Semuanya di mulai dari ketika ambang hilangnya jiwa.
Di mana saat nyawa terancam meninggalkan tubuh, itu menjadi permulaan dari segalanya.
Dan sekuntum bunga serta sedikit pengorbanan, mengubah titik kematian menjadi kehidupan yang berbeda. Memberikan keajaiban yang tak ternilai harganya untuk sebuah eksistensi selayak manusia…
Edoseika.
Disclaimer: bukahkah seluruh karakter dalam Naruto milik Masashi Kishimoto?
Genre: Com-Rom (Comedy-Romance), Hurt/Comfort, Supernatural.
Main Chara: Uchiha Sasuke-Hyuuga Hinata (SasuHina) and Shikamaru Nara-Ino Yamanaka (ShikaIno)
Rate: T+ (teenagers plus)
Warning: author amatiran, abal tak terkira, banyak kesalahan dalam penulisan, payah EYD, bergelimpungan typo(s), hanya berharap maklum dari para readers.
Edoseika's Miracle
"but it's not just about flowers and miracle"
Lelaki itu terdiam, pandangannya mengarah ke depan namun dengan tatapan yang begitu datar. Sesekali netranya mengerjap, keheningan yang menyelimuti semakin menjadikan ingatannya akan suatu peristiwa. Diangkatnya kepala, sekedar untuk membuang kepenatan akan fokus indera visual yang itu-itu saja. Kendati demikian, saat merunduk, ia akan kembali ke aktivitas semula – melamun.
"Pagi, Sasuke!" tegur salah seorang rekan sejawatnya sebagai seorang ninja, yang ia tanggapi dengan hanya memberikan anggukan pelan. Iya, dia seorang Uchiha, insan berdarah klan yang mengandalkan kemampuan sharingan terakhir saat ini. Semua manusia tahu, ia bukan tipikal yang akan menghabiskan waktunya untuk bersantai. Sebenarnya ia sedang menunggu seseorang, atau lebih tepatnya memang harus menanti.
Tak akan pernah lekang di memorinya, ketika ia menjejakan kaki pada tanah kelahirannya, semua yang ada menyambut ia bagai seorang pendosa. Alih-alih menerima pujian akan aksinya membantu mengakhiri perang dunia ninja keempat, yang didapatnya adalah tatapan benci serta hujatan untuknya agar dieksekusi mati. Hingga pada akhirnya, sidang untuk memutuskan hukuman buat ia.
Awalnya, vonis hukuman penjara seumur hidup akan diberlakukan, namun sesepuh dari salah satu klan tertinggi menyarankan, agar ia mengabdi seumur hidup pada desa dengan setengah gaji di dua tahun pertama. Tidak hanya sampai di situ, sebagai ucapan terimakasih yang sebenarnya tidak dari ia, seorang Uchiha Sasuke diharuskan menjadi pelindung bagi keluarga Hyuuga yang menolong hidupnya.
Sempat ia tertawa keras akan hal tersebut, dan malah menanyakan kenapa mereka tidak memenggal kepalanya saja. Sahabat sekaligus rival abadinya, Naruto, kala itu hanya dapat menggelengkan kepala, lantas memaksa dia untuk mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Hingga jadinya seperti sekarang, menunggu majikan yang telah ditetapkan padanya.
Mati, entah sejak kapan tujuan hidupnya adalah itu. Sebenarnya tidak wajar apabila dijadikan sebagai tonggak akhir, karena pada dasarnya semua orang pasti meregang nyawa. Ia yang dulu optimis menjadi Hokage selanjutnya, kini berubah drastis begitu menemukan realita tak semudah yang diperkirakannya. Jangankan menjadi petinggi ninja desanya, ia bahkan sekarang merasa tak ubah bagai binatang penjaga.
Ia sadar, ada dua eksistensi lain yang mencoba mengeliminasi jarak dengannya. "Maaf membuatmu menunggu lama, Sasuke-kun." Akhirnya, sosok yang dinantinya tiba juga. Respon pertama yang diberikannya adalah berupa tatapan stoic andalannya, juga tak lupa mendecih pelan. Bangkit dari tempat duduknya, malah berlagak seolah ia adalah bos dengan menyilangkan kedua tangan di depan dada. Menatap lurus pada gadis di hadapannya, wajah angkuh itu tidak akan pernah sirna.
"Hinata, kau selalu lambat. Pantas saja…"
"Tak bisakah kau sedikit hormat pada Hinata-sama? Harusnya kau memanggil ia dengan sebutan putri." Penuturan Sasuke terhenti, tatkala seorang pemuda sebaya ia menyela kalimat yang ingin dilontarkannya. Uchiha itu melepaskan tatapan datar nan menusuk, yang dibalasi dengan hal serupa dari musuhnya. Jika dianalogikan dalam serial anime, maka ada benang-benang petir di antara kedua netra yang saling beradu itu.
"Sudahlah, Haruka-san!" sebelum perang dingin di antara mereka semakin menjadi, cepat-cepat Hinata melerai dan memberikan opsi agar sepupunya, Haruka, meninggalkan lokasi tersebut. Sasuke hanya mendengus ringan, tanpa banyak kata ia melangkah terlebih dahulu. Sesungguhnya, ia diharuskan untuk menjemput sang nona di kediaman, akan tetapi bukan Sasuke namanya apabila tidak membengkang. Namun kenyataan menunjukan, sekalipun sedikit memberontak, ia tetap mengikuti titah dengan caranya sendiri.
"Kita dipanggil ke ruang Hokage."
Tidak, sebenarnya hanya nona Hyuuga ini yang diharuskan datang. Ia menyebutkan kata yang merujuk subjek jamak tersebut, hanya berupaya terdengar sesopan mungkin. Ia tidak mau, juga takkan pernah menganggap Sasuke sebagai anteknya, meski ternyata tidak mendapati tanggapan sebanding dari lelaki itu. Beberapa orang menegur mereka, dan kali ini tidak lagi terdengar desas-desus akan pemuda yang berjalan di depan si gadis. Semua orang sudah menggap wajar, entah Sasuke harus merasa senang atau terkutuk.
Mulai sejak sah menerima putusan tersebut, selain menjalankan misi solonya, Sasuke tidak pernah libur sebab harus membantu Hinata untuk menyelesaikan tugas. Dengan alasan yang sudah merakyat, ia sekarang harus membayar budi atas ampunan yang didapat. Itu mutlak baginya semenjak ketua klan yang juga ayah Hinata, Hiashi, memberikan kegiatan part-time itu padanya. Body-guard, bisa dikatakan ini pekerjaan sampingan Sasuke tanpa upah.
" Ino-chan, Shikamaru-kun." Rupanya begitu Hinata dan Sasuke memasuki kantor petinggi ninja, mereka sudah ditunggu oleh rekan yang juga akan menjadi partner dalam misi kali ini. Nama-nama yang disebutkan Hinata itu hanya membalas dengan senyuman tipis, lantas keempatnya langsung memasang stand hormat di hadapan Hokage.
Set!
Dengan sekali putaran di kursi kerjanya, Naruto, si Hokage baru itu beraksen keren dan tampak sok classy. Ia yang tadinya fokus membelakangi dan mengamati keluar jendela, kini menatapi satu per satu wajah teman seperjuangannya. Tersenyum terlebih dahulu, "terimakasih atas kedatangannya!" lantas berintermezzo demikian.
"Misi ini berlevel S, jadi aku pikir kalian tim yang cocok untuk mengerjakannya." Sehabis menyerahkan empat lembar kertas pada mereka yang diembankan tugas, semua yang ada hening untuk sejenak. Setelah puas mengamati isi tulisan yang tertera, Ino berserta kawanannya undur diri untuk bersiap menjalankan tugas.
Berjanji sejam lagi mereka semua harus berkumpul di gerbang desa, yang mana ini membuat destinasi terpecah menjadi dua. Misi yang akan dijalankan ini cukup rumit, di mana mereka harus menghentikan perdagangan wanita yang dilakukan oleh ninja pengkhianat setaraf Sasuke dulu. Dikatakan dulu, karena itu sudah menjadi masa lalu.
Beralih pada dua pasangan yang tadi sama-sama berada dalam satu tempat, Ino dan Shikamaru berjalan berdampingan seperti biasanya. Akan tetapi ada yang berbeda, Ino tidak lagi seberisik biasanya ketika berbarengan dengan rekannya yang satu ini. Shikamaru berubah, iya. Pria itu sudah bukan lagi anak lelaki pemalas, sekarang ia berubah menjadi orang yang tidak menaruh minat akan kehidupan.
Berbeda rasionalisasi dengan Sasuke, ia merasa menjadi pecundang yang tetap bernyawa karena pengorbanan gadis yang dicintainya. Shikamaru yang dulu bertekad kuat untuk membantu Naruto sebagai Hokage, kini hilanglah sudah niat itu dari benaknya. Move on dari keinginan awal, karena ia merasa tak pantas ada di dunia ini sebab perjuangan kekasihnya.
Tertinggal di otaknya, kenangan saat senjata musuh menyerang ke direksinya, ia yang saat itu lengah dan sepertinya sudah tidak ada harapan untuk menghindar, malah baik-baik saja karena tubuh lain yang menerima bidikan. Temari, pacar yang selama ini tidak dipublikasikan mengenai hubungan mereka itu menutup usia demi melindunginya.
Pada dasarnya, ia yang memiliki kematian; harusnya lelaki itu yang tidak mempunyai nyawa lagi. Sekalinya, masalah perasaan satu-satunya yang tidak bisa dipecahkan menggunakan otak geniusnya. Hingga berakhir merusak segala skema indah masa depan, juga merenggangkan hubungannya antara sahabat-sahabatnya. Tak terkecuali Ino, terbukti dinginnya relasi mereka dengan ketiadaan desibel suara sekecil apapun itu.
"Jangan lupa, satu jam di gerbang utara!" Ino mengingatkan, setidaknya ia berupaya untuk mengusir kebisuan di persimpangan jalan. Shikamaru tidak memberikan tanggapan dalam bentuk apapun, yang malah berlalu menuju rumahnya. "Hei…!" merasa enggan untuk diacuhkan, Ino menarik lengan baju pemuda itu hingga membuat Shikamaru menghadap ke arahnya. Dekat, hanya tinggal beberapa senti lagi ruang di antara wajah keduanya.
Alih-alih terlihat tersipu, raut datar Shikamaru kini menjauh dan langsung memperpanjang rentang dari Ino. Sebenarnya, gadis itu hanya ingin membuat Shikamaru menyebut namanya. Ia rindu juga mendengar suara Shikamaru yang memanggil ia, yang sudah tak ditemukannya dari setahun yang lalu. Total, drastis, tidak tanggung-tanggung perubahan diri pada pemuda itu. Cinta tanpa asa, itulah faktor utamanya.
Tinggal Ino sendiri, menatapi temannya yang kini tampak kehilangan alasan untuk tetap mempertahankan eksistensi sebagai manusia. Menghela napas pelan, menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia merasa wajar Shikamaru begitu karena kehilangan dua orang tersayangnya sekaligus – ayah serta kekasihnya. Tapi, hingga kapan? Mau sampai di mana pemuda itu mati lalu dihidupkan lagi?
o
O
o
Ino sedang sibuk mengepak barang-barangnya, tetapi aktivitas itu terhenti saat tanpa sengaja ia menjatuhkan barang. Beberapa kertas yang berisi sketsa berbentuk bunga dengan penjelasan turut menyertai, mengamati sebentar, raut muka itu berubah menjadi sedikit murung oleh karena hal itu. Ia belum menyelesaikan ramuan yang sumbernya dari tanaman pemberian Tsunade sebelum mangkir dari gelar Kage, dan ini membuatnya sedikit merasa kesal. Padahal cuma tinggal satu esensi, hanya saja ia tidak mengerti apa yang wajib dicari.
Merapikan objek-objek yang berserakan di lantainya, lantas mengambil satu botol kecil yang di dalamnya ada cairan biru kehitaman. Likuid tersebut merupakan ekstrak dari bunga edoseika yang telah diraciknya, sayang belum sempurna. Memainkan benda itu dengan mengocok di genggamannya, hingga membuat warnanya menjadi satu padu.
"Ino-chan, temanmu datang!" teriakan ibunya membuat ia kehilangan perhatian sesaat, lalu tanpa sengaja memasukan botol itu ke dalam saku kecil tasnya. Sempat mendatangi orang yang maksudkan di teras rumah, dan malah akhirnya ia bawa masuk ke kamar pribadinya."Maaf, kamarku berantakan, Hinata," Ino berujar seraya kembali merapikan barangnya.
"Ini apa, Ino-chan?" atensi gadis Hyuuga itu teralih begitu mendapati sisa kertas yang sekalinya masih tercecer di lantai. Mengamati gambar itu sebentar, lantas mengamati apa yang tertera." Itu bunga edoseika. Kau pernah dengar?" Hinata ancap menggelengkan kepalanya, Ino yang telah menyelesaikan pekerjaannya pun bersiap memberikan sedikit penerangan.
"Coba kau baca!" suruhnya, sembari memberikan objek lain yang menjadi kesatuan informasi tersebut. "Ini bermanfaat banyak, loh!" imbuhnya, dan membiarkan Hinata menyerap pengetahuan yang ada pustaka tersebut. Hairess Hyuuga itu hanya mampu tercengang, tatkala mendapati fakta mengenai tanaman tersebut. Ia sama sekali tidak menduga, bahwa bunga itu mempunyai khasiat yang istimewa.
Edoseika, adalah bunga dengan kemampuan luar biasa. Disaat makhluk ber-kingdom sama akan layu hanya kurang dari dua hari bila tanpa air, ia masih bisa tetap menjaga eksistensinya meski tanpa setetes dalam kurun waktu sebulan. Tanaman yang terlampau langka, hingga hanya beberapa wilayah di dunia ini yang memilikinya.
Tanaman dengan kekuatan dahsyat, ditinjau dari kemampuanya bertahan hidup, bunga ini diyakini mampu mengobati semua jenis penyakit dan juga memperpanjang usia. Dengan menggunakannya, hidup abadi menjadi sangat absolut untuk didapatkan. Cuma patut dingat, itu akan tercapai apabila ramuan ini terselesaikan.
"Aku mendapatkannya dari Tsunade-sama, dan telah aku buat…"lisan Ino berakhir menggantung, ketika ia celingukan mencari hasil ekstraksi bunga langka itu. Hinata sempat turut mengedarkan pandangan ke segala ruang, yang berakhir dengan keputusan bahwa si gadis Yamanaka lupa menaruhnya di laci yang mana.
"Apa memang sehebat itu, Ino-chan?" masih tidak percaya, tak ayal kalimat introgatif itu tercetus dari wanita bersurai indigo ini. Bukannya langsung menjawab, Ino terlebih dahulu menghela napas pendek." Efek negatifnya jadi lebih luar biasa apabila salah bahan," klarifikasi Ino membuat Hinata terkejut. "Ma-maksudnya?"
"Khasiatnya memang menyembuhkan apa saja, tapi bisa berbalik menjadi racun yang mematikan." Mendengar jawaban dari orang di depannya, sukses membuat Hinata mengkerutkan keningnya. Otaknya tidak berhenti berpikir, bagaimana sebuah bunga yang mampu memberikan kehidupan mampu juga membalikannya.
"Dari berbagai riset, bunga ini mampu memberikan kekuatan yang dahsyat. Ia memang bisa menyembuhkan berbagai luka," Ino menambahkan, kali ini sudah memasang ransel di pundaknya. "Tapi sebagai gantinya karena belum terselesaikan, bunga ini memperpendek usia," lagi Ino berujar, yang sekarang telah menaruh benda mati berwarna polos itu di atas mejanya.
Ini mungkin sama dengan jurus regenerasi diri yang hampir dimiliki tiap iryo-nin. Namun rasanya, efek dari bunga ini jauh lebih mengerikan dari teknik peremajaan tersebut. "Kau ingat Shiryuu dari Iwagakure?" Hinata menggangguk, begitu menerima pertanyaan tentang salah seorang anggota tim medis yang mengalami cedera parah saat perang.
"Ia menggunakan bunga ini untuk penyembuhan. Lukanya sembuh total, cuma…"
"Cuma apa?"
"Meninggal lima minggu kemudian akibat racun tanaman ini."
Tidak ada lagi yang menjadi penuturan selanjutnya, Ino dan Hinata kini sudah dalam perjalanan menuju tempat di mana mereka berjanji untuk bertemu tadinya. Dari kejauhan dua kunoichi Konoha ini telah mendapati Shikamaru maupun Sasuke telah menyandarkan diri di pintu gerbang, tampak pemuda-pemuda itu tidak memiliki percakapan apapun. Entah apa jadinya, ketika para makhluk yang tidak segan untuk mati dikumpulkan bersama.
"Bagaimana Sasuke?" sekedar basa-basi Ino berlisan seperti itu, pasalnya ia tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Hinata menggeleng," bagaimana dengan Shikamaru?" lalu memberikan wacana introgatif yang sama. Kasihan, berada dalam relasi pertemanan dekat secara fisik yang sama sekali tidak bisa dikatakan baik. Tampaknya, itu pertanyaan yang masing-masing bisa mereka temukan jawabannya sendiri.
Lamat-lamat, pergerakan kaki Ino jadi lebih lambat, bahkan di detik kemudian tapakannya benar-benar terhenti. Tersenyum dalam kebisuaannya, di mana ia sendiri tidak mengerti kenapa bisa seperti ini. Hinata menyadari kesetaraan langkahnya dengan gadis itu menghilang, hingga tak ayal turut terdiam dan membalikan arah.
"Ino-chan!"tegur Hinata di mana awalnya orang yang dipanggil tidak memberikan tanggapan apapun. Acuan perhatian Ino hanya terdireksi pada satu orang, dan keadaan pemuda itu malah menimbulkan sensasi rasa yang tidak mampu ia definisikan. Bukan, tidak lagi tentang Uchiha bungsu, melainkan mengenai orang yang sudah bersamanya sedari dulu.
Ia sedih saat mengetahui kenyataan bahwa hati lelaki itu telah termiliki, dan tahunya menjadi lebih perih ketika menemukan perasaan Shikamaru patah berkeping-keping. Tak ada yang bisa ia lakukan, bahkan sekedar menarik atensinya sedikit pun Ino tak mampu. Realita ini menyakiti Shikamaru, namun itu lebih membuat Ino terluka.
Meski terlambat, akhirnya satu respon Ino berikan dengan melepas sunggingan bibir ke direksi kawannya. Memperbaiki arah sampiran tasnya, "aku hanya memikirkan bahan ekstrak yang belum kudapatkan." Berdusta, ia rasa tak memilikin opsi yang baik selain berbohong. Baginya tabu untuk membagi cerita ini pada orang lain, itu kisah yang harus ia pendam sendiri.
Melanjutkan jejak yang sempat stagnan, Ino dan Hinata kini telah sampai di hadapan kedua lelaki yang menunggu mereka bosan. Sasuke seperti biasa, hanya mendecih pelan serta membuang arah mukanya dari gadis Hyuuga. Sedangkan Shikamaru, kendati terus beradu tatap dengan Ino, ia sama sekali tidak menuturkan apapun.
"Ayo, kita berang…"
"Tunggu…!" ajakan Hinata terhenti oleh satu intrupsi dari suara yang sudah mereka sangat kenali. Menghadapkan pandangan netra pada asal-muasal desibel bunyi, mendapati tuan Hokage bersama pasangan hidupnya tengah mendekati. "Kalian semua, hati-hati!" ucapan tersebut yang dilontarkan istri pemimpin ninja, Sakura, begitu berhadapan langsung dengan keempatnya.
Hinata tersenyum,"yaa, nyonya. Terimakasih." Situasi bagai diselimuti hawa aneh seketika itu juga, keadaan jadi terasa begitu canggung. Sakura merasa agak ragu memberikan senyum serta anggukan kepala, sungguh ia merasa tidak enak hati. Ooh, ayolah, siapa yang tidak tahu masalah Hinata yang menaruh perasaan pada Naruto? Berujung miris, sebab pernikahan Hokage muda itu dengan seorang lain memupuskan harapan si gadis untuk bersamanya
Banyak desas-desus seputar hal tersebut, yang pada mulanya memang Hinata seperti apa yang mereka bicarakan. Wanita Hyuuga itu sempat patah hati yang mendalam, hingga bertatap muka dengan keduanya pun ia tak berani. Namun mereka tidak tahu, sejalan dengan waktu, perasaan seseorang bisa berubah. Kini Hinata sudah tidak merasakan apapun lagi, ia bahkan bisa dengan santai berpapasan dengan pasangan suami-istri itu. Entah kenapa, ia juga tidak tahu alasannya.
Setelah memberikan hormat kepada pemimpin mereka, keempatnya lantas bergegas meninggal alokasi itu. Seraya melompati tiap-tiap dahan, Shikamaru telah menjelaskan strategi apa yang akan mereka gunakan. Tenang saja, meski kehilangan semangat untuk bertahan hidup, pria itu tidak semerta-merta mempertaruhkan nyawa teman-temannya.
o
O
o
Sudah tiga hari misi dijalankan, tim kuartet itu telah berhasil menyelesaikan setengah tugas. Mereka sukses memblokade jalannya perdagangan wanita, dan tinggal menemukan dalang utamanya. Dari informasi yang berhasil didapat, markas si penjahat ada di sekitar hutan tempat keempatnya saat ini berada.
Menggunakan radio penghubung sebagai komunikasi jarak jauh, di mana mereka semua berpencar menjadi dua kelompok. Ino dan Shikamaru di sisi kanan, Hinata dengan Sasuke pada bagian depan. "Hinata, bagaimana?" seraya menekan tombol saluran aktif di leher, Shikamaru menanyakan keadaan pada gadis yang saat ini tengah menggunakan kemampuan andalan keluarganya, byakugan. Jarak mereka memang tidak terlampau jauh, akan tetapi akan sangat tidak efektif dalam posisi penyergapan bila berkata dengan suara yang tinggi.
Tampak dilihat oleh Hinata, sekitar ada dua puluh delapan chakra aktif di dalam sana. Memberi tahu akan hal itu pada si penanya, dan aba-aba menanti di dapatnya, sementara Shikamaru sendiri memasang bom peledak di berbagai titik pondasi bangunan. Ino berinisiatif mengikuti Shikamaru, yang langkahnya dihentikan lelaki itu dengan menggunakan jurus bayangan miliknya. "Tunggu di situ!" pesan isyarat tangan diterimanya, menjadikan anggukan sebagai jawaban.
Sempat lengah, hingga tanpa sadar satu shuriken telah siap menerjang tubuh Shikamaru. Rupanya masih diberikan kesempatan hidup, tatkala Sasuke terlebih dahulu memblok serangan dengan melempaskan senjata yang sama. Bukannya berterimakasih, Shikamaru langsung melanjutkan langkah untuk memasuki sarang musuh. Heei, jangan bilang kalau tadi ia sengaja, yaa?!
Diikuti ketiga rekannya di belakang, di mana sempat laju mereka terhenti saat menemukan dua arah yang saling berseberangan. Tanpa pikir panjang, mereka membagi tim sebagaimana yang telah ditentukan sebelumnya. Shikamaru-Ino menuju ke arah kanan; Sasuke-Hinata mengambil bagian sisi kiri. Sampai pada akhirnya, Hinata dan Sasuke sampai pada satu ruang setelah menghabisi sekitar sepuluh orang lawan.
Mendorong penghalang keluar-masuk, lantas menemukan beberapa wanita yang ditawan, dan secepatnya mereka berdua melepaskan tali-menali yang mengikat tubuh-tubuh sandera. Hingga tanpa sadar, asap berwarna merah muda masuk dari ventilasi udara. Racun, efek batuk dan pening kecil yang didapat tentu menjurus pada kenyataan bahwa itu adalan toksin.
Sialnya lagi, saat pintu geser itu tertutup dengan sendiri, Sasuke ancap menahan pergerakan tersebut menggunakan tubuhnya. Sementara Hinata menyelesaikan tugasnya melepaskan tahanan yang tersisa, "kalian akan baik-baik saja. Percayalah!"sembari ia meneguhkan kepercayaan bahwa semua tidak akan terjadi hal buruk apapun pada gadis-gadis yang nampak ketakutan.
Selesai mengevakuasi seluruhnya dari kamar itu, yang efek racun membuat Sasuke menjadi kaku, hingga ia sulit untuk menggerakan tubuh. "Sasuke-kun, ce-cepat!" pinta Hinata, ia bahkan telah mengulurkan kedua tangannya untuk menarik pemuda itu. Na'as, alih-alih menerima, Sasuke terus menahan pintu dengan kedua tangannya dan tersenyum pada wanita yang memang harus ia lindungi.
"Pergilah, Hinata! Selamatkan mereka."
Speasialis kemampuan matanya hanya dapat menghentikan jalan serangan fisik, bukan untuk memblok benda yang tidak berwujud. Kendati bisa menemukan titik mula arus gas tersebut, Sasuke tahu hanya akan membuang-buang waktu karena efek toksin yang begitu kuat. Harus ada pengorbanan, dan ia memilih dirinya tanpa banyak pertimbangan. "Pergilah!" sekali lagi, Sasuke mengulang perintahnya.
Hinata menggeleng, akan tetapi asap yang menyeruak semakin menjauh saja edarannya, bahkan telah menjalar ke luar ruangan. Ia semakin dibuat kesulitan untuk memilih antara Sasuke dan semua nyawa yang ada, sebentar ia berpikir keras dan satu keputusan ia ambil. Mengangguk pada rekan sekerjanya yang kini di ambang kematian, dengan derai air mata Hinata melangkah menjadi panutan jalan.
"Tuan putri…" kontan tapakan kaki Hinata terhenti, tatkala panggilan itu didengarnya dari suara Sasuke. Memutarbalik tubuhnya menghadap pemuda itu, menemukan Uchiha yang biasanya dingin kini tersenyum padanya. "Tolong, berhati-hatilah!" dan dengan tenaga terakhir, dibiarkannya penghalang itu benar-benar tertutup rapat.
"Sasuke-kuunn…!" teriak histeris Hinata, ia juga roboh dari posisi berdirinya dengan tangan kanan mengarah pada Sasuke. Seakan ingin menarik tubuh itu; seolah dapat menyelamatkan ia yang kini mungkin telah tiada. Tidak boleh termakan emosi, Hinata tahu ada banyak jiwa yang harus ia selamatkan. Bergegas ia melanjutkan lari, dan akan segera menemui lelaki yang menyelamatkannya tadi.
"Kalian telah aman di sini."Pasca mengantar sampai di desa terdekat, cepat-cepat Hinata kembali pulang untuk mendatangi Sasuke. Diaktifkannya pula pandangan kesegala arah miliknya, mendapati penglihatan di mana gas itu tak lagi keluar dan tubuh Sasuke juga terbaring di sana. Mendorong pintu itu sekuat yang ia bisa, langsung menemukan pemuda tersebut telah tak berdaya di hadapannya.
"Tidak. Sasuke-kun, ba-bangun!" langsung diangkatnya setengah badan lelaki itu, ia yang sudah memejamkan netranya rapat. Hinata periksa, aliran energi yang begitu sangat kecil masih berjalan di dalam tubuh pemuda itu. Tinggal sedikit lagi, nyawa Sasuke benar-benar lepas dari jasadnya. Ia sempat panik, yang berujung dengan rengkuhan erat pada badan dingin itu.
Kenapa memberikan senyum di penghujung seperti tadi? Mengapa pemuda ini baru berbaik hati memanggilnya dengan sebutan putri? Kok, mau bersusah-susah mengorbankan dirinya? Apa yang membuat Sasuke memilih tetap berada pada ruangan tersebut, kendati ada kesempatan berlari? Banyak pertanyaan seputar itu bertebaran dalam pikiran Hinata.
Bersamaan isak tangis, ia bopong tubuh Sasuke untuk meninggalkan alokasi tersebut. Sekali lagi, ada seorang yang mau mengorbankan nyawanya untuk ia. Setelah sebelumnya dari sang kakak sepupu, Neji, sekarang manusia yang bahkan baru bener-benar dikenalnya setahun ini meregang jiwa karenanya. Membawa pemuda itu keluar dan menyandarkan Sasuke pada sebuah pohon yang rindang, Hinata melanjutkan jatuhnya bulir air mata semakin deras. Yaa, Sasuke memang menjalankan tugas yang diembannya dengan cara tersendiri.
Sementara di tempat berbeda, kematian juga menghadang salah seorang yang lain. Ino dan Shikamaru memang berhasil menumpas habis musuh yang ditemui keduanya, dan langkah mereka berakhir pada satu aula. Tempat ini berisikan alat penembak senjata ninja secara otomatis, selain itu tidak ada apa-apa lagi. Mengejutkan, saat tiba-tiba banyak kunai berterbangan secara brutal ke direksi mereka yang berasal dari benda mati itu.
Karena kecepatan bidikan yang tidak berbanding lurus dengan pertahanan, hingga Ino menderita luka tusuk pada bahu sebelah kirinya. Pada dasarnya, gadis itu hilang keseimbangan saat menangkap sesuatu yang hampir terjatuh dari kantung ninjanya. Sempat Shikamaru menggunakan jurusnya untuk menghentikan serangan itu, yang miris menjadi lepas kontrol karena mendapati rekannya terluka. Tak memikirkan alternatif lain, Shikamaru menggunakan tubuhnya untuk menjadi perisai Ino.
Menerima hujaman deras bertubi, Shikamaru sedapat mungkin tetap bertahan meski ceceran darahnya telah menetes di lantai. Mengapit tubuh Ino pada dinding dan badannya, menjadikan alasan kuat untuk gadis itu terhindar dari segala serangan. Wajahnya begitu dekat dengan Shikamaru, ia mampu melihat rona kuyu yang setengah mati mencoba untuk tetap berdiri.
Sampai di mana senjata-senjata itu tidak lagi menghujani, berbarengan pula Shikamaru yang hampir roboh, ia sempat memberikan sunggingan." Ino, kau tak apa-apa?" malah menanyakan keadaan orang lain, padahal jelas-jelas ia yang tidak dalam kondisi baik. Ino meneteskan air mata, ia langsung mengangguk tertahan. Pada akhirnya ia mendengar lelaki itu menyebut lagi namanya, namun Ino sama sekali tidak pernah berharap dalam situasi yang seperti ini.
Lepas kendali, badan Shikamaru menindih Ino yang masih tertegun dalam. Bibir mereka bertemu, akan tetapi itu tidak bisa diartikan sebuah kecupan. Hal ini terjadi karena tubuh Shikamaru yang kehilangan fungsi, tidak dapat mempertahankan pergerakan jatuh nan tak beraturan. Likuid merah pekat turut membanjiri Ino, dan sama sekali tidak ia peduli akan hal itu.
Memeluk Shikamaru sekuat mungkin, didekapnya seolah takut lelaki ini akan meninggalkannya. Sia-sia, percuma saja, karena cuma tubuh pria itu yang bersamanya. Mencabut kunai-kunai yang tertancap pada tubuh Shikamaru, isak tangisnya terdengar begitu memilukan tatkala ia memanggil-manggil nama si pemuda. "Shikamaru, bangunlah! Aku mohon," ujarnya meminta, tetapi tidak mendapati reaksi sesuai harapan.
Bangkit seraya mengangkat tubuh Shikamaru, dibawanya meninggalkan aula yang menjadi saksi bisu akan kepedihannya. Akhirnya Ino pahami, bagaimana perasaan pria itu saat ditinggalkan orang terkasihnya pergi. Sekarang, ia menjadi benar-benar mengerti, apa rasa sakitnya pengorbanan yang diberikan oleh ia yang dicintai untuk sebuah penyelamatan.
Mendapati Hinata telah terlebih dahulu tiba, yang ia tidak jadi memberi tahu keadaan yang menimpa saat menemukan gadis itu dalam situasi yang serupa. Didekatkannya tubuh Shikamaru dengan Sasuke yang sama-sama terbujur kaku, sementara Hinata melanjutkan tangisan dan Ino hanya bisa duduk memunggungi mereka semua.
Ia tak lagi menangis, netranya lurus dengan pandangan datar. Tidak tahu apa yang dipikirkannya, hingga pada akhirnya berdiri sendiri." Akan kuhabisi ia yang berani melakukan semua ini!" sadar belum menghabisi dalang utama yang juga pasti merencanakan hal ini, tak urung membulatkan keyakinan sang gadis untuk berupaya membalaskan dendam. Mimik wajahnya menyampaikan kebencian teramat, kepalan tangan memberitahukan betapa ia tak sabar untuk mencincang tubuh seseorang.
"Ino, kenapa mereka begitu tenang?" Hinata berujar, memandangi rekat-rekat kedua insan yang kini tampak terlelap pulas. "Tidak bisa, kalian tidak boleh tenang dengan kematian!" tambah sang gadis, yang ucapannya kali ini terdengar tidak tentu arah. Bukan hanya mengatakan beberapa hal yang ambigu, Hinata bahkan dengan bergantian memukuli tubuh Shikamaru dan Sasuke. Berasumsi bahwa rasa sakit akan membuat keduanya terbangun, namun semuanya nihil.
Teringat akan satu benda yang tadi diselamatkannya, Ino mengambil tabung kecil berisikan cairan berwarna biru kehitaman tersebut. Resiko harus diambil, dan ia memutuskan untuk mencoba sebelum seluruhnya terlambat. Ia tidak mau makin terperosok dalam jurang penyesalan, maka setidaknya ada yang bisa ia lakukan di saat ini.
"Bukankah ada bahan yang belum kau dapatkan, Ino? Bagaimana dengan efeknya nanti?" pergerakannya tertahan ketika ingin meminumkan ramuan itu pada Shikamaru terlebih dahulu. Menggeleng sebentar, namun bergegas melanjutkan tujuan. "Ino…!" cegah Hinata, gadis itu takut akan terjadi hal yang lebih buruk lagi.
"Harus dicoba, Hinata!"
"Pikirkan juga akibatnya!"
"Menunggu sampai aku bisa menyempurnakannya? Mereka akan membusuk."
"Tak bisakah kau selesaikan secepatnya?"
"Tidak!"
"Mengapa?"
Adu argumen itu terhenti, tatkala satu kata introgatif diterima Ino. Ia kontan terduduk di tanah, langsung pula memeluk lutut dan menyembunyikan wajahnya. Hinata turut terbungkam, mengambil posisi di sebelah gadis itu dan memberikan rengkuhan di setengan tubuh kawannya. Ino mengangkat kepalanya, "aku tidak bisa menyelesaikannya, Hinata. Takkan pernah."
Hinata mengecap bibirnya terlebih dahulu, " kenapa?"
Ino menggeleng pelan, lantas kembali tertunduk. "Aku tidak tahu pelengkap apa yang dibutuhkan,"jawabnya lirih. Menghapus air mata yang mengalir tanpa adanya perintah dari ia, sebentar mencermati Shikamaru dan Sasuke, membuat keyakinannya semakin menjadi untuk mencoba keinginan sepihaknya itu.
"Biar aku yang mencarinya, Ino-chan. Dengan byakugan, mungkin akan lebih mudah untukku."
"Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kita temukan, Hinata." Kepercayaan diri Hinata kontan lenyap saat mendengar apa yang terverbalisasi oleh Ino. Tertunduk, ia merasa bagai manusia yang tidak bisa melakukan apapun untuk menolong orang lain. Teringat kembali akan kejadian beberapa menit tadi, di mana saat Sasuke untuk pertama kali memberinya satu sunggingan tulus.
"Berita tahu saja, Ino-chan!"masih berupaya, beranggapan bahwa ia hanya perlu mendapatkan tanaman langka atau sebuah gulungan rahasia. Tetap hening sendiri, Ino sebenarnya mencoba menyusun kalimat yang tepat untuk diutarakan. "Ino-chan!" ini pertama kali, seorang anak perempuan yang biasa tak banyak tingkah sekarang mendesak.
"Salah satu sumber kehidupan shinobi."
Apa yang dilontarkan Ino, tak urung membuat Hinata terperangah. Tapi cepat-cepat ia buang kebingungan yang dideranya, dan langsung memutar otak untuk memahami maksud dari kalimat Ino. "Aku tidak mengerti apa maksudnya," Ino menimpali lagi ujarannya. Satu opsi muncul dari dalam benak Hinata, yang mungkin tidak ada salahnya diupayakan.
"Chakra."
"Hah?!"
"Tanpa chakra, seorang ninja tidak akan bisa bertahan."
Sepaham dengan Hinata, cepat-cepat Ino langsung meminumkan setengah botol likuid itu pada Shikamaru dan sisanya diberikan pada Sasuke. "Hinata, kita transfer chakra ke mereka," Ino berujar kembali yang diresponi dengan anggukan. Membaringkan tubuh Sasuke-Shikamaru, menyiapkan kemampuan mental mereka sendiri terlebih dahulu. Mengambil tempat masing-masing di hadapan rekan sekerjanya, Ino maupun Hinata membuat segel tangan untuk menyalurkan energi pada dua pemuda itu.
Ini harus dilakukan secara berhati-hati, mengingat kondisi stamina mereka juga telah menurun. Salah-salah, bukan hanya gagal menyelamatkan, bisa jadi keduanya turut meninggalkan dunia. Tangan kanan Ino menyentuh kening Shikamaru, yang kirinya ia gunakan untuk memegang pergelangan lelaki itu. Hinata juga melakukan hal serupa pada Sasuke, keduanya berupaya keras agar usaha mereka tidak sia-sia.
"Aakh…!"
Kedua gadis itu terkejut bersamaan, terlalu kaget hingga langsung melepaskan pegangan terhadap Sasuke dan Shikamaru. Perlahan tapi pasti, Ino maupun Hinata melangkah mundur begitu mendapati pergerakan aneh pada tubuh lelaki-lelaki itu. Terlebih lagi, tatkala badan Shikamaru-Sasuke yang awalnya direbahkan, kini dengan sendirinya terduduk secara spontan.
Kedua netra itu terbuka, mereka kembali dari kematian.
To Be Continued…
A/N:
Edoseika flowers saya putuskan untuk dibuat kembali, dan menggantikannya dengan cerita yang ini. Lagi pula, ide cerita utama pada dasarnya memang seperti ini, dan di EF yang terdahulu saya sudah melakukan sebuah kesalahan. Harusnya memang seperti ini awalnya, bukan fokus pada ino yang sakit hati. Jika dilanjutkan, hanya akan jadi sebuah pendeskripsian panjang yang gak tentu arah.*author pundung.
Sempat gak yakin untuk menggantinya, namun setelah menimbang fic itu baru dua chapter, maka sebaiknya ada perubahan. Maka saya membuat arsip baru, namun sayang untuk menghapus Edoseika Flowers (*berharap datangnya wahyu untuk memperbaikinya). Fic ini memang serba multi seperti TBuP, cuma saya berikan berbedaan yang jauh dari sisi penceritaan, pairing (untuk SasuHina), dan menggunakan setting semi canon.*dia cuma bisa nyengir kuda.
Pairing SasuHina dipilih, karena sudah di TBuP ada NaruSaku. Lalu ShikaIno, mengingat fic ini asalnya dari EF yang mana main chara adalah mereka. Jujur, saya benar-benar menantikan adegan Shikamaru dan Sasuke yang bangkit dari kematian. Kyaaaaa….!*histeris gak jelas sendiri.
Sama seperti fic TBuP, fic ini memiliki tag-lines… "but it's not just about flowers and miracle"
Bacotan saya sudah sangat panjang, jadi saya harapkan teman-teman yang telah membaca cerita ini untuk sekedar memberikan tanggepan.
Mind to review, please?!
Salam,
Pixie Yank-chan
