Untuk sepupu-sepupuku tersayang. Untuk mengenang saat-saat indah waktu kita sering ngumpul dan jalan-jalan bareng dulu (yeah, walaupun cuma jalan-jalan ke kuburan, trus jatoh ke kubangan di lapangan bola yang banyak kambingnya. Hiks..)

Untuk sahabatku tersayang, Ethu, yang adegannya di dufan dulu aku pake di fic ini. Wekekek... jadi pingin ngakak kalo inget, jeng...

Untuk Ghee. Nih, aku bikin yang berseri. Gak bener-bener berseri sih, Bu... Awalnya ini oneshot yang superpanjang. Lebih dari 35 halaman word!! Jadinya aku pecah-pecah jadi beberapa bagian biar gak pusing bacanya. Gomen kalau mengecewakan ya, teman! Bener-bener iri dengan fic-fic hebatmu, Bu!

Untuk Ambudaff. Ambu... iputz stuck banget LIS-nya. Kena WB kronis... Toloooong!!


Disclaimer : Yang jelas bukan punyaku, lho...


--

A HinataNejiHanabi Fic

Alternate Universe, very OOC

(Udah diwarningkan lho. Jadi jangan protes! Xixixi...)

NaruHina, NejiTen

slight ShikaTema, SasuSaku, SaiIno

--

Family Love

1

Hyuuga Neji mengetuk-ngetukkan jemarinya yang panjang ke roda kemudi sedan tua-nya, bersenandung kecil mengikuti irama Adriane milik The Calling yang sengaja diputar keras-keras. Pemuda itu bahkan nyaris tidak menyadari saat ponselnya yang digeletakkan begitu saja di jok depan berdering.

Pemuda itu mengecilkan tape mobilnya dan cepat-cepat memasang earphone ponselnya.

"Halo?"

"NEJI NII-SAN!!" terdengar teriakan keras anak perempuan dari seberang. Saking kerasnya sehingga membuat Neji nyaris menabrak BMW di depannya karena kaget.

"H-Hanabi?" sahut Neji.

"Akhirnya diangkat juga! Nyebelin banget deh, udah dari tadi ditelpon, juga! Kemana aja sih?!" omel adik sepupunya.

"Nelpon dari tadi? Masa sih? Perasaan dari tadi ponselku anteng aja tuh," kata Neji bingung.

"Kalo gitu Neji nii-san harus periksa ke THT deh. Masa aku telpon segitunya GAK KEDENGERAN SIIIIH?!" Hanabi berteriak, membuat telinga Neji berdenging.

"Iya iya, maaf..." sahut Neji menahan tawa. Hanabi tidak pernah berubah dari dulu. Hobinya masih teriak-teriak, kontras sekali dengan kakak perempuannya yang kalem.

"Hari ini jadi ke rumah kan, Nii-san?" tanya Hanabi kemudian.

"Iya, jadi. Ini lagi di jalan."

"Jalan mana?"

"Udah dekat kok. Tinggal beberapa blok lagi."

"Berapa menit lagi kira-kira?"

"Yah... lima menitan lah..."

"Beneran, ya..."

"Beres, Bos!"

"Ya udah, aku tungguin lho!" seru Hanabi.

Neji tertawa kecil. "Ya sudah. Tunggu saja, ya."

"Cepetan. Kalau perlu ngebut aja!" kata Hanabi sok ngatur sebelum memutuskan sambungan.

Mumpung sedang lampu merah, Neji mengecek ponselnya. Ternyata ada 12 missed call dan semuanya dari Hanabi. Neji tertawa saja. Yah, mungkin lebih baik ia tidak menyetel musik terlalu keras.

Belum lima menit kemudian ponselnya berbunyi lagi.

"Ya?"

"Nii-san lama! Nyampe mana sih?"

"Kan belum lima menit, Hanabi-chaaan..." kata Neji sabar. "Bentar lagi nyampe kok."

"Awas lho, kalo lama. Tar Neji Nii-san harus traktir aku makan es krim!"

Sambungan terputus. Neji geleng-geleng kepala.

Ternyata Neji tidak bisa datang secepat yang dijanjikan. Jalan menuju Hyuuga Mansion macet karena ada perbaikan jalan. Ia terpaksa harus putar balik.

Ponselnya berdering lagi.

"Ha..."

Sebelum Neji berkata apa-apa, adik sepupunya yang paling bawel sedunia itu sudah berteriak kencang, "LIMA MENIT SUDAH LEWAT!!" dan sambungan langsung terputus.

Ya ampun... tempramen yang benar-benar manis.

Rrr... Rrr...

"Nii-san udah di depan nih. Gak sabaran ba..."

"Nii-san? Sejak kapan aku memanggilmu Nii-san, Neji?" berbeda dengan suara Hanabi yang memekakkan telinga, kini suara lembut milik salah satu teman kuliahnya yang terdengar.

"Eh?" pemuda itu bingung. "Tenten? Eh, sori sori. Aku kira Hanabi. Habis dia nelponin terus dari tadi. Ada apa?"

"Enggak. Cuma mau mastiin aja, kamu beneran gak mau ikutan? Anak-anak udah pada ngumpul nih. Rencananya mau berangkat sekarang. Kalau kamu mau ikut, kami bisa nunggu..."

"Ayolah, Neji-kun!! Ikut saja... Anak-anak pada kangen sama ketua suku nih!!" suara Lee terdengar melatarbelakangi suara manis Tenten.

"Berisik ah, Lee!" omel Tenten.

"Maaf ya, aku gak bisa. Ada urusan lain nih. Gak bisa ditinggalin," Neji menjawab dengan nada menyesal. "Mungkin lain kali saja."

Terdengar keluhan keras Lee di seberang.

"Oh, ya sudah kalau begitu. Lagipula hari keluarga gak boleh diganggu, kan? Have a nice holiday, ya..."

Pemuda itu tersenyum. Tenten memang salah satu dari segelintir temannya yang mengetahui kebiasaan Neji menyambangi kediaman pamannya setiap bulan di akhir pekan, sekedar untuk menghabiskan waktu dengan kedua adik kesayangannya.

"Thanks, Tenten. Kalian juga, selamat bersenang-senang," ucap Neji sebelum memutus sambungan dan melepas earphone-nya, menjejalkannya bersama-sama ponselnya ke dalam saku jaketnya. Ia sudah sampai di depan gerbang Hyuuga mansion.

Penjaga yang berjaga di gerbang bergegas membukakan pintu ketika sedan hitam usang milik Neji mendekat. "Pagi, Neji-sama!" sapanya sambil mengangguk sopan.

Pemuda itu balas mengangguk dan tersenyum dari dalam mobilnya. Ia memarkirkan mobilnya tepat di belakang Jaguar milik pamannya. Kalau dibandingkan, sedan tua Neji tampak sangat menyedihkan. Bukannya Neji tidak punya uang untuk membeli yang lebih bagus—tidak, karena Neji adalah salah satu pewaris Hyuuga Corp yang tentu saja bisa membeli apa saja dengan mudah—, hanya saja ia belum merasa perlu. Dan meski ia berasal dari keluarga kaya raya, Neji bekerja paruh waktu di restoran cepat saji. Ia ingin merasakan bagaimana rasanya kerja keras, banting tulang, supaya ia bisa lebih menghargai apa yang dimilikinya. Termasuk menghargai mobil bekas murah meriah yang dibelinya dari gaji yang dikumpulkannya.

"Neji nii-san!" sambut Hinata saat gadis itu membukakan pintu utama bagi kakak sepupunya. Gadis itu tersenyum lebar dan langsung mengamit lengan Neji, membawanya masuk.

"Kuliahmu oke, Hinata?" tanya Neji saat mereka tengah menyusuri koridor menuju rumah utama.

Hinata cemberut. "Hampir sebulan gak ketemu kok langsung nanyain kuliah sih, bukannya kabarku," rajuknya.

"Tidak usah ditanya juga sudah kelihatan kok," gurau Neji sambil menepuk lembut kepala Hinata. "Mana Hanabi?"

Hinata menghela napas. "Di kamarnya. Dia marah-marah terus dari tadi. Oh iya, Nii-san mau minum apa?" tawarnya ketika mereka sudah berada di depan rumah utama.

"Apa saja," sahut Neji.

Hinata melepaskan tangannya yang sedari tadi merangkul lengan Neji dan tersenyum. "Kalau begitu aku buatkan jus mengkudu, ya!" gadis itu tertawa kecil melihat ekspresi jijik kakaknya, "Bercanda, bercanda..." katanya sambil mengibaskan tangan.

Tepat saat itu, Hyuuga Hiashi, sang tuan rumah muncul dari ujung koridor. Pipa cerutu bertengger di mulutnya.

"Hiashi ji-sama," Neji membungkuk memberi hormat.

Pamannya itu tersenyum lebar melihatnya dan membuka kedua tangannya. "Neji, Nak! Apa kabar?" gelegarnya. Asap cerutu menguar dari mulutnya.

"Baik, Ji-sama," jawab Neji sopan.

Hiashi tertawa. "Wah wah... kau masih saja kaku seperti biasanya. Sangat mirip ayahmu. Nah, apa ini yang baru kudengar dari Hinata? Katanya kau baru diangkat jadi ketua senat mahasiswa di kampusmu," katanya, menatap keponakannya dengan bangga.

"Er... I-Iya..." jawab Neji, wajahnya sedikit merona.

Hiashi mengangguk-anggukkan kepala sambil tertawa. Tangannya menepuk pundak keponakannya agak terlalu bersemangat, membuat lutut pemuda itu sedikit tertekuk. "Selamat kalau begitu, Nak!"

"Otousama..."

Hiashi menoleh pada putri sulungnya dan mengangkat alis, seakan baru menyadari kalau Hinata berada di sana.

"Sudah kubilang kan, berhenti merokok. Nanti kalau batuknya kumat lagi bagaimana?" Hinata berkata jengkel seraya mengambil pipa cerutu dari mulut ayahnya. "Iya iya... aku tahu Otousama mau bilang apa," ujarnya sebelum ayahnya memprotes, "Nanti akan kubuatkan sesuatu supaya mulutnya tidak asam." Gadis itu berlalu menuju dapur, membawa pipa cerutu Hiashi yang berharga.

Neji menatap punggung Hinata menghilang di balik pintu, menahan tawa, sementara pamannya menghela napas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kau tahu, Neji, Hinata itu semakin lama semakin galak, mirip almarhum ibunya." Senyum samar muncul di wajah pamannya sementara mata lavendernya menerawang, terkenang istrinya.

Neji memilih untuk tidak berkomentar. Mereka berdiri diam seperti dua patung yang sengaja dipajang untuk menghalangi jalan selama beberapa saat sebelum suara keras Hanabi mengejutkan mereka.

"Kau telat tigapuluh menit, Neji nii-san!"

"Yare yare, Hanabi, hormati sedikit kakakmu sepupumu ini, Nak. Dia kan baru datang, masih capek," tegur Hiashi pada putri bungsunya.

Hanabi mendengus. Jelas ia sangat kesal, meskipun Neji tidak terlalu mengerti apa yang membuatnya begitu kesal. Biasanya kalau ia datang terlambat, Hanabi tidak pernah semarah ini.

"Ya sudah. Aku mau ke ruang kerja. Ada sesuatu yang harus dikerjakan. Kalian ngobrol-ngobrol saja." Hiashi pergi meninggalkan mereka berdua menuju ruang kerjanya.

Hanabi masih memelototi kakak sepupunya selama beberapa saat.

Neji menghela napas panjang. "Tadi kena macet, Hanabi-chan. Ada perbaikan jalan, jadi aku harus putar balik."

Namun nampaknya Hanabi tidak begitu mengindahkan kata-kata sepupunya. Ia terus saja menggerutu dan mengomel ketika mereka berjalan ke gazebo di pinggir kolam tempat biasa mereka duduk-duduk. Neji mencoba bersabar saja. Toh, ia sudah terbiasa dengan ocehan adik sepupunya itu.

"Wah, sepertinya kalian asyik ngobrol nih," Hinata datang beberapa menit kemudian, membawa senampan penuh kudapan dan tiga cangkir teh hangat. Wajahnya tampak geli.

"Onee-san diem deh!" tukas Hanabi.

Hinata terkikik. Ia mengulurkan cangkir teh pada Neji. "Hana-chan, Neji nii-san datang kemari kan bukan untuk diomeli. Kalau kau membuatnya kesal, dia bisa pergi lho..."

"Hm..." Neji mengangguk setuju seraya menghirup tehnya.

"Tapi Nii-san sepertinya gak keberatan," Hanabi membela diri, mencomot dango, memasukkannya ke mulut dan langsung tersedak. Terbatuk-batuk, ia mengambil cangkir yang diulurkan kakaknya dan menghirupnya sampai tandas.

Hinata memutar bola matanya dan berbisik pada sepupunya, "Maaf ya, Nii-san. Mood Hanabi sedang tidak bagus dua hari ini. Kurasa karena 'itu'."

"'Itu'?" Neji melempar pandang bingung pada Hinata.

Hinata berbisik lagi padanya, "Itu lho... Pssst... pssst..."

"Oooh..." Neji mengangguk-angguk mengerti, menahan senyum. Wah wah... Hanabi sudah jadi gadis rupanya, batinnya geli.

"Kalian ngomongin aku, ya?" tanya Hanabi, membelalak curiga pada kedua kakaknya.

Neji hanya mengangkat bahu sementara Hinata tertawa kecil seraya mengisi kembali cangkir-cangkir yang sudah kosong.

"Ne, Hanabi-chan, sebagai permintaan maaf karena datang telat, bagaimana kalau kali ini kamu saja yang jadi tokoh utama?" tawar Neji setelah beberapa lama. Sudah jadi kebiasaan ketiganya setiap berkumpul seperti ini untuk menentukan tokoh utama. Nantinya si tokoh utama ini yang menentukan mereka akan melakukan apa atau pergi kemana seharian itu, dan yang lainnya wajib menuruti si tokoh utama. Dan sebenarnya tokoh utama kali ini adalah Neji. Tapi sebagai kakak yang baik, tidak ada salahnya mengalah, kan? Lagipula bagus untuk mengajarkan pada si kecil yang kelewat angkuh ini tentang tanggungjawab dan kerendahan hati. Ha!

Hinata mengangguk setuju.

"Benar?" Hanabi berseri-seri. "Hm... kalau begitu... um..." gadis itu meletakkan telunjuknya di dagu, berpikir. "Bagaimana kalau kita pergi ke Konoha Land?" usulnya.

"Boleh," sahut Neji. Ia yang tadinya mengira Hanabi akan mengusulkan bermain monopoli seperti biasanya (Neji tidak habis pikir kenapa Hanabi yang hiperaktif itu senang dengan permainan supermembosankan macam monopoli. Permainan konyol yang hanya mempunyai dua pilihan yang juga tak kalah konyol; berakhir kaya atau kere), senang-senang saja.

"Tapi Nii-san yang bayarin tiketnya, ya!"

"Tidak masalah."

"Nee-san yang traktir makanannya!"

"Baiklah, Hana-chan," sahut Hinata.

"Oke kalau begitu. Aku siap-siap dulu!" Hanabi melompat bangun dan langsung pergi dengan berlari-lari kecil menuju kamarnya untuk bersiap.

Hinata membereskan cangkir-cangkir. "Aku juga mau bersiap-siap," ucapnya pada Neji dan bergegas pergi.

"Yeah... Aku tunggu," katanya pada punggung Hinata yang menghilang di belokan menuju rumah utama. Pemuda itu mengeluarkan ponselnya, menimbang-nimbang apakah ia akan menghubungi salah satu temannya. Tenten atau Lee atau siapalah. Ia dan kedua sepupunya akan pergi ke Konoha Land. Dan tempat itu dekat dengan Hi's Peak. Barangkali saja bisa bertemu.

Tapi kemudian ia memasukkan kembali ponselnya. Mana mungkin bertemu. Anak-anak itu kan mau pergi mendaki. Kecuali kalau mereka nyasar ke taman hiburan, dan itu tidak mungkin.

--

TBC…


AN :

Seperti biasa aku payah dalam pemilihan judul. Jadi buat para pembaca yang mau berbaik hati mengusulkan judul untukku, Arigatou gozaimasu!

Gimana menurut kalian fic ini? Kalau kalian ingin aku nerusin, akan aku post chapter selanjutnya besok insyaALLAH. Kalo enggak, ya... (garuk-garuk kepala). Mungkin akan dihapus...

R&R, yah...