"Hei koala! Bangun! Apa kau tidak bosan bermimpi terus?"

Taehyung terus berusaha menarik selimut yang dipakai yoongi. Namun namja itu tidak juga menyerah dan semakin kekeuh untuk tetap tidur walaupun taehyung sudah membuka gorden dan membiarkan cahaya matahari masuk di kamar satu-satunya apartemen milik taehyung.

"Aku lelah. Kenapa aku harus bangun lagi dari tidurku? Padahal aku ingin tidur selama-lamanya." Ujar yoongi dengan suara serak dan dengan mata yang masih terpejam. Taehyung langsung menarik selimut tersebut saat yoongi lengah. Mau tak mau yoongi pun bangun dan duduk di pinggir ranjang. "Aish! Kau ini!"

"Kalau kau ingin mati, tidak perlu tidur berlama-lama. Kau bisa mempercepatnya dengan loncat dari jendela itu." Taehyung menunjuk jendela kamarnya dengan dagu. "Lantai empat sudah cukup tinggi."

Yoongi melirik jendela itu sejenak dan mengangguk. "Baiklah. Akan aku coba."

"Hei! Kau mau kemana?" Tanya taehyung saat yoongi sudah beranjak.

"Mau loncat dari sini." Ujar yoongi dengan polosnya.

"Astaga! Aku rasa kau belum sadar sepenuhnya." Taehyung menarik yoongi untuk menjauh dari jendela.

"Selamat pagi. Juru masak jeon jungkook sudah datang."

"Akhirnya pawang yoongi datang juga. Kookie, temanmu ini ingin tidur selama-lamanya. Apa kau bisa memberikan racun untuk sarapannya saja."

Gadis itu pun menghampiri yoongi.

"Yoongi, masalahmu tidak akan pernah selesai kalau kau melarikan diri seperti ini."

"Mereka sama sekali tidak mencariku. Apa aku harus perduli dengan mereka?" Ujar yoongi santai menuju kamar mandi. Taehyung dan jungkook hanya bisa menghela nafas saat pintu kamar mandi tertutup.

"Sudah berapa lama dia disini tae?" Tanya jungkook dengan tatapan yang tertuju pada pintu kamar mandi.

"Seminggu." Jawab taehyung dengan tatapan kearah yang sama dengan jungkook.

"Tujuh hari?"

"Seminggu!"

"Tujuh hari!"

"Seminggu!"

"Tujuh hari juga seminggu taehyung!"

"Tapi aku bilang seminggu!"

"Tujuh hari!"

"Seminggu!"

"Kenapa kalian tidak jadian saja?"

Sontak mereka pun terdiam dan saling berpandangan.

.

Taehyung dan jungkook hanya bisa menatap yoongi yang sudah menghabiskan tiga mangkuk jajjangmyeon. Yoongi sangat menyadarinya dan hanya mengabaikannya sambil menghabiskan segelas air putih.

TUKK!

Yoongi sengaja menghempaskan gelas tersebut dan tertawa melihat ekspresi kaget dua orang temannya.

"Kalau di rumah aku tidak bisa makan seenak ini."

"Apa kau mau tambah lagi?"

"Boleh."

"Hei Kookie! Aku baru makan satu mangkuk."

"Kau bisa membeli sendiri lagi nanti."

"Yoongi juga bisa melakukannya."

Jungkook mengabaikan taehyung dan tetap memberikan satu porsi lagi untuk yoongi.

"Dasar modus!" Guman taehyung sangat pelan. Namun masih bisa di dengar jungkook yang duduk di sampingnya.

"Aku mendengarnya." Ujar jungkook datar dan menatap taehyung tajam hingga bel berbunyi.

"Buka pintunya!" Pinta jungkook.

"Yakk! Siapa tuan rumah disini?"

"Kau! Karena tidak sopan kalau tamu menyentuh sembarangan barang-barang tuan rumah."

"Lalu apa bedanya dengan kau yang langsung masuk ke apartemenku begitu saja."

Jungkook menyengir. "Itu memang beda."

Taehyung mendengus dan beranjak dari duduknya.

"Aku harap kalian bisa berpasangan." Ujar yoongi santai sambil mengunyah jajjangmyeon.

"Tidak akan!/Tidak mau!" Jawab mereka bersamaan dan saling melemparkan tatapan tajam.

"Kalian benar-benar akan jatuh cinta kalau seperti itu."

Mereka tertegun dan taehyung langsung ingat dengan apa yang akan ia lakukan.

Tak lama setelah itu taehyung kembali dengan raut wajah yang sulit diartikan.

"Appa?"

.

"Aku tidak ingin tinggal dengan salah satu diantara kalian! Saat kalian bersama saja aku tidak diperdulikan. Apalagi salah satu saja." Yoongi melipat kedua tangannya di dada dan memalingkan wajah dari kedua orangtuanya yang duduk di hadapannya.

"Kami hanya tidak ingin kau terlantar sayang." Seokjin mencoba memberikan pengertian kepada yoongi.

"Apa? Aku tidak salah dengar? Tidak ingin aku terlantar? Kalian tidak pernah melihat matahari di rumah ini."

"YOONGI!" Namjoon mulai emosi dan menggebrak meja.

"Kau tidak berhak memarahi anakku."

"Anakmu? Pantas saja dia bersikap seperti ini. Kau tidak bisa mendidiknya."

"Yoongi seperti ini juga karena dirimu."

"Aku seperti ini salah kalian!"

Sontak kedua orangtuanya terdiam menatapnya.

"Panti asuhan lebih baik untukku."

"Tidak! Appa akan memberikan tempat tinggal untukmu."

.

Disinilah yoongi sekarang. Berada di depan apartemen yang berada di lantai lima. Satu lantai di atas apartemen taehyung. Setelah menyaksikan persidangan perpisahan kedua orangtuanya, yoongi langsung mencari taksi dan menuju apartemen ini yang sudah di tata sebelumnya. Dua hari yang lalu yoongi sudah di beri tau tentang seluk beluk apartemennya dan kehidupannya akan tetap di tanggung. Benar-benar tidak berbeda jauh dari kehidupan sebelumnya. Mempunyai orangtua tapi seperti tidak ada.

Ia pun memasuki tempat tinggal barunya dan duduk di sofa empuk di sana.

"Kopi sepertinya tidak buruk juga."

.

"Ini pesanan anda. Silahkan datang kembali."

Yoongi tersenyum manis dan mengampil cup dari meja pemesanan dan keluar dari cafe. Ia memilih untuk duduk di bangku taman apartemennya. Mengabaikan udara malam yang menusuk tulang.

BRUSHH!

Yoongi menyemburkan kopinya saat seseorang duduk di ujung kursi yang ia duduki dengan hentakkan yang kasar. Ingin sekali ia marah namun ia urungkan saat melihat kalau pelakunya adalah seorang wanita yang tengah menangis sesenggukkan. Wanita itu terlihat seperi wanita dewasa menurutnya. Dress berwarna abu-abu dengan blazer putih. Belum lagi rambut panjangnya yang bergelombang berwarna abu-abu dan wajah yang imut. Eh? Yoongi jadi bingung sendiri dengan penilaiannya. Pipi wanita itu chubby tapi sayangnya ada airmata yang membasahinya.

"Ahjumma kenapa?" Yoongi memberanikan dirinya untuk menyapa. Ia sangat tidak suka melihat perempuan menangis. Minus ibunya. Saat jungkook menangis, yoongi akan membujuknya walaupun bahasanya sangat tidak halus. Jati dirinya adalah selalu tampil dengan apa adanya.

"Kau jelek kalau menangis! Tapi kalau kau tersenyum juga tidak ada bagus-bagusnya sih." Anehnya jungkook malah tertawa dan memukul yoongi dengan manja. Berbeda jika taehyung yang membujuknya. Aneh bukan? Yoongi jadi tersenyum sendiri mengingat hal itu.

Yoongi melihat wanita itu mengeluarkan ponselnya dan sepertinya menampilkan foto seseorang.

"Kau memilih wanita tua itu daripada aku? Dasar laki-laki gila!" Dengan kasar wanita itu menghapus foto tersebut.

Yoongi teringat dengan kopi yang sedikit berceceran di sekitar mulutnya.

"Astaga! Anak muda jaman sekarang tidak tau kebersihan." Ujar wanita itu saat melihat wajah yoongi. Ia tampak mengambil sesuatu dari tasnya sambil menyeka airmatanya. Ternyata sebuah sapu tangan dan tanpa ragu ia membersihkan kopi yang berceceran di mulut yoongi.

"Gomawo ahjumma."

"Apa? Ahjumma? Anak muda sekarang memang tidak ada sopan-sopannya. Apa orang tua mereka tidak mengajarinya. Aish!" Wanita itu tampak kesal dan melempar sapu tangannya ke perut yoongi.

"Saya sudah sopan ahjumma."

"Dasar anak muda."

"Astaga! Ahjumma masih mengatakan anak muda, anak muda. Tapi marah kalau di panggil ahjumma. Sekarang ahjumma harus mengganti kopi saya."

"Baiklah. Ayo pergi sekarang." Wanita itu beranjak dan mengulurkan tangannya kepada yoongi.

"Ahjumma tidak menangis lagi?"

Wanita itu terdiam dan berfikir. Yoongi hampir saja tersenyum karena wanita dihadapannya sudah tidak bersedih lagi. "Oh iya! Lupa."

Jawaban yang sangat diluar dugaan yoongi. Agak kesal sebenarnya. Tapi sepertinya masalah wanita ini cukup berat. Yoongi sedikit menggeser duduknya agar lebih dekat.

"Ahjumma boleh kok bercerita dengan saya."

"Pacar ahjumma lebih memilih janda beranak satu yang lebih tua darinya."

Eh? Tadi dipanggil ahjumma marah. Sekarang malah nyebut diri sendiri ahjumma. Yoongi semakin tidak mengerti dunia orang dewasa.

"Berarti dia bodoh. Masa wanita secantik ahjumma disia-siakan."

"Aish! Berhenti memanggilku ahjumma!"

"Jadi saya harus memanggil apa? Noona?"

"Bagus."

"Tapi nama noona siapa?"

"Jimin. Park Jimin. Kalau namamu?"

"Min Yoongi. Jimin noona!" Yoongi tersenyum saat memanggil jimin untuk pertama kali. Mau tak mau jimin tersenyum melihat senyuman manis yoongi.

"Akhirnya ada juga orang yang lebih muda dariku."

"Memangnya noona tidak punya adik?"

"Tidak. Noona hanya punya oppa yang lebih tua tiga tahun. Kau sendiri?"

"Anak tunggal."

"Pasti orangtuamu sangat menyayangimu."

"Sama sekali tidak. Jika mereka menyayangiku, tidak mungkin aku tinggal di apartemen ini sendirian. Orangtuaku baru bercerai tadi siang. Sudahlah. Sama saja. Cepat atau lambat mereka akan membuangku. Selama ini aku seperti sampah yang sudah memenuhi tongnya."

"Jangan berbicara seperti itu. Noona bahkan lebih parah."

"Memangnya orangtua noona seperti apa?"

"Maaf. Noona tidak sanggup untuk menceritakannya."

"Tidak apa-apa. Eh! Sebentar noona!" Ponsel yoongi tiba-tiba berbunyi dan ia pun menjawabnya."Ada apa tae? Ok! Aku akan kesana." Yoongi mematikan ponselnya. "Noona, temanku sudah menungguku. Aku harus pergi."

"Iya."

"Noona jangan sedih lagi ya?"

"Iya yoongi." Jimin tersenyum sangat manis dan membuat matanya semakin menyipit. Yoongi berlalu dan jimin juga berfikir untuk kembali ke apartemennya.

.

"Yakk! Aku sudah bilang jangan sekarang." Yoongi hanya bisa mengomel saat melihat kedua orang temannya yang memaksa untuk datang sekarang.

"Salahkan dia!" Taehyung menunjuk jungkook dengan dagunya. Ia tampak kesal sekarang.

"Kami tidak ingin kau bersedih. Jadi kami membawakan makanan yang banyak untukmu." Jungkook menunjukkan kantung di kedau tangannya dan sepertinya sangat berat karena ada dua botol besar soda.

"Hanya kau saja."

"Terserah. Yoongi, berapa sandi apartemenmu?"

"Tidak akan kuberitahu. Aku tidak mau kalian masuk sembarangan di waktu santaiku."

"Baiklah. Sekarang tolong bukakan. Belanjaan ini sangat berat. Tae sama sekali tidak mau membantuku."

"Ini idemu dan urus saja sendiri."

Jungkook mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan yang taehyung selalu ketus saat mereka sudah bertiga.

"Kalian benar-benar seperti sepasang kekasih yang sedang berkelahi." Ujar yoongi sebelum menekan tombol sandi.

"Yoongi?"

"Jimin noona?"

"Tadi noona mendengar akan ada penghuni bari di sebelah apartemen noona. Jadi itu kau yoongi?"

"Begitulah noona. Dimana apartemen noona?"

"Di sebelahmu. Akhirnya noona ada tetangga juga."

"Oh ya noona. Ini teman-temanku. Ini Taehyung dan ini Jungkook. Yang paling cantik diantara kami bertiga."

"Benarkah yoongi?"

"Salam kenal noona." Taehyung menyapa dengan ramah.

"Salam kenal eonni." Sapa Jungkook tak kalah ramah. "Oh ya eonni. Bagaimana eonni mengenal yoongi? Sejak kami kecil, temannya hanya kami berdua."

"Jungkook!"

Jungkook mengabaikan kekesalan yoongi.

"Kami baru bertemu tadi di taman."

"Oh begitu. Eonni ikut kami makan bersama ya? Jarang-jarang ada orang baru seperti eonni."

"Tidak perlu. Kalian nikmati saja."

Jungkook dengan santai menyuruh taehyung untuk memegang semua belanjaan dan ia menggandeng tangan jimin. "Ayolah eonni."

Taehyung dan yoongi sama-sama jengah dengan kelakuan jungkook. Yoongi memberi isyarat untuk mengiyakan saja. Jimin mengangguk.

.

.

.

.

Dua bulan kemudian...

Taehyung dan jungkook saling menyenggol siku satu sama lain melihat yoongi yang termenung. Bahkan ia hanya memesan jus jeruk dan sama sekali tidak diminum. Hanya diaduk-aduk tidak jelas menggunakan sedotannya.

"Kau kenapa yoongi? Ada masalah lagi? Apa tempat tinggalmu kurang memuaskan?"

"Eh? Tidak tae. Sama sekali tidak. Aku senang. Apalagi ada jimin noona. Setidaknya dia bisa mengurusku."

Ada aura yang berbeda di rasakan kedua temannya. Yoongi tersenyum begitu tulus seperti orang yang...jatuh cinta? Jungkook dan taehyung saling berpandangan. Secara serentak mereka beranjak dari duduk mereka. Taehyung duduk di sebelah kanan yoongi dan Jungkook sebelah kiri.

"Kenapa?" Yoongi bertanya dengan galak. Sifat aslinya keluar.

"Kau suka dengan..." Jungkook bertanya dengan penuh selidik.

"Apa? Tidak! Kalian benar-benar pasangan gila. Yoongi memaksa taehyung berdiri agar ia bisa beranjak dari sana. Mereka berdua hanya bisa menatap kepergian yoongi dengan raut wajah yang sulit dijelaskan.

"Tae, bagaimana kalau yoongi memang ada perasaan dengan jimin noona? Kau tidak mau kan temanmu mempunyai pasangan yang lebih tua? Bahkan sangat tua. Perbedaan usia mereka tujuh tahun tae. Tujuh tahun!"

"Kau ini kenapa? Menurutku perbedaan umur tidak masalah dalam sebuah hubungan. Atau jangan-jangan, kau menyukai yoongi?"

"A-apa? T-tidak mungkin. Kenapa kau malah menyalahkanku?"

"Kalau memang tidak, kau tidak perlu marah kepadaku."

"Menyebalkan!" Jungkook beranjak dengan kesal dari duduknya.

.

Mereka bertiga keluar dari kelas bersama-sama. Karena mereka akan menaiki bus yang sama. Yang berbeda adalah jungkook yang akan turun duluan. Namun kali ini sepertinya mereka tidak akan pulang bersama. Karena seorang wanita paruh baya dengan gaya yang cukup elegan berdiri di depan mobil yang berada di parkiran.

"Eomoni!" Jungkook langsung menyapa begitu juga taehyung.

"Bagaimana kabar eomoni?" Tanya taehyung.

"Eomoni baik-baik saja. Ba-"

"Tentu saja baik. Orang mana yang tidak bahagia karena berhasil menghilangkan beban sepertiku?"

"Yoongi!"

Jungkook sedikit berteriak dan taehyung menatapnya dengan tatapan yang tidak percaya. Mereka sangat tau bagaimana masalah yang dihadapi yoongi sejak ia kecil. Mereka dulu bertetangga. Mereka ingat bagaimana keadaan yoongi yang sama sekali tidak bahagia. Taehyung dan jungkook yang lebih dulu berteman langsung menyapa tetangga baru mereka. Persahabatan itu berlanjut hingga sekarang. Hingga yoongi pindah lebih dulu dan disusul taehyung. Hanya jungkook yang masih tinggal disana.

"Bagaimana pun juga dia ibumu." Taehyung mulai kesal dengan sikap yoongi.

Seokjin tetap tersenyum. "Yoongi, eomma ingin membicarakan sesuatu denganmu. Tapi tidak disini."

.

"Ini pesanan anda. Ada lagi?" Tanya pelayan itu dengan ramah sambil meletakkan milshake strawberry untuk yoongi. Itupun yoongi harus dipaksa untuk memesannya. Lalu segelas jus jeruk.

"Tidak. Terima kasih." Seokjin tersenyum dan pelayan itu membungkukkan badannya sebelum pergi. Yoongi masih tetap setia melihat jendela yang berada di sebelah kirinya. "Minumlah dulu."

Yoongi mengalihkan tatapannya dan menatap ibunya dengan sangat tajam. "Apa yang ingin dibicarakan? Aku harus pulang sekarang untuk mengerjakan tugas."

Seokjin meraih tangan yoongi dan tentu saja yoongi langsung menepisnya.

"Eomma minta maaf kepadamu sayang. Selama ini eomma bukan ibu yang baik untukmu. Jadi izinkan eomma untuk menyayangimu sebagaimana mestinya."

"Apa yang ingin dikatakan?" Yoongi memalingkan wajahnya lagi dan menghirup milkshakenya.

"Besok eomma akan menikah."

UHUK! UHUK!

Yoongi tersedak minumannya dan itu terasa sakit sekali. Butuh waktu lama bagi yoongi untuk meredakan tenggorokkannya.

"Aku tadi berfikir akan ada perubahan yang indah. Aku benar-benar merasa dihempaskan. Seorang ibu memikirkan kebahagiannya dengan menikahi seorang laki-laki yang lebih muda. Apa aku tidak cukup untuk kebahagianmu? Sudah cukup kalian menelantarkanku. Jangan lukai aku lagi." Yoongi beranjak dari duduknya.

.

Saat sudah sampai di taman apartemennya, yoongi mendapatkan pesan tentang alamat tempat pernikahan ibunya. Ia mengabaikannya. Tidak menghapusnya ataupun mencerna isinya. Fikirannya benar-benar kalut sekarang. Hingga seseorang yang begitu sangat ia kenali berada di salah satu bangku taman.

"Noona?" Yoongi menyentuh bahu jimin. Dirinya disuguhi pemandangan yang sama seperti ia bertemu dengan jimin sekitar sebulan yang lalu. "Noona kenapa?"

Dengan lemah, Jimin menyodorkan undangan berwarna biru langit ke tangan yoongi. Tanpa membacanya yoongi melempar undangan itu dan memeluk jimin. Ia menahan tangisnya dan membiarkan jimin melampiaskan kesedihannya.

.

"Terima kasih yoongi."

Jimin sudah merasa sangat lebih baik sekarang. Ia menerima minuman soda dari tangan yoongi dan membukanya. Setelah jimin meneguk minumannya, ia kembali berfikir.

"Aku akan datang."

Yoongi menghentikan kegiatannya yang sedang meneguk minuman sodanya.

"Kenapa noona harus datang? Itu hanya akan menyakiti noona."

"Yoongi, aku datang ke sana bukan berarti aku lemah. Tapi aku ingin membuktikan kalau aku bisa bahagia walaupun tidak bersamanya lagi. Lagipula..." Jimin sengaja menggantungkan kalimatnya dan pandangannya tampak menerawang. "Ada seseorang yang sudah membuatku kuat seperti ini."

"Eoh? Noona sudah mendapat pacar baru? Kenapa tidak memberitahukanku?"

"Aish! Bukan! Aku sama sekali belum mendapatkan pacar. Ada seseorang yang sangat aku sayangi. Tapi aku tidak tau dia menyayangiku atau tidak."

"Oh begitu."

"Apa? Hanya itu reaksimu?"

"Lalu? Aku harus seperti apa? Kalau aku bertanya siapa orangnya, apa noona mau menjawabnya? Aku sangat yakin kalau noona tidak akan menjawabnya. Semua wanita memang seperti itu."

TUK!

Pukulan sayang mendarat di kepala yoongi.

"Kau ini ketus, galak, dan tidak punya perasaan. Pantas saja kau tidak ada pacar."

"Memangnya kenapa? Noona mau jadi pacarku?"

BYURR! UHUK! UHUK!

Tenggorokkan jimin benar-benar merasa sakit karena tersedak air soda. Catat! Air soda! Bahkan yoongi harus membeli air mineral dan langsung di teguk hingga habis oleh jimin. Bukannya mencoba tenang, jimin malah tertawa.

"Kenapa?" Tanya yoongi dengan garang.

"Kau jangan seperti mantanku. Dia sangat aneh. Bagaimana mungkin dia meninggalkanku hanya karena seseorang wanita yang lebih tua darinya." Jimin terkekeh namun semakin lama semakin pelan. Hingga ia menunduk. Yoongi sampai bingung. Kenapa mood jimin sangat mudah berubah-ubah. "Aku tidak bisa menjadi kekasih yang baik. Aku terlalu sibuk bekerja dan sering mengabaikannya yang selalu meluangkan waktunya untukku. Tapi seharusnya ia mengerti." Jimin sedikit meninggikan suaranya karena tidak terima dengan kenyataan yang ia terima. "Aku ingin menjadi wanita yang sukses. Aku tidak mau suamiku nanti mencelaku hanya karena aku tidak mempunyai penghasilan. Seperti ayahku memperlakukan ibuku. Mereka bertengkar hanya karena masalah uang yang selalu kurang. Bahkan mereka bertengkar hingga akhirnya ayahku khilaf dan melenyapkan ibuku."

Yoongi tertegun. Memang selama ini ia sangat dekat dengan jimin dan menganggapnya sebagai kakak kandungnya. Begitu juga jimin yang sangat menyayangi dirinya sebagai seorang adik. Tapi yoongi sama sekali tidak pernah memaksakan jimin untuk menceritakan masalahnya. Hingga saat ini kenyataan pahit itu terucap dengan sendirinya dari bibir jimin. Tidak ada yang bisa yoongi lakukan selain memeluk jimin yang menangis.

"Aku sudah membuatnya mendekati seorang wanita yang merupakan seorang ibu. Bahkan wanita itu sampai bercerai dengan suaminya. Bukan hanya aku yang tersakiti. Tapi juga suami dari wanita itu. Apalagi anaknya. Aku benar-benar merasa bersalah yoongi."

"Noona..."

Yoongi melupakan kesedihannya sesaat dan mencoba menyemangati jimin.

.

Jimin menghentikan mobilnya di sebuah gedung yang sangat mewah yang menjadi tempat pemberkatan seperti yang ia ketahui dari jimin. Yoongi mengenakan kemeja hitam dipadukan dengan blazer putih serta celana hitam dan sepatu pantofel hitam yang mengkilat. Sementara jimin mengenakan gaun berwarna putih selutut. Rambut hitam indahnya dibiarkan tergerai serta dua anting mutiara yang berkilau menghiasi telinganya dan beberapa aksesoris pendukung lainnya. Ia menggandeng tangan yoongi dan memasuki ruang pemberkatan yang diiringi decak kagum. Mereka duduk di kursi yang berada di barisan kelima. Yoongi dapat melihat dengan jelas kalau pengantin laki-laki yang merupakan mantan kekasih jimin tampak terkesima dengan penampilan jimin.

"Pengantin perempuan dipersilahkan untuk memasuki ruang pemberkatan."

Sontak semua perhatian tertuju pada pengantin wanita yang terlihat sangat cantik dengan gaun pengantin diusianya yang tidak muda lagi. Semua hadirin tampak terpukau kecuali yoongi.

"Eomma..." Yoongi berguman sangat pelan dan menunduk. Jimin masih belum menyadari hal tersebut. Ia hanya menunduk dan saat itulah jimin mulai penasaran.

"Kau kenapa yoongi?"

Yoongi mengangkat kepalanya dan menggeleng sejenak kemudian tersenyum. "Tidak ada apa-apa noona."

Pemberkatan sudah dimulai. Suara ibunya mulai terdengar dan semua itu menciptakan rasa nyeri di dadanya. Bahkan otaknya serasa mulai berhenti. Yoongi menggeleng dan membuat yoongi semakin bingung.

"Kau sakit? Wajahmu sangat pucat."

"Wajahku memang seperti ini dari dulu." Yoongi terkekeh pelan namun matanya yang mulai berkaca-kaca membuat jimin tidak bisa mempercayai kalau yoongi baik-baik saja.

.

Tibalah acara pelemparan bunga. Semua tamu yang tertarik mulai berkumpul begitu juga yoongi. Awalnya jimin menolak namun akhirnya ia dan yoongi sudah berada diantara kerumunan juga.

"Satu!"

"Dua!"

"Tiga!"

HAP!

Bucket bunga itu sukses mendarat di tangan yoongi. Para tamu bertepuk tangan untuk yoongi begitu juga jimin. Namun raut wajah yoongi sangat dingin membuat jimin kembali bingung dan bertanya-tanya apa yang terjadi pada yoongi sebenarnya. Yoongi berjalan mendekati sepasang pengantin baru tersebut. Jimin menautkan alisnya saat melihat ekspresi pengantin wanita yang begitu terkejut hingga yoongi pun sampai dihadapannya.

"Selamat atas pernikahan eomma. Terima kasih atas bunga cantik ini."

Perasaan jimin sangat tidak enak. Hatinya terus berkata-kata kalau ada hal yang tidak beres disini. Jadi ia menghampiri yoongi.

"Aku hanya ingin mengingatkan kalau aku bukanlah anak eomma lagi sejak perceraian itu. Dan kau!" Yoongi menunjuk pengantin laki-laki yang menatap bingung kearahnya yang ia ketahui bernama hoseok. "Sampai mati pun aku tidak akan pernah menganggapmu sebagai ayahku. Aku tidak mempunyai orangtua! Aku adalah anak yatim piatu!" Yoongi membalikkan badannya. "Aku akan mengembalikan fasilitas yang aku miliki."

Yoongi melempar bucket bunga tersebut dan menginjaknya walaupun tidak sengaja.

"Yoongi!"

Jimin menghentikan seokjin yang akan menyusul yoongi dan memberikannya tatapan yang sangat tajam.

"Jadi anda wanita yang sudah menelantarkan putra anda sendiri?"

"Siapa kamu? Apa kamu sudah mencuci otaknya yoongi sehingga membenci saya?"

"Astaga! Saya bahkan sakit hati saat mendengar yoongi menceritakan semua masalah hidupnya dan saya selalu mencoba menanamkan rasa hormat untuk kedua orangtuanya yang sudah menelantarkannya demi uang. Lihat! Bahkan anda menikahi pria yang lebih muda dari anda." Jimin menggelengkan kepalanya dan kemudian berlalu dari sana.

Jimin mencari-cari keberadaan yoongi di parkiran.

Yoongi tidak mampu lagi melangkahkan kakinya dan ia jatuh berlutut di tengah-tengah lapangan parkir dan di saat itu juga jimin menghampirinya.

"Yoongi..."

"Semalam ibuku mengatakan kalau dia akan menikah hari ini. Aku marah besar dan meninggalkannya." Yoongi berkata dengan tatapan yang lurus ke depan dan suara yang tercekat menahan tangis. Tapi airmatanya sudah mengalir. "Maafkan ibuku noona. Maaf karena dia sudah merebut kekasihmu."

Jimin menghapus airmatanya dan menggeleng. Seharusnya ia tidak bersedih semalam. Yoongi pasti membutuhkan seseorang dan itu dirinya. Tetapi dirinya malah bersedih hanya karena sebuah hubungan yang sudah berakhir. Yoongi jauh lebih sedih dan sakit saat melihat ibunya menikah dengan oranglain. Jimin merasa dirinya sudah sangat terlambat untuk menenangkan yoongi. Tapi ia tetap memeluk yoongi dengan erat.

"Kau bilang kau menganggapku sebagai kakakmu. Tapi kenapa kau tidak memberitahukan hal ini kepadaku?" Jimin merasa dirinya sama sekali tidak berguna dan memeluk yoongi semakin erat.

.

"Aku tidak mau makan noona! Aku tidak lapar! Aku tidak sakit!"

Yoongi kembali membungkus tubuhnya dengan selimut kumamon kesayangannya. Ya. Kamar yoongi dipenuhi nuansa kumamon. Hanya ada tiga warna. Hitam, putih, dan merah. Sangat aneh untuk seorang remaja laki-laki seperti yoongi. Tapi itulah dirinya.

"Hentikan pemikiran bodohmu! Aku sama sekali tidak merasa sedih! Aku sudah merelakannya. Jadi keluarkan tubuhmu dari selimut itu dan makan!"

Yoongi menyibak selimutnya dengan kasar dan duduk di ranjangnya.

"Aku sangat tidak suka melihat noona disakiti! Cukup aku yang menerimanya dari orangtuaku. Tapi tidak untuk orang yang aku cintai."

"Eoh?"

Jimin membulatkan mata sipitnya. Ia meletakkan nampan sarapan yoongi di nakas. Kemudian mulutnya menggelakkan tawa.

"Noona tau masalahmu begitu berat yoongi. Tapi bukan berarti kau membuat candaan yang tidak lucu seperti ini."

Yoongi benar-benar kesal dengan jimin sehingga menarik jimin dan membuat mereka saling duduk berhadapan di ranjang. Perlahan yoongi memegang tengkuk jimin hingga jarak wajah mereka sangat dekat. Jimin merasakan aura intimidasi yoongi yang selama ini ia anggap bocah ingusan begitu kuat. Bahkan ia bingung siapa yang sebenarnya lebih tua disini.

"Untuk kali ini noona, jangan anggap aku sebagai bocah ingusan. Tapi anggap aku sebagai seorang lelaki yang sedang tertarik dengan seorang wanita."

"Y-yoongi..." Jimin merasa tenaganya lenyap. Bahkan untuk mendorong yoongi untuk menjauh ia sudah tidak sanggup. Nyawanya serasa melayang saat yoongi menciumnya tepat dibibir. What the hell! Bocah ingusan seperti yoongi mencium wanita dewasa sepertinya tepat di bibir.

"Saranghae jimin noona..." Ujar yoongi begitu lirih hingga membuat jimin hampir kehilangan kesadarannya. Cepat-cepat yoongi merengkuh tubuh jimin sehingga berada dipelukannya.

"Apakah ini benar?"

"Iya noona. Aku mengatakan ini setelah meyakinkan perasaanku berkali-kali dan melihat semua perlakuan noona selama ini kepadaku."

Jimin menyamankan kepalanya di dada yoongi dan mengusap pipi pucat yoongi.

"Aku tidak bisa."

Yoongi tertegun dan jimin sudah melepaskan dirinya dari pelukan hangatnya.

"Aku sangat menyayangimu yoongi. Kau adalah adik tersayangku yang membuatku begitu kuat. Kalaupun ada rasa cinta dihatiku untukmu, itu adalah rasa cinta untuk seorang adik. Sampai kapan pun rasa itu tetap ada bahkan bertambah. Masih banyak perempuan yang seumuran denganmu di luar sana yoongi."

"Jadi noona masih menganggap aku bocah?"

"Tidak. Tidak seperti itu. Noona harus memikirkannya lagi. Kau tau..." Jimin menangkup kedua pipi yoongi dan mencubitnya. "Kau sangat kurang ajar! Berani-beraninya kau menciumku!"

"Aish! Sakit noona!" Yoongi mengusap kedua pipinya.

"Aigoo! Imut sekali adik kecilku ini." Jimin meletakkan punggung tangannya di dahi dan leher yoongi. "Badanmu masih panas. Cepat makan dan minum obat."

Yoongi mendengus kecewa dan menuruti keinginan jimin.

.

"Untuk kali ini noona, jangan anggap aku sebagai bocah ingusan. Tapi anggap aku sebagai seorang lelaki yang sedang tertarik dengan seorang wanita."

Jimin menggelengkan kepalanya dan kembali menatap yoongi yang tengah tertidur. Ia kembali menyelimuti yoongi hingga dagu dan tana sengaja jarinya menyentuh bibir yoongi.

"Astaga!" Jimin berusaha menetralisir detak jantung yang tidak karuan. Diotaknya kembali terbayang saat yoongi menciumnya. Cepat-cepat ia keluar dari kamar dan menemukan taehyung dan jungkook yang menatap bingung kearahnya.

"Noona kenapa? Ah! Noona pasti keletihan karena menjaga yoongi. Maaf noona karena kami merepotkanmu. Padahal kalian berdua dalam masalah yang sangat berat."

"Tidak apa-apa tae. Oh ya! Yoongi baru saja tidur. Sangat susah membujuknya untuk makan dan minum obat." Jimin tertawa renyah dan ia baru menyadari tatapan tidak suka jungkook padanya. "Noona pergi dulu tae. Jungkook, eonni pergi dulu."

.

Jimin masih mengatur detak jantungnya dan sekarang sudah ditambah dengan nafasnya yang tidak beraturan lagi. Ia bersandar pada pintu yang baru saja ia tutup.

"ARGH! Aish! Oppa!"

Seorang pria muncul dihadapannya saat ia baru membuka mata.

"Bagaimana yoongi? Apa dia baik-baik saja?"

"Adikmu itu siapa? Yoongi atau aku?"

"Yoongi. Karena dia suka bermain game sepertiku. Padahal aku ingin sekali bermain dengannya kalau aku sudah pulang. Kau tau jiminnie, dinas di desa selama dua minggu sangat melelahkan. Lalu- Yak! Kau mau kemana?"

"Urus saja dirimu sendiri!"

BLAM!

"Jiminnie! Aku sangat lelah!" Lelaki itu mengetuk-ngetuk pintu dihadapannya.

"Kenapa menggedornya kalau tau sudah tau passwordnya? Park bodoh Chanyeol!" Teriak jimin dari dalam dan membuat chanyeol tersenyum.

.

"Apa yang kau masak?" Tanya chanyeol yang masih mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Ia menghampiri jimin yang sedang menata makanan di nampan.

"Hanya sup ayam biasa. Oh ya, aku juga sudah memasak makanan kesukaan oppa. Makanlah dulu. Aku akan menyusul setelah memberikan ini kepada yoongi."

Raut wajah chanyeol tiba-tiba berubah menjadi serius dan membuat jimin bingung.

"Aku dengar dari teman-temanku kalau hoseok sudah menikah. Dia itu sangat terkenal. Hah! Tentu saja. Dia anak dari dokter terbaik di rumah sakit tempatku bekerja. Benarkan? Tapi aku tidak menyangka kalau dia malah tertarik kepada wanita seperti itu. Kau tau- " Chanyeol menyadari raut wajah jimin yang berubah drastis. "Maaf jiminnie. Oppa tidak bermaksud-"

Jimin menepis tangan chanyeol yang akan memegang bahunya dengan pelan dan tersenyum. "Aku tidak apa-apa. Oppa tidak perlu cemas. Bukankah aku masih beruntung karena tidak terjebak dengannya semakin jauh."

"Maaf jiminnie. Oppa tidak bersamamu saat kau mengalami masalah yang berat."

"Oppa ini kenapa? Oppa harus bekerja untukku juga kan?"

Chanyeol mengusak rambut jimin dengan gemas.

"Aku pergi dulu oppa."

.

Chanyeol menikmati makan malamnya sambil menonton acara musik. Sudah lama rasanya sejak ia dinas di desa. Mengobati warga disana dengan cuma-cuma. Saat tengah menikmatinya, chanyeol mendapati jimin terisak dan memeluknya. Terpaksa ia meletakkan mangkuknya dan mulutnya juga masih penuh dengan makanan.

"Kenapa jiminnie? Kenapa menangis?"

"Aku ingin pergi oppa. Aku mohon."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Dikesempatan ini, author mau menyampaikan 2 hal

1. Selamat malam para readers. Author ngepost cerita baru lagi. Semoga para readers suka dan nggak bosan ya baca cerita-cerita dari author.

2. Untuk yang udah review ff sebelumnya, makasih baget dan sorry nggak bisa balas. Soalnya author bingung mau balas apa. Tapi author rajin kok periksa review.

3. Jangan lupa review ff ini juga ya. Lanjut atau enggaknya tergantung kepada readers. Ok?

Sekian dan terima kasih.