Blue Ribbon

Pairing: Gilgamesh x Arturia Pendragon

Genre: Drama, romance

Setting: AU

Disclaimer: Fate Series hanya milik Kinoko Nasu dan Takashi Takeuchi

Warning: gaje, agak OOC, typo (maybe)

Happy Reading :)

Gadis berambut pirang panjang yang disanggul dengan kepangan yang mengelilingi sanggulnya ini melangkahkan kakinya sembari mendorong kursi roda yang ditempati oleh sang pasien. Sang perawat berparas cantik ini mengajak sang pasien jalan-jalan mengelilingi rumah sakit. Ia sama sekali tidak merasa lelah untuk terus mendorong kursi roda selama sang pasien senang. Baginya, kebahagiaan sang pasien merupakan kebahagiaan dirinya juga. Ia tidak ingin sang pasien merasa tertekan di rumah sakit ini.

"Suster Arturia, apakah kau tidak lelah mengajakku jalan-jalan?" tanya pemuda berambut pirang pendek ini menatap mata hijau gadis itu.

"Tidak," jawab gadis bertubuh kecil dan memiliki ahoge ini tersenyum.

"Kalau boleh tahu umurmu sekarang berapa?" tanya pemuda ini lagi.

"21 tahun," jawab Arturia.

"Omong-omong, kau lebih cocok seumuran denganku," kata pemuda itu.

"Emang berapa umurmu, Flat?" tanya Arturia penasaran.

"15 tahun," jawab pemuda yang dipanggil Flat oleh Arturia ini.

"Masih remaja ya kamu?" tanya Arturia. "Kau pasti sudah punya pacar?" tebak Arturia.

"Belum. Aku hanya ingin berpacaran denganmu, suster," goda pemuda bermata biru ini hingga Arturia tersenyum geli.

"Kau ini bisa saja, adik kecil," ucap Arturia lalu ia mengusap rambut pirang pemuda itu.

Setelah puas berjalan-jalan keliling rumah sakit, Flat menyuruh Arturia untuk kembali ke ruangannya. Sampai di ruangannya, Flat mengucapkan terima kasih kepada Arturia karena telah menemaninya jalan-jalan.

"Besok pagi bersiap-siaplah untuk melakukan fisioterapi," ucap Arturia.

"Oke. Justru aku antusias sekali melakukan fisioterapi. Aku sudah tidak tahan untuk duduk di kursi roda ini," kata Flat dengan senyum yang mengembang di wajahnya.

"Bagus!" ucap Arturia dengan mengacungkan jempolnya kepada pemuda itu.

Arturia berpamitan kepada Flat dengan melambaikan tangannya lalu ia keluar dari ruangan ini.

"Arturia," Arturia menoleh kepada seseorang yang memanggil namanya.

"Iya Suster kepala? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Arturia kepada sang kepala perawat yang bernama lengkap Sola-Ui Nuada-re Sophia-ri atau yang akrab disapa Sola-ui.

"Tolong berikan ini kepada Dokter Diarmuid," perintah Sola-Ui sembari menyerahkan bekal makanan berwarna hitam kepada Arturia.

Pipi wanita bermata hazel ini tampak memerah yang membuat Arturia yakin bahwa sang suster kepala ini telah menyukai Diarmuid.

"Baik, suster kepala," ucap Arturia lalu mengambil bekal dari tangan Sola-Ui.

"Jangan sampai Kayneth tahu kalau aku memberikan bekal untuk Dokter Diarmuid," pesan Sola-Ui.

"Baik," ucap Arturia.

"Terima kasih," ucap Sola-Ui lalu ia berjalan meninggalkan Arturia yang terdiam.

Arturia menghelakan nafasnya dengan kesal. Ia benci dilibatkan dalam hubungan perselingkuhan antara Sola-Ui dengan Diarmuid. Ingin sekali rasanya Arturia kelur dalam situasi seperti ini tetapi ia tidak akan mampu melakukan itu. Masalahnya adalah terletak pada kedekatan dirinya dengan Sola-Ui dan Diarmuid. Sola-Ui merupakan atasannya yang sering curhat kepada dirinya. Sementara Diarmuid adalah teman satu panti asuhan. Arturia pun cukup dekat dengan Diarmuid. Bahkan ia sudah menganggap Diarmuid sebagai kakaknya sendiri.

Arturia menetap bekal makanan yang ia pegang dengan tatapan miris. Kemudian, ia segera ke ruangannya Diarmuid untuk menyerahkan bekalnya kepadanya sebelum jam istirahat berakhir. Sampai di depan ruangan Diarmuid, Arturia membuka pintunya lalu memasuki ruangannya.

"Arturia? Ada apa kau kemari?" tanya pria berambut hitam pendek jabrik dengan untaian rambut di depan keningnya ini menatap gadis bertubuh pendek itu.

"Menyerahkan bekal untukmu. Dari suster kepala," jawab Arturia sembari berjalan menghampiri meja kerja pria bermata oranye itu lalu meletakkan bekalnya di atas meja.

"Terima kasih, Arturia," ucap pria yang memiliki tahi lalat di bawah mata kanannya ini tersenyum kepada Arturia.

"Sama-sama," ucap Arturia juga tersenyum.

"Duduklah disini. Temani aku makan. Aku butuh teman mengobrol," pinta Diarmuid sembari menunjuk sofa.

"Apakah kau tidak takut kalau suster kepala akan marah kepadamu?" tanya Arturia.

"Jangan khawatir. Aku bisa menjelaskannya. Dia terlalu percaya kepadaku," jawab Diarmuid lalu ia memakan bekal pemberian Sola-Ui dengan lahap.

Arturia menuruti keinginan Diarmuid dengan menduduki sofa empuk berwarna putih. Untuk mengusir kebosanannya, Arturia membaca koran baru milik sang dokter muda itu. Kebanyakan berita di koran itu berisi tentang penculikan, perampokan, perjudian, pembunuhan, sampai kasus korupsi yang melibatkan para pejabat tinggi negara yang membuat Arturia menggelengkan kepalanya ketika membaca berita kriminalitas itu.

"Apakah kau merasa kalau pasien di rumah sakit ini kebanyakan korban dari kejahatan para mafia?" tanya Diarmuid.

"Akhirnya ada yang sepemikiran denganku," ucap Arturia. "Kebanyakan pasien dari ruangan kelas tiga disebabkan karena kekejaman para mafia," jelasnya.

"Kota ini semakin tidak aman saja," ucap Diarmuid lalu ia kembali memakan bekalnya.

"Arturia," panggil Diarmuid.

"Iya?"

"Mulai hari ini sampai seterusnya, kau harus berangkat dan pulang denganku," perintah Diarmuid.

"Kenapa begitu?" tanya Arturia.

"Seperti yang kukatakan tadi kalau kota ini sudah mulai tidak aman. Aku tidak ingin kau kenapa-kenapa, Arturia," jelas Diarmuid.

"Jangan khawatir, Diarmuid. Aku bisa menjaga diriku sendiri," kata Arturia.

"Tetapi kau harus dalam pengawasanku, Arturia. Apalagi kau seorang perempuan. Kumohon...turutilah aku," ucap Diarmuid.

"Baik," ucap Arturia tersenyum.


Pemuda berambut auburn pendek acakan ini melepaskan infus di punggung tangannya secara kasar lalu ia memaksakan diri untuk beranjak dari ranjang. Walaupun tubuhnya terasa sakit semua apalagi di bagian dadanya, ia tetap memaksakan diri untuk keluar dari rumah sakit.

Seketika, mata emas kecoklatan pemuda ini melebar melihat pintunya terbuka cukup lebar dan muncul seorang perawat yang menggiringnya untuk kembali ke ranjang.

"Suster Arturia...lepaskan aku!" ronta pemuda ini.

"Kau tidak boleh keluar dari sini. Ini sudah malam," ucap Arturia sembari berusaha untuk mendorong tubuh pemuda itu ke tempat tidur.

"Lepaskan aku! Aku harus membunuh para bajingan itu!" bentaknya.

"Jangan bertindak bodoh, Emiya-san. Jika kau membunuhnya, sama saja kau seperti mereka," ucap Arturia masih menahan pemuda Jepang itu untuk keluar dari kamar ini.

"Aku tak peduli!" pemuda ini langsung mendorong tubuh Arturia dengan sekuat tenaga hingga Arturia terjatuh.

Pemuda bernama lengkap Emiya Shirou ini memasang wajah merasa bersalah melihat Arturia terjatuh seperti itu karena ulahnya. Ia langsung membantu Arturia berdiri sembari meminta maaf kepadanya. Bukannya marah justru Arturia tersenyum menatap wajah tampan pemuda di depannya.

"Aku akan memaafkanmu asalkan kau tidak boleh keluar dari sini," ucap Arturia masih mempertahankan senyumannya.

Shirou menghelakan nafasnya dengan kesal lalu ia menduduki ranjangnya.

"Kau ini selalu saja keras kepala," keluh Arturia sembari memasangkan infus pada punggung tangan Shirou.

"Aku begini karena si bajingan itu," ucapnya dingin.

"Kau boleh balas dendam kepadanya jika kau benar-benar sembuh total," kata Arturia.

"Lihatlah kondisimu sekarang. Kau baru saja menjalankan operasi. Kau tahu? Para dokter hampir saja tidak dapat menyelamatkanmu karena bagian vitalmu terluka cukup parah," jelas Arturia. "Maka dari itu jangan sia-siakan usaha mereka. Kami semua menyayangimu." Shirou hanya menganggukkan kepalanya saja.

"Oh ya, saatnya untuk memberimu obat," ucap Aruria lalu menyuntikkan lengan kekar Shirou. Setelah itu, ia menempelkan kapas alkohol pada lengannya yang disuntik.

"Kapan aku bisa pulang?" tanya Shirou.

"Mungkin minggu depan," jawab Arturia.

"Kenapa lama sekali?" tanya Shirou.

"Seperti yang kukatakan tadi kalau kau terluka cukup parah. Apalagi di bagian vitalmu. Kau harus dirawat di rumah sakit secara lebih intens supaya kondisimu jauh lebih baik," jelas Arturia.

"Jika aku berada di sini terus, bagaimana dengan nasib Okaa-san dan Illya?" tanya Shirou.

"Maaf jika aku lancang," ucap Arturia. "Kalau boleh tahu, apa yang terjadi dengan mereka berdua?" tanya Arturia.

"Berjanjilah kepadaku untuk tidak bilang kepada siapapun," ucap Shirou. Arturia menganggukkan kepalanya.

"Mereka berdua disekap," jawab Shirou hingga Arturia membelalakkan matanya.

"Kenapa begitu? Lalu, di mana ayahmu?" tanya Arturia.

"Otou-san terlibat dengan organisasi mafia karena dia meminjam uang kepada mereka untuk biaya pengobatan okaa-san dengan jumlah yang besar," jawab Shirou. "Dia menghilang setelah meminjam uang mereka. Aku tak habis pikir dengannya sampai terlibat dengan para bajingan itu untuk mengobati okaa-san. Padahal aku sudah membantunya dengan berhenti kuliah dan bekerja full-time demi kesembuhan okaa-san."

"Jadi...ibu dan saudaramu dijadikan jaminan jika tidak dapat melunasi utangnya?" tanya Arturia.

"Lebih tepatnya dipaksa menjadikan okaa-san dan Illya sebagai jaminan," jawab Shirou.

Arturia iba dengan masalah yang dihadapi oleh Shirou. Bisa dibilang posisi yang dialami oleh ibu dan saudaranya Shirou hampir mirip dengan yang dialami olehnya di masa lalu. Arturia ingat sekali bagaimana dirinya dijadikan jaminan oleh pamannya -Vortigern Pendragon- apabila kalah berjudi. Waktu itu Arturia berusia 16 tahun.

Karena Vortigern kalah dari temannya yang merupakan seorang mafia, Arturia dipaksa oleh pamannya untuk ikut dengan mereka dan dijadikan alat pemuas nafsu. Sudah jelas Arturia tidak mau dan berusaha melepaskan diri dari para bajingan itu dengan tekad dan keberanian yang dimilikinya.

Keberuntungan telah memihak Arturia. Gadis bermata hijau ini telah berhasil melarikan diri dari para penjahat itu di tengah perjalanan dan melaporkan mereka kepada polisi. Arturia lega sekali karena para penjahat itu langsung ditahan oleh polisi sehingga ia dapat hidup aman tanpa dilanda rasa takut.

Sejak saat itulah ia menganggap Vortigern sebagai musuh alaminya lalu memutuskan untuk memulai hidup baru di London. Ia tak masalah hidup tanpa keluarga asalkan dirinya hidup aman dan nyaman. Toh, dari lahir ia sudah hidup di panti asuhan sebelum seseorang yang mengaku sebagai paman dari pihak ayahnya mengadopsinya.

"Aku...akan membantumu menyelamatkan ibu dan saudaramu," kata Arturia.

"Jadi...suster mengizinkanku untuk menyelamatkan mereka?" tanya Shirou tersenyum lebar.

"Iya. Tetapi aku harus ikut denganmu dan jangan melawan mereka. Hanya membebaskan ibu dan saudaramu," jawab Arturia.

"Terima kasih, Suster Arturia," ucap Shirou tersenyum. "Ayo kita pergi sekarang," ajak Shirou bersemangat.

"Ayo," kata Arturia juga bersemangat.


Arturia dan Shirou melangkahkan kakinya secara mengendap-endap memasuki gedung kosong bertingkat sepuluh. Mereka berdua membawa senjata masing-masing untuk berjaga-jaga jika tiba-tiba diserang. Arturia membawa tongkat baseball sedangkan Shirou membawa tongkat besi. Tiba-tiba, Shirou hendak terjatuh disaat menaiki anak tangga. Arturia segera menangkap tubuhnya lalu kembali menaiki anak tangga dengan merangkulnya.

"Katakan padaku jika kau tak kuat," kata Arturia.

"Aku masih kuat kok," kata Shirou tersenyum dengan maksud menahan rasa sakit yang luar biasa di dadanya.

"Kau berbohong, Emiya-san," kata Arturia. "Raut wajahmu menandakan kalau kau sedang menahan rasa sakit," lanjutnya.

"Kumohon...jangan menyuruhku untuk berhenti," pinta Shirou sembari meringis kesakitan.

"Tidak akan," ucap Arturia.

Sampai di lantai kedua, dilanjutkan menaiki anak tangga. Seperti yang diketahui Shirou kalau ibu dan Illya disekap di ruangan yang berada di lantai lima. Shirou benar-benar tak kuat menaiki anak tangga lagi. Apalagi sampai ke lantai lima. Tetapi keinginannya untuk menyelamatkan ibu dan Illya begitu kuat sehingga ia terus berjuang sampai ke lantai lima demi menyelamatkan mereka berdua. Andai saja lift di gedung ini diaktifkan, sudah pasti Shirou lebih memilih menaiki lift daripada bersusah payah menyusuri anak tangga.

"Ternyata kau ini tidak ada kapoknya juga ya, Emiya Shirou."

Arturia dan Shirou terkejut melihat seorang pria bertubuh tinggi tegap dengan tombak berwarna merah di kedua tangannya yang siap menerjang mereka berdua.

"Lancer!" kata Shirou dengan nada tinggi sembari melakukan kuda-kuda untuk menyerang pria itu dengan tongkat besinya.

"Siapa wanita itu?" tanya pria berambut biru tua jabrik yang dikuncir ini tersenyum kepada Arturia. "Apakah dia adalah pacarmu?" tanyanya lagi menyeringai.

"Suster, pergilah dari sini! Aku akan melawan si brengsek itu," perintah Shirou.

"Eh? Suster?" gumam pria bermata merah ini terkejut.

"Tidak! Aku juga akan melawannya," kata Arturia juga melakukan kuda-kuda untuk menyerang Lancer dengan tongkat baseball-nya.

"Hei suster, lebih baik merawat orang sakit sana! Jangan sok-sokan ingin melawanku," kata Lancer dengan gaya santainya. Arturia hanya mendecih saja.

Tanpa banyak bicara Shirou langaung berlari untuk menyerang Lancer dengan tongkat besinya. Lancer langsung menahan serangan dari Shirou dengan tombaknya lalu ia menendang perut Shirou hingga pemuda itu terjatuh.

"Emiya-san," teriak Arturia .

Lancer menyeringai menatap Shirou lalu ia melayangkan ujung tombaknya yang tajam ke arah dada kiri Shirou.

Praaang! Arturia menangkis tombak merah milik Lancer dengan tongkat baseball-nya. Lancer menggertakkan giginya lalu menarik tombaknya. Ia kesal sekali karena tidak dapat membunuh Shirou disaat ada seorang wanita di depannya. Lancer tidak dapat menghabisi nyawa musuhnya jika berdekkatan dengan seorang wanita. Itulah kelemahan fatalnya yang tak dapat dihiilangkan. Gara-gara memiliki kelemahan seperti itulah yang membuat bosnya hampir membunuhnya.

"Emiya-san, bertahanlah!" ucap Arturia sembari membantu Shirou berdiri.

Setelah itu, Arturia menatap Lancer dan bilang kepadanya untuk pergi dari sini sebelum menerima hukuman darinya. Lancer kembali menyeringai menatap Arturia dan bilang kepadanya kalau penjahat sekelas dirinya tidak akan terpengaruh dengan ancaman apapun termasuk dari seorang wanita.

"Percaya diri sekali kau," ucap Arturia sembari melakukan kuda-kuda untuk melawan Lancer dengan tongkat baseball dan tongkat besi milik Shirou.

"Kau bisa mengalahkanku jika berada di dalam mimpimu, suster cantik," ucap Lancer menyeringai.

"Kau saja yang mimpi, brengsek!"

Buggghh! Arturia dan Shirou terkejut melihat keberadaan Diarmuid yang saat ini sedang menghajar Lancer dengan tangan kosongnya.

"Arturia, serahkan senjatamu kepadaku!" perintah Diarmuid.

Arturia segera melemparkan tongkat baseball dan tongkat besi ke arah Diarmuid. Sang dokter muda ini menangkap kedua tongkat itu secara tepat lalu menghajar Lancer sembari bilang kepada Arturia dan Shirou untuk segera menyelamatkan ibu dan saudaranya Shirou.

"Jangan kalah, Diarmuid," ucap Arturia lalu ia merangkul Shirou dan berjalan menaiki anak tangga.


Akhirnya Arturia dan Shirou sampai juga di lantai lima setelah mereka berjalan kurang lebih selama 45 menit. Shirou menggebrakkan pintunya satu perastu untuk mencari keberadaan ibu dan saudaranya. Begitupun juga dengan Arturia. Shirou frustasi karena sama sekali tidak menemukan ibu dan Illya. Pemuda ini ingat sekali kalau keduanya disekap di daerah lantai lima.

"Emiya-san, kurasa mereka dipindahkan di lantai paling atas," kata Arturia.

Tiba-tiba, Shirou merasakan sakit di bagian dadanya ketika hendak menaiki anak tangga. Tubuhnya pun ambruk karena rasa sakit di bagian dadanya semakin menjadi. Arturia bergegas menghampiri Shirou lalu memeluknya dengan maksud meredakan rasa sakit yang dialami oleh pemuda itu. Ia pun juga menguatkan Shirou untuk terus bertahan demi orang-orang yang dicintainya.

"Ja..jangan kha..watir suster. A..ku masih sanggup...bertahan," ucap Shirou dengan terbata-bata dengan menyunggingkan senyumannya kepada Arturia.

"Kalian tak akan bisa kabur dari sini!"

Arturia dan Shirou dihadang oleh puluhan pria berjas hitam dengan pistol dan balok kayu di tangannya yang siap menyerang mereka berdua.

"Kau begitu menyedihkan, Shirou," ucap pemuda berambut biru pendek bergekombang ini dengan nada mengejek.

"Shinji," gumam Shirou menatap mata biru pemuda itu.

"Justru kalian yang menyedihkan, bangsat!" umpat Arturia menatap para mafia itu dengan tatapan penuh amarah.

"Kau ingin mati, hah?" pria berkacamata hitam ini menodongkan pistolnya ke kening Arturia.

"Suster!" kata Shirou terkejut.

"Oh, jadi kamu seorang suster? Lebih baik rawat kita saja deh daripada merawat si kunyuk itu," goda salah satu diantara mereka kepada Arturia yang membuat para rekannya tertawa.

Arturia menggertakkan giginya karena kesal digoda oleh para penjahat itu. Andai saja tongkat baseball masih dipegang oleh dirinya, sudah pasti Arturia memukul mereka satu persatu.

"Lepaskan putraku!"

"Irisviel!"

Dorr! Dorr! Dorr! Wanita cantik berambut perak panjang dengan kulit yang seputih salju ini menembak satu persatu para penjahat yang sedari tadi menghadang Arturia dan Shirou.

"Onii-saaan," gadis imut yang memiliki ciri fisik yang sama dengan wanita itu menghampiri Shirou.

"Illya, syukurlah kau dan okaa-san baik-baik saja," ucap Shirou lalu mereka berdua berpelukan. Setelah itu, Arturia dan Illya membantu Shirou berdiri.

"Shirou-kun, Illya, cepat pergi dari sini! Aku akan menyusul," teriak wanita bersuara lembut ini masih menembaki para penjahat itu.

"Nyonya, aku akan membantumu!" kata Arturia lalu ia mengambil balok kayu untuk membantu wanita itu melawan para penjahat.

"Hyaaaaa!"


Pertarungan antara Diarmuid dengan Lancer yang terjadi di lantai tiga ini berakhir dengan kemenangan Diarmuid. Tubuh Lancer tengkurap dalam keadaan babak belur dan berlumuran darah. Tombak merah kesayangannya pun telah terbagi menjadi dua. Diarmuid pun juga babak belur. Tetapi tidak separah Lancer.

Lancer menatap tajam kepada pria bertubuh tinggi tegap dan kekar yang telah mengalahkannya dengan menggertakkan giginya. Ia tak menyangka kalau orang biasa seperti Diarmuid lebih kuat dibandingkan dirinya. Perlahan-lahan, ia berusaha berdiri untuk kembali melawan Diarmuid meskipun tubuhnya sudah tidak kuat untuk bertarung.

"Ternyata kau ini menyusahkan juga ya?" ucap Diarmuid lalu ia menghampiri Lancer.

Bukannya mnghajar Lancer justru Diarmuid membaringkannya lalu mengambil tasnya yang berisi peralatan medis. Diarmuid membuka kemeja Lancer terkejut lalu mengobati dada dan perutnya yang terluka. Lancer terkejut dengan yang dilakukan oleh Diarmuid kepada dirinya.

"Kenapa kau malah mengobatiku?" tanya Lancer. "Aku bisa saja lo menikammu dari belakang disaat kamu mengobatiku," katanya.

"Aku tidak bisa melanggar sumpahku sendiri," jawab Diarmuid sembari membersihkan dari Lancer dengan kapas alkohol.

"Melanggar sumpahmu? Jadi kau seorang dokter?" Diarmuid menganggukkan kepalanya sembari menjahit lukanya.

Lancer tersenyum miris karena telah kalah dari seorang dokter. Apalagi saat ini ia telah diobati oleh orang yang telah mengalahkannya. Lancer merasa dirinya benar-benar menyedihkan.

"Berapa banyak uang yang harus kukeluarkan untuk melunasi utang keluarga Emiya?" tanya Diarmuid.

"Utang mereka lunas pun tidak akan bisa terbebas dari bosku," kata Lancer.

"Apa maksudmu?" tanya Diarmuid menatap tajam Lancer.

"Istri dan putri Emiya Kiritsugu adalah target utama bosku," jawab Lancer.

"Siapa mereka sebenarnya?" tanya Diarmuid.

"Irisviel von Einzbern adalah istri dari Emiya Kiritsugu sekaligus putri dari ketua gangster terkemuka di benua Eropa pada masanya sebelum digulingkan oleh ayah bosku. Sementara putri kandungnya bernama Illyasviel vo Einzbern. Si kunyuk itu adalah anak angkatnya," jelas Lancer.

"Emiya tidak tahu kalau ia meminjam uang kepada putra dari musuh mertuanya. Kemungkinan besar Emiya tidak tahu kalau mertuanya adalah mantan mafia besar yang ditakuti. Itulah yang menjadi kesempatan besar bagi bosku untuk melenyapkan keturunan Einzbern yang masih tersisa dengan memaksanya untuk menjadikan istri dan putrinya sebagai jaminan jika tidak dapat melunasi utangnya tepat waktu. Selama ini bosku mengintai mereka melalui detektif andalannya," lanjutnya.

"Bosmu kejam sekali ya?" kata Diarmuid sembari membalut perban pada dada dan perut Lancer.

"Tentu saja. Bahkan lebih kejam dibandingkan ayahnya," kata Lancer lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga Diarmuid. "Kau dan suster cantik itu harus pindah dari kota ini sebelum bosku menemukan kalian. Saat ini dia sedang melihat kalian dari kejauhan. Gedung ini banyak terdapat CCTV," bisik Lancer hingga Diarmuid membelalakkan matanya karena terkejut.


Di dalam gedung pencakar langit yang bertuliskan 'Uruk Enterprise', seorang pria berambut emas pendek ini menyeringai menatap layar LCD yang menampilkan para anak buahnya yang sedang melawan Irisviel dan seorang gadis bertubuh pendek yang mengenakan jaket hoodie berwarna biru. Pria bermata merah darah ini sangat terhibur dengan aksi perkasa dari dua perempuan itu. Apalagi gadis bertubuh pendek itu yang begitu ganas dan juga memukul para anak buahnya sampai tak berkutik dengannya. Melihat wajah gadis itu yang terlihat cukup jelas membuat pria ini membelalakkan matanya karena terkejut.

"Tuan Gilgamesh, tampaknya anak buah anda kewalahan menghadapi dua wanita itu. Apalagi Cu Chulainn sedang terluka parah dan diobati oleh lawannya," kata gadis cantik berambut merah muda pendek ini panik.

"Biarkan saja. Anggap saja itu sebagai hiburanku," pria tampan yang bernama Gilgamesh ini masih fokus menyaksikan tayangan itu.

Gadis berkacamata ini hanya terdiam saja mendengar Gilgamesh berkata seperti itu karena ia tahu kalau atasannya ini akan melakukan rencana yang lebih gila untuk mengalahkan lawannya.

"Mashu," panggil Gilgamesh.

"Iya tuan?" tanya Mashu.

"Suruh mereka untuk mundur tanpa melukai para anjung kampung itu dan juga suruh mereka ke ruanganku," perintah Gilgamesh hingga Mashu terkejut.

Bagaimana tidak? Selama ini Mashu mengenal Gilgamesh sebagai penjahat yang tak akan melepaskan seseorang yang menghalangi jalannya. Apalagi atasannya begitu tega membunuh musuhnya secara keji. Bisa dibilang Gilgamesh adalah seorang psikopat stadium empat. Untuk pertama kalinya bagi Mashu melihat Gilgamesh membiarkan dan menyuruh anak buahnya untuk tidak melukai musuhnya sedikit pun.

"Baik tuan," ucap gadis bermata ungu ini lalu ia mengambil ponsel di meja kerjanya untuk menghubungi salah satu diantara anak buah Gilgamesh.

Sementara pria bertubuh tinggi tegap dan kekar ini mengambil sesuatu dari laci meja kerjanya lalu ia beranjak dari kursinya untuk melihat dunia luar dari balik kaca.

"Akhirnya aku menemukanmu, sayang."

Gilgamesh menyeringai menatap pita biru yang berada di genggamannya lalu ia mencium pitanya dengan penuh nafsu seolah sedang mencium pemilik pita ini. Ia tak sabar sekali untuk bertemu dengan gadis itu lalu segera 'mengikatnya' supaya tidak ada yang merebut harta berharganya.


Arturia protes kepada Diarmuid yang memutuskan membawa Lancer ke rumah sakit. Lancer berada di satu ruangan dengan Irisviel, Shirou dan Illya. Gadis ini khawatir kalau Lancer akan melukai sekaligus melaporkan keberadaan Irisviel dan kedua anaknya kepada bosnya. Apalagi saat ini dirinya dan Diarmuid sedang dalam incaran bosnya Lancer.

"Jangan khawatir, Arturia. Pasti kita akan terbebas dari si brengsek itu. Apalagi Lan..maksudku Cu sedang berada di pihak kita," kata Diarmuid berusaha menenangkan Arturia.

"Jangan terlalu percaya kepadanya, Diarmuid. Bisa saja dia pura-pura baik kepada kita untuk memberikan informasi kepada bosnya," kata Arturia marah.

"Jangan takut kepadaku, suster. Aku benar-benar ingin terbebas dari bajingan itu," ucap pria yang bernama asli Cu Chulainn ini.

Arturia berjalan menghampiri Cu lalu memaksanya untuk membeberkan identitas asli dari bosnya.

"Baiklah akan kuberitahu," ucap Cu lalu ia menghelakan nafasnya.

"Cepetan!" desak Arturia.

"Namanya Gilgamesh. Dia berusia 25 tahun dan merupakan direktur utama Uruk Enterprise sekaligus ketua gangster Golden Grail yang paling ditakuti di benua Eropa dan Asia. Ayahnya juga seorang mafia yang telah pensiun," jelas Cu.

"Dia lebih muda setahun dibandingkan diriku," kata Diarmuid.

"Mana fotonya?" tanya Arturia.

"Ponselku dirusak oleh Dokter Diarmuid," jawab Cu sembari menatap kesal Diarmuid. "Tenang saja. Fotonya terpasang di situs google ataupun media sosial lainnya,," kata Cu.

"Terima kasih infonya. Kali ini aku percaya kepadamu," ucap Arturia lalu ia menggiring Diarmuid untuk duduk di ranjang.

"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Diarmuid menatap Arturia menaruh kompresan dan kotak medis di atas meja.

"Tentu saja mengobatimu," jawab Arturia lalu ia mengompres bagian tubuh Diarmuid yang terdapat memar dengan pelan.

Diarmuid tersenyum menatap wajah Arturia yang sedang serius mengobati dirinya yang terluka. Ia sangat beruntung sekali telah menjadi bagian hidup dari Arturia. Diarmuid sudah lama mencintai Arturia sejak pertama kali mengenalnya. Ia terkesima sekali dengan kecantikan sekaligus kebaikan hati yang dimilikinya.

Ingin sekali rasanya Diarmuid mengungkapkan perasaannya kepada Arturia tetapi dia tidak memiliki keberanian untuk melakukan itu. Itulah sebabnya ia sengaja menerima cinta dari Sola-Ui supaya Arturia cemburu kepadanya. Jika ada seorang pria yang telah berhasil membuat Arturia jatuh cinta kepadanya, sudah pasti Diarmuid akan memberikan penghargaan kepada pria itu karena telah menaklukan gadis cantik seperti Arturia.

To be continue...