Dan disinilah, cerita bergulir...

Ketika Midoriya Izuku – remaja berambut hijau agak keriting itu duduk dipinggir lapangan tempat latihan, matanya menatap jauh kedepan saat terpaan angin membuai wajahnya yang terlamun beberapa saat.

Senyumnya mengembang, namun disaat bersamaan ada rasa yang berbeda dari senyumnya yang terlihat begitu tulus...

Jauh disana – Uraraka Ochaco, si gadis berambut coklat bob pendek yang asik mengamati Bakugo Katsuki yang sibuk melatih tubuhnya dengan keras. Ia terlihat riang, manis, dan cantik meski dari kejauhan.

Dan jauh untuk menggapainya...

Izuku menghela nafas panjang, kedua tangannya yang menempel ditanah sebagai penopang tubuhnya serasa melemas saat mengkhayalkan hal yang begitu manis untuk menjadi sebuah kenyataan.

Mau bagaimana lagi? Dirinya tidak keren seperti Kacchan dan Todoroki Shouto. Atau setidaknya pintar dan tanggap seperti Iida Tenya

"Kau disini rupanya, Midoriya-kun" Sejenak Izuku menoleh kesamping, mendapati Iida Tenya si ketua kelas yang menyapanya seperti biasa dan ikut duduk disebelahnya – sekedar mengistirahatkan diri. Jadi? Orang yang sedang ia bayangkan tiba-tiba datang?

"Masih mengamatinya lagi? Seperti biasa?" tanya Iida dengan nada yang sama

"..."

"Yah, Kacchan begitu hebat bukan?" Terdiam beberapa saat sebelumnya, Izuku lalu mengucapkan beberapa patah kata. Meski niatnya hanya untuk mengalihkan pembicaraan.

"Kau mengalihkan pertanyaanku lagi, aku tahu matamu tertuju pada Uraraka-san"

Izuku tertawa pilu saat Iida menyadari pandangannya yang mengarah kemana. Ia menengadahkan kepalanya keatas dengan senyum yang sama seperti sebelumnya, memandangi langit biru yang indah dengan berjuta cerita didalamnya.

Uraraka Ochaco – gadis yang belakangan menjadi pusat perhatiannya. Rambut bob pendek yang membuat kepalanya terlihat bulat, matanya yang berwarna coklat juga senyum manisnya yang selalu mengalihkan perhatian Izuku setiap harinya.

Teringat ketika pertama kalinya Ochaco membantunya yang terlalu gugup saat ujian masuk SMA U.A pada saat itu, ketika rasa gugupnya membuatnya tak bisa menyeimbangkan tubuhnya hingga hampir terjatuh jika tidak dibantu oleh Ochaco – dan itulah kontak pertamanya dengan sang gadis.

Dan sekarang pun...

Mereka menjadi sahabat yang cukup erat – meski terkadang ada sedikit rasa egois yang membuat Izuku merasa ingin lebih dari itu...

"Kau curang Iida-kun. Apa kau sampai menyadarinya sampai sejauh itu?"

"..."

"Aku bahkan menyadarinya sejak pertama kali kau memperbolehkannya memanggilmu dengan nama Deku" tutur Iida Tenya sambil menghempaskan nafasnya. Lalu membaringkan tubuhnya dengan tangan yang disilangkan sebagai bantalan kepalanya.

"Iida-kun..."

Izuku menolehkan kepalanya kearah Iida, mendapati pemuda yang terkenal dengan ketegasannya sebagai ketua kelas itu terbaring dengan pandangan mata yang penuh khayalan tentang hal yang tidak diketahui Izuku

Kedua tangan Izuku perlahan bergetar. Entah kenapa ini terjadi seperti tidak biasanya...

"Midoriya-kun, kau menyukainya kan?" Itu pertanyaan yang agak frontal sih, tapi mau bagaimanapun Izuku memang sulit untuk tidak mengakuinya

"I-Itu terlalu cepat untuk ditanyakan kan?! Iida-kun?!"

"Apa tak pernah terlintas dipikiranmu untuk mengutarakan perasaanmu padanya?" Izuku terdiam seribu bahasa, saat ide yang begitu cemerlang datang dengan Iida Tenya sebagai perantaranya...

Mengutarakan perasaan kah...?


:: Heromonogatari ::

My Hero Academia - Kohei Horikoshi [This is Purely Fanfiction. Made only to bring about entertainment of romance for those who read]

Tags :: Romance, Drama[?], Hurt/Comfort

Rating :: T for Teenager

[ A/N ] :: Kebelet pengen nulis? Enggak, enggak, enggak! anggap aja ini first impression-ku terhadap unsur Romance yang ada di animu My Hero Academia yang digabung dengan apa yang ada difandom FFN. Mau bagaimana lagi? Fandom BnHA didominasi dengan Pairing yang bukan kesukaanku, jadi kupikir mending nulis dengan Romance dari OTP favoritku meski dengan ending yang berbeda [Ada sedikit kekurangan dalam menulis, jadi mohon dimaklumi jika alur cerita kekurangan feel] [Happy Reading!]


Bagi Midoriya Izuku – gadis manis yang bernama Uraraka Ochaco adalah sebuah cahaya khusus baginya.

Ketika Ochaco menyapanya ditiap pagi yang cerah, senyumnya yang membuat harinya sedikit lebih berwarna, sifat perhatiannya dikala Izuku kembali terluka karena menggunakan Quirk-nya.

Izuku sendiri bingung, kenapa perasaan ini harus terjadi padanya? Sebuah perasaan tertarik pada lawan jenisnya sendiri dikala ia masih duduk dibangku SMA – dan perasaan itu tertuju pada Uraraka Ochaco!

Bukankah itu terlalu cepat?

"Pagi! Deku-kun!"

"Pa-Pagi! Uraraka-san!"

Dan dikelas pun, Izuku masih terasa gugup ketika gadis berambut bob pendek itu menyapanya dengan senyum seperti biasanya.

Ketika ia kini tengah mengerjakan PR yang bahasa inggris yang seharusnya dikumpul sekarang, dan secara tiba-tiba Ochaco menyapanya. Mata mereka berpandangan satu sama lain, meski diwajah Izuku ada sedikit pendaran merah yang agak memalukan untuk disadari orang banyak.

"Are? Kau sedang mengerjakan apa?" Sejenak sebuah pertanyaan sekedar basa-basi keluar dari bibir Ochaco kala pandangan matanya mendapati Izuku yang sibuk dengan bukunya.

"A-Aku sedang mengerjakan PR yang belum selesai. Kau sudah selesai Uraraka-san?" tanya Izuku sopan setelah matanya mengarah kearah lain. Tangannya iseng menggaruk kepala belakangnya yang tak gatal sama sekali.

"Aku sudah selesai kok!" ucap Ochaco enteng lalu kembali berjalan menuju bangkunya tepat setelah memberi senyum yang membuat Izuku sempat terpaku beberapa saat.

Dan begitulah yang dirasakan Izuku setiap harinya...

Matanya terpaku ketika Ochaco melintas melewatinya tanpa beban sedikitpun, ada sedikit rasa egois yang membuatnya ingin lebih lama berbicara dengan Ochaco saat tangannya kini mencoba menggapai tubuh gadis itu – namun sayang itu tak akan pernah tercapai.

Senyumnya perlahan luntur seiring dengan pandangannya yang menunduk menatap ke bawah. Entah apa yang ia pikirkan saat ini namun itu tidak akan menjadi kenyataan untuk saat ini.

Maksudnya – Ochaco itu punya perasaan terhadap Katsuki kan?

Ketika sering kali Izuku mendapati Ochaco yang terus mengamati Katsuki hingga membuat remaja emosian itu terkadang kesal, bahkan sering kali Izuku mendapati Ochaco yang mencoba mencari perhatian Katsuki dengan mengajaknya mengobrolkan sesuatu meski Katsuki terkadang enggan meladeninya.

Dan sementara – dirinya sendiri?

"Ara! pagi Bakugo-kun!"

Telinga Izuku tidak akan pernah berbohong hingga sampai akhir dunia pun. Kepalanya terangkat saat nada bicara yang riang itu mengganggu indra pendengarannya bersamaan dengan matanya yang memerangkap dua pasang insan yang saling berhadapan.

Ochaco dan Katsuki...

"Kau lagi Muka bulat? Kau menghalangi jalanku" ucap Katsuki yang terlihat agak sedikit kesal. Wajar sih, pemuda tipe tempramen sepertinya selalu membuat orang terkadang jengkel karena ulahnya yang senang meremehkan orang lain.

"Mou~ Bakugo-kun~ Padahal aku menyapamu lho!" Ochaco mengerucutkan bibirnya. Ada sedikit rasa tak puas ketika sapaannya yang awalnya dibalas dengan normal malah menjadi sebaliknya.

Izuku tersenyum simpul. Mau bagaimana pun jika ia berada diantara mereka, ia tidak akan bisa berada ikut kedalam apa yang saat ini mereka bicarakan – dirinya hanyalah menjadi peran sampingan saja.

Ada perasaaan pilu yang agak sesak didalam dadanya ketika melihat Ochaco yang begitu lengket terhadap Kacchan (Yang notabene sering membully-nya dimasa SMP dulu). Ochaco yang terlihat begitu antusias sambil mengenggam sepasang tangan Katsuki sementara remaja berambut ash blonde itu hanya terlihat kesal.

Itulah hubungan mereka berdua – begitu dekat...

Bahkan Izuku terkadang berpikir ia tidak akan bisa meraih keinginan kecilnya itu, meski suatu saat nanti ia pasti akan melakukan apa yang diucapkan Iida Tenya sebelumnya – Kokuhaku.

"Ne~ Ne~! Jam istirahat nanti kau mau ke kantin bareng denganku? Bakugo-kun?" Ochaco kembali mengeluarkan suara manisnya. Entah setan apa yang merasukinya hingga mau mengajak pemuda yang cepat naik darah itu pergi bareng ke kantin.

"Kau selalu berisik didepanku muka bulat!" dan seperti yang ia duga - tanggapan yang dikeluarkan Katsuki terasa begitu menohok meski sebenarnya ia tidak begitu menyakiti

"Hee? Ayolah~"

"Terserah padamu sajalah!"

Izuku mengulum senyumnya. Pandangannya kini beralih pada bukunya sekarang mencoba fokus pada pelajarannya – meski itu terasa sedikit sulit karena hilang konsentrasi

'Ke kantin kah?'

.

.

.

.

Dan disinilah...

Tepat dibawah pohon yang begitu rindang ini yang berhadapan langsung dengan lapangan tempat para siswa latihan. Berbekal sebuah roti isi selai, Izuku perlahan terduduk dan bersandar dibatang pohon itu, menikmati makan siangnya yang terasa agak sepi.

Punggungnya terasa agak sakit ketika secara kasar ia menyandarkan tubuhnya pada batang pohon itu. Pandangan matanya sendiri jauh menatap langit biru dengan aksen putih abstrak yang terus bergerak terbawa angin.

Tangannya yang menggenggam roti isi selai itu perlahan membawanya kedepan mulutnya sebelum akhirnya ia menggigitnya dengan perlahan, mengisi perut dengan sebuah roti bukanlah hal tidak wajar, toh ia sendiri juga malas untuk pergi ke kantin.

Mau bagaimana lagi? Tidak ada yang mau mengajaknya pergi ke tempat dimana hampir seperempat siswa berkumpul itu.

*Haup!*

Mencoba menghilangkan pikiran yang saat ini mengganggunya, Izuku tiba-tiba menelan bulat-bulat roti isi yang ada digenggamannya. Agak sulit untuk langsung ditelan memang akibat ulahnya sendiri, namun perlahan bisa ia telan.

"..."

Izuku menghela nafasnya pelan sembari menutup matanya, kedua kakinya secara perlahan ia luruskan kedepan berbarengan dengan kepalanya yang menengadah keatas menikmati hempasan angin yang begitu nikmat.

Entah kenapa – belakangan pikirannya terus berkecamuk hingga membuatnya tidak bisa konsentrasi sama sekali. Ketika hatinya terus berdegup kencang setiap hari dengan khayalan yang terus terpaku pada seorang gadis yang menjadi perhatiannya belakangan.

Uraraka Ochaco...

Kembali berputar dikepalanya saat dirinya menolong si gadis berambut bob coklat dengan bentuk wajah yang bulat itu dari serangan robot saat tes masuk SMA U.A, dimana saat itu ia menggunakan Quirk hasil pemberian All Might untuk yang pertama kalinya.

Agak ceroboh memang, bahkan akibat dari kekuatannya ia harus menerima luka parah dikedua kaki serta satu tangannya yang patah.

Namun, mau bagaimanapun...

Semuanya seolah terbayarkan dengan senyum yang diberikan Ochaco. Itu terdengar begitu bodoh namun Izuku tidak peduli sama sekali selama gadis yang ia selamatkan dalam keadaan baik-baik saja.

Dan bahkan lebih dari itu – Izuku kembali dikejutkan dengan Ochaco yang mencoba memberikan pointnya saat tes masuk akibat Izuku yang tak memiliki nilai sama sekali. Entah mengapa, namun hal itulah menjadi satu dari semua alasan yang membuatnya terus terpaku pada sosok Ochaco.

Terus terpaku, terus kepikiran, dan terus terbayang tentang Ochaco...

Dan lebih dari itu...

Gadis itu – Uraraka Ochaco – lah yang seenaknya telah mengubah arti dari nama Deku yang awalnya digunakan sebagai nama ejekan yang berganti menjadi nama yang terdengar menarik.

Dasar! Midoriya Izuku bahkan menjadi salah tingkah sendiri saat ingatan itu kembali berputar dikepalanya.

Uraraka Ochaco – dia gadis yang baik dengan senyum yang selalu membuat suasana disekitarnya menjadi hangat, sosok gadis yang menjadi satu penyemangat dikala teman-temannya tengah dalam keadaan terpuruk, gadis yang memiliki pandangan mata optimis yang terkadang membuat Izuku begitu menyukai tatapan matanya.

"Deku-kun..."

Bahkan nama panggilan itu masih berdengung dengan jelas ditelinganya, sebuah nama yang membuat Izuku tak akan pernah menyangka jika suatu hari seorang gadis mengubah makna dari nama panggilannya dengan seenaknya.

"Deku-kun..."

"..."

"Deku-kun!"

"Are?"

Izuku membuka matanya dengan cepat, ia tidak menyangka jika dirinya tenggelam dalam khayalannya sendiri.

Uraraka Ochaco – ia tidak menyangka jika gadis yang berada didalam khayalannya kini telah berdiri didepannya dengan wajah cemberut.

"U-Uraraka-san?!" ucap Izuku gugup

"Mou~ bahkan aku sampai memanggil namamu hingga tiga kali" tukas Ochaco lalu ikut duduk disebelah Izuku, sementara Izuku sendiri menjadi agak salah tingkah ketika Ochaco begitu dekat dengan dirinya hingga membuat bahu mereka bersinggungan.

Itu hal yang wajar sih. Izuku bukanlah pribadi yang terbiasa dengan gadis-gadis manis disekelilingnya.

"E-Etto –" Izuku menggaruk pipinya dengan satu jarinya, mencoba memikirkan apa yang seharusnya ia bicarakan pada Ochaco "- Kau tidak pergi ke kantin Uraraka-san? Bukankah kau sebelumnya mengajak Kacchan?" sambungnya sambil sedikit melirik kearah Ochaco yang kini membuka kotak makan siang yang ia bawa.

"Dia? Dia menolak ajakanku untuk pergi ke kantin, padahal kupikir tak apa jika makan siang bersama disana -" respon Ochaco tanpa sedikitpun menoleh kearah Izuku. Senyumnya mengembang ketika melihat isi dari kotak makan siangnya.

"- Ngomong-ngomong, kau sudah makan siang? Deku-kun?"

"A-Aku? Tidak juga sih, aku hanya mengisi perutku dengan roti isi yang sebelumnya kubeli"

"Kalau begitu –" sumpit yang terselip diantara jari tangan Ochaco kini menjepit sebuah potongan kaarage. Masih dengan senyum yang sama seperti biasanya, Ochaco mengarahkannya pada Izuku "- Katakan Aaaah~".

Sementara Izuku sendiri?

Ia benar-benar tidak bisa menyembunyikan semburat merah dikedua pipinya, matanya membulat sempurna saat senyum Ochaco yang begitu terasa manis kembali membuat dadanya berdegup dengan kencang.

Sebenarnya, untuk apa Ochaco melakukan hal ini?

Atau dirinya – Izuku – hanyalah pengganti Katsuki bagi Ochaco?

"U-Uraraka-san?!"

"Ayo cepatlah buka mulutmu! Deku-kun!" Izuku menjadi salah tingkah. Apa dia harus menuruti gadis disampingnya ini? Yang notabene adalah gadis yang menjadi pusat perhatiannya belakangan ini?

"Ta-Tapi –"

"Deku-kun!"

'Aaam~'

Dan begitulah...

Izuku menuruti keinginan Ochaco, meski firasatnya mengatakan bahwa hal seperti ini tidak akan pernah terulang kedepannya.

.

.

.

.

.

"All Might!"

Nada suaranya terdengar begitu yakin seiring dengan cahaya sunset yang begitu indah. sebuah pantai yang kini menjadi tempat mereka bertemu serasa seperti mengingat hal yang telah berlalu, mau bagaimanapun pantai ini dulunya dipenuhi dengan sampah sebelum seorang remaja membersihkannya seorang diri.

Midoriya Izuku – pemuda berambut hijau itu kini berdiri tegak diatas pasir putih yang begitu halus, berhadapan langsung dengans sang pahlawan yang kini berdiri membelakangi matahari namun tidak dalam bentuk tubuh kekarnya.

"Ada satu hal yang ingin kutanyakan padamu" ucap Izuku dengan wajah yang meyakinkan, niat yang ada didalam hatinya pun sudah bulat tanpa ada sedikitpun keraguan.

"Silahkan selagi aku bisa menjawabnya" respon All Might.

"..."

"A-Apa seorang pahlawan boleh mengukir sebuah kisah cinta?" meski agak terbata namun Izuku berhasil mengatakannya dengan jelas. Mau bagaimanapun itu sedikit terasa memalukan bagi dirinya.

Itulah yang akhir-akhir ini ia pikirkan...

Masa depannya adalah menjadi seorang pahlawan seperti All Might, menyelamatkan banyak orang dengan senyum yang cemerlang adalah hal yang sudah lama ia dambakan bahkan jauh sebelum tahu bahwa dirinya dahulu adalah seorang Quirkless.

Namun sebuah pertanyaan muncul secara tiba-tiba dibenaknya ketika perasaan yang begitu terasa berbeda menimpa dan terasa sesak dihatinya.

Apa seorang pahlawan boleh memiliki kisah cinta?

Ia tidak begitu yakin tentang hal itu. Meski ia tahu jika pahlawan adalah seseorang yang rela melakukan hal yang terbaik demi menyelamatkan orang lain, namun bukan berarti menuruti keegoisan diri sendiri bukanlah hal yang salah kan?

Pertanyaan yang Izuku lontarkan tidak lebih dari sekedar meyakinkan hatinya, karena mau bagaimanapun ia telah jatuh cinta pada seseorang yang ada dikelasnya yang tak lain adalah gadis yang telah mengubah makna dari nama panggilannya.

Uraraka Ochaco...

"Hmm... sudah kuduga kau akan bertanya seperti itu"

"A-All Might?"

All Might kini mengelus dagunya. Yah... itu bukanlah pertanyaan yang pernah ia dengar sebelumnya. Agak asing ditelinga namun bukan berarti itu adalah pertanyaan yang aneh namun justru itu pertanyaan yang menarik.

"Aku tidak yakin jika soal cinta seorang pahlawan. Bahkan aku sendiri pun terus dan terus menyelamatkan orang-orang dengan senyum ramahku seperti orang bodoh –".

"All Might..."

"- Namun bukan berarti aku tidak paham dengan apa yang kau katakan Midoriya Shounen. Selama itu bisa membuatmu bahagia dalam menjalani hidupmu, maka kejarlah! Tidak peduli seburuk apapun keadaan yang kau terima, setidaknya kau sudah mendapatkan sebuah jawaban" ucap All Might sambil memberikan sebuah jempol pada Izuku, secara itu membuat Izuku sedikit tersenyum.

Dan sekarang?

Setidaknya Izuku sudah yakin dengan perasaannya. Entah ini pilihan terburuk atau malah sebaliknya, ia harus mengungkapkan perasaannya pada gadis yang membuatnya jatuh cinta – Uraraka Ochaco!

.

.

.

.

.

.

.

.

- Selasa, 23 April xxxx

Dua hari telah terlewati, membiarkan akhir pekan berlalu dengan begitu terasa cepat...

Midoriya Izuku – pemuda berambut hijau berseragam siswa dari sekolah SMA U.A itu kini berjalan di pinggir trotoar jalan. Kedua tangannya masuk kedalam saku celana, diiringi pandangan mata yang lurus kedepan. Meski untuk hari ini ia sulit untuk bisa lebih tenang namun setidaknya rencana yang telah ia buat bisa berjalan dengan sempurna – atau setidaknya ia boleh berpikiran seperti itu.

Rencana tentang mengungkapkan perasaannya pada Uraraka Ochaco...

Itu memang terdengar agak sedikit memalukan namun mau bagaimana lagi? Perasaan yang sudah lama ia tahan kini tak bisa ia bendung lagi, terlebih ketika melihat Ochaco – gadis yang ia suka – kian dekat dengan Katsuki si pemuda tempramen yang dulu pernah membully-nya.

Entah hubungan seperti apa yang terjalin diantara mereka berdua Izuku tidak terlalu ingin tahu, yang sekarang ia niatkan adalah mengungkapkan perasaannya dan mengetahui apa yang dirasakan Ochaco padanya. Meski resiko terbesar yaitu keadaan yang paling terburuk menimpanya, namun setidaknya Izuku ingin tahu jawabannya...

"Midoriya-kun!"

Izuku menghentikan langkah kakinya, kepalanya menoleh sembari melirik kearah belakang – mendapati sosok Iida Tenya yang kini berlari kearahnya. Senyum dan tangan yang naik setengah keatas sembari melambai dilakukan oleh Izuku sekedar menyapa.

"Pagi!"

"Jadi, apa yang akan kau lakukan Midoriya-kun?"

"E-Etto –" Izuku sedikit agak gugup. Mau bagaimanapun mengatakan perasaan sekaligus apa yang akan ia lakukan pada perasaannya sendiri pada orang lain itu cukup memalukan bagi Midoriya Izuku "- Mungkin aku mencoba nekat. Aku sudah mempertimbangkan konsekuensinya seperti apa. Kau tahu? Rasanya aku seperti memaksakan perasaanku pada gadis yang tengah menyukai orang lain –".

"Itu tidak benar Midoriya-kun!"

Tiba-tiba Izuku menghentikan langkah kakinya ketika nada sanggahan yang dikeluarkan Tenya begitu besar. Matanya membulat sempurna ketika mendapati ekspresi serius yang dikeluarkan oleh remaja berbadan bongsor macam Iida Tenya.

"Yakinlah perasaanmu diterima! Hari ini akan ada adu taijutsu antar siswa bukan? kau bisa menunjukkan kelebihanmu disana sebelum kau mengungkapkan apa yang kau rasakan padanya..."

Izuku menunduk. Setidaknya kalimat yang dikeluarkan Tenya pagi ini membuatnya sedikit agak baikan dengan didorong rasa semangat yang cukup membuatnya bisa berdiri dengan berani.

"..."

"Makasih Iida-kun, kau memang temanku..."

.

.

.

.

.

.

"U-Uraraka-san!"

"..."

"Ya?"

"Bo-boleh aku meminta waktu sebentar?"

"Tentu"

.

.

.

.

.

Midoriya Izuku sebenarnya tidak menyangka jika hari ini akan diadakan adu tandingantar siswa dikelasnya yang dilakukan di lapangan olahraga. Entah apa yang saat ini ia pikirkan namun terik matahari yang menyengat serasa memancing keringatnya untuk keluar dari pori-pori kulit.

Sejenak matanya melirik – Iida Tenya yang sedang merenggangkan otot-otot tubuhnya, Todoroki Shouto yang terlihat kalem seperti biasa, Bakugo Katsuki yang menyeringai kearahnya sembari meledakkan tangannya sendiri, dan teman-temannya yang lain yang terlihat begitu bersemangat seolah penantian lama mereka tentang adu kekuatan satu sama lain telah tiba.

Seketika pandangan Izuku terpaku pada Uraraka Ochaco – gadis yang nantinya mungkin akan menerima perasaannya? Entah siapa yang tahu?

Gadis berambut bob coklat itu terlihat begitu semangat seperti biasanya dengan diiringi senyum yang setiap hari selalu menorehkan warna baru didalam hati seorang Izuku. Pandangannya beralih pada tubuh Ochaco, seketika wajah Izuku dipenuhi dengan rona merah melihat pakaian yang dikenakan Ochaco bisa dibilang cukup ketat hingga membentuk lekuk tubuhnya yang proporsional. Sedikit agak berlebihan sih namun entah mengapa itu membuat kesan tersendiri bagi Midoriya Izuku.

"Kalian terlihat bersemangat rupanya?" Midoriya dikejutkan dengan suara berat dari belakanganya yang ternyata adalah wali kelasnya sendiri, Aizawa Shouto. Terlihat pria dengan wajah pemalas itu membawa selembar kertas yang hendak ia baca.

"Kalau begitu adu taijutsu dimulai! Yang pertama kali bertarung adalah Bakugo Katsuki melawan Midoriya Izuku"

"A-are?"

Senyum Midoriya tiba-tiba menjadi miring. Ia akan melawan Katsuki? Osananajimi sekaligus penghalang besarnya terhadap Ochaco?

"Deku teme..."

"Ha-Ha'i?!"

"Yakinlah bahwa aku akan menghancurkanmu!"

*Blaar!*

Izuku jadi merinding sendiri, kala Katsuki mengatakan itu sembari mengeluarkan ledakan dari tangannya diikuti dengan seringai mengerikan. Entah kenapa ia merasa seperti Katsuki akan benar-benar menghancurkannya – atau setidaknya dalam artian lain.

.

.

.

.

.

.

"Deku-kun?"

Izuku masih menundukkan kepalanya dengan senyumnya yang kian mengembang pilu

Jadi? Sore hari dan halaman belakang sekolah akan menjadi saksi dari pengakuan cintanya? Atau tepatnya setelah mereka melaksanakan tugas mereka yaitu bertanding satu sama lain dengan siswa kelas?

Uraraka Ochaco – gadis yang terlihat bertambah manis itu masih menanti jawaban dari Izuku. Meski merasa cukup heran, namun ia masih penasaran mengapa Izuku membawanya kemari tanpa menjelaskan niatnya yang sebenarnya

"..."

"U-Uraraka-san, aku akan menjelaskannya dari awal –"

"- tentang apa yang membuatku membawamu kemari..."

.

.

.

.

.

.

Ledakan api itu kembali terdengar untuk yang kesekian kalinya. Menghasilkan kepulan asap yang menghalangi semua pasang mata yang ada disana. Ekspresi yang tergambar dari siswa kelas pahlawan itu bermacam-macam, ada yang sedikit tidak percaya, kasihan dan lain sebagainya.

Sejenak helaan nafas lega terasa hangat kala semua pasang mata – entah itu sang wali kelas, Ochaco, Todoroki, Momo, Tenya, Asui dan yang lainnya – mendapati sosok Midoriya Izuku yang melompat keluar dari kepulan asap itu. Keadaannya masih terlihat baik-baik saja, meski jari kelingking pada tangan kirinya terlihat membiru.

Aizawa Souta – sang wali kelas dengan wajah yang terlihat begitu malas itu kembali menghela nafas sembari menyayangkan apa yang terjadi pada Izuku. Ia tahu jika Izuku memang tipe orang yang cukup masokis jika itu ada kaitannya dengan sebuah kekuatan, namun bukan berarti harus menghancurkan diri sendiri bukan?

"Midoriya! Bakugo! Ingat jangan terlalu memaksakan tubuh kalian. Aku tak ingin membuat mataku pedih karena kalian!" ucap Aizawa yang agak sedikit teriak, dan tidak menyadari bahwa para siswanya sweatdropped atas apa yang ia ucapkan.

*Tap!*

Izuku mendarat diatas tanah dengan sempurna. Meski sedikit merasa meringis akibat jari kelingkingnya yang membiru, namun itu tidak sedikitpun membuat Izuku untuk menyerahkan dirinya dan mengaku kalah. Mau bagaimanapun, ia harus memenangkan pertarungan ini dengan semua yang ia punya meski pada akhirnya ia harus menghancurkan tubuhnya ini karena –

- ini Event yang mempengaruhi Event yang ia hadapi selanjutnya!

"Deku-teme!"

Nada suara Katsuki serasa menggema dan terdengar begitu agak mengerikan ditelinga remaja macam Izuku, kala kabut asap yang sebelumnya menutupi mereka kini benar-benar lenyap terbawa angin. Tanah yang berada disekitarnya benar-benar terlihat hancur lebur, retak dimana-mana. Sementara Katsuki sendiri hanya memasang ekspresi bencinya seperti biasa.

Keadaannya bisa dibilang cukup baik-baik saja meski pakaian yang kini ia kenakan kotor dipenuhi debu, mengingat sebelumnya ia terkena efek dari Quirk yang dimilik Izuku hingga memaksanya untuk mengeluarkan ledakan ledakan tingkat menengah kearah Izuku namun sayang sang lawan berhasil menghindar.

*Blaar! Blaar! Blaar!*

Semua pasang mata kini kembali dikejutkan dengan apa yang saat ini Katsuki lakukan. Tubuhnya melesat keatas udara dengan ledakan yang keluar dari kedua tangannya sebagai pendorong tubuhnya. Pandangannya tidak lepas dari Midoriya Izuku – pemuda yang kini memasang ekspresi yang sama terkejutnya dengan yang lain.

"Sudah kukatakan aku akan menghancurkanmu!"

*Swuuuuuuss~*

Dengan dibantu ledakan berulang yang keluar dari kedua telapak tangannya, Katsuki melesat cepat dari udara menuju tempat dimana Izuku kini berdiri tegak. Kecepatannya sulit untuk diikuti dengan mata telanjang, bahkan mereka yang tengah mengamatinya tidak tahu jika kini Katsuki menyeringai kejam.

Disisi lain – Midoriya Izuku masih memikirkan hal yang entah siapapun tak tahu. Wajahnya mengeras kala matanya menatap Katsuki yang melesat cepat bagaikan peluru. Apa ia harus menghindar? Atau menyerang balik? Bagaimana dengan jari tangannya? Apa ia hanya akan bertahan dengan sepuluh jarinya saja?

Semua pertanyaan itu berputar dengan bodohnya didalam kepalanya!

"Persiapkan dirimu Deku!"

Izuku tidak bisa berpikir panjang lagi!

Lantas ia mengulurkan tangan kirinya kedepan mengabaikan jari kelingkingnya yang membiru akibat kekuatan yang ia gunakan sebelumnya. Kali ini jari manisnya yang dalam posisi sentilan akan menjadi korban selanjutnya!

"Kacchan! Aku akan mengalahkanmu!"

*Blaaaaasstt~!*

.

.

.

.

.

.

"Agak mendadak memang, namun aku tidak bisa jika tidak menceritakannya terlebih dahulu –"

"- Ketika aku kembali teringat saat kau menolongku untuk yang pertama kalinya, kau ingat itu?"

Uraraka Ochaco – gadis itu menggelengkan kepalanya pelan saat Izuku menanyakan hal yang tak lagi teringat dikepalanya

Gelengan Ochaco membuat Izuku tersenyum kicut. Yah mau bagaimana lagi? Itu hal kecil yang berkesan bagi Izuku...

"Kau lupa ya? Padahal itu cukup berkesan bagi diriku..."

"Deku-kun? Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?"

"..."

"A-aku –"

.

.

.

.

.

.

Dan sama seperti sebelumnya, semua pasang mata kembali dikejutkan dengan pertarungan dua remaja yang bisa dibilang agak berlebihan itu. Ketika mereka hanya bisa menahan nafas saat hempasan dari tekanan angin yang berasal dari Smash yang dikeluarkan Midoriya Izuku begitu terasa kuat.

Namun sayangnya – meski begitu kuat namun itu tidak cukup untuk membuat Katsuki terluka sedikitpun! Ia punya cara tersendiri untuk menghindar dari serangan yang dilancarkan oleh Izuku. Atau setidaknya ia cukup pintar untuk menggunakan Quirk-nya untuk mengendalikan tubuhnya diatas udara.

"Kau pikir aku akan terjebak dengan cara yang sama hah?!" Katsuki kini berteriak penuh dengan nada yang meninggi. Ledakan yang terus keluar dari kedua tangannya seakan mendorong tubuhnya untuk melesat lebih cepat dan lebih cepat lagi kearah Izuku yang kini kembali menahan rasa perih.

Yah... dua jarinya kini telah menjadi korban dari kekuatan yang ia miliki...

"Ittai... ini benar-benar menyakitkan!" ringis Izuku mencoba menahan rasa sakit yang berdenyut dijarinya. Kini ia menekan tenaganya pada satu tumpuan kakinya ketika menyadari bahwa Katsuki benar-benar ingin menabraknya dengan kecepatan yang menggila!

*Swuuuush~!*

*Blaaaaar~!*

Ledakan besar kembali terjadi tepat saat Izuku berhasil melompat keatas dan Katsuki yang gagal menabrakkan dirinya kepada Izuku dan berakhir dengan mencium tanah dengan sekuat-kuatnya. Meskipun begitu keadaan mereka saat ini belum bisa terlihat dengan pasti mengingat Izuku tidak sempat untuk melompat dengan tinggi hingga kini keberadaannya masih tertutupi dengan kabut asap hasil ledakan yang dikeluarkan oleh Katsuki.

Semua pasang mata – terlebih Ochaco – memandang tak percaya atas apa yang terjadi didepan mata mereka. Ini bukanlah pelatihan antar calon pahlawan! Ini malah terlihat seperti mereka yang bertarung mempertaruhkan hal yang entah siapapun tak akan tahu – atau setidaknya.

Aizawa Shouta menyeringai. Entah apa yang ia rasakan namun melihat kedua siswanya bertarung layaknya seorang pahlawan membuatnya merasa sedikit bersemangat.

.

.

.

.

.

.

"A-Aku suka padamu!"

"Dan seperti itulah kenyataannya!"

.

.

.

.

.

.

Sapuan angin perlahan menghapus kabut asap yang menghalangi setiap pasang mata yang menjadi saksi pertarungan antara dua siswa yang sudah terlalu over itu. Ekspresi mereka bermacam-macam, ada yang kaget, senang, dan bermacam-macam.

"Kena kau! Deku!"

Kala Katsuki kini benar-benar berhasil menggapai Izuku yang bahkan tidak menyadari keberadaan sang rival yang kini telah tiba didepannya itu. Izuku benar-benar tidak menduga jika Katsuki akan mengejarnya yang kini berada diatas udara tepat setelah Katsuki menghantam tanah dengan begitu kuatnya seolah dia benar-benar tidak puas hanya untuk itu saja!

Dengan kepalan tangan yang saat ini menghasilkan ledakan-ledakan kecil, Katsuki menghantamkan tangannya dengan begitu kuat kearah perut Izuku hingga membuat Izuku mengadahkan kepalanya kesakitan dengan liur yang tumpah dari mulutnya. Kemudian Katsuki mendorong tubuh Izuku dengan pukulannya menuju ketanah hingga berakhir dengan hantaman yang begitu kuat dan debu yang mengepul.

*Braaaaaak!*

Katsuki – yang faktanya masih berada diudara – saat ini menyeringai kejam seolah puas atas apa yang ia perlakukan pada remaja yang pernah ia bully itu. Cengkraman tangan hasil dari pukulan yang menghantam perut Izuku itu seakan tidak henti-hentinya mengeluarkan ledakan kecil seolah berbicara aku ingin lagi! Lagi dan lagi!

"A-Aku –" sayup-sayup suara kecil perlahan terdengar dari balik debu yang mengepul itu, mencoba membuat sebuah fakta bahwa Izuku belum menyerah dan tidak akan mau menyerah.

"- Aku pasti akan mengalahkanmu Kacchan! Aku tidak akan menyerah sebelum aku mengalahkanmu" Angin menghapus semuanya, mempertontonkan Izuku yang mengacungkan tangan kirinya dengan jemari yang dalam posisi sentilan – kali ini ia merelakan jari tengahnya yang kenyataannya mendominasi kekuatan dari kelima jarinya.

Berharap mendapatkan respon yang sebaliknnya, Izuku malah mendapati Katsuki yang menyeringai kala dirinya tengah diancam oleh orang yang pernah dibully-nya dulu saat masih SMP. Ini menyenangkan baginya! Setidaknya ia ingin sekali menghancurkan Deku untuk suatu alasan yang tidak ingin ia beritahu pada orang lain.

"Kau pikir kau saja begitu?" Katsuki memperlebar seringainya, tangan kanannya kini ia hadapkan kedepan memperlihatkan telapak tangannya yang mengeluarkan letupan ledakan pada Izuku yang berada dibawahnya "- Aku juga pasti akan membunuhmu!"

Sementara yang lainnya – sang sensei beserta siswa lain – hanya bisa menatap tak percaya atas apa yang mereka lihat saat ini. Entah kenapa dimata mereka, keduanya terlihat seperti ingin mengalahkan satu sama lain dengan cara yang begitu keras.

"Aizawa-sensei! Apa mereka tidak berlebihan?" sahut Ochaco kala melihat Katsuki yang menyeringai. Ia tahu jika Katsuki memang seperti itu sejak mereka kenal, namun entah mengapa ia merasakan firasat lain jika Katsuki berhadapan langsung dengan Izuku.

"Tenang saja, aku selalu siap setiap saat. Jadi kau tidak perlu khawatir" tukas Aizawa Shouta selaku guru dari kelas pahlawan.

Kembali fokus pada pertarungan dua calon pahlawan itu. Kini Katsuki tak lagi main-main! Telapak tangannya terasa panas membakar ketika bola api yang cukup besar tercipta didepan telapak tangannya dan siap meluncur kearah Izuku. Begitupun sebaliknya, Izuku yang siap menyerang balik dengan kekuatan One for All yang ia dapatkan dari sang idola – All Might.

"Aku yang menang!" ucap mereka berdua berbarengan diikuti dengan serangan yang meluncur satu sama lain

*Blaaaassstt!*

*Blaaaaaaaaarr~!*

.

.

.

.

.

.

"A-Aku suka padamu, U-Uraraka-san!"

Izuku benar-benar mengatakannya, meski agak terbata.

Izuku menundukkan kepalanya sembari tersenyum pilu. Entah kenapa agak aneh rasanya kala ia mengutarakan perasaannya yang kian membelenggu hatinya untuk terus merasa tercabik-cabik atas apa yang ia rasakan sebelumnya.

"De-Deku-kun?"

Sementara diposisi lain – Uraraka Ochaco terlihat begitu kaget setengah mati. Temannya sendiri? Mengutarakan perasaan padanya?

Entah hatinya seolah berkata 'Ini sedang bukan main-main kan?!' atau semacam 'Apa ini sungguhan?' mengingat ia benar-benar tidak sadar dengan apa yang dirasakan Izuku sebelumnya

"A-Agak mendadak memang, tapi aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi –"

"- Ketika dirimu jauh dari gapaianku, ketika kau lebih dekat dengan orang lain dibanding dengan diriku, ketika kau begitu dekat dengan Kacchan yang pernah melawanmu di festival olahraga"

Izuku kini menengadahkan kepalanya kedepan. Mencoba menatap mata Ochaco dengan penuh rasa keberanian, meski ia tahu bahwa ia tidak akan bisa mundur atau kembali lagi – setidaknya

"Aku tahu jika aku cemburu tapi apa aku bisa melakukan sesuatu agar kau mengerti perasaanku? Atau aku harus bersikap bodoh agar kau mau mengalihkan perhatianmu dan tertawa melihat kebodohan apa yang aku lakukan?"

"Aku memang tidak sekuat Kacchan ataupun Todoroki-kun, atau setidaknya lincah seperti Iida-kun dan Asui-san –"

"- Tapi percayalah. Akulah yang mencintaimu lebih dari yang lainnya bahkan lebih dari cinta pada diriku sendiri!"

"Aku! Aku menyukaimu! U-Uraraka-san!"

"..."

.

.

.

.

.

.

Ledakan besar terjadi dengan cukup kuat ketika bola api besar itu menabrak sebuah gelombang kekuatan yang sangat besar hingga menghasilkan kabut asap yang lagi-lagi menutupi semua pandang mata yang asik menonton pertarungan dua calon pahlawan itu.

Mengabaikan kabut asap didepannya, Katsuki masih dalam keadaan baik-baik saja meski gelombang yang berasal dari kekuatan yang dikeluarkan Izuku terasa agak panas pada tubuhnya. Kedua tangannya yang saat ini menghadap kebelakang menjadi satu-satunya tumpuan agar ia bisa bergerak bebas dengan ledakan-ledakan kecil yang keluar dari kedua telapak tangannya.

*Swuuuuush~!*

*Braaakk!*

Dan secara tidak terduga – Izuku yang masih telentang diatas tanah tiba-tiba mengerang kesakitan dengan liur yang tumpah dari mulutnya ketika Katsuki secara tiba-tiba menembus kabut asap dan menghantamkan lutut kakinya kearah perut Izuku.

"Kau pikir aku akan kalah darimu huh?" ucap Katsuki pelan membiarkan Izuku menatapnya dengan pandangan yang begitu tajam. Secara perlahan Katsuki berdiri diatas tubuh Izuku sembari menarik kerah baju Izuku dan mengangkatnya keatas "- Kenyataannya tetap saja kau yang kalah dariku!" tegas Katsuki lalu membanting tubuh Izuku kebelakang.

*Braaaakk!*

*Coouuggh!* Izuku kembali memuntahkan liurnya dengan keras.

Dan pada akhirnya...

Ia akan tetap kalah dari orang yang ia anggap sebagai rivalnya...

Kedua mata Izuku masih belum tertutup rapat. Dipandangan matanya ia mendapati sosok Katsuki yang angkuh seperti biasanya. Tangan kanannya kini perlahan terangkat keatas secara perlahan mencoba untuk kembali menggunakan Quirk-nya namun gagal.

"Hentikan itu Midoriya. Meski pertarungan kalian cukup kelewatan namun kau (Midoriya) tidak bisa menolak fakta bahwa kau kalah" ucap Aizawa Shouta secara tiba-tiba dengan mata yang terlihat memerah. Jadi? Senseinya yang telah menghapus Quirk-nya tepat sebelum ia menggunakannya?

"Whooaa! Kau hebat Bakugo!"

"Sasuga Bakugo!"

"Berisik kalian semua! Kubunuh kalian!"

Dan seperti itulah tanggapan siswa lain kala Katsuki – si pemenang dalam festival olahraga – memenangkan pertarunganya dengan Izuku. Tak peduli apa yang orang lain katakan tentangnya, ia tetap saja seperti itu.

Dia memang sudah ditakdirkan menjadi seperti itu, entah bagaimanapun caranya...

Izuku yang masih terbaring lemah disana masih terdiam bergeming tanpa ada niatan sedikitpun untuk menggerakkan tubuhnya satu inchi pun. Apa yang berputar dikepalanya saat ini adalah alasan mengapa dirinya harus kalah dari Katsuki.

Apa dia memang lemah?

Atau dirinya memang tidak sepantasnya untuk menang?

Padahal...

Padahal...

Dia hanya ingin menunjukkan bahwa dirinya bisa didepan cinta pertamanya – Uraraka Ochaco!

Apa itu alasan yang konyol untuk pemuda sepertinya?

.

.

.

.

"..."

"Deku-kun..."

.

.

.

.

"Bakugo-kun!"

Dan nada riang itu, masih bisa didengar dengan begitu jelas ditelinga Izuku...

Itu Uraraka Ochaco – Izuku tidak akan pernah salah menebak suara orang yang bahkan telah menyelamatkannya saat ujian pertama kala ia mendaftar sekolah pahlawan ini.

Dikala tubuhnya masih berbaring tanpa ada satupun yang mau menghampirinya. Izuku sempat menolehkan kepalanya kearah Katsuki dan yang lainnya. Mereka terlihat gembira, mereka terlihat bangga pada calon pahlawan yang sedikit agak arogan itu.

Terlebih pada Uraraka Ochaco – sedari tadi pandangan mata Izuku masih terus mengarah padanya tanpa ada sedikitpun hal yang bisa membuat matanya terfokus kearah lain. Izuku sempat tersenyum pilu. Senyum Uraraka Ochaco terlihat begitu natural.

Namun sayang, itu bukan untuk dirinya...

Menyedihkan...

"Sugoi yo Bakugo-kun! Itu begitu hebat!"

"Kau lagi Uraraka? Jangan menghalangi jalanku!"

"Heeh~? Padahal aku sempat mendukungmu tadi!"

"Aku tidak butuh dukungan seorang gadis sepertimu!"

Uraraka Ochaco terlihat kesal dengan sikap Katsuki yang ketus dan pergi meninggalkan mereka. Namun itu bukanlah alasan yang kuat bagi Ochaco untuk tidak mengejar Katsuki.

Langkah kakinya terlihat begitu ringan...

Dia memakai Quirk-nya demi mengejar Katsuki...?

"Midoriya-kun!"

Sahut suara lantang itu terdengar jelas di indera pendengaran Izuku dan mengalihkan perhatiannya yang awalnya terus memandang Ochaco yang perlahan menjauh menuju ke asal suara.

Itu Iida Tenya, yang kini tengah mengulurkan tangannya pada Izuku

"A-Aku kalah..." ucap Izuku lirih sembari tersenyum masam saat membalas uluran tangan Iida Tenya lalu perlahan terbangun. Niatnya yang awalnya ingin mengungkapkan bahwa ia bisa didepan Ochaco gagal total – atau bahkan jika menang pun mungkin Ochaco tidak akan menyadari pesan tak tersurat yang Izuku sampaikan.

"Sudah sudah! Setidaknya kau bisa menampilkan kekuatanmu padanya! Semangat!"

"..."

.

.

.

.

.

.

"Ma-Maafkan aku Deku-kun..."

Tiap perkataan Ochaco terasa bergetar dan agak sedikit terbata. Kepalanya menunduk kebawah, menyembunyikan ekspresi yang saat ini ia tampilkan dari pandangan Izuku yang notabene masih berdiri didepannya sekedar menanti jawaban yang akan diberikan.

Kedua tangannya kini meremas seragam sekolah yang ia kenakan meski tak sedikitpun respon yang ia keluarkan. Wajahnya terus menunduk – entah apa yang saat ini menjadi pusat perhatiannya atau apa yang saat ini ia pikirkan tentang Izuku –

- Yang kenyataannya telah mengutarakan perasaannya pada dirinya...

"..."

Disisi lain Izuku masih sabar menanti jawaban dari Ochaco. Tatapan matanya menggambarkan keraguan, menggambarkan kekhawatiran, menggambarkan semua yang saat ini berputar didalam benaknya kala detak jantungnya serasa dipompa untuk terus lebih cepat, cepat dan lebih cepat lagi.

Sejenak ada firasat buruk yang bertamu didalam hatinya, saat Ochaco tak kunjung merespon sedikitpun atas apa yang telah ia ungkapkan pada gadis itu. Bahkan wajahnya kini ikut menunduk memperlihatkan senyum pilunya.

Ia tahu...

Ochaco bukanlah gadis yang pantas ia miliki...

Namun itu bukan berarti alasan utama Ochaco untuk tidak memberikan respon sedikitpun bukan?

Atau, ada seseorang yang lebih menarik dimata Ochaco selain dirinya?

"U-Uraraka-"

"Deku-kun!"

Seketika Izuku menengadahkan kepalanya kedepan saat merasa setitik cahaya muncul yang membuat Ochaco kembali mengeluarkan suaranya. Berharap gadis itu menerima apa yang ia ungkapkan...

Namun...

"U-Uraraka-san...?"

Ochaco berlinang air mata, dengan senyum yang terlihat agak dipaksakan...

Namun sayang itu bukanlah hal yang baik.

Sesaat degup jantung Izuku terasa lebih cepat dari biasanya, kala Ochaco yang saat ini berada didepannya tiba-tiba mengeluarkan reaksi yang seperti itu. Ada niatan yang kuat didalam hatinya saat kakinya maju selangkah dengan tangan yang mencoba menggapai Ochaco –

- Namun Ochaco mundur...

"Maafkan aku, aku menyukai orang lain..."

Ucapnya sembari tersenyum dengan mata yang terpejam...

Lalu mundur secara perlahan dan pergi meninggalkan Izuku yang masih terdiam memantung disana. Mencerna apa yang baru saja dikatakan Ochaco padanya...

"..."

.

.

.

.

.

.

Sore itu, kala angin berhembus dengan cukup lembut meski tak biasanya seperti ini. Cahaya matahari yang menenggelamkan dirinya diujung barat pun terlihat begitu indah – namun memberi kesan yang ambigu.

Satu siluet seorang remaja kini tengah berdiri dibelakang pagar pembatas atap sekolah. Matanya memandang jauh nan dalam, menghadap matahari yang kian tenggelam seiring dengan berjalannya waktu.

Senyumnya mengembang, meski terlihat agak sedikit pilu. Kedua tangan yang kini berada didalam saku celananya ia kepal erat-erat – seolah menahan emosi yang serasa tak lagi bisa ia tahan didalam hatinya itu. Rambut hijaunya melambai-lambai terbawa angin meski awalnya mati-matian menutupi ekpresi yang ada dibalik helaian rambut hijau itu.

Midoriya Izuku – Ia tahu jika apa yang saat ini ia rasakan tak mungkin bisa orang lain pahami. Bahkan jika ia paksakan perasaaannya pada orang lain pun belum tentu orang lain dapat memahami apa yang saat ini ia rasakan – karena pada dasarnya manusia memang tidak pernah bisa memahami satu sama lain.

Ini sungguh terasa sesak didalam dadanya! Rasanya ia ingin berteriak sekencang-kencangnya sekarang juga!

Deretan giginya yang rapi kini menggigit bibir bawah sekeras-kerasnya mencoba menahan hati yang memaksa untuk menjerit. Meski hati terasa kian sakit kala penolakan itu masih membekas dengan jelas didalam ingatannya – namun bukan berarti ia bisa terima dengan lapang dada begitu saja!

"Hiks..."

Izuku bukanlah sosok yang kuat.

Izuku juga bukanlah pemuda yang tidak punya perasaan.

Dia hanyalah seorang calon pahlawan yang baru merasakan akan sakitnya kisah cinta.

Ketika gambaran tentang Ochaco yang tersenyum sambil menangis padanya, lengan Izuku akan menghapus air mata yang tumpah dari air matanya. Perasaan yang tiap sepersekian detik selalu terasa seperti dihujam jarum terus terulang seolah memaksanya untuk menjadi seorang masokis – meski dalam artian lain.

Itu benar-benar terasa menyakitkan baginya!

Penolakan itu tidak lebih dari sebuah artian kalau Ochaco sebenarnya menyukai Bakugo Katsuki bukan?

Teman yang dulu pernah membully-nya?

"U-Uraraka-san..."

Dalam tangan yang masih menyembunyikan matanya, Izuku masih bisa menyebut nama gadis yang membuat hatinya sakit itu. Meski pada kenyataannya Izuku tidak akan pernah bisa menggapai Uraraka Ochaco –

- Ochaco bukanlah untuknya!

Ochaco juga tidak pantas disandingkan dengan dirinya!

Namun apa artinya semua itu jika Ochaco sering kali memberinya perhatian yang lebih kala ia berada dalam keadaan yang sulit?

Apa semua itu tidak lebih dari sekedar teman saja? meski Izuku menginginkan lebih dari itu?!

"Hiks... sial..."

Izuku tidak lagi dapat menahan apa yang saat ini ia rasakan. Lengan kanannya menjadi satu-satunya anggota tubuh yang ia paksa untuk bisa merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan hatinya – meski itu hal yang mustahil. Ketika cairan kesedihan yang terus berjatuhan dari sudut matanya itu, lengannya akan terus mengusapnya tanpa henti menghilangkan jejak air matanya tanpa rasa ragu sedikitpun.

Menyadari bahwa gadis yang ia cintai malah mencintai orang lain adalah satu kenyataan yang membuatnya serasa tenggelam dalam kegelapan. Tak pernah ia pungkiri sebelumnya jika gadis yang sedari awal menjadi satu-satunya pusat perhatiannya itu akan membawanya ke tempat yang tinggi, lalu dihempaskan kebawah dengan cara yang cukup menyedihkan.

Izuku memang tidak bisa mengerti bagaimana bisa Ochaco bisa menyukai remaja yang tempramen seperti Bakugo Katsuki itu –

- Namun Ochaco sama sekali tidak mengerti perasaan macam apa yang selama ini Izuku pertahankan hanya demi menjaga kisah mereka! Meski pada akhirnya Izuku memutuskan untuk mengatakannya juga.

Ochaco tidak akan pernah paham apa yang Izuku rasakan kala ia tengah terpaku menatap Ochaco dari kejauhan.

Ochaco juga tak akan bisa paham apa yang tengah Izuku rasakan saat rasa khawatirnya menyeruak dengan sangat kuat saat keadaan Ochaco agak mengkhawatirkan ketika gadis itu bertarung dengan Katsuki dalam festival olahraga.

Dan –

- Ochaco tidak akan pernah mengerti, apa yang selama ini Izuku rasakan terhadap Ochaco!

"Sial...!"

Kedua tangannya kini turut ikut andil untuk menahan kesedihannya. Kala air mata itu terus tumpah tanpa henti. Akan ada sepasang tangan yang menyapu air matanya saat matanya terus dibanjiri rasa sedih yang menusuk hati.

"Uraraka-san... andai jika kau paham apa yang kurasakan saat ini –"

"- Namun kupikir kau tak akan pernah paham. Karena bagaimanapun, hatimu akan terus terpaku pada Kacchan..."

"Hiks..."

.

.

.

.

"Jadi? Apa jawabannya?"

Izuku terdiam saat sang pahlawan nomor satu – All Might – berdiri didepannya meminta satu kepastian yang akan ia katakan segera. Tanpa tahu apa yang Izuku rasakan sebelumnya, tanpa tahu apa yang sebenarnya dialami Izuku hingga membuat raut wajahnya terlihat begitu hampa.

"..."

"Hei, kau terlihat lesu. Apa ada yang membuatmu tak fokus? Midoriya Shounen?"

"I-itu tak ada..."

Tanggap Izuku menengadahkan kepalanya keatas.

Dan ketika melihatnya. Entah Izuku rasanya tak tega jika tak mengatakannya pada All Might saat raut muka pahlawan nomor satu itu terlihat begitu antusias, meski akhirnya itu hanya akan membuatnya menjadi kembali sakit.

"Kau sudah mengatakannya bukan? jadi apa jawabannya?"

Ucap All Might kembali bertanya.

Izuku pun mencoba merubah raut wajahnya yang hampa.

"A-Aku –"

"A-Aku kalah, All Might..."

Ucap Izuku tersenyum pilu, dengan air mata yang tumpah begitu saja dari sudut matanya.

.

.

.

.

.

.


:: Fin~ ::