KA ingin ikut memeriahkan ifent NHTD jadi dengan sangat terpaksa KA membuat fic ini... berharap sobat NHL semua mengerti bahwa kisah hidup memang tidak selalu akan berakhir bahagia.

Dan ketika hal tersebut terjadi, jangan pernah menyalahkan siapapun apalagi menyalahkan Tuhan, Karena Tuhan punya cara tersendiri untuk membuat kita bahagia.

Kalian boleh caci maki KA setelah membaca ini,,, KA dengan sangat ikhlas menerimanya...

"Cinta Yang Sempurna " (CYS)

Chapter 1

Author : KA Jung Liu

Disclaimer : Manga dan semua carekter Naruto dalam fic ini cuma milik Masashi Kishimoto,

tapi cerita punya Author

Naruto milik Hinata, Hinata milik Naruto, Namun kepunyaan mutlak milik Kami-sama. Jika Naruto tidak bisa memiliki Hinata, Maka tidak ada yang boleh memiliki Hinata. Jika Hinata tidak dapat bersama Naruto, Maka tidak ada yang boleh bersama dengan Naruto.

UUDNHL Pasal 2 Ayat 2.

Pairing : Naruto Uzumaki & Hinata Hyuga (Uzumaki)

Rate : T

Genre :

Romance, Tragedi

Warning:

standar ide cerita, OOC, AU, Typo,Tanda baca salah, No EYD, Agak BAKU, membingungkan, dan masih banyak kekurangan yang lain.

.

.

.

Sumary :

Cinta yang sempurna tidak harus saling memiliki, yang terpenting adalah perasaan antara keduanya tetap murni terjaga. Tidak terbagi atau ternodai oleh rasa kepada orang lain.

Sebelum mulai KA pengen sedikit meluruskan.

Untuk kata dalam bahasa Jepang:

Chichi : Untuk menyebut AYAH jika kita sendiri yang menyebutkannya

Otou-san : Untuk menyebut AYAH jika orang lain yang menyebutnya

Haha : Untuk menyebut IBU jika kita sendiri yang menyebutkannya

Okaa-san : Untuk menyebut IBU jika orang lain yang menyebutnya

Aniki : Untuk menyebut KAKAK LAKI-LAKI jika kita sendiri yang memanggilnya

Oni-san : Untuk menyebut KAKAK LAKI-LAKI jika orang lain yang menyebutnya

Oke itu aja... lets kita lanjut !

.

.

.

*Naruto P.O.V*

Akhirnya Hinata bisa menyetir mobil juga, dia sudah memiliki lisensi mengemudinya. Tentu saja Aku sangat bangga padanya. Aku tahu dia berjuang dengan keras dalam tes mengemudi. Dia terus menelponku waktu itu Dia bilang dia ingin mendengarkan semangat dariku.

Dan disinilah Kami, hari ini Kami berdua sudah duduk manis di mobilnya. Siap untuk berjalan-jalan, Hinata ingin mengendarai mobilnya berkeliling kota, karena telah memiliki SIMnya sendiri.

"Jangan lupa memakai sabuk pengaman Hinata-chan" Aku mengingatkan Hinata sebelum dia mulai berkendara.

"Sudah dipakai. Kamu juga jangan lupa. Ini pasti akan sangat menyenangkan."Hinata menjawab dengan riang.

"Apakah Kamu bilang menyenangkan karena akhirnya Kamu bebas dari pengawasan Oni-sanmu?" Aku bertanya padanya.

"Sebagian ya. Sebagian karena ada Kamu juga."Hinata menjawab dengan senyum manisnya.

Aku tersipu, Aku tidak bisa menjawab kata-katanya. Aku menoleh ke jendela agar Dia tidak melihat rona merah dipipiku.

Hinata memulai untuk menjalankan mobilnya. Kecepatan saat ini masih stabil, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat. Termasuk kategori pengemudi yang lembut . Aku merasa benar-benar aman dibawah kemudinya. Aku yakin tidak ada hal buruk yang akan terjadi pada kita.

Namun, Alam berkata lain seakan ingin menyanggah pikiranku.

Sebuah truk kontainer yang membawa susu menerobos lampu merah. Hinata tidak menyadarinya. Dia melaju mematuhi peraturan, lampu hijau ada di pihak kita.

Sedangkan truk itu datang dari arah kiri, tepat di depan kita, memotong jalan lurus kami. Truk tersebut memblokir mobil Hinata dengan tiba-tiba.

"Hinata, remnya, injak remnya!.."Aku berteriak, tapi terlambat.

Mobil menghantam truk, meskipun tidak keras, tapi itu cukup untuk menjepit sebagian kepala mobil milik Hinata. Bersyukur bahwa aku sempat menutupi tubuh Hinata dengan tubuhku, yang mengakibatkan kakiku justru terjempit.

"Naruto-kun ..."Suara Hinata melemah karena syok.

"Percayalah semua akan baik-baik saja." Kataku sambil menepuk kepalanya. Aku yakin Kami bisa bertahan.

Kecelakaan tersebut memang benar-benar tidak bisa dihindari. Aku menerima sebagian luka ringan dan syok. Kami bisa bertahan hingga mobil yang kami kendarai berhasil diefakuasi.

Hinata dan Aku segera dilarikan ke rumah sakit, Kami tidak memiliki luka yang serius, khususnya Hinata. Namun, berita mengejutkan untuk diriku. Kakiku tidak mampu untuk bergerak lagi. Aku mengalami kelumpuhan total dari pinggang ke bawah.

Apakah ini cara Kami-sama memberitahukanku bahwa Aku tidak layak untuk Hinata? Saat Aku hendak menyatakan cinta padanya? Ketika Aku pikir semuanya akan berjalan dengan sempurna?

Aku mencoba mengendalikan ekspresi wajahku untuk tetap tenang di depan Hinata. Agar menyakinkan dia bahwa itu bukan murni kesalahnya.

Tetapi Dia tetap bersikeras meminta maaf dan merasa bersalah hal tersebut justru membuatku meneteskan air mata. Apakah Aku harus marah pada hasil yang diberikan dokter ?. Apakah Aku harus marah pada semua?.

Apa yang harus Aku lakukan? Tidak ada yang pantas untuk disalahkan atau dimarahi, semua sudah menjadi takdir dari Kami-sama.

.

.

.

Aku pura-pura tidur saat Aku merilekskan semua otot leherku. Kepalaku bergerak-gerak disetiap getaran yang ditimbulkan oleh permukaan tanah yang tengah Aku lalui. Aku sudah berada dikursi roda selama 2 tahun yang selalu didorong oleh seorang malaikat, ya malaikatku Hinata Hyuga.

Dia tidak akan pernah membiarkanku sendiri. Kehangatannya selalu menemani Aku dimanapun Aku pergi, baik itu menuju studio tariku yang Aku peroleh dari Chichi stelah beliau meninggal, entah itu pergi ke supermarket, bahkan Dia akan dengan senang hati membawaku ke kampus kami.

"Hinata? Ternyata ini benar kamu. Aku ingin bertanya. Apakah Kamu bebas sabtu ini? mari kita pergi ke mal. Untuk berbelanja."Tanya salah satu teman akrab Hinata saat ia menemui kami di kampus.

Aku masih memejamkan mata, berpura-pura tertidur.

"Tidak bisa, maaf. Aku tidak bisa pergi ke sana. Aku punya beberapa urusan penting yang tidak bisa ku tinggalkan"Jawab Hinata dengan nada minta maaf.

"Biar kutebak." Temari mendesah . "Kamu harus merawat Naruto kan ? sahabat lumpuhmu ini. Hinata hidupmu bukan hanya untuk menjaganya. Setidaknya pergilah keluar bersama temanmu dan segera mencari pacar."Temari berkata kepada Hinata.

"Aku mohon jangan bahas tentang itu. Dia penting untukku sehingga Aku harus merawatnya."Hinata menjawab dengan suara menjadi lebih lembut.

"Ya ampun Hinata, Dia harus belajar untuk mandiri. Bagaimana jika suatu saat Kamu tidak ada untuk membantunya."Tamari masih mencoba meyakinkan Hinata.

"Tapi, Aku masih di sini sekarang, dan akan selalu membantunya."Hinata menjawab tenang.

"Huh, baiklah Hinata keras kepala. Pokoknya semoga memiliki hari yang baik! Ingat apa yang Aku katakan."Suara Temari semakin jauh dari tempat Kami.

Dia pasti sudah pergi, tapi Aku masih tetap menutup mataku. Aku tidak ingin Hinata berpikir bahwa Aku menguping pembicaraannya.

Sejak kecelakaan yang menimpah Kami yang menyebabkan Aku lumpuh, Hinata tidak akan pernah meninggalkan sisiku. Dia akan menolak teman-teman yang mengajaknya belanja, karaoke dan pesta undangan dengan berterus terang karena Dia hanya ingin bersamaku, untuk menemaniku.

Hinata telah membuang-buang waktu berharganya dengan menemani orang tidak sempurna seperti Aku ini. Kami akan menunggu hujan bersama di halte bus, menghirup bau tanah segar akibat hujan tanpa berbicara.

Ada juga saat-saat ketika Aku menemukan waktu yang sulit untuk menerima kondisi lumpuhku, dia akan selalu memelukku untuk meminjamkan bahunya untuk bersandar. Aku tidak memiliki keberanian untuk mengakui kepadanya bahwa Aku memiliki rasa untuknya. Aku takut dia hanya merasa bersalah melakukan hal ini.

"Naruto-kun, kamu tidak tidur kan?" Hinata berkata sambil mengelus kepalaku.

"..."Aku tidak menjawab dan masih pura-pura tertidur.

"Naruto-kun. Tidak apa-apa. Sekarang hanya Kamu dan Aku."Hinata masih membelai lembut rambutku.

"Hmmm..." Kataku ragu-ragu mencoba menoleh ke belakang, senyum hangat dan lembut darinya menyambut tatapanku.

Dia begitu sempurna. Terlalu sempurna bagiku. Apa yang sebelumnya Temari katakan memang benar. Dia perlu untuk merawat dirinya sendiri, bukan hanya Aku.

Dia memiliki masa depan yang cerah menantinya. Aku bisa membayangkan dia menikah dengan bahagia bersama orang baik yang bersedia untuk melindunginya.

Lalu Aku juga bisa membayangkan Dia hidup di sebuah rumah sederhana namun nyaman dengan suaminya. Kemudian Hinata akan memiliki anak-anak, berlarian di sekitar taman yang penuh dengan bunga yang bermekaran dan akan memanggilnya "Kaa-san".

Mungkin takdir telah memutuskan bahwa Aku benar-benar tidak layak untuknya dari awal. Aku pernah mencoba untuk berhenti mencintainya tapi kata-katanya, sentuhannya, cara melihatnya akan membuatku merindukannya kembali.

Dia telah menempati tempat penting dalam hatiku yang rusak, Dia menyembuhkan sedikit demi sedikit luka yang pernah kuterima atas kematian kedua orang tuakua dengan kebaikan dan kelembutan yang Dia berikan.

Lagipula, Aku tidak ingin egois. Aku tidak punya hak untuk mengambil masa depannya yang cerah hanya untuk merawatku. Aku tidak punya apa-apa untuknya. Aku hanya pria lumpuh di kursi roda.

Pemikiranku yang mendalam,membuat air mata lolos dari mata kiriku.

"Naruto-kun... Aku mohon. Jangan memikirkan apa yang Temari katakan."Hinata benar-benar tahu Aku dengan sangat baik.

"Jangan khawatir Hinata itu hanya membawa banyak debu, sehingga masuk kemataku." Aku berbohong. "Hinata-chan, kenapa Kamu tida pergi dengan teman-temanmu ? Maksudku, Aku tidak akan melarang Kamu jika Kamu ingin pergi dengan mereka."Aku berkata kepada Hinata.

"Tidak, Aku lebih suka berada di sini bersamamu, dan menemanimu."Hinata menjawab dengan senyumannya.

"Kenapa?"Aku ingin tahu alasannya.

"Hentikan mengajukan pertanyaan konyol, Naruto-kun."Dia mencubit hidungku.

"Sakit Hinata-chan."Aku berkata pura-pura hanya tersenyum memarkir kursi rodaku disamping sebuah bangku.

Aku duduk bersantai dan dia melakukan hal yang sama dengan duduk di bangku samping kursi rodaku.

"Naruto-kun ... apakah kamu baik-baik saja?"Hinata bertanya memulai pertanyaan.

"Ya, Aku baik-baik saja lagi pula ini sudah 2 tahun lebih."Aku menatap langit biru.

Tidak ada awan yang melintas dilangit yang tengah kupandangi. Pemandangan tersebut begitu damai hampir membuatku lupa tentang kakiku. Aku merasa bebas dan dekat dengan alam. Bayangan yang melindungi kita adalah bayangan dari sebuah pohon yang berdaun lebat.

Aku bisa merasakan sebuah tangan menggenggam erat tanganku, Aku tau itu tangan Hinata, karena terasa begitu lembut dan menenangkan.

"Ini semua salahku ..." Hinata berkata lemah dengan nada menyesal saat menggenggam tanganku. "Aku yang seharusnya berada di kursi roda ..."Dia melanjutkan.

"Apa yang kamu bicarakan Hinata? "Aku memotong ucapannya.

"Ini benar-benar salahku ..." Hinata masih menyalahkan dirinya.

"STOP Hinata, BERHENTI BERBICARA SEPERTI ITU" Aku menarik kembali tangan kananku dari genggamannya.

"Aku tahu, Kamu Sudah MENGATAKANNYA BERULANG KALI HINATA." Aku benar-benar berusaha untuk terlihat marah, Aku tahu mungkin ini adalah satu-satunya cara agar membuat Hinata meninggalkan sisiku. Untuk membuat Hinata berhenti menyalahkan dirinya sendiri yang membuat aku semakin putus asa.

"Naru..." Air mata mulai keluar dari matanya yang indah. "Naruto-kun, Dengarkan Aku..."Dia mencoba berbicara.

"Hinata. Aku mohon. Lepaskan Aku. Kamu tidak perlu merasa kasihan kepadaku, Aku tidak butuh belas kasihan darimu." Aku berkata kepadanya, dan aku sadar Aku melukainya. "Kamu justru menjadai penghalang bagiku untuk mandiri." Aku benar-benar berbohong.

"Jangan, Naruto-kun, jangan pergi..,"Dia terisak keras, dan terengah-engah.

"Biarkan Aku sendiri." Aku memutar kursi rodaku menghadap arah lain darinya.

Aku membiarkan air mataku keluar saat membelakanginya, Aku menahan isak tangisku dan itu menyakitkanku. Aku berusaha memutar ban kursi rodaku sendiri dengan kekuatan tanganku yang gemetar.

Aku tidak pernah berpikir bahwa, Aku bisa menangis seperti ini, Aku harus bisa berjalan. Aku harus bisa berjalan demi dia.

.

.

.

Akhirnya Aku berhasil keluar dari Kampus. Biarlah jika Aku akan tersesat. Aku tidak peduli lagi. Aku tidak punya apa-apa yang berharga padaku, bahkan hidupku pun tidak berharga.

Jalan kosong yang kulalui cocok sekali dengan kesepian hatiku. Aku menjalankan kursi rodaku perlahan tapi pasti. Aku semakin mengencangkan jaketku. Angin musim gugur telah membuat paru-paruku terasa berat.

Di mana-mana Aku dapat melihat ada daun coklat yang rapuh tengah menari-nari dalam gerakan melingkar karena hembusan angin. Sementara pikiranku tengah merenungkan situasi berangin saat ini, Aku berhenti di sebuah bangunan rehabilitasi fisik.

Di gerbangnya tertulis sebuah pengumuman lowongan pekerjaan.

REHABILITASI FISIK UNTUK SEMUA UMUR. Bekerja sama dengan Konoha Hospital Center

Membutuhkan staf administrasi terampil dan memiliki pengetahuan dasar komputer.

Aku tahu apa yang Aku bisa dapatkan dari tempat ini.

"Selamat siang, selamat datang di Kyubi Rehabilitation. Ada yang bisa Kami bantu?"Seorang resepsionis berkata dengan ramah.

"A..ku ingin dirawat di sini."Aku menjawab sedikit tergagap.

"Kami minta maaf tapi tahun ini Kami penuh. Liburan musim panas tahun ini telah membuat kami dibanjiri penderita stroke untuk dirawat."Resepsionis itu berkata dengan nada minta maaf.

"Maka ijinkan Aku bekerja di sini! Sebagai gantinya Aku hanya akan menerima perawatan untuk gajiku." Aku mengajukan permohonan.

"Tunggu sebentar, Aku akan berbicara dengan direktur." Dia meninggalkan meja resepsionis dan kembali lagi dengan membawa pria agak pendek dengan rambut hitam sedikit panjang dan memiliki goresan dibawah kedua matanya sehingga terlihat seperti kerutan.

"Ada yang bisa Kami bantu?" Tanya pria tersebut, Aku pikir dia direktur yang dimaksud.

"Aku ingin bekerja di sini dan mendapatkan perawatan fisik sebagai gajinya."Aku mencoba untuk berbicara.

"Hmm untuk kakimu? Mungkin?"Pria pendek itu bertanya kembali.

"Y-ya."Aku menjawab gugup.

"Bagaimana Kamu bisa meyakinkanku? Dengan usahamu."Dia ingin meyakinkan.

"Aku akan memberikan usaha terbaikku untuk bekerja disini, dan akan berusaha semaksimal mungkin."Aku berkata mencoba membuatnya yakin.

"Baiklah itu cukup menjanjikan."Dia berkata sambil membenarkan kacamatanya.

"Beri Aku tanda pengenalmu. Aku akan menyimpannya sampai besok."Dia meminta Id cardku

"Ini." Aku menyerahkan identitasku .

"Na-ruto? Benar?"Dia mengkonfirmasi.

"Ya, Naruto."Aku menjawab.

"Panggil saja Aku Itachi. Kamu lebih baik bersiap-siap untuk menderita." Dia mencoba untuk menakut-nakuti.

"Aku pasti bisa melakukannya." Aku berkata yakin.

.

.

.

"Pertama kamu harus berpegangan pada besi pendukung ini. Jika Kamu merasa bahwa kakimu tidak cukup kuat untuk berpijak maka bersandarlah pada tembok di samping."Itachi berbicara denganku.

"Aku mengerti." Kataku.

Aku meletakkan tangan ku berpegangan pada besi pendukung. Kemudian mencoba mengayunkanan seluruh berat badanku ke depan. Aku mengendurkan kekuatan pendukung di tanganku. Kakiku tak berdaya hendak menyentuh tanah dari gerakan berayun. Aku membiarkan kakiku mendukung semua berat tubuhku.

Namun, mereka tidak mampu menyanggahnya. Kakiku tidak mampu berdiri. Aku terjatuh menyentuh lantai." Sial " rutukku dalam hati.

"Yah Kamu keras kepala, Aku bilang untuk bersandar terlebih dahulu pada besi pendukung." Suara Itachi tajam, tanpa belas kasihan.

Itu bagus, Aku benci orang-orang yang melihatku dengan rasa bersalah dan kasihan.

" .."Aku mencoba berbicara.

"Naruto, Aku tahu kamu ingin segera dapat berjalan, tapi jika kamu terus melakukannya dengan cara paksa, Kamu justru akan berakhir dengan menyakiti diri sendiri atau bahkan lebih buruk dari itu yang akan membuat lumpuhmu menjadi permanen." Itachi memotong ucapanku.

Dan kata 'permanen' benar-benar menghancurkan mentalitasku. itu bagaikan seseorang memberiku tamparan kuat yang menyebabkan pipiku berubah menjadi merah.

"Kamu benar Itachi." Kataku lirih akhirnya. "Aku tidak perlu terburu-buru."Aku berkata menyadari.

#Flash back#

Sekitar setahun yang lalu

Aku hanya dapat melihat para penari yang menyewa studio tariku. Sungguh ironis. Pemilik tempat ini tidak akan pernah menggunakannya sama sekali. Tempat ini hanya memberikan ku sejumlah uang untukku gunakan.

Ini adalah warisan yang menyakitkan dari Chichi, beliau mengharapkanku untuk mendapatkan yang lebih baik dari studio tari ini. Karena dulu Aku selalu memberitahu Chichi betapa Aku ingin menjadi penari profesional.

Setelah ia meninggal, studio yang dihasilkan dari kerja kerasnya kini menjadi milikku. Aku seharusnya senang dengan hal ini, tapi Aku hanya mampu menyaksikan para penari menari ditempata ini, Aku melihat sekilas pada kedua kaki lumpuhku. Dapatkan kamu melakukannya, Naruto. Dan jawaban dariku itu tidak akan mungkin.

Aku menyaksikan bagaimana para penari berkeringat di wajah gembira mereka. Kebahagiaan yang mereka hadirkan bersama kelelahan mereka. Semua gerakan yang mereka buat, semua kombinasi dan koreografi yang mereka ciptakan sendiri, mereka akan mengulang gerakan tari tersebut, seolah-olah mereka tengah membuat sebuah buku yang akan mereka pelajari dan pelajari lagi.

Aku sadar tidak akan memiliki keberuntungan dan tidak akan pernah merasakan bagaimana sukacita menari hari ini atau lusa. Menonton mereka dan berharap setidaknya menghiburku ternyata tidak sama sekali. Justru membuatku marah dan cemburu.

Aku tidak punya kesempatan untuk melakukannya.

Dan yang paling menyakitkan dari semua itu.

Aku memang bisa menari.

Aku begitu menyukainya dan aku pandai dalam hal itu.

Tapi aku kehilangan kemampuan itu.

# Flash Back End#

*Naruto P.O.V End*

.

.

.

*Author P.O.V*

"Apakah pelatih melihat Naruto?" Tanya Hinata kepada salah satu pelatih di studio tari Naruto.

"Tidak, hari ini Aku tidak melihatnya di sini." Pelatih tersebut menjawab.

Jawabannya mengecewakan untuk Hinata. Sudah seminggu sejak Naruto menghilang. Hinata tidak pernah berhenti memikirkannya, ini sangat menyiksa untuknya. " Arigatou." Hinata berucap kepada Pelatih tersebut, dibalas dengan senyuman.

Hinata pergi dari studio tari dengan sejuta rasa, kecewa, sedih, dan tentu saja khawatir, Dia begitu mengkhawatir tentang Naruto hingga dia tidak bisa tidur, tidak memiliki nafsu makan dan tidak bisa berpikir dengan benar.

Tanpa Naruto disisinya, dia menjadi panik. Ketidak hadiran pria ceria itu menghancurkan zona kenyamanan-nya. Semua orang di sekitar Hinata telah melarangnya untuk terlalu terobsesi untuk mencari Naruto karena kesehatan Hinata semakin memburuk.

Hinata adalah gadis muda yang sulit ditebak, Meskipun Pria di kursi roda a.k Naruto mengasumsikan bahwa Hinata hanya merawatnya karena rasa bersalah. Teman - teman dan keluarganya tahu tujuan yang sebenarnya Hinata melakukan hal tersebut.

Tidak ada yang akan membantu Naruto hingga sejauh itu jika itu hanya karena perasaan bersalah. Dia benar-benar peduli tentang Naruto bukan karena rasa bersalah. Memang benar bahwa Hinata sempat meyakini bahwa apa yang dia lakukan adalah karena rasa bersalahnya kepada teman masa kecilnya, a.k Naruto.

Sederhananya, Hinata belum sepenuhnya menyadari cintanya untuk Naruto. Tapi kini dia sadar akan hal tersebut.

Kebodohannya ini berakibat fatal untuk Hinata sendiri.

Asma yang Hinata miliki yang telah lama sembuh, Kini kembali menyiksa paru-parunya. Penyebab utama penyakit ini kambuh adalah kerentanan jiwanya. Dengan itu berarti Hinata telah kehilangan stabilitas emosionalnya.

"Hinata-chan, tolong, Jagalah kesehatanmu."Pinta Neji Oni-san Hinata.

"Tenanglah Aniki , jangan terlalu mengkhawatirkanku Aku bisa menanganinya." Hinata mencoba menghibur dan meyakinkan Oni-sannnya.

"Tidak, Kamu tidak bisa Hinata. Aku yang akan mencari Naruto."Neji menyanggah Hinata.

"Tapi ..."Hinata mencoba bersikeras.

"Tolong Hinata, ini demi Kamu."Neji memotong ucapannya.

"Baiklah, Jika itu membuat Aniki berhenti mengkhawatirkanku, Arigatou Neji-Ni."Hinata berkata pasrah dengan senyum dibibir mungilnya.

"Iie , doo itashimashite my Imouto, apapun untukmu."Neji menjawab Hinata dan memeluk tubuh mungil itu kedalam pelukannya.

.

.

.

Neji tidak membuang-buang waktu. Dia segera menyelidiki kartu kredit Naruto. Neji tahu banyak orang yang dapat membantunya. Seorang teman lama-nya, Shino bekerja di sebuah organisasi penyelidikan dengan teknologi tinggi, sebuah kantor detektif yang bermitra dengan polisi.

"Naruto Uzumaki."Shino mengetik nama tersebut dilayar komputernya. "Dia tidak menggunakan lagi kartu kredit terakhir kali, tapi penghasilan dari uang sewa masih ditujukan ke alamat rekening bank Naruto." Shino berkata menjelaskan situasi saat ini.

"Bagaimana dengan daftar pasien di rumah sakit terdekat?"Neji bertanya.

"Tidak. Dia tidak terdaftar dirumah sakit atau tempat rehab manapun." Shino berkata setelah melihat hasil pencariannya.

"Bisakah Aku meminta tolong kepadamu, untuk meneleponku setiap kali Kamu mendapatkan berita terbaru tentang Naruto?"Neji bertanya meminta bantuan.

"Tentu, dengan senang hati."Shino menjawab dengan tersenyum.

Neji mengucapkan terima kasih dan pergi dengan hasil yang mengecewakan.

Naruto bukan pasien. Dia dirawat oleh Itachi karena dia bekerja untuk Itachi. Tidak ada pendaftaran. Berarti tidak ada jejak tentang dia.

Lembaga rehabilitasi saat itu tidak diizinkan untuk menerima pasien lain ketika penuh.

Jadi ... Naruto entah bagaimana ilegal?

.

.

.

* Itachi P.O.V*

Pemuda pirang satu ini merupakan seorang pejuang. Setiap hari setelah pekerjaannya usai dia akan melatih kakinya. Dia mencoba berjalan tanpa menyerah.

Dia jatuh berkali-kali, namun dia akan bangkit dengan kekuatan lebih setiap kali dia terjatuh. Lengannya kini telah memiliki otot karena kegiatan untuk menyanggah tubuhnya. Kadang-kadang Aku bisa melihat matanya merah ingin menangis. Apa yang dia tinggalkan untuk hidup dalam perawatanku sehingga membuatnya tertekan?.

Terkadang hal tersebutlah yang membuatku bersedia menerimanya. Ada hal yang membuatku berkewajiban untuk menyembuhkannya dan melindunginya, dia seperti adik untukku.

"Naruto, berhenti. Hentikan Naruto." Aku berlari ke arahnya ketika Aku menyadari bahwa dia memaksa dirinya lagi. Tubuhnya sudah lelah, Aku tahu.

"Itachi ... kenapa Aku tidak bisa melakukannya?" Keringatnya menetes diseluruh tubuhnya dan membasahi bajunya.

"Jangan khawatir. Mungkin belum menjadi waktu yang tepat bagimu untuk dapat berjalan lagi."Aku mencoba menenangkannya.

"Tapi ... tapi ..." Dia mencoba beraalasan.

"Sudahlah, bagaimana jika kita pergi ke supermarket. Aku akan menempatkanmu di kursi rodamu."Aku segera memotong ucapannya dan mebimbingnya duduk di kuris roda.

"Baiklah." Akhirnya dia mendesah.

Aku mendorong kursi rodanya dengan hati-hati. Untungnya, supermarket tidak jauh dari tempat ini, tidak butuh waktu lama bagi kami untuk sampai ke sana dengan berjalan kaki.

Naruto akan terlihat tidak berdaya jika dilihat dari belakang. Aku tahu betapa dia benci ketika pejalan kaki lainnya menatapnya. Kadang-kadang ia akan menatap mereka kembali, kadang-kadang dia akan tersenyum sinis kepada mereka dan kadang-kadang dia akan mengabaikan mereka.

Maka Aku mencoba untuk berjalan di jalur kosong untuk menghindari ketidaknyamanannya.

"Itachi ..." Dia memanggilku tanpa melihat ke belakang.

"Umm, ya?"Aku menjawab.

"Bisakah Kita lewat jalan lain bukan jalan yang biasa kita lewati?"Dia bertanya.

"Apakah Kamu yakin? Disana pasti ramai."Aku mencoba meyakinkannya.

"Ya, itu tidak jadi masalah." Dia menjawab percaya diri.

"Oke, jika itu yang kamu inginkan."Aku berkata kepadanya.

Aku mengabulkan keinginannya untuk berjalan melalui jalan yang dia minta. Sebagai hadiah karena dia sudah begitu tekun berlatih.

Kami berjalan melalui sebuah Kafe, Aku pikir itu berarti sesuatu untuk Naruto. Dia mengamati dengan seksama pada kasir cantik yang sedang berbicara dengan seorang pria, pria itu tengah menggenggam tangannya.

Sebuah kerutan terbentuk didahi Naruto saat memperhatikan mereka dengan seksama. Aku bisa merasakan bahwa dia merasa tidak nyaman. Dia terlihat marah, tatapan Naruto terpaku pada gadis kasir dengan pria tersebut.

Tidak ada yang bisa mengalihkan perhatiannya, Pandangannya terpaku pada gadis berambut panjang berponi nan memiliki paras yang anggun.

"Dia sudah memiliki seseorang..." Naruto berkata dengan nada berbisik.

"Jika Kamu ingin tahu kepastiannya bertanyalah kepadanya, umm sepertinya kamu mengenalnya?" Aku bekata kepada Naruto untuk menghilangkan lamunannya.

"Apa? Tidak mungkin. Dia hanya memegang tangannya. Ini merupakan tanda universal..."Naruto benar-benar tidak fokus pada apa yang Aku katakan.

"Naru.." Aku berhenti berbicara saat aku melihat Naruto menundukan pandangannya ketanah, menahan air matanya agar tidak keluar.

"Mari kita kembali..."Aku mendorong kursi rodanya menjauh dari tempat itu.

"Hmm." Dia hanya bergumam menjawabku.

*Itachi P.O.V end*

.

.

.

* Hinata P.O.V*

Sepanjang hari aku merasa seperti tak bernyawa. Bekerja sebagai kasir di kafe menjadi tidak bersemangat ketika Naruto tidak menungguku.

Dimana Pria favoritku? Satu-satunya orang yang akan dengan senang hati jika Aku bermain dengan rambutnya yang pirang. Rambutnya yang halus itu akan terasa lembut di sela jariku ketika Aku mengacaukannya.

Dan fakta bahwa dia memiliki rambut pendek membuatnya lebih menyenangkan dan simpel.

Dimana teman masa kecil ceriaku? Dia adalah orang yang tulus dalam segala hal, dalam merawatku, membantuku meskipun ia adalah orang yang membutuhkan bantuanku. Dia mampu menenangkanku, dan tidak semua orang mampu melakukannya.

Dimana Naruto-kun my Ouji-sama, Aku memikirkannya hingga aku tidak sadar bahwa seseorang tengah berdiri dedapnku.

"Hinata..?"Sapa seseorang didepanku. 'Kenapa harus orang ini lagi' batinku

"Hmm ya. Ada apa Sasori?"Aku bertanya dengan nada ketus.

"Aku ingin bertanya..."Dia masih mencoba merangkai kata.

Kenapa sih dia harus datang lagi, dia akan selalu memintaku untuk pergi kencan dengannya bahkan memintaku menjadi pacarnya terus-menerus. Sekarang menjadi lebih parah sejak Naruto tidak disekitarku.

"... Jika Kamu tidak keberatan, apakah kamu bersedia menonton film denganku. Pada hari Sabtu.?" Dia selesai.

Aku selalu menolaknya setiap dia memintaku pada hari sabtu karena Aku akan selalu beralasan bahwa semua hari Sabtuku hanya untuk Naruto saja.

Aku merindukan semua tentang Naruto. Meskipun aku tahu dia masih marah karena aku begitu bodoh tidak bisa mengakui bahwa itu bukan hanya rasa bersalah yang aku rasakan untuk dia.

"Ummm ..." Aku mencoba untuk mencari alasan.

"Sebelum kamu mengatakan tidak. Tolong, sekali ini saja. Kamu tidak memiliki kegiatan kan, di samping itu Aku bersumpah ini akan menjadi yang terakhir dan Aku tidak akan mengganggumu lagi jika setelah kencan ini Kamu masih menolakku."Dia memotong pemikiranku.

Aku harus akui kesepakatan ini benar-beanar membuatku tertarik. Aku sudah membayangkan diriku tidak akan diganggu oleh dia lagi, tidak akan melihat wajahnya lagi setelah acara ini.

"Baiklah. Tapi Aku ulangi sekali lagi, Kamu berjanji hanya untuk sekali ini. Tidak akan ada lagi."Aku berkata meyakinkan.

"Kecuali jika Kamu yang meminta untuk kencan lain."Dia menjawab dengan percaya diri.

"Dalam khayalanmu."Aku berkata acuh.

Aku terkejut saat dia memegang kedua tanganku. Hal itu membuat napasku menjadi berat, Aku terlalu lemah dan sesak nafas untuk melepaskan tanganku jauh dari tangannya.

Kulit kotor Sasori menempel padaku. Yang bisa Aku pikirkan adalah Aku ingin segera mengambil pembersih untuk segera membersihkannya.

"Aku tidak akan mengecewakanmu. Aku janji." Katanya sambil menatap mataku.

"Terserah ... sekarang tolong lepaskan tanganku."Aku menarik tanganku, setelah dia mengendurkan pegangannya.

*Hinata P.O.V End*

.

.

.

*Naruto P.O.V*

Melihat kejadian hari itu benar-benar mengganggu pikiranku saat ini. Jari-jariku menekan tombol acak pada joystic, namun matanku tidak bisa terfokus pada permainan. Aku tidak sepenuhnya di sana, Aku bahkan terus dikalahkan bos musuh di level pertama.

Aku mengacaukan rambutku frustrasi dan mendesah.

*Flash Back*

Beberapa bulan yang lalu,

Untuk begitu lama Hinata telah memegang tanganku dan aku tidak pernah bisa terbiasa mengendalikan efek dari itu. Satu-satunya hal yang Aku bisa kontrol adalah reaksiku. Aku belajar bahwa berpaling darinya adalah cara terbaik untuk tidak tertangkap basah memiliki perasaan ada berjuta kupu-kupu diperutku dari sentuhan Hinata.

Meskipun Aku tahu bahwa itu terlalu jelas jika diperhatikan. Jadi Aku akhirnya belajar mencoba memiliki wajah tenang untuk menyembunyikan kebahagiaanku.

"Itu terlihat sangat lezat."Aku berkomentar pada nasi goreng sederhana namun menjanjikan yang dia buat dan diletakan disamping meja dekat kursi rodaku, untuk mengalihkan dia dari memegang tanganku.

"Kau tahu Aku membuatnya sendiri." Dia menjawab, mengambil pring nasi goreng tersebut dan menyerahkannya padaku . Aku dengan senang hati menerimanya, dan memakannya.

"Bagaimana rasanya ?."Dia bertanya harap-harap cemas.

"Mmmmmm... Aku tidak bisa menggambarkan rasanya"Aku menjawabnya dengan nada mempermainkan.

"Kenapa, Apakah karena itu terlihat jelek dan gosong, jadi mungkin rasanya tidak enak?"Dia bertanya kembali meminta kepastian.

"Bukan begitu, Aku tidak bisa menggambarkan rasanya karena ini lebih dari sekedar enak."Aku menjawab dengan kejujuran dan tidak lupa senyum lima jariku.

"Naruto, berhentilah terlalu memujiku..." Hinata berkata dengan sedikit tersipu.

Aku hanya membalasnya dengan senyuman, dan menghabiskan nasi goreng buatannya Makanan yang dia buat tidak hanya lezat tetapi juga penuh dengan cinta. Setidaknya dalam persepsiku sendiri.

Hinata merawatku dengan penuh perhatian. Setelah selesai makan dia mengajaku berjalan-jalan ditaman. Dia berhenti didekat bangku taman, kursi rodaku diberhentikan disamping bangku tersebut. Kemudian dia duduk dibangku disampingku.

"Naruto, kau begitu bodoh." Katanya seraya berdiri dihadapanku.

"Eh? Memang Aku bodoh ya." Ketika Aku dengannya, Aku benar-benar tidak bisa berpikir dengan baik.

"Kemari ulurkan tanganmu!."Dia berkata dengan mengulurkan tangan miliknya seperti ingin meminta sesuatu.

"Untuk apa?"Aku bertanya sembari mengulurkan tanganku dan meletakannya di atas tangan miliknya.

"Untuk menghangatkanku." Dia menautkan jari dinginnya dengan milikku.

Ini benar-benar hangat ketika tangannya memegang erat tanganku. Membuatku semakin salah tingkah. Untuk itu, Aku benar-benar membutuhkan kontrol penuh dengan ekspresi wajahku... dia duduk di pangkuanku, mengalungkan lengannya di leherku. Menyandarkan kepalanya didadaku.

*Flash Back End*

Aku benar-benar gagal menghilangakan pikiran dari sumber rasa sakit, yaitu Hinata. Aku kini bergerak mengelilingi ruang tamu Itachi, dengan beban di pikiran.

Sudah sebulan, 2 hari, 3 jam, 24 menit dan 30 detik sejak terakhir kali Aku menghabiskan waktuku bersama dengan Hinata.

Aku telah tinggal bersama Itachi untuk sementara waktu. Aku berjanji pada diriku bahwa Aku tidak akan pernah datang kembali jika Aku belum bisa berjalan.

Terkadang Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah Aku dapat berjalan lagi dan menepati janjiku untuk tetap selalu bersama Hinata atau kah Aku harus melepaskan Hinata.

Aku memutuskan untuk pergi ke gym rehabilitasi yang bersebelahan dengan rumah Itachi. Aku akan berbicara dengan Itachi. Aku tahu bahwa Aku harus pergi ke sana. Aku harus bisa berjalan sesegera mungkin.

Atau Aku hanya akan menunggu waktu sebelum Hinata diambil oleh seseorang

Seseorang yang memiliki hak untuk membawanya pergi.

Seseorang yang bisa berjalan dan akan membuatnya bahagia.

Bukan pria lumpuh seperti diriku.

* Naruto P.O.V end *

.

.

Langsung lanjut ke chapter berikutnya...