Karena Tuhan

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Pairing : SasuNaru

Rated : T

"Bagaimana... Bagaimana kau bisa-hiks... Kau bisa mencintaiku seperti ini?" Isak Naru

"Karena Tuhanlah yang memberikan perasaan ini kedalam hatiku, Naru. Bagaimana aku bisa menolaknya, ketika hatiku sudah memilihmu dan tidak bisa berpaling kepada yang lain?"

Pagi yang indah. Langit begitu biru dengan beberapa awan seperti kapas yang berarak. Mentari menampakkan cahayanya yang berkilau. Hangat. Musim semi baru berjalan beberapa hari, dan bunga pink kebanggaan negrinya sedang bermekaran memenuhi pohonnya di sepanjang jalan.

"Ohayou... Hinata-chan" sebuah suara menginterupsi kegiatannya mengagumi pemandangan alam disekitarnya.

"Ohayou mo... Kiba-kun" jawab gadis bersurai Lavender itu dengan senyum lembutnya.

"Berangkat bersama?" tawar pemuda dengan tato segitiga di masing-masing pipinya. Yah, pemuda itu menawarkan tumpangan untuk Hinata yang berjalan kaki.

"A-arigatou... " jawab Hinata sambil menaiki bagian belakang sepeda Kiba.

"Pegangan ya" ujar Kiba mengingatkan, karena dia memang terbiasa ngebut jika sedang membonceng sahabat kecilnya itu.

"Ha'i" jawab Hinata. Dan mereka pun melaju dengan kencang menuju sekolah.

KIHS...

Halaman sekolah nampak ramai dengan datangnya para siswa-siswi KIHS. Nampak keceriaan yang terpancar dari mereka, saling tegur sapa, bergurau, bahkan ada yang sedang bergosip.

"Kita sampai" ujar Kiba sambil memarkirkan sepedanya. Hinata turun dari boncengan dan menanti Kiba untuk berangkat ke Kelas bersama, karena mereka memang satu kelas.

Sambil menunggu Kiba kembali, Hinata menyibukkan dirinya dengan melihat lalu lalang anak-anak yang juga baru berangkat, hingga ia melihat sosok sahabat sebangkunya.

"Uzu-chan..." Teriak Hinata lantang sambil melambaikan tanggannya penuh semangat, sebelum ia menyadari tindakannya yang OOC. Sosok yang dipanggail balas melambai dengan senyum manisnya dan berjalan menghampirinya.

"Hinata-chan, kau sendiri?" Tanya gadis berambut Dark blue yang tadi di panggil Hinata.

"Ie, aku berangkat bersama Kiba-kun" ujarnya dengan rona merah di pipinya, membuat gadis dihadapannya menatapnya menggoda.

"Souka?" Tanyanya dengan mimik jahil.

"Uzuna-chan... Jangan menggodaku" ujar Hinata kesal sambil menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Hahaha... Ha'i ha'i... " ujar Uzuna sambil menepuk rambut Hinata pelan, layaknya seorang kakak pada adiknya, dan Hinata tidak menolak karena ia merasa seperti memiliki seorang kakak jika bersama Uzuna.

"Yo, Uzuna" sapa Kiba yang dibalas sapaan juga oleh Uzuna. Mereka pun menuju kelas bersama-sama sambil sesekali bercanda, yang di dominasi oleh Kiba yang bercerita tentang Akamaru.

Bel masuk berbunyi, dan masuklah seorang laki-laki berambut gelap yang sangat menyeramkan. Siapa lagi jika bukan Orochimaru-sensei.

Orochimaru-sensei adalah guru paling killer di KIHS. Dia selalu menghukum murid-muridnya yang melanggar aturan dengan hukuman berat. Tidak tanggung-tanggung. Mereka yang bermasalah harus mengikuti pelajaran tambahan dan tinggal dirumahnya untuk dididik. Baik dalam segi akademik maupun perilaku. Ne~ mereka yang pernah menjalani hukuman itu langsung berubah 1800 dalam seminggu (mereka wajib menginap di rumah Orochimaru selama seminggu untuk bimbingan intensif). Sejak itu, tidak ada siswa yang berani membuat ulah di KIHS.

"Hm... Aku akan menyelesaikannya nanti. Jaa~" Gadis bersurai dark blue itu menghela nafas lega sambil menatap langit dihadapannya dengan senyuman.

Begini saja sudah cukup... Aku tidak perlu yang lain...

Dibenarkannya letak kacamata berframe kuning itu sebelum ia beranjak menuju kelas. Ya, saat ini dia berada di atap sekolah. Tempat ia terbiasa menyendiri dan menyelesaikan berbagai urusan yang harus ia selesaikan.

"Uzuna-chan~ dari mana saja?" Tanya Hinata manja ketika mereka bertemu di tangga. Ah, Hinata memang selalu manja jika berhadapan dengan Uzuna.

"Aku dari atap, Hinata-chan... Hehe~" jawab Uzuna dengan cengiran khasnya. Mereka berjalan menuju kelas, tanpa menyadari ada seseorang yang memperhatikan mereka.

Uzuna membuka ikatan sanggul rambutnya dan melepas kacamatanya begitu ia sampai di aparteman miliknya. Menghempaskan tubuh rampingnya ke kasur Queen size miliknya dan menutup matanya sejenak.

"Pergi! Aku tak ingin melihatmu lagi."

"Jika perlu, mati saja kau"!

Ingatan gadis itu kembali ke kejadian setahun yang lalu. Membuatnya tersenyum miris.

"Hah~ aku tidak tahu harus senang atau sedih" Uzuna membuka kelopak matanya, menampakkan iris lavender miliknya. Beranjak menuju beranda kamarnya, membuka pintu dan bersandar pada pintu menikmati semilir angin.

"Tapi yang jelas, aku tak lagi merasakan apa-apa. Mungkin kau berbahagia tanpaku-ah tidak. Kau pasti bahagia. Dan aku juga akan ikut berbahagian untukmu. Dengan kehidupan baruku. Terima kasih atas kata-katamu yang menyadarkanku. Kata-kata yang membuatku sadar bahwa aku memang tidak seharusnya berada disana, apalagi bersamamu."

"Aku sangat bahagia disini, tanpamu" ujarnya dengan senyuman, melepas beban yang selama ini membayangi dirinya. Ini adalah kehidupan barunya, dan ia tidak perlu lagi mengingat mereka. Toh, mereka tidak akan mencarinya, dan ia yakin itu. Bukan begitu, Ne? Kazemaki Uzuna? Atau bisa dipanggil Namikaze Uzumaki Naruto?

Sesosok gadis berambut pirang tampak sibuk memotret hasil desain bajunya untuk segera dikirimkan kepada sahabatnya yang sedang menunggu desain darinya untuk segera di kerjakan. Ia adalah Naruto Namikaze, atau biasa dipanggil Naru. Seorang desainer muda yang memiliki label produksi yang cukup terkenal di benua Eropa. Desain-desainnya selalu menjadi trend di benua itu. Desainnya yang khas dengan hiasan bunga matahari pada bagian tertentu yang menambah kesan manis, meskipun jenis baju itu tidak cocok berhiaskan bunga matahari, namun ia selalu mampu membuat hiasan khasnya itu tampak cantik dan tidak mengurangi keanggunan desainnya.

"Naru-chan~" sebuah suara menginterupsi kegiatannya. Membuatnya menoleh dan tersenyum lembut pada sahabatnya yang juga merupakan model tetap desain-desain bajunya. Yamanaka Ino.

"Ino-chan... Long time not see" ujarnya sambil memeluk sahabat baiknya itu, tak lupa mereka bercipika-cipiki ria.

"Of course. It's cause you'r so bussy and forget me. Mendokusei na" ujarnya membuat Naru tertawa.

"Kau benar-benar tertular virus si pemalas itu, Ne?" ujar Naru membuat Ino menggembungkan pipinya kesal, meski tak elak ada rona merah yang menjalari pipi seputih porselennya.

"Sudah-sudah. Aku tidak ingin membahas si pemalas itu" Ujar Ino menatap wajah Naru serius, membuat Naru menaikkan sebelah alisnya.

Ada apa? Batinnya bertanya. Tidak biasanya Ino Serius mode on. Ia hanya akan seperti ini jika membahas hal yang menurutnya sangat serius.

"Kau benar-benar bertunangan dengan si MERAH itu, Naru?" tanya Ino menekankan kata 'MERAH'.

Naru menghela nafas sejenak sebelum berlalu menuju lemari pendingin dan mengambil 2 buah soft drink dari dalamnya. Setelah menyerahkan salah satu minuman ringan itu pada Ino, Naru berjalan menuju jendela ruangannya. Duduk di tepiannya dan menatap langit yang berwarna sama dengan iris matanya kosong. Ino masih menunggu Naru dengan sabar. Ia sebenarnya tahu Naru sangat mencintai pemuda sombong itu, tapi ia tidak rela jika Naru mengorbankan perasaannya karena jelas-jelas pemuda sombong itu tidak mencintainya-cenderung benci malah, karena ia sudah memiliki kekasih dan tidak mau hubungannya terganggu oleh orang seperti Naru, yang ia anggap berisik, cerewet, bikin rusuh dan bodoh. Ck, enak saja. Bahkan IQ Naru lebih tinggi dari pada si sombong itu-Ino tidak sudi menyebut namanya-hanya saja Naru selalu mengalah dan tidak mau menonjol, kecuali jika terdesak-seperti di paksa keluarganya.

"Entahlah Ino. Kau tahu sendiri bagaimana hubungan kami. Aku tidak mau memaksanya, tapi kedua orang tua kami memaksa kami bersama. Kau tahu bagaimana aku, kan?" tanya Naru dengan wajah sendu.

Ino menghamipiri Naru dan memeluk sahabat dekatnya yang menjadi rapuh dan tidak bersemangat sejak mengetahui jika pujaan hatinya telah memiliki tambatan hati lain itu dengan sayang. Ah, jika saja ia laki-laki. Ia dengan senang hati akan menjadi kekasih Naru dan menjaganya. Naru sudah seperti saudaranya, bagian dari dirinya, hidupnya, meski mereka bukan saudara. Namun ia sangat menyayangi Naru yang memiliki hati yang begitu tulus.

"Kau sudah membicarakan ini dengannya? Aku tidak ingin ia tetap melanjutkan hubungannya dengan gadis bubble gum-Oh Ino juga tidak sudi menyebut nama gadis perebut tunangan orang dan mantan sahabatnya itui- itu dan semakin menyakitimu. Aku tidak suka melihatmu bersedih seperti ini Naru. Kau tahu, kan? Aku begitu menyayangimu?" Tanyanya yang dijawab anggukan Naru.

"Kau harus mengambil sikap, Naru. Kau yang melepasnya, atau dia yang melepasmu. Hidupmu masih panjang. Kau masih sangat muda, ingat? Aku tidak mau hidupmu sia-sia hanya karena pemuda sombong dan bodoh itu. Ck, wajahnya saja tampan tapi tak bermoral" cibit Ino di akhir nasehatnya. Membuat Naru terkekeh.

"Begitu-begitu, kau pernah menjadi fans-girl ya, Ino-chan" ujar Naru yang membuat Ino sebal. Ia tidak suka mengingat kebodohannya yang pernah menjadi pengagum laki-laki MERAH itu.

"Ck, jangan bahas itu lagi. Aku benar-benar bodoh sudah pernah mengagumi orang seperti dia. Nah, lupakan dia. Sekarang bagaimana desain-desainmu? Ingat, bulan depan kau sudah harus mengadakan show untuk rancangan gaun musim semi, dan aku tidak ingin tampil dengan gaun biasa yang kau buat dengan frustasi. Aku ingin tampilanku sempurna dari desain yang kau buat dengan sepenuh hati, ok?"

"Ha'i, My Lady" ujar Naru sambil menekuk tangan kirinya di depan sedangkan tangan kanannya menjulur kebelakang dan membungkukkan badanya 90 derajat. Layaknya seorang pelayan yang siap melakukan perintah tuannya.

Dengan wajah ceria Naru menarik tangan Ino dan menunjukkan desain-desainnya yang akan segera ia kirimkan kepada sahabat dan calon kakak iparnya (jika jadi), Sabaku Temari yang juga merupakan koleganya dalam bisnisnya.

Ah, usia Naru sekarang baru 16 tahun, dan ia sudah menjadi seorang pebisnis muda karena telah menyelesaikan studi bisnis dan desainnya diusia 14 dan 15nya, ia berkenalan dengan Ino ketika mereka satu kampus di Amerika, dimana Ino menatap Naru tidak percaya ketika tahu jarak umur diantara mereka yang cukup jauh saat itu, 7 tahun. Dan sejak itu Ino yang sangat menyayanginya bertindak sebagai seorang kakak yang menjaga adiknya dari orang-orang yang berniat menggoda Naru, karena wajah rupawan gadis itu ditambah usianya yang masih sangat remaja sehingga masih imut-imut membuat Naru banyak yang suka dan menggodanya. Dan disana pulalah, Naru mengenal orang yang sekarang berstatus sebagai tunangannya, putra bungsu sahabat kedua orang tuanya dan senpainya di kampus, Sabaku Gaara.

Sebenarnya, dulu Naru dan Gaara pernah berpacaran dan mereka saling mencintai. Namun semua itu berubah sejak Gaara bertemu dengan cinta pertamanya, Haruno Sakura yang juga merupakan sahabat Ino. Gaara berpaling dari Naruto, berubah dingin dan kasar padanya hingga memutuskannya kemudian-sebelum akhirnya mereka dijodohkan-hingga pertunangan itu terjadi. Ino yang mengetahui ulah sahabatnya-yang dengan sengaja merebut Gaara yang memang dicintainya sejak dulu-berubah membenci sahabatnya itu. Ia tidak suka cara Sakura yang menurutnya kotor, menghasut Gaara agar membenci Naru dan menggodanya hingga akhirnya Gaara jatuh kepelukannya. Ah~ Ino benci mengingat itu semua, apalagi mengingat wajah dua orang yang melukai hati Naru.

"Aku suka ungu ini. Bagus sekali, Naru. Kau benar-benar berbakat. Andai saja orang tuamu tahu bakatmu ini, mereka pasti akan bangga-" Ups, Ino menutup mulutnya. Ia melupakan satu hal penting. Keluarga Naru sangat mengharapkan Naru untuk melanjutkan bisnis keluarga mereka, sehingga mereka mengharuskan Naru untuk menyelesaikan Studi Magister ilmu bisnisnya sebelum kembali ke Jepang dan memimpin salah satu perusahaan keluarga, Uzumaki Corp, karena Namikaze Corp berada di bawah kendali Kakaknya, Namikaze Kyuubi. Sedangkan Namikaze Sasori, kakak kedua Naru lebih memilih meninggalkan rumah dan membuka bisnis patung dan boneka-bekerjasama dengan Sabaku Kankuro sahabatnya-yang sekarang berjaya di Belanda. Ah, andai ia seberani kakaknya, ia juga akan meninggalkan rumah untuk mengikuti jejak kakaknya, mengejar impiannya.

"Tidak apa-apa, Ino. Aku senang kau menyukai gaun itu, karena memang gaun itu kubuat khusus untukmu" ujar Naru dengan cengiran khasnya, menyembunyikan kesedihan hatinya mengingat ini merupakan tahun terakhirnya untuk bisa melakukan apa yang ia sukai. Ya, ia membuka bisnis ini tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya-dengan nama samaran Kazemaki Uzuna (diambil dari nama Namikaze Uzumaki)-karena keduanya akan murka jika tahu Naru tidak fokus pada pendidikannya sehingga bisa saja langsung menjemput Naru untuk pulang ke Jepang dan membuatnya terpenjara dalam perusahaan, bahkan mungkin akan langsung menikahkannya dengan Gaara, mengingat kedua keluarga menunda pernikahan sehingga melakukan pertunangan saja karena usia Naru yang masih sangat muda. Ah, Naru tidak ingin menikah dengan orang yang tidak mencintainya, meski ia masih memiliki cinta untuk pemuda itu. Dan ia harus menyelesaikan masalahnya ini segera, sebelum ia kembali ke Jepang dan bertemu dengan Gaara.

"Ino, bisa aku minta tolong padamu?" Tanya Naru penuh harap.

"Aku akan pergi beberapa hari. Kau benar, aku harus menyelesaikan masalah ini dengan Gaara, secepatnya. Dan aku ingin menemuinya sebelum kepulanganku ke Jepang bulan Maret nanti. Karena itu..." Naru menghela nafas sejenak. Entah kenapa, tiba-tiba kata-kata itu terlintas dalam benaknya.

"Bisakah kau melanjutkan bisnis ini bersama Temari-nee selama aku tidak ada? Aku tahu kau kurang akrab dengan Temari-nee karena dia adalah mantan Shikamaru-nii. Tapi kali ini, bisakah aku menitipkan impianku padamu?" Tanya Naru yang tentu mengagetkannya. Entah kenapa kata-kata Naru seolah mengatakan jika ia kan pergi jauh hingga mungkin saja tidak kembali.

"Naru? Kenapa kau-"

"Aku mohon~" pinta Naru dengan sangat. Ah, bukan. Bukannya Ino tidak mau melakukannya, ia sudah tidak mempermasalahkan hubungan Temari dengan kekasihnya dulu, meski ia tidak yakin bisa akrab dengan Temari, namun ia yakin mereka bisa bersikap profesional, bahkan jika beruntung mereka bisa berteman setelah saling mengenal nanti. Ia orang yang supel dan gampang bergaul, dan ia tahu Temari juga begitu meski tertutupi oleh sifat judesnya itu. Tapi... Entah kenapa yang membuatnya berat mengatakan ya adalah... Ketika ia merasakan firasat tidak enak yang seolah mengatakan Naru akan pergi meninggalkannya-meski pergi ke Jepang menemui Gaara juga termasuk meninggalkannya-tapi... Ino tidak ingin melanjutkan pikirannya. Ia takut hal yang terlintas dipikirannya tadi terjadi, ia sangat tidak menginginkannya. Naru adalah belahan jiwanya, sahabat yang selalu mengerti dirinya, manja seperti seorang adik, namun juga bisa sangat dewasa layaknya seorang kakak dan ibu untuk Ino. Ia tidak ingin terjadi apa-apa pada Naru.

"Baiklah... Aku akan melakukannya. Tapi berjanjilah, Naru. Kau akan kembali. Dengan atau tanpa Gaara di sampingmu, aku ingin kau berjanji KEMBALI kemari. Dalam keadaan selamat tanpa kurang suatu apapun, mengerti?" Tanya Ino yang menekankan kata kembali.

"Ha'i. Tentu saja aku akan kembali. Meski tidak ada si Panda itu-panggilan kesayangannya untuk Gaara-aku akan tetap kembali. Aku tidak bodoh, Ino. Didunia ini bukan hanya dia laki-laki yang ada, dan aku tidak mungkin menggantungkan hidupku hanya kepadanya. Pegang kata-kataku. Aku tetap bisa hidup dan akan bertahan hidup, dengan atau tanpa Gaara" ujar Naru mantap, ia tidak akan mengira jika kata-kata itulah yang akan membuatnya tertolong. Membuatnya harus menepati janjinya untuk sahabat yang begitu menyayanginya, menerimanya apa adanya. Karena ia tahu, Ino berteman dengannya bukan karena statusnya, dan ia bisa melihat ketulusan Ino dalam menyayanginya.

"Tentu. Aku pegang kata-katamu" jawab Ino yang sedikit lega.

Mereka tidak menyangka akan ada badai besar di hadapan mereka, yang menguji janji antar sahabat yang mereka buat.

Seminggu kemudian, terdengar kabar yang begitu mengejutkan. Pesawat yang ditumpangi oleh Naru mengalami kecelakaan, dan hanya sedikit orang yang selamat. Sayangnya, dalam kabar bahagia itu, tidak ada nama Naru yang tersebut. Jenazahnya tidak diketemukan. Diduga ia jatuh ke lautan lepas, atau terbakar bersama bangkai pesawat yang sudah hangus hampir tak bersisa. Menyisakan kesedihan untuk orang-orang yang dikenalnya, serta penyesalan seseorang. Seseorang yang sangat mencintainya.

Bunyi alarm handphonenya membuatnya terbangun. Mengacak-acak rambutnya sambil tersenyum kecut. Astaga... Mimpi itu. Ia segera beranjak menuju kamar mandi untuk mendinginkan kepalannya. Ternyata, tidur bukanlah cara yang tepat untuk mengisi waktu, karena hanya akan membuatnya mengingat kejadian itu. Masa lalunya.

Setelah selesai mandi ia segera menyalakan laptop putihnya. Sambil menunggunya menyala sempurna, Naru mengeringkan rambutnya dengan handuk. Ia segera membuka browser dan membuka emailnya.

From : YamanakaIno

To : Kazemaki Uzuna

Subject : Bagaimana kabarmu?

Na, bagaimana kabarmu? Aku sangat merindukanmu. Kenapa kau tidak mengijinkanku pergi ke Konoha? Hm? Kau tahu, ini sudah setahun berlalu, dan kau tidak juga mau bertemu denganku. Oh ayolah~ berbicara lewat video call itu tidak cukup. Kau tidak ingin mendengar kabarku dan si pemalas itu? Kami sudah bertunangan dan akan segera menikah. Awas saja jika kau tidak hadir di pernikahanku nanti, kau akan menyesal.

Hah~ Na, aku benar-benar ingin bertemu denganmu. Kau tahu, Shikamaru sampai cemburu karena tahu aku begitu merindukanmu, tidak seperti aku merindukannya. Oh, ayolah... Apakah kerinduanku itu harus ditunjukkan? Aku kan malu~

Naru tertawa sejenak membayangkan wajah merona Ino yang sudah tidak dilihatnya setahun ini.

Na, kuharap kau bisa datang di pernikahanku dua bulan lagi. Aku benar-benar ingin bertemu denganmu dan menjadikanmu sebagai pengiring pengantinku, seperti yang selama ini aku impikan. Bisakah? Bisakah kau memenuhi janjimu? Kembali kemari dan hidup dengan atau tanpa dirinya?

Aku merindukanmu.

With love

Yamanaka Ino

NB: sebentar lagi Nara Ino :) (singkat sekali~)

Naru termenung membaca pesan terakhir Ino.

Kembali, hm?

Naru masih menatap langit luas dihadapannya tanpa memperhatikan sekitar, tidak menyadari ada orang lain disampingnya dan memanggilnya sedari tadi hingga salah satunya jengkel.

"Uzuna-chan~" panggil Kiba keras membuat telinga Naru berdenging.

"Kiba! Bisakah kau memanggilku dengan cara yang normal?" Tanya Naru kesal sambil mengusap-usap telinganya.

"Ck, normal katamu? Kami sudah memanggilmu sedari tadi. Kau bahkan tidak menyadari kedatangan kami dan mendengar panggilan Hinata-chan yang dari tadi khawatir padamu, hm?" balas Kiba tak kalah kesal.

"Ah, Souka? Maafkan aku ya, Hinata-chan. Aku sedang melamun tadi, hehe" ujar Naru merasa bersalah.

"Ie, Daijoubu. Aku hanya merasa khawatir saja. Kau tidak apa-apa kan, Uzu-chan?" Tanya Hinata khawatir. Naru tersenyum mendengar nada khawatir Hinata. Ia jadi mengingat Ino jika melihat Hinata, meski sikap mereka bertolak belakang.

"Tidak apa-apa... Aku hanya merindukan sahabatku, dan kau sangat mirip dengannya, selalu mengkhawatirkanku" ujar Naru sambil mencubit kedua pipi Hinata gemas. Membuat Kiba cemburu saja.

"Hahaha... Wajahmu sangat jelek Kiba. Kau pasti cemburu padaku, iya kan?" Tanya Naru memprofokasi.

"Tentu saja. Aku saja tidak pernah mencubit pipi Hinata seperti itu" ujar Kiba lantang, membuat Hinata merona mendengarnya.

"Memangnya kenap? Kau kan bukan siapa-siapanya? Memangnya kau punya perasaan apa pada Hinata?" Tanya Naru sambil merangkul Hinata.

"Karena aku menyukainya, bodoh. Bagaimana mingkin-" ah, akhirnya Kiba sadar dengan apa yang ia katakan, dan itu membuatnya salah tingkah sedangkan Hinata? Wajahnya semakin merona malu.

"Hahaha... Jadi kau menyukai Hinata, hm? Baiklah, aku akan pergi dari sini. Kalian harus menyelesaikan masalah kalian. Dan aku ingin mendengar kabar baik jika kita bertemu di kelas nanti. Jaa ne" ujar Naru meninggalkan dua sejoli yang saling terdiam malu sambil sesekali melemparkan pandangan mereka satu sama lain. Kiba yang tidak tahan hanya berdiam diri seperti itu akhirnya membuka suaranya.

"Hinata" suara mebuat Hinata memberanikan diri menatapnya, meski ia berusaha untuk menyembunyikan rona diwajahnya dengan rambut indigo panjangnya.

"Ha-Ha'i"

"A-aku menyukaimu. Maukah kau menjadi kekasihku?" Tanya Kiba dengan wajahnya yang sangat memerah.

"A-aku... A-aku m-mau" jawab Hinata malu-malu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Sedangkan Kiba menatap Hinata tak percaya. Benarkah? Benarkah Hinata menerimanya?

Dan hari itu, Naru bahagia bisa membuat kedua sahabatnya bersatu. Ia sudah tahu sejak awal jika keduanya saling menyukai, hanya saja mereka malu. Mereka benar-benar beruntung.

Naru membulatkan matanya tak percaya. Dihadapannya... Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin ada yang tahu tempat tinggalnya di Konoha? Kota pelajar yang terkenal meski letaknya di daerah pinggiran pegunungan yang sejuk.

"Long time no see, Hime" Sosok dihadapannya dengan senyuman yang sangat dirindukannya. Sosok yang sudah lama tidak pernah ia temui sejak terakhir kali mereka bersama, 5 tahun yang lalu.

"Nii-san?" Tanya Naru tidak percaya. Kedua tanggannya menutup mulutnya yang mulai mengeluarkan isak tangis haru. Dihdapannya, berdiri sosok Namikaze Sasori, kakak yang sangat disayanginya, yang pergi meninggalkannya untuk mengejar cita-citanya sendiri. Meski mereka tidak pernah kehilangan kontak lewat telpon, kecuali sejak setahun yang lalu.

"Yes, I am. Didn't you want to hug me?" Tanya Sasori sambil merentangkan kedua tangannya.

"Nii-san" Naru segera memeluk Sasori dan menumpahkan segala kerinduan diantara mereka.

"Aku sangat merindukanmu" ujar Naru disela isak tangisnya.

"Hm... Aku tahu. Aku juga merindukanmu" Sambil merenggangkan pelukan Naru, Sasori menatap wajah rupawan adiknya. Adik kecilnya yang dulu selalu ia jaga dan lindungi, bahkan dari kedua orang tuanya yang melihat bakat terpendam Naru, kemampuan bisnisnya yang luar biasa. Ia mencoba sekuat tenaga melindungi adiknya agar kedua orang tuanya tidak tahu, namun sepandai-pandainyainya menyembunyikan bangkai tetap akan tercium juga. Kejeniusan Naru akhirnya terkuak ketika guru sekolah dasarnya mendatangi ayahnya dan memberitahukan kemampuan Naru. Sejak itu, apapun yang coba ia lakukan sia-sia. Bahkan meski ia mencoba untuk meninggalkan impiannya menjadi seniman, kedua orang tuanya tetap saja berusaha membuat Naru menjadi penerus salah satu perusahaan keluarga mereka. Sedangkan ia yang juga akan diberi tampuk kepemimpinan memilih pergi, pergi mengejar impiannya setelah usahanya gagal. Ia merasa tidak ada gunanya berada disana, jika Naru tidak bisa bebas. Bebas merasakan kehidupan remaja normal sebagaimana mestinya.

"Jadi... Bisakah kau menceritakan apa yang terjadi padamu selama aku tidak ada? Aku ingin dengar semuanya. Termasuk hubunganmu dengan bocah Sabaku itu dan kecelakaan itu. Understand?"

"Ha'i" Jawab Naru pasrah. Tak apa-apa. Tidak apa-apa membuka kembali luka lama. Toh ia tahu kakaknya akan selalu melindunginya. Kakaknya disini, dan ia yakin kakaknya tidak akan lagi meninggalkannya.

Baginya, Sasori pengganti kedua orang tuanya. Karena keduanya tidak pernah memperhatikannya kecuali potensi bisnisnya, sedangkan kasih sayang keduanya lebih banyak tercurah kepada si sulung yang memang membanggakan. Seolah dia dan Sasori tidak ada. Karenanya mereka berdua saling melengkapi, meskipun Kyuubi juga tidak pernah mengacuhkan mereka, bahkan ia menyayangkan perhatian kedua orang tuanya yang hanya terfokus padanya yang merupakan anak sulung dan berbakat dalam bisnis keluarganya, sesuatu yang memang menjadi minat Kyuubi. Tidak seperti Sasori dan Naru yang lebih berjiwa seni sebagaimana kakek mereka, Senju Hashirama. Seorang seniman lukisan terkenal, karena memang keluarganya adalah keluarga berjiwa seni. Entah patung, lukisan, musik, maupun desain. Hanya saja Uzumaki Kushina lebih tertarik dengan bisnis sebagaimana ibunya, Uzumaki Mito. Karena sejak kecil ia tinggal bersama ibunya setelah Hashirama dan Mito bercerai.

TBC

Hehehe... Tadinya mau bikin satu chap aja, tapi kepanjangan. Makanya di potong dulu. Yosh, selamat membaca :) dan semoga kalian suka. Maaf juga jika ceritanya GJ, hehehe