[REMAKE] Beauty Honey - Phoebe

.

.

.

Disclaimer: Cerita sepenuhnya milik Phoebe. Kalian juga bisa baca novel aslinya yang berjudul "Beauty Honey" (Phoebe)

.

[ WARNING ]

DON'T LIKE, DON'T READ

NO BASHING! NO JUDGING!

.

.

HUNHAN – GS for UKE

FAMILY – HURT COMFORT – ROMANCE – LIL' HUMOR

Slight HunBaek - KrisHan

.

.

.

Beauty Honey

.

Chapter 1

.

.

.

Musim semi sudah di lalui dengan kesepian yang benar-benar mencekam. Sudah hampir setahun Sehun terus menanti dan menanti kedatangan Baekhyun ke Korea dan seandainya saat itu tiba, Sehun benar-benar akan mengatakan kepada gadis itu tentang perasaan yang sebenarnya. Pelan-pelan Sehun mulai merasa bosan menanti hati Baekhyun yang tidak pasti. Sebelum pergi Sehun melihat kebimbangan dimata Baekhyun dan itu semakin memperkuat keinginannya untuk menjauh.

Dia cuma figuran, Baekhyun tidak mencintainya.

kata-kata itu terus bermain - main di benaknya dan membuatnya nyaris gila. Seandainya Sehun mengatakan perasaannya kepada gadis itu, kemungkinan terbesar yang di dapatnya adalah penolakan karena yang Baekhyun yakini saat itu rasa cinta di antara mereka adalah kesalahan, karena Sehun sudah membuatnya berkhianat dari Chanyeol. Itu yang menjadi alasan kuat kenapa Sehun masih mau seperti ini, masih mau menunggu hati Baekhyun sampai sekarang.

Sehun berjalan perlahan sambil menghembuskan nafas. Sebelah tangannya memegangi sekaleng kopi dingin yang baru saja di ambil dari dalam freezer dan yang sebelah lagi masih memilih-milih barang apa lagi yang akan di belinya selain kopi. Selama di Busan, Sehun menumpang di rumah Sehan dan itu seringkali membuatnya merasa lebih baik untuk tidak usah pulang karena takut mengganggu privasi pasangan suami istri Sehan dan Luna. Otaknya terus memikirkan kemana ia akan pergi malam ini, apakah harus menyewa hotel? Sehun menghembuskan nafas lagi. Kepalanya terangkat saat melihat seseorang di kasir, seseorang yang pernah Sehun kenal.

"Bagaimana Nona?" tanya seorang kasir.

"Tunggu sebentar."

"Tapi di belakang anda ada yang menunggu."

"Kalau begitu biarkan dia duluan."

Sehun memandangi wanita yang kebingungan itu. Dia menyingkir dari meja kasir dan mengeluarkan semua isi tasnya di atas lantai. Dengan terburu-buru ia memilah-milah barang yang seharusnya berada di dalam tasnya, tapi tidak ada. Wanita itu kemudian menghela nafas putus asa sambil memandangi barang-barangnya yang berantakan. Sehun melangkahkan kakinya mendekati wanita itu lalu berjongkok di hadapannya.

"Apa yang kau cari, sam? Mungkin aku bisa membantu?"

Wanita itu spontan memandang Sehun dengan sorot mata terkejut. Kacamata yang di kenakannya melorot ke bawah beberapa millimeter. Secepat mungkin ia kembali meletakkan kacamatanya di posisinya.

"Anda siapa?"

"Sam tidak ingat padaku?" Sehun menggaruk-garuk kepalanya, pura-pura kebingungan. Lalu memandangi wanita yang di panggilnya sam.

"Anda Luhan-sam, kan?"

Wanita itu mengangguk, masih memandangnya.

"Aku Sehun, kakak Oh Kyungsoo. Kita pernah bertemu di sekolah waktu aku dan Sehan menjemput Kyungsoo yang sedang sakit di sekolah. Waktu itu, Kau menelpon kerumah dan ibuku tidak ada jadi aku yang datang–"

"Ooh~" Luhan melongo dengan lenguhan panjang. Ia kemudian menepuk kepalanya karena menyesal telah menyembunyikan ingatan tentang Sehun dalam-dalam dan kesulitan untuk menggalinya kembali. "Maaf, aku sangat pelupa jadi tidak bisa mengingatmu dengan cepat." Sehun menerima permintaan maaf itu dengan sebuah senyuman.

"Kau mencari apa?"

"Dompetku, Aku lupa meletakkannya dimana. Seharusnya ada didalam tas." Luhan memegangi kepalanya lagi sambil mengeluh. Matanya terpejam berusaha mengingat-ingat dan akhirnya dia menyerah. "mungkin aku batalkan saja semua belanjaan–"

"Aku saja yang bayar." Potong Sehun. "Belanjaanmu tidak banyakkan?"

"Tidak usah. Tidak perlu sampai begitu."

"Tidak apa-apa. Anggap saja aku traktir sebagai salam perkenalan."

Sehun berdiri dan berjalan menuju kasir lalu membayar semuanya termasuk kopi dingin yang ada di genggamannya. Sesekali ia melirik Luhan yang mulai sibuk memasukkan kembali semua barang-barangnya ke dalam tas. Setelah semua barangnya selesai di masukkan, Luhan berdiri dan mendekati Sehun dengan lega. Sehun memberikan sekantong plastik belanjaannya kepada wanita itu dan Luhan menerimanya dengan senyum.

.

.

.

.

Sehun dan Luhan berjalan beriringan keluar dari supermarket. Sehun kemudian membantu Luhan mencari dompetnya yang hilang. Wanita itu curiga kalau dompetnya tertinggal dalam taksi dan Sehun merelakan ponselnya untuk di pakai menelpon perusahaan taksi yang bersangkutan.

Ternyata dugaan Luhan tidak meleset, dalam waktu kurang dari setengah jam ia mendapatkan kembali dompetnya dan taksi yang di naikinya tadi langsung mengantarkannya ke tempat di mana mereka duduk sekarang. Luhan membungkuk kepada Sehun, kelihatannya sangat berterimakasih karena sudah menemaninya dan membantunya menemukan dompetnya.

"Apa yang kau katakan? Aku memang bukan anak baik yang suka membantu. Kali ini aku membantu karena aku mengenalmu sam." Sehun mengelak, Ia sangat jarang mendengarkan kata terima kasih yang kedengarannya sangat tulus. Luhan mengangkat dompetnya, ia mengeluarkan uang dari sana.

"Berapa uangmu yang terpakai tadi?" Sehun mendorong tangan Luhan yang terangkat untuk kembali turun.

"Aku sudah bilang tadi, Semuanya aku yang traktir. Jadi jangan bertindak seperti itu."

"Terima kasih, terimakasih banyak." Luhan melihat kearah kantong plastik. "Kau membeli banyak softdrink, apa akan ada pesta?"

"Tidak. Semuanya untukku sendiri. Aku tidak tau harus melakukan apa. Malam ini aku juga tidak tau mau kemana, mungkin mau ke pantai sambil meminum semua itu!"

"Ke pantai? Aku boleh ikut?"

Sehun heran lalu mengangguk dengan ekspresi yang agak ragu. Selanjutnya tidak banyak yang mereka lakukan, hanya berjalan santai menuju pantai. Padahal seharian tadi Sehun sudah bermain-main di pantai, tapi bermain seorang diri tentunya tidak sama dibandingkan dengan seorang teman, bukan?

Meskipun musim panas, pantai di malam hari tetap dingin. Angin berhembus sangat kencang dan sekarang Sehun duduk di samping Luhan sambil meminum kopinya seteguk demi seteguk. Luhan duduk dengan sopan dan rambutnya yang lurus dan ringan tertiup angin, ia menyeka sejumput rambut yang berada di mukanya lalu mengambil sekaleng soft drink dan meminumnya.

"Sam, sedang apa di Busan?"

Luhan memandangnya. "Aku?"

"Siapa lagi yang bersamaku? Bukankah seharusnya kau berada di asrama sekolah?"

"Aku sudah hampir sebulan berhenti menjadi guru." Katanya malu-malu. "Jadi jangan panggil aku sam lagi."

"Berhenti? Kenapa?"

"Aku rasa, aku tidak cocok menjadi guru, jadi aku mengundurkan diri." Sehun menyunggingkan sebuah senyum samar.

Dia merasa tidak cocok menjadi guru?

Sewaktu Kyungsoo masih sekolah dulu, Luhan selalu mengesankan, dirinya adalah seorang guru yang baik. Bahkan dia sampai di percaya sebagai pengawas asrama putri. Itu berarti Luhan adalah seorang guru yang berprestasi dan sangat kompeten. Bahkan Luhan menyimpan foto siswa-siswanya sebagai gantungan kunci. Dia sangat menyayangi siswanya dan masih berfikir kalau dia tidak pantas menjadi guru?

"Jadi sekarang apa pekerjaanmu, noona?"

"Noona?" Luhan terbelalak. "Apa aku terlihat tua?"

"Tidak, Bukan begitu. Aku tau kita sebaya. Tapi walau bagaimanapun sangat sulit mengganti sam dengan nama saja. Tapi kalau kau tidak berkenan–"

"Tidak, Bukan masalah." Luhan tersenyum lagi. "Noona juga boleh."

"Jadi apa jawabanmu? Apa kegiatanmu setelah mengundurkan diri dari sekolah?"

"Aku sedang mencari pekerjaan. Sudah sebulan ini aku tinggal di rumah temanku di Incheon dan aku sama sekali tidak berani pulang kerumah. Asal tau saja, Orang tuaku tidak tau kalau aku sudah berhenti mengajar. Tapi besok pagi aku harus pulang ke rumah karena rumahku dekat dengan pantai ini."

"Kenapa baru besok kalau rumahmu dekat sini? Lalu malam ini kau mau kemana?" Luhan meneguk Softdrinknya sekali lagi.

"Aku akan disini sampai pagi, Aku tidak mau kemana-mana. Kau sendiri sedang apa di Busan?"

Sehun mengangkat sebelah alisnya.

Ia sedang apa? Sehun sedang menghabiskan waktunya yang sia-sia.

Tidak, Sehun sedang mencari model yang cocok untuk mengenakan gaunnya dalam Fashion Show dan pemotretan di Paris. Kalau di tanya mengapa harus memulainya dari Busan, Sehun sendiri tidak mengerti.

"Aku sedang liburan musim panas." Jawabnya. Luhan mengangguk mengerti. Sehun memandang Luhan sekali lagi.

"Aku boleh disini juga? Menemanimu?"

"Apa?"

"Aku juga sedang tidak ingin pulang. Kalau kau akan berada disini sampai pagi, aku juga akan melakukan hal yang sama. Bolehkan? Kita bisa berbincang-bincang sampai pagi." Sehun kemudian memandang jam di tangannya, Empat jam lagi menjelang pagi. "Bolehkan?"

"Tentu saja. Jadi aku tidak harus sendirian sampai pagi." Sehun lagi-lagi tersenyum. Kopi yang di pegangnya sudah habis dan ia mulai menjarah minuman kaleng yang berada di dalam kantong plastik. "Noona, Apa yang akan kau katakan di rumah nanti tentang pengunduran dirimu?"

"Aku biasanya memang pulang pada tanggal yang sama untuk liburan musim panas. Jadi rasanya tidak perlu mengatakan apa-apa lagi. Ibuku akan menganggapnya sebagai kunjungan biasa. Oiya, Bagaimana kabar Kyungsoo sekarang?"

Sehun angkat bahu. "Seperti itulah, Kyungsoo masih anak yang sama."

"Dia beruntung punya dua saudara laki-laki yang melindunginya. Pasti senang menjadi Kyungsoo. Kekurangannya bisa di terima oleh siapa saja."

"Kau juga punya saudara laki-laki, kan? Jongin pasti juga melakukan hal yang sama."

"Tentu saja begitu seandainya dia ada disini. Jongin kuliah keluar negeri, sudah memasuki tahun kedua. Tapi walau bagaimanapun aku yang lebih banyak melindunginya karena aku anak yang paling tua."

"Aku mengerti perasaanmu." Sehun menerawang lagi. Setidaknya, sebelum Sehan kembali, Sehun adalah anak sulung dalam keluarganya dan ia memiliki kewajiban penuh menjaga adiknya. Tapi setelah Sehan ada di sisi Kyungsoo, perannya sebagai kakak pelan-pelan tidak begitu intens lagi. Sehun sekarang tidak menjadi kakak, ia malah menjadi adik dari Sehan karena Sehan mengayomi semuanya meskipun mereka tidak tinggal serumah.

.

.

.

.

"Kau sudah bangun?"

Suara Luhan terdengar samar di tutupi deburan ombak di tepi pantai. Sehun membuka matanya dan menatap langit yang sudah berubah warna menjadi putih, sudah pagi. Sehun duduk dan menepuk-nepuk pakaiannya yang di penuhi dengan pasir. Lalu menyentuh kepalanya dan tidak mendapatkan apa-apa. Kepalanya sama sekali tidak kotor, Sehun menoleh kebelakang dan melihat tas selempang yang terbuat dari kulit sintetis berwarna coklat milik Luhan ada disana.

Berarti ia tidur dengan tas Luhan sebagai alas kepalanya?

Sehun mengenang, semalam ia dan Luhan banyak bicara dan bercerita, tapi ia mengeluh karena tidak bisa menahan kantuk dan akhirnya tertidur. Sehun menggosok-gosok matanya dan memandang Luhan yang juga memandangnya.

"Kau tidak tidur? Bangun semalaman?" Luhan mengangguk, lalu tersenyum. "Padahal aku sudah minum kopi." Sehun mengeluh.

"Masih mengantuk? Ikut aku kerumah saja, Bagaimana?"

"Mana mungkin aku tidur disana."

"Aku tidak menawarkanmu tidur di rumahku. Aku menawarkan Secangkir kopi buatan rumah. Di jamin lebih jitu untuk menahan kantuk dibandingkan dengan kopi kalengan yang kau beli semalam."

"Kau juga suka kopi, noona?"

"Aku? Tidak, tapi ayahku suka dan aku selalu membuatkan kopi untuknya."

"Aku juga tidak begitu suka. Tapi aku mau mencicipi secangkir kopi buatan rumah."

Sehun menggosok-gosok tengkuknya, kepalanya terasa sakit, badannya juga sakit karena selama ini Sehun terbiasa tidur di tempat yang empuk. Meskipun pasir tidak begitu keras, pasir tetaplah tidak bisa disamakan dengan kasur air miliknya. Secangkir kopi buatan rumah yang di tawarkan Luhan mungkin akan sedikit membantu menghilangkan perasaan kantuknya, setelah itu ia akan meminta Sehan menjemputnya. Ini hari minggu, seharusnya Sehan tidak bekerja.

"Ini rumahku. Silahkan masuk." Luhan tersenyum kepadanya. Bahkan senyumnya-pun sangat bijaksana. Gadis itu benar-benar memiliki semua yang seorang guru miliki. Pasti sangat sedih meninggalkan asrama.

Sehun bertamu terlalu pagi, Ia sampai di ajak untuk sarapan bersama keluarga Xi yang ramah tamah. Makanan rumahan khas China yang di santapnya pagi ini-pun sangat jarang di temuinya karena di rumah mereka selalu makan roti. Terlahir dari seorang ibu yang berkewarganegaraan Prancis membuat Sehun mengenal roti lebih baik dari siapapun, menyukai croissant melebihi apapun.

"Ini, kopi buatan rumah. Selamat menikmati."

Luhan meletakkan secangkir kopi di meja ruang tamu dimana Sehun duduk dengan santai saat ini. Ayahnya, Tuan Xi sudah pergi beberapa menit yang lalu dan ibunya sedang sangat sibuk di dapur. Luhan duduk di sofa yang lain, yang juga berada di ruangan yang sama sambil memandanginya menyeruput kopi dengan sangat nikmat. Sehun dan Luhan tidak perlu berbicara apa-apa lagi, karena sesaat kemudian ponsel Sehun berbunyi dan Sehan sudah menunggunya di depan rumah. Sehun tadi menelponnya dan Luhan memberi tau alamatnya.

"Dia sudah menjemput?" Tanya Luhan saat melihat Sehun memandangi ponselnya. Sehun mengangguk lalu menyeruput kopinya sebanyak mungkin.

"Aku pulang dulu ya. Kopinya sangat enak. Aku harap bisa menikmatinya lagi di lain waktu. Terimakasih untuk semuanya dan salam untuk ibumu. Sampai jumpa."

Luhan membungkukkan badannya dan pintu tertutup.

.

.

.

.

"Bagaimana kau bisa sampai berada di rumahnya?" Tanya Sehan. Sehun bersandar di bangku mobil. Meskipun dirinya masih sangat lelah, ia tidak lagi merasa mengantuk. Kopi buatan rumah karya Luhan ternyata cukup mujarab.

"Aku bertemu dengannya di supermarket tadi malam. Dia kehilangan dompet dan aku bantu mencarinya." Jawabnya. Sehan kembali berkonsentrasi kearah jalan. Tapi Fikiran Sehun masih tertuju kepada Luhan. "Dia bilang kalau dia sudah mengundurkan diri jadi guru. Katanya merasa tidak cocok. Padahal kau ingat kan hyung, di asrama dia adalah guru yang baik. Kau bahkan menitipkan Kyungsoo kepadanya."

"Kau sedang memberi tau atau bertanya?" Sehan menanggapi ucapannya dengan nada biasa. "Kalau kau sedang memberi tau, aku sudah tau. Kalau kau bertanya sebabnya, Aku juga sudah tau."

Sehun menoleh dan memandangi Sehan yang menatap lurus kedepan. "Tau? Apa sebabnya?"

"Ada sebuah kasus, Luhan terlibat skandal dengan seorang pejabat. Istri pejabat itu adalah klienku, dia mengira Luhan selingkuh dengan suaminya. Karena aku mengenal Luhan, aku berusaha bertanya dan Luhan menjawab kalau semuanya benar. Aku hampir kehilangan nyawa saat itu."

"Tidak mungkin. Dia bukan wanita yang seperti itu kan?"

"Tentu saja aku juga bereaksi sama denganmu. Jadi aku menyelidikinya, dari informan yang ku bayar aku mendapat cerita kalau pejabat itu, tuan Kris Wu dan Luhan memang memiliki hubungan khusus jauh sebelum laki-laki itu menikah dengan istrinya sekarang. Mereka berpisah dan masih berhubungan lewat telpon dan e- mail karena tuan Wu melanjutkan sekolah keluar negri. Luhan bahkan tidak tau kalau laki-laki itu sudah menikah. Bisa kau bayangkan bagaimana perasaannya saat itu? Istrinya datang mencaci makinya kesekolah dan mengatakan akan menuntutnya. Mendadak semuanya jadi pembicaraan yang sangat mengganggu di asrama dan kurasa itu penyebab Luhan sampai mengundurkan diri dari sekolah."

Sehun terkesiap.

Dia di khianati dan sekarang memilih untuk menderita?

Luhan melarikan diri dan Sehun tau bagaimana perasaanya. Perasaan yang sama dengan yang di rasakannya sekarang. Tapi yang wanita itu alami pasti jauh lebih kejam di bandingkan dengannya. Tidak banyak orang yang tau tentang dirinya dan Baekhyun, Tapi sangat banyak orang yang membicarakan Luhan.

Sehun bisa membayangkan bagaimana saat siswanya bergunjing di belakang saat Luhan sedang menjelaskan pelajaran di depan kelas, dan bagaimana ia harus menahan sendiri bisik-bisik semua orang tentang dirinya. Mungkin itu juga yang menyebabkan Luhan tidak memberitahukan kebenarannya kepada kedua orang tuanya, Sehun terkenang saat Luhan mengeluhkan kalau Kyungsoo sangat beruntung karena banyak orang yang melindunginya seolah-olah tidak ada seorangpun di dunia ini yang bisa melindunginya.

"Lalu bagaimana?" Sehun melanjutkan obrolannya dengan Sehan.

"Aku mengatakan kepada istrinya cerita yang sebenarnya, Kalau Luhan juga tidak tau apa-apa. Dia bahkan tidak tau kalau Kris Wu sudah menikah. Dia juga korban dan bodohnya Luhan tidak menyalahkannya sama sekali."

"Kenapa bisa begitu? Dia seharusnya bisa lebih cerdas dalam bersikap. Bukannya malah jadi bodoh!"

"Kenapa emosi?" Sehan memandang Sehun sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. "Cinta bisa membutakan segalanya, bukan?"

Sehun terpaku. Baekhyun juga begitu. Dia tidak marah saat Chanyeol mempermalukannya, tapi dia marah saat Sehun menciumnya. Cinta yang menyebabkan itu semua.

"Istri Kris Wu tidak terima karena dengan kata lain cerita itu malah menyiratkan kalau dialah yang merebutnya dari Luhan. Dia meminta mediasi dan minta di pertemukan dengan Luhan dan suaminya."

"Kapan itu diadakan?"

"Besok siang."

Besok siang?

Sehun menghela nafas berat. Wanita baik-baik mendapat cobaan besar sekarang.

Apa yang harus di lakukan untuk membantunya?

Sehun merasa kalau dirinya dan Luhan mengalami penderitaan yang sama. Ia mengerti bagaimana rasanya karena ia memiliki perasaan itu juga dan Sehun tau apa yang sedang Luhan butuhkan sekarang. Saat dia menderita, tidak ada seorangpun yang bisa membantunya. Sehun hanya selalu berusaha membantu dirinya sendiri meskipun ia sangat butuh bantuan. Luhan pasti juga begitu, ia sangat butuh bantuan sekarang, tapi gadis itu memilih untuk membantu dirinya sendiri dengan melarikan diri seperti yang Sehun lakukan selama ini.

Rumah bergaya minimalis, Khas rumah pinggir pantai milik Sehan terbuka lebar. Setelah turun dari mobil, Sehun segera berlarian masuk kekamarnya dan mengambil sebuah buku agenda di dalam tasnya. Ia kembali mengamati Jadwalnya besok. Besok, dia akan datang untuk membantu teman yang senasib dengan dirinya. Semoga dengan membantu Luhan bisa mengurangi penderitaan dalam hatinya, penderitaan karena sebab yang nyaris sama, karena sudah menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain.

.

.

.

To be continue

.

.

.

29 Desember 2016

with love, pichaa