Kiss the Dust

Cast : Alucard Nosferatu, Alexander Anderson, Integra Hellsing

Genre : Drama, Angst

Rating : T

Summary : "Jika aku akan menemui ajalku di peperangan itu, maukah kau mendengarkan semua pengakuanku, Bapa?" – Alucard Nosferatu

Disclaimer : all characters belong to Kouta Hirano, as the creator of Hellsing

Warning : timeline yang saya pakai adalah antara OVA VIII dan IX. Masih dalam percobaan. Banyak typo dan OOC. Don't like the story? Don't like these two awesome characters? Don't read and push that back button!


-Chapter 1-

Hellsing Headquarters - London

Alucard Nosferatu tidak pernah segelisah ini di malam-malam sebelumnya…

Bukan karena dia tidak mendapat tugas dari Integra Hellsing, dan dia sendiri juga tidak mengerti apa yang sedang dirasanya sekarang. Malam itu harusnya dia tetap berada di ruangannya di bawah tanah. Bahkan sekantung darah yang disajikan sebagai makan malamnya, tidak diminumnya. Dia hanya duduk di kursinya, ditemani segelas wine. Senyum liciknya tidak lagi terukir di wajah pucatnya. Kedua mata merahnya meredup.

"…"

Tidak tahan dengan perasaan ini, Alucard kemudian naik ke ruangan Integra di lantai 2. Dia berharap tuannya masih terjaga di malam ini. Seperti biasa, dia akan muncul dari langit-langit, balik tirai, atau lantai ruang kerja tuannya. Dan tingkahnya ini tidak pernah mengejutkan perempuan cantik berambut panjang itu.

"Mengapa kau tidak beristirahat, Integra?"

"Aku masih menunggu informasi lebih lanjut mengenai Millennium Forces dari beberapa sumber terpercaya."

"Besok pagi informasi itu akan kau dapatkan secara lengkap. Istirahatlah, matamu sudah lelah."

"Ada apa, Alucard?"

"Aku mohon izinmu, Integra."

"Izinku? Kau mau pergi ke mana?"

"Aku ingin pergi ke Vatican."

Ketika Alucard berkata demikian, Integra menyalakan rokoknya dan menatap mata vampir legendaris itu dengan tajam. Asap putih membumbung di udara, bersamaan dengannya menghela nafas.

"Jangan mencari keributan di tempat suci itu, Alucard."

"Oh, aku pikir kau tidak suka orang-orang di sana."

"Memang aku tidak suka. Tetapi untuk apa kau pergi ke sana. Bertemu dengan Anderson?"

"Tidak boleh?"

"Apa yang ingin kau bicarakan padanya."

"Mohon maaf jika permintaanku ini kurang berkenan. Tetapi ada hal yang ingin kusampaikan kepadanya sebelum nantinya kami bertemu di peperangan besar, Integra."

"…"

"Hal ini penting, bagiku. Kumohon izinmu, tuanku Integra Hellsing."

Sambil berlutut dan menundukkan kepala, Alucard sangat berharap Integra mau mengizinkannya pergi. Dia tidak ingin membicarakan kegelisahannya kepada tuannya. Dia hanya tidak ingin menambah beban pikiran perempuan bermata hijau ini.

"Aku izinkan kau pergi. Tapi cepatlah kembali. Waktu kita tidak banyak, Alucard."

"Terima kasih, tuanku…"

-000-

St. Peter's Church Orphanage, Vatican

Kicau burung membangunkan Alexander Anderson di pagi hari. Pendeta bertubuh besar itu meraih kacamata di meja tempat tidurnya, kemudian bangkit dari tempat tidur dan membuka jendela kamarnya. Sinar matahari pagi menghangatkan wajahnya. Dia menghirup udara, sambil bersyukur kepada Tuhan atas berkah dan nikmat di pagi hari ini.

Dia berdiri cukup lama di jendela kamarnya, sampai kemudian terdengar suara ketukan pintu yang membuyarkan lamunannya. Salah seorang anak didiknya, Heinkel Wolfe, menghampirinya dan memberitahukan tugas penting pagi ini.

"Selamat pagi, Bapa Anderson. Anda diminta untuk memimpin doa pagi di chapel sekolah dasar. Semuanya sudah menunggu Anda."

"Ya, sebentar lagi aku akan ke sana."

Laki-laki berambut pirang itu meninggalkan Anderson. Sementara pendeta bertubuh besar itu masih merasa ingin tetap memandang ke luar jendela. Dia tersenyum. Dari sana, dia bisa melihat pemandangan indah taman panti asuhan yang dikelola gereja besar St. Peter, Vatican. Hari ini akan sangat menyenangkan, karena dia akan bertemu banyak anak sekolah dasar di acara doa pagi nanti.

Selesai bersiap-siap, Anderson langsung bergegas ke chapel sekolah. Semua anak sekolah itu menyambut kedatangannya dengan suka cita. Tak sedikit dari mereka yang minta digendong olehnya. Di mata anak-anak ini, Anderson adalah seorang pendeta yang murah hati dan ramah. Kata-katanya yang lembut selalu terselip kalimat Alkitab, sebagai salah satu cara menyampaikan ayat-ayat suci kepada semua orang, termasuk anak-anak.

"Bapa, nanti main ke taman burung lagi!"

"Bacakan cerita menarik lagi, Bapa!"

"Hahahaha…ya ya, nanti kita pergi bersama-sama ke taman burung dan mendengarkan dongeng. Berkah untuk kita semua di pagi hari ini. Semoga Tuhan bersama kita selalu. Amen…"

"AMEN!"

Bermain bersama anak-anak ini bisa sedikit menghiburnya. Petarung tanggung dari divisi XIII Iscariot ini selalu disibukkan dengan berbagai macam pekerjaan yang menguras tenaga dan pikiran. Apalagi sekarang dia sedang terlibat pertikaian hebat dengan makhluk penghisap darah legendaris dari Inggris.

Vampire, Alucard Nosferatu...

Setiap kali dia memikirkannya, mendengar namanya disebut, darahnya seakan mendidih dan hendak meledak di kepalanya. Bayonet-bayonet suci itu tidak bisa lagi disimpan baik-baik di balik jubah abu-abunya. Rasanya ingin sekali melempar satu per satu bayonet itu ke kepala dan jantung mahkluk terkutuk itu.

"Bapa Anderson, Tuan Besar Maxwell meminta Anda untuk datang ke ruangannya."

Menjelang siang, Anderson pergi ke taman panti asuhan untuk menenangkan dirinya. Dia mengawasi beberapa anak yang sedang bermain di sana, sambil membaca Alkitab. Sesekali meladeni ajakan seorang anak untuk bermain. Di tengah keasyikkannya bermain dengan anak-anak, Heinkel menghampirinya.

"Heinkel."

"Ya?"

"…"

"Ada apa, Bapa?"

"Tidak, lupakan saja. Kau pergi saja dulu ke sana. Nanti kususul."

"Jangan terlalu lama. Dia tidak suka menunggu."

Anderson sebenarnya sudah akan pergi ke ruangan Maxwell. Namun entah kenapa dia kemudian mengambil langkah cepat sampai tiba di St. Peter's Square. Dia berdiri di tengah-tengahnya. Lapangan luas itu dipenuhi wisatawan. Namun keramaian ini tidak memecahkan konsentrasinya. Dia merasakan kehadiran makhluk mengerikan itu di sini. Dia hampir tidak percaya, dan dia hampir saja mengeluarkan bayonetnya di tempat ramai ini. Pandangannya kemudian tertuju kepada sosok berjubah dan bertopi merah yang berdiri di dekat Obelisk.

"Apa yang kau lakukan di tempat suci ini, vampire?"

"Hanya berkunjung. Tidak boleh?"

"Jangan pancing amarahku. Aku tidak mungkin berperang denganmu di rumah Tuhan."

"Hahahaha…aku tidak ingin bertengkar denganmu juga, Bapa Anderson."

"Lalu, apa yang kau inginkan, Alucard?"

Suasana tegang itu kemudian sedikit mereda ketika Alucard duduk di dekat kaki Obelisk dan melepas kacamata hitamnya. Melihat pria berambut hitam itu tenang, Anderson pun berani mendekatinya. Dia berusaha menahan diri untuk tidak mengeluarkan bayonetnya. Semoga saja Alucard menepati kata-katanya. Tidak ada peperangan kali ini.

"Apa tujuanmu datang kemari, vampire Alucard?"

"Aku ingin mengajukan sebuah permintaan suci kepadamu, Bapa."

"…"

"Tuanku sedang mencari informasi mengenai kelompok Millennium Forces. Dan kebetulan sekali Maxwell yang memberikan informasi lengkapnya. Kelompok itu mulai memasuki Inggris dengan memunculkan vampire buatan. Itu tandanya…"

"Kalian akan terlibat perang besar. Iya kan?"

"Aku sangat menantikan peperangan besar ini, Andeson. Dan aku berharap kau mau bergabung denganku di peperangan ini."

"Hah! Kau datang kemari untuk mengatakan itu?! Mengajakku berperang satu barisan denganmu?! Dengan makhluk terkutuk macam kau?!"

"Jangan salah tangkap dulu, bodoh! Ayolah, kapan lagi kita bisa berbicara baik-baik. Dan aku yakin ini bukanlah hal yang merugikan, benar? Tuhanmu juga pasti sedang menyaksikan pembicaraan sakral kita ini, Anderson."

"Kau tidak berhak menyebut nama Tuhanku seperti itu, Alucard!"

"Jadi, dengarkan aku dulu, OK?"

Anderson menaikkan kacamatanya, menghela nafas untuk menenangkan dirinya. Dia tidak pernah bisa tenang atau santai ketika harus berhadapan dengan Alucard. Nalurinya selalu ingin membunuhnya, melukainya, menghancurkannya sampai ke urat-urat terakhir.

"Bapa Anderson, peperangan sudah semakin dekat. Aku yakin, peperangan itu akan sangat besar dan mematikan. Siapa pun bisa menjadi korbannya. Termasuk aku, tuanku Integra, bahkan mungkin kau."

"…"

"Jika aku akan menemui ajalku di peperangan itu, maukah kau mendengarkan semua pengakuanku, Bapa?"

"Apa?"

"Maukah kau duduk bersama jasadku, membacakan ayat-ayat suci pada bayonetmu, kemudian mendengarkan aku mengakui semua perbuatanku?"

"…"

"Setelah itu, tebas kepalaku dan tancapkan satu bayonet ke jantungku."

Alucard mengatakan ini sambil tersenyum dan menatap langit Vatican yang begitu cerah. Dan Anderson hanya bisa menatapnya dengan heran. Menurutnya, Alucard seperti bukan dirinya. Yang dia tahu, Alucard selalu berbicara dengan angkuh. Alucard akan selalu terlihat kuat di hadapan semua musuhnya. Senyuman yang dilihatnya tidak lagi penuh kejahatan. Melainkan penuh rasa sakit dan kesedihan.

Dia tidak mengerti…

"Apa yang membuatmu berbicara begitu padaku, Alucard?"

"Kau orang paling dekat dengan Tuhan, Bapa."

"…"

"Setiap doamu pasti akan didengar oleh-Nya."

"Apa yang kau harapkan dari-Nya? Ampunan? Belas kasih?"

"Apa Tuhan mau mengampuni makhluk sepertiku, Bapa?"

Jika Anderson menjawab secara logika, maka dia ingin mengatakan bahwa Tuhan akan mengampuni siapa saja yang mau bertaubat. Namun entah kenapa, dia sendiri tidak yakin dengan pendapatnya. Apakah Tuhan mau mengampuni makhluk satu ini? Alucard bukanlah manusia, melainkan mesin pembunuh yang kembali dihidupkan setelah mati ratusan tahun yang lalu.

"Kau tidak akan mati di peperangan itu, Alucard."

"Hm?"

"Karena yang boleh membunuhmu hanya aku!"

"Maka itu kuberikan sebuah permintaan istimewa padamu, Bapa Anderson. Setelah aku mengakui semua kesalahanku, bunuhlah aku dengan bayonet sucimu."

Anderson masih tidak tahu akan menjawab apa. Dia kemudian berbalik membelakangi Alucard. Dia tidak ingin melanjutkan pembicaraan ini. Hatinya terasa berat, begitu juga dengan kepalanya. Dia mengangkat kedua tangannya, memperhatikan kedua telapaknya. Kemudian satu tangannya memegang salib besar yang mengalung di lehernya.

"Bertaubat atau tidak, aku rasa Tuhan akan memperlakukanmu sama saja, Alucard. Kau tidak akan mati, kurasa. Kau bisa bertaubat dengan terus menjalani kehidupanmu."

"Begitu?"

Tidak ada pembicaraan lebih lanjut. Anderson pun langsung meninggalkan Alucard yang masih berdiri di Obelisk. Melihat pendeta bertubuh besar itu meninggalkannya, Alucard memejamkan matanya sesaat. Dia membayangkan bagaimana peperangan besar itu akan terjadi di Inggris. Dia sudah bertekad tidak akan mati di tangan para vampire bekas prajurit Nazi itu. Dia hanya akan mati di tangan manusia.

Integra…

Atau Anderson…

-to be continue-


A/N : hello, salam kenal semuanya ^^/ saya penulis baru di fandom ini. saya akan mulai nulis dengan memakai dua tokoh favorit saya di Hellsing. Alexander Anderson dan Alucard Nosferatu. Karangan ini murni milik saya, dan timeline yang saya pakai di chapter kedua nanti adalah diambil dari OVA VIII dan IX.

Karena masih baru, mohon maaf kalo masih ada kesalahan dalam penulisan nama tokoh, peristiwa, dan yang lainnya. Mau review dan komentar, silakan saja ^^

Chapter 2 coming up next!