanya melakukan yang diinginkan dan membuka telapak tangan kanannya dan plop keluarlah manisan berwarna merah. Dari aromanya seperti itu rasa leci. Dokter muda itu juga mengambil satu dan memakannya dengan nikmat, bagaikan permen tersebut adalah yang paling enak dari seluruh jutaan permen di luar sana.

"Glukosa menggantikan karbohidrat atau protein. Cepat dicerna dan memberi makan otak. Makanlah permen di saat kau merasa pusing." Kata Taehyung sembari memasukkan sisa permen ke dalam tasnya.

Netra Jungkook menatap manisan merah tersebut dengan serius, "Bukannya seharusnya meminum obat? Dibandingkan memakan manisan seperti ini." Katanya.

"Hm, kita tidak menyarankan meminum obat sebenarnya. Karena mereka sama-sama memiliki efek samping dan sekarang sudah marak obat palsu. Daripada kau meminum campuran cat dan bahan lainnya yang tidak ingin diketahui olehmu biarkanlah berat badanmu bertambah. Ah, seharusnya lebih tepatnya massa* badanmu." Taehyung tertawa dengan lelucon yang dikeluarkannya walau Jungkook tak begitu mengerti dimana bagian lucunya.

Jarinya mengambil permen tersebut dan memakannya. Benar saja, rasa manis langsung mendominasi rongga mulutnya, otaknya pun tidak sepening sebelumnya, kekuatan gu—glukosa memang hebat ternyata. Ditambah rasa leci yang terasa seperti leci yang sebenarnya, membuatnya tak sengaja mengeluarkan suara 'mmh' atas rasa itu. Matanya tidak terlihat selelah sebelumnya, itu cukup membuat Taehyung di dalam hatinya merasa gemas.

"Terimakasih…"

Ah Taehyung tahu, betapa malunya Jungkook untuk mengucapkan sebuah kata kecil namun bermakna dalam itu.

"Dengarkan aku, Kim Taehyung. Aku ingin secepat mungkin menyelesaikan tugasku, tidak dari sisi aku ingin terbebas dari perjanjian sebelumnya maupun ingin sesegera mungkin lulus." Jelas Jungkook kembali menjadi serius, "Oleh karena itu aku ingin kau datang ke tempatku. Dan mengingat ini pertama kalinya seseorang datang ke apartemenku kau tidak akan mengetahui tempatku itu dimana."

Oh. Hanya Taehyung dan Tuhan yang mengetahui—betapa berseri-serinya hatinya sekarang saat mendengar kata 'pertama kalinya'. Otot wajahnya hampir bergerak di luar kendali dan ia langsung menyigapinya dengan menutup mulutnya dengan tangannya serta matanya yang berusaha menatap ke arah lain.

"A-Ah, ya… Aku tidak tahu tempatmu dimana." Baiklah, pengendalian suara gagal total.

"Kalau begitu aku ingin kau menemuiku di depan gedung B pada pukul empat sore, mengerti?"

"S-Sangat dimengerti."

Dengan begitu Jungkook pergi meninggalkan Taehyung yang masih sebenarnya menunggu agar pemuda itu berbelok karena dia benar-benar ingin berteriak girang. Agar mengurangi buncahan emosinya dia mengeluarkan buku catatan kedokterannya dan memukulnya ke wajahnya sendiri—dengan kekuatan sedikit keras. Tetapi itu tidak menghasilkan apapun, hatinya masih terus berteriak senang otomatis membuat wajahnya sedikit memerah terutama di bagian telinganya.

Jeon Jungkook benar-benar penyebab—diabetes melitus.

.

.

"Mulutmu sedikit berasa leci, Jungkook."

Ia mendongak ke arah lain untuk menghindari mulutnya dijilat oleh lidah pemuda di hadapannya. Benar-benar melupakan permen leci yang dimakannya, yang diberikan orang yang dibencinya. Yugyeom tahu jika Jungkook bukan tipe orang yang suka memakan manisan seperti permen dan rasa gula itu tentunya membuatnya ingin mengetahui apa yang terjadi.

"Tumben, dari siapa permennya, hm?" tanyanya.

"Tidak dari siapapun. Salah jika aku memakan satu buah permen?" tukas Jungkook.

"Tidak juga. Tapi jarang seorang Jeon Jungkook memakan permen."

Pemuda manis itu menggelinjang saat benda lunak menyapu puting dadanya, bibirnya langsung mengeluarkan desahan penuh dosa. Kembali menyembunyikan wajahnya ke dalam bantal putih, menahan semua suara yang dikeluarkannya. Si dominan melanjutkan kegiatan menjilat seluruh kulit susu tersebut, tentunya tanpa meninggalkan bekas apapun.

Kim Yugyeom—mahasiswa teknik elektronika. Secara singkat hubungannya dengan Jungkook adalah fuck buddy. Mereka saling menggunakan baik secara fisik atau emosional. Karena Yugyeom sulit menemukan orang yang cocok dengannya saat ia bertemu dengan Jungkook saat keduanya masih junior, dia tahu bahwa Jungkook merupakan seseorang yang dapat menerimanya. Sedangkan di pihak Jungkook, semua itu dimulai saat dia tidak sengaja mabuk karena meminum minuman keras yang tergolong tinggi kemudian melakukan seks dengan seorang lelaki. Pemuda manis itu tentunya menjadi bottom, tetapi dengan menyalurkan keinginan seksual yang telah membuncah sejak lama menghasilkan hubungan tidak sehat ini.

Mereka berjanji bahwa Yugyeom diperbolehkan melakukan apapun—benar-benar semuanya, selain satu hal. Jatuh cinta kepada Jungkook.. Begitu pula sebaliknya, agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan jika mereka menunjukkan ciri-ciri terlalu menunjukkan afeksi berlebihan, hubungan mereka akan selesai tanpa syarat apapun.

"A-Ahn—Yugyeom! J-Jangan disana.."

Perpotongan leher dan pundaknya merupakan daerah tersensitifnya—hanya Yugyeom yang mengetahuinya.

Pinggang Jungkook menyentak ke atas, mencari friksi dari kejantanan lawannya. Keras dan panas satu-satunya yang menghalanginya hanyalah celana bokser yang belum dilepasnya. Jari lentik Jungkook mencari kain tersebut dan menariknya ke bawah, betapa tidak sabarnya dia sampai melakukan tindakan itu. Saat kejantanan itu terlepas dari sarangnya, keduanya menggeram terutama pandangan mata Yugyeom berubah dari lembut menjadi hewan buas.

Sang submisif menarik leher sang dominan kemudian berbisik, "Fuck me. Just fuck me right now, Yugyeom." Dengan jarinya yang mengelus jakun Yugyeom, mengundang hewan buas yang tersembunyi jauh di dalam sana.

Melepaskan kain terakhir akhirnya keduanya dalam keadaan telanjang bulat. Jungkook melebarkan kakinya, kejantanan yang basah, mungil dan cairan pre-cum yang mengalir menuju lubang surgawinya. Benar-benar pemandangan yang sangat erotis.

"Tanpa kondom atau kondom?" tanya Yugyeom.

Sebuah gelengan didapatkannya. "Jalang." Desisnya lalu melumuri kejantanannya dengan lube.

"Anggh—Masukkan, kumohon!"

Hanya Yugyeom yang mengetahui semua sikap keras Jungkook dibaliknya terdapat sisi jalang yang lebih jalang daripada semua jalang di luar sana.

.

.

Setelah melakukan beberapa ronde, Jungkook tertidur di dalam rangkulan Yugyeom. Tidak mempedulikan tubuhnya yang dipenuhi oleh sperma darinya atau dari Yugyeom. Setelah yakin dia benar-benar tertidur dan tidak akan terganggu walaupun ia melepaskan pelukannya, Yugyeom bangkit berdiri dan memakai kembali celana boksernya lalu menatap tas ransel yang selalu dipakai oleh pemuda manis yang tengah tertidur itu. Dia mengendusnya dan mendapatkan aroma yang lain, tidak hanya aroma vanilla dari kelinci tersebut.

Aroma musk yang dikenalnya. Dari seorang Kim Taehyung.

"Hmph. Bukan siapa-siapa? Kau pikir kau bisa membohongiku, Jungkook? Aku mengetahui semuanya, mulai dari ujung rambut sampai aroma tak kasat mata. Tetapi aku tahu, bukan aku yang tepat untukmu. Kebetulan sekali."

Yugyeom kembali ke tempat tidur, membalas tarikan manja dari Jungkook. Menatap setiap milimeter wajah tercantik yang pernah dilihatnya. Jarinya mengelus pipi bulat itu dengan gerakan selembut sutera lalu mengecup singkat dahi pemuda manis itu.

"Sudah saatnya hubungan ini berakhir, Jungkookie. Kecuali kamu ingin menerimaku sebagai kekasihmu mulai nanti. Tidak mau 'kan?" bisik Yugyeom sangat pelan, "Selamat tidur."

.

.

Suhu udara telah mulai menurun, walaupun sekarang adalah musim semi tetap saja terasa sisa dari musim dingin. Jungkook mengangkat lengannya untuk melihat jam tangannya—yang telah menunjukkan pukul empat lebih lima menit. Taehyung terlambat lima menit dari jam janji mereka dan itu membuat pemuda manis itu semakin kesal. Dia benar-benar akan membunuhnya jika orang itu datang sambil tersenyum polos seperti tidak bersalah sedikit pun.

Jika dia benar-benar datang, sayangnya menunggu sepuluh menit kemudian tidak ada tanda-tanda kedatangannya.

Dengan berat hati dia memutuskan untuk menyusulnya, berarti dia harus pergi menuju daerah yang paling dibencinya—daerah gedung fakultas yang berbau sains. Sebenarnya bukan membencinya, tetapi karena dia dikenal sebagai yang membenci secara terang-terangan banyak mahasiswa disana tak begitu menerima kedatangannya.

Dia menatap ke kiri dan kanan untuk melihat dimanakah ruangan yang mungkin dimana Taehyung berada. Tetapi yang dari tadi dilihatnya hanyalah ruangan bertuliskan jurusan yang berhubungan dengan teknik elektronika. Saking seriusnya ia menatap tak menyadari adanya orang yang berjalan dari belokan lorong lalu terjadilah adegan seperti adegan drama picisan di luar sana.

"AW!"

Jungkook dan orang yang ditabraknya jatuh ke lantai sambil beraduh sakit.

"Perhatikan jalanmu breng—Jeon Jungkook?"

Mendengar namanya dipanggil ia mendongak ke arah suara dan melihat pemuda berambut hitam. Dengan mata sipit nan tajam dan kulit yang lebih pucat dibandingkan rata-rata orang. Min Yoongi—mahasiswa teknik informatika. Jungkook sangat mengenalnya karena dia dikenal dengan sifat yang alami galak dan swag.

Kenapa dia harus bertemu dengan orang galak ini sekarang? Bahkan sampai menabraknya.

"Apa yang dilakukan seorang Jeon Jungkook disini?" tanya Yoongi dengan suara biasanya—tetapi Jungkook mendengarnya sebagai suara amarah. Pemuda pucat itu melihat lawan bicaranya tergagap seperti kelinci di depan serigala membuatnya memasang senyum terbaiknya agar tidak terjadi ketakutan yang semakin menjadi-jadi.

Tetapi dia mengingat rumor yang telah menyebar sejak pagi dan diceritakan berkali-kali oleh temannya. Rumor bahwa Jungkook dan Taehyung harus menyelesaikan skripsi bersamaan dengan cara bekerja sama. Dan pemuda kelinci yang dikenal membenci semua yang berhubungan dengan jurusan sains berarti hanya ada satu alasan kehadirannya disini.

"Gedung fakultas kedokteran bukan disini."

Terkejut dengan perkataan tersebut, wajahnya berubah menjadi lebih ketakutan. Ah, pasti dia menyangka Yoongi memiliki kemampuan membaca pikiran sehingga menjadi lebih ketakutan. Yoongi bangkit lalu membantu Jungkook berdiri, kemudian jarinya menunjuk ke luar jendela, "Gedung fakultas kedokteran berada di samping gedung dengan bata itu. Paling besar jadi kamu pasti bisa mengetahuinya setelah melihatnya."

"Ah, terimakasih banyak, Yoongi-ssi." Ucap Jungkook membungkukkan badannya.

"Panggil saja Suga. Atau, terserah kamu asal bukan panggilan aneh saja."

Jungkook sekali lagi membungkukkan badannya dan berlalu pergi. Yoongi melihatnya dari jauh dan sepertinya semua orang sedang mencarinya karena selanjutnya merasakan lengan yang mengitari pinggangnya. Jung Hoseok—temannya, mahasiswa sastra. Ah, tetapi mereka memang akan bertemu sehingga tak membuat Yoongi begitu kesal dengan sentuhan fisik tiba-tiba tersebut.

"Sepertinya semuanya akan menarik sekarang." Ucap Hoseok.

"Menarik itu sama saja dengan merepotkan." Yoongi membalas sambil melepaskan rangkulannya.

"Orang yang membenci hal yang merepotkan tetapi melakukan coding yang lebih merepotkan?"

"Komputer itu pasti. Tidak seperti manusia yang berubah setiap detik. Jika komputer atau program melakukan di luar komando, itu berarti manusia mengintervasi urusannya. Kemungkinan pertemuan mereka akan membawa pengaruh ke kita adalah empat puluh persen."

"Bagaikan orang yang ditakdirkan."

Yoongi diam, dia mendengar perkataan terakhir Hoseok dan itulah yang membuatnya menjadi diam. Mungkin bagi Taehyung, Jungkook adalah orang yang tepat untuknya tetapi bagi Jungkook? Yoongi tidak dapat melihatnya sekarang. Di matanya, Jungkook bukan hanya pemuda anti sosial, keras kepala atau seperti yang semua orang lihat, ada sesuatu di dalamnya.

Sesuatu yang berbeda dari apa yang terlihat dari luar. Dan Yoongi yakin sepenuhnya, bahkan pemuda manis itu tak menyadarinya.

.

.

Baiklah, dia telah masuk ke dalam gedung fakultas kedokteran. Itu sebuah perkembangan. Tetapi ruangan di dalam sana banyak sekali dan dia tak ingin salah memasuki ruangan dimana ia harus melihat pembedahan yang dilakukan mahasiswa disana terutama yang memutuskan menjadi kedokteran bedah. Walaupun mereka masih menggunakan mayat dibandingkan manusia hidup. Dan dia bahkan tidak mengetahui apa prodi yang diambil Taehyung.

Ah, tetapi Jungkook ingat kemampuan kedokteran Taehyung tidak terlalu dekat dengan kesehatan manusia dan lebih memfokuskan dalam luka yang dikarenakan benda asing. Buku-bukunya pun lebih berat dibandingkan yang biasanya dilihat dari prodi lain. Ditambah Taehyung mengetahui berbagai jenis obat, cairan kimia dan mengerti betul fisika.

Forensik?

Itu satu-satunya penjelasan yang bisa didapatkan. Baiklah, setidaknya Jungkook menemukan suatu petunjuk. Sekarang dia hanya perlu menemukan dimana lantai untuk prodi kedokteran forensik.

Baiklah, Jungkook telah menemukan lantai tersebut. Taehyung adalah asisten profesor, jadi ada kemungkinan ia memiliki meja di dalam ruangan profesornya sebagai tempat beristirahat. Menurut rumor yang sering didengar dari mahasiswi sekitarnya, Taehyung adalah asisten Doktor Kim Seokjin—semoga saja rumor itu benar. Menemukan ruangan yang di pintunya tertempel plat bertuliskan 'Doctor Kim Seokjin', Jungkook mengetuk beberapa kali.

Tetapi tak ada jawaban. Ia mengetuk lagi dan tetap mendapatkan keheningan. Akhirnya ia memutuskan untuk masuk saja.

Ruangan doktor kedokteran memang berbeda. Didominasi dengan warna putih, meja yang dipenuhi oleh kertas-kertas yang diantaranya merupakan nilai mahasiswa dan juga penelitian? Apa yang diteliti oleh mahasiswa forensik? Mereka belum bisa diturunkan ke lapangan tanpa izin dari pihak jurusan kedokteran dan pihak universitas.

Di tengah membaca kertas-kertas tersebut, ekor matanya menangkap surai dirty blond yang berhiaskan jas berwarna putih di atas meja. Jungkook mendekatinya dan ternyata firasatnya benar—Taehyung tertidur dengan tangan kanan yang masih memegang pulpen, wajah yang menempel pada kertas buku catatannya dan buku yang lebih tebal dari semua buku yang pernah Jungkook baca. Menundukkan tubuhnya untuk melihat isi buku tersebut walau hanya sekilas.

Fraktur. Nama-nama tulang yang tidak pernah Jungkook dengar. Kegunaan setiap ruas tulang. Dan itu semua dalam—Bahasa Inggris.

Ternyata dia benar-benar seorang calon dokter—batin Jungkook.

Jungkook mengambil kursi dan meletakkannya di sebelah kursi Taehyung, tentunya dengan jarak tertentu. Menatap wajah Taehyung, bulu matanya yang panjang, hidung yang mancung, tanda kecantikan pada hidung dan ruas bibirnya—bibirnya yang sepertinya alami berwarna merah muda. Ah, cukup tampan—bagi Jungkook.

Suara napas yang stabil, terkadang beberapa suara keluar dari mulutnya, Jungkook semakin tak tega untuk membangunkannya. Padahal rencana awalnya saat bertemu yang akan ia lakukan pertama adalah memarahinya sampai membentaknya karena terlambat, sepertinya rencana itu akan dicoret mulai sekarang. Saat itu juga dia sadar—jas putih itu sangat cocok untuk seorang Kim Taehyung. Dengan emblem universitasnya tersemat di saku atasnya dan emblem kedokteran di sebelah lengan kanan sedangkan emblem forensik di kirinya.

Ia mengambil tasnya dan meletakkannya di atas meja lalu mengistirahatkan kepalanya dengan tambahan lengannya sebagai bantal, dengan wajah yang langsung berhadapan. Tiba-tiba matanya terasa berat dan tubuhnya yang biasanya selalu terasa berat sekarang menjadi ringan. Ini pertama kalinya ia merasakan kehangatan yang berbeda dari yang ia rasakan dari Yugyeom. Temannya itu hanya memberikan kehangatan fisik, bukan seperti yang dirasakannya sekarang.

Akhirnya kantuk merajalela dan malah ia pun ikut tertidur. Tepat di samping orang yang paling dibencinya—Kim Taehyung.

Pada saat itu, semuanya terasa begitu damai. Alam pun merasa tenang melihat kedua pemuda itu dalam keadaan tertidur bersama hembusan angin musim semi yang setia menemaninya. Musim semi adalah musim dimana semuanya dimulai bukan? Berhiaskan bunga-bunga indah berwarna-warni dan kehangatan yang cocok.

Jika saja, dia dapat melihat bahwa kedamaian itu dapat didapatkan dengan mudah.

.

.

To Be Continued

Author's Note

ALOHA! M.Y telah kembali ke dunia setelah terkapar dalam dunia ujian selama beberapa bulan! Adakah yang rindu diriku? /ga. Aku memutuskan bakal ngebuat ff dengan plot sekarang. Jadi maafkan kalau yang biasanya oneshoot sekarang jadi berchapter dan saling bersambung sekarang…

Jika ada yang bingung bagaimana penampilan sang direktur, anggap aja itu ala-ala direktur ganteng yg suka ada di drama. Juga aku sedikit mengubah gaya bahasa, jadi jika ada kritik dan saran tolong sampaikan, akan kucermati krisar kalian agar bisa lebih berkembang, karena aku masih newbie disini~!

Juga mungkin ada perubahan data tinggi mungkin dari BigHit? Aku masih menggunakan dimana Jungkook 178 cm dan Taehyung 179 cm jadi tolong jangan terlalu mempedulikan itu.

Tenang aja, ku bukan PHP. Rate M juga karena ada sex scene-nya nanti di chapter-chapter selanjutnya. Tunggulah~ Btw ada yang bisa mengerti jokes dari Taehyung yang tentang massa badan? Hahaha :'D

Terimakasih sudah datang dan membaca ini, tolong dukung saya untuk membuat ff ini.

P.S : adakah yang mau ini di post di wattpad juga?