BE MINE
BTS fanfiction
KookV
Rating: T-M
Pairing: Jungkook (seme) X V or Kim Taehyung (Uke)
dan BTS yang lain
Warning: BL, Typo
Cast: All BTS member and other
saya kembali dengan cerita KookV yang lain
hope you all like it, enjoy... happy reading all
BAB SATU
Satu detik hanya butuh satu detik dan satu pertemuan bagi seorang Jeon Jungkook untuk jatuh ke dalam pesona Kim Taehyung. Meluncur dalam kecepatan berbahaya dan menghancurkan, pada detik yang sama Jeon Jungkook tahu dia tidak akan bisa bernapas dengan lega sebelum mendapatkan Kim Taehyung.
"Kau tahu Jungkook, kurasa kau nyaris meneteskan air liurmu."
"Jim." Gerutu Jungkook, kesal. Imajinasinya tentang Kim Taehyung yang merintih pasrah di bawah tubuhnya, hancur oleh suara tak merdu pengawal pribadi sekaligus sahabatnya Park Jimin.
Menyeringai, puas dengan reaksi kesal Jungkook. Jimin dengan kurang ajarnya menyesap wine di tangannya. "Aku akan menolak keras jika kau tertarik dengan Min Yoongi."
"Tenang saja aku tidak akan merebut incaran sahabatku sendiri."
"Melegakan, sungguh melegakan, Tuan Jeon Jungkook." Balas Jimin dengan nada main-main.
"Aku menginginkan seseorang."
Jimin terkekeh pelan. "Kau selalu beruntung, aku yakin malam inipun kau akan berhasil menyeret seseorang ke tempat tidurmu."
"Aku berharap seperti itu." Gumam Jungkook disertai senyum miring serta tatapan tajamnya yang tertuju pada seseorang di seberang tempatnya berdiri.
Jimin mencondongkan tubuhnya ke kanan, sedikit berjinjit untuk berbisik pada telinga kiri Jungkook. "Siapa orang yang beruntung itu?"
"Kim Taehyung."
Kedua mata Jimin terbelalak, kepalanya pening, seolah dirinya baru pertamakali belajar bernapas. Kim Taehyung. Putra kedua dari keluarga besar Kim. Jenius, pewaris kedua KM-ent. perusahaan yang bergerak di industri hiburan. Musuh bebuyutan .
"Ada yang salah Jim?"
"Kau ingin menjadi Romeo dan Juliet abad modern, Jeon Jungkook. Keluargamu akan menentang keras, dan aku yakin keluarga Taehyung juga akan melakukannya."
"Aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan Jim."
"Kurasa kali ini kau harus menyerah. Aku akan mengenalkanmu pada orang lain yang lebih menarik dari Taehyung."
Jungkook menggeleng cepat. "Aku hanya menginginkan Taehyung, bukan yang lain."
"Jungkook kau melemparkan tubuhmu ke kandang singa."
Jungkook tersenyum. "Aku tidak masuk ke kandang singa dengan tangan kosong. Ini akan sangat menarik."
"Jika ini hanya permainanmu yang lain, jangan memilih keluarga Kim untuk diajak bermain." Jungkook menulikan kedua telinganya. "Kau akan mengobarkan perang!" geram Jimin.
Meletakkan gelas wine kosongnya ke atas meja, Jungkook berjalan dengan penuh percaya diri menghampiri seseorang yang sangat dia inginkan. Mengabaikan sapaan ramah dari semua orang yang menatapnya. Hanya satu orang yang merebut semua perhatian Jeon Jungkook sekarang. Hanya satu orang.
"Selamat malam, apa pestanya menyenangkan?"
Taehyung menoleh ke arah belakang dengan cepat. Nyaris menggeram melihat siapa yang menghampirinya. "Selamat malam." Balas Taehyung ramah tak lupa senyum palsu terpasang di wajah manis nyaris cantiknya. "Pesta ini sangat menyenangkan."
"Perayaan artis kami yang memborong penghargaan tadi malam." Ucap Jungkook, tidak sabar untuk menunjukkan keunggulannya pada Taehyung. Berharap pria manis di depannya merasakan aura dominasinya yang tak terbantahkan dan akhirnya menyerah.
"Sangat menyenangkan. Tapi roda dunia hiburan berputar dengan cepat." Balas Taehyung sambil mengedipkan mata kanannya nyaris menggoda.
Jungkook terpana untuk beberapa detik. Kim Taehyung benar-benar sempurna dilihat dari jarak dekat seperti sekarang nyaris tanpa cela. "Mungkin kita bisa berbicara di tempat yang lebih tenang?"
Taehyung tersenyum ramah. "Terima kasih atas tawaran Anda. Saya ingin menikmati penampilan para artis Anda, Tuan Jeon Jungkook."
Jika itu orang lain Jungkook yakin dia tak akan susah payah untuk menyeret mereka ke tempat tidur. Namun, sekarang berbeda. Dia berhadapan dengan Kim Taehyung bukan orang-orang kebanyakan yang begitu menginginkan untuk menjalin hubungan dengan dirinya. Jeon Jungkook tampan, Taehyung nyaris sempurna, Jeon Jungkook pewaris kekayaan keluarga, Taehyung tak berbeda, Jeon Jungkook jenius, Taehyung lulusan Harvard.
Menyungging senyuman miring, Jungkook merasa bergairah menemukan lawan yang sepadan. Bukankah dalam setiap pertarungan atau pertandingan, lawan yang kuat merupakan tantangan yang menggairahkan.
"Dan saya bersedia untuk menemani Anda sepanjang pesta malam ini, Tuan Kim Taehyung."
Menurunkan gelas wine di tangan kirinya, Taehyung menaikkan dagu lancipnya menatap kedua mata Jeon Jungkook tajam. "Apa yang Anda inginkan?"
Jungkook terkekeh pelan. "Kita nyaris seumuran, kenapa harus canggung? Bukankah akan lebih menyenangkan jika kita bisa mengobrol santai?"
"Maaf." Ucap Taehyung singkat berniat untuk pergi namun Jungkook menahan bahu kanannya.
Ujung-ujung jari kiri Jungkook tak sengaja menyentuh permukaan kulit leher Taehyung. Menelan ludah kasar, Jungkook benar-benar menginginkan Kim Taehyung. Dan dia tak pernah merasakan perasaan meledak-ledak seperti saat ini. Mengambil satu langkah mendekat, aroma parfum Taehyung yang manis nyaris memabukan, membuat Jungkook menggeram rendah. "Kau akan pergi? Bahkan malam belum larut."
"Aku tidak punya banyak waktu untuk tetap tinggal."
"Lalu—apa kau datang untuk mengevaluasi perusahaanku dan mencari rahasia di balik keberhasilan kami tahun ini? Akui saja kalau kau kalah." Ucap Jungkook sengaja menyulut emosi Taehyung.
Taktik itu sepertinya berhasil, tatapan Taehyung menggelap, keningnya berkerut dalam. "Perusahaanmu kalah tahun lalu, tahun depan kau yang harus datang ke pestaku." Ucap Taehyung menahan amarah.
Jungkook tertawa pelan sebelum melepaskan tangan kirinya dari bahu Taehyung, selanjutnya tangan itu berpindah cepat hinggap pada tulang panggul kanan Taehyung yang menonjol di balik lapisan celanan kainnya. "Aku tunggu pestamu." Bisik Jungkook dengan suara rendah.
Menghempaskan tangan Jungkook kasar Taehyung lantas berjalan cepat meninggalkan Jungkook. Menaruh gelas wine yang masih tersisa separuh isi, ke atas salah satu meja panjang. "Hyung kita pulang." Tuntut Taehyung setelah dirinya berdiri tepat di belakang tubuh Kim SeokJin.
"Tae?" tanya SeokJin sambil melempar tatapan heran.
"Apa SeokJin hyung ingin tinggal lebih lama di sini?"
Tangan kanan SeokJin terulur untuk menyentuh pelan lengan kiri Taehyung. "Tunggu di sini, aku akan berpamitan dengan beberapa orang."
Menahan kesal pada akhirnya Taehyung mengangguk setuju.
"Ada yang salah?" kali ini giliran Namjoon yang bertanya, kakak ipar Taehyung.
"Tidak." Balas Taehyung bersikeras untuk tidak bercerita banyak hal selain kepada SeokJin.
"Ada sesuatu yang mengganggumu, aku yakin itu. Wajahmu terlihat jelas."
"Aku tidak ingin mengatakan apapun." Balas Taehyung dengan nada tidak suka yang jelas terdengar.
"Baiklah, kau bisa menunggu di mobil jika berada di sini benar-benar membuatmu tidak nyaman. Aku akan menyusul SeokJin dan menyuruhnya bergegas."
"Hmmm." Gumam Taehyung sebelum berlalu meninggalkan Namjoon.
.
.
.
"Kenapa…," kalimat Taehyung terhenti seketika melihat siapa yang datang kepadanya. Bukan Namjoon dan bukan SeokJin. Tatapan Taehyung berubah dingin. "Apa yang kau inginkan?"
Jungkook tertawa pelan. "Kau benar-benar pergi sangat awal, apa pestaku sangat buruk?"
Memutar kedua bola matanya malas, Taehyung melipat kedua tangannya di depan dada. Duduk di atas kap mesin Jaguar hitamnya, mengumpat di dalam hati, sambil berharap seorang Jeon Jungkook segera lenyap dari hadapannya.
"Apa kau selalu tidak ramah?"
Taehyung berjingkat saat Jungkook duduk di atas kap mobilnya tepat di sisi kiri tubuh Taehyung. Membuat lengan keduanya bersinggungan. "Kau akan menggores mobilku." Usir Taehyung kasar.
"Ah maaf, aku akan menggantinya." Ucap Jungkook ramah kemudian tersenyum lebar.
Taehyung berdiri, menegakkan tubuhnya. Menatap Jungkook tajam. "Apa yang kau inginkan? Jangan berbelit di depanku."
"Aku senang kau tidak menggunakan bahasa formal lagi denganku."
Taehyung tersenyum mengejek. "Apa kau benar orang yang sama pada sampul depan majalah Forbes? Kenapa kau terlihat sangat bodoh sekarang."
Senyum seketika hilang dari wajah Jungkook. Baiklah, Taehyung bukan orang yang tepat untuk diajak bermain seperti ucapan Jimin. Namun, Jungkook tidak berhenti menginginkan Taehyung. Taehyung harus menjadi miliknya bagaimanapun caranya. "Aku menginginkanmu."
Menghembuskan napas kasar, Taehyung nyaris melayangkan tinjunya pada wajah Jungkook. "Kau salah orang Tuan. Aku tidak akan mengikutimu ke ranjang tempat tidur."
"Astaga!" pekik Jungkook. "Aku tidak menginginkanmu seperti itu, tapi jika kau tidak keberatan untuk menghangatkan ranjangku, aku bersedia."
"Kau!" geram Taehyung, dan jika dia tidak ingat dimana mereka berada sekarang sudah pasti kulit wajah mulus Jeon Jungkook akan dihiasi warna lain. "Pergilah, aku muak denganmu. Kau merendahkan harga diriku, membicarakan urusan ranjang dengan sangat mudah. Aku bukan laki-laki murahan yang bisa kau mainkan. Aku bukan binatang."
Jeon Jungkook terkejut, sungguh dia tidak berniat menyinggung Kim Taehyung. Dan apa Kim Taehyung keberatan dengan pembicaraan yang sedikit nakal. "Maaf aku tidak bermaksud…,"
"Cukup." Potong Taehyung. "Menyingkir dari mobilku, pestamu memuakkan." Ucap Taehyung dengan nada dingin.
"Ah Halo Tuan Jeon Jungkook."
Jungkook menoleh dan mendapati Kim SeokJin datang bersama Kim Namjoon. "Senang bertemu dengan Anda." Ucap SeokJin ramah sembari mengulurkan tangan kanannya sopan.
Dan ketika Jungkook berjabat tangan dengan sang kakak, atau mengobrol akrab dengan kakak iparnya. Taehyung ingin meneriaki mereka berdua untuk segera membawanya pergi. Sungguh, Jeon Jungkook benar-benar pandai berakting. Seharusnya dia menjadi seorang aktor bukannya memimpin sebuah perusahaan.
"Pesta yang menyenangkan." Ucap Namjoon, membuat Taehyung nyaris meludah mendengar pujian memuakkan itu. "Apa Anda menikmati pestanya Kim Taehyung?"
Nyaris menggeram Taehyung melirik ke balik punggung Jungkook, ada banyak kamera yang menyorot mereka sekarang. Dan entah sejak kapan para awak media itu tiba. Taehyung hanya menunjukkan senyum lebar tanpa mengatakan apapun. Selanjutnya Taehyung melirik Namjoon tajam berharap kakak iparnya mengerti, dia benar-benar sudah muak berada di tempat ini.
Beruntunglah Taehyung memiliki kakak ipar jenius, selang beberapa detik dari lirikan tajamnya. Namjoon mengakhiri percakapan SeokJin dengan Jungkook kemudian mengajak SeokJin dan Taehyung untuk memasuki mobil.
"Maafkan aku," bisik Jungkook saat Taehyung melewatinya.
Tak memberi reaksi apapun, Taehyung memasuki Jaguar hitam, mengabaikan keberadaan Jungkook. Saat sedan hitam itu meluncur mulus meninggalkan tempat parkir gedung, Jungkook hanya bisa melempar tatapan penuh penyesalan. Dia sudah menduga akan mendapat penolakan dari Taehyung. Namun, ketika Taehyung mengatakan sudah muak dengan dirinya dan apa yang dia ucapkan merendahkan harga dirinya. Saat itu Jungkook benar-benar merasa kecewa pada dirinya sendiri. Merendahkan harga diri orang lain adalah perbuatan yang sangat buruk.
Tersenyum ke arah sorotan kamera, Jungkook memutuskan untuk kembali ke tempat pesta. Sementara di dalam otaknya memikirkan berbagai cara untuk meminta maaf kepada Kim Taehyung sekaligus mendapat kesempatan untuk mendekatinya.
Jungkook memang kembali ke ruangan pesta berlangsung, namun ia kehilangan minat untuk beramah tamah dan mengobrol dengan banyak orang. Maka disinilah dia berakhir, duduk seorang diri dengan segelas wine di atas meja oval yang nyaris tak tersentuh. Menyadari raut mengenaskan sang sahabat, Park Jimin memutuskan untuk menghampiri Jungkook dan melewatkan kesempatannya untuk berbicara dengan Min Yoongi.
"Wajahmu itu kenapa terlihat mengerikan, apa yang terjadi?"
Jungkook tak menjawab tatapannya masih menerawang jauh. Kedua alis Jimin bertaut. Duduk di hadapan Jungkook, Jimin mengetukkan telunjuk kanannya ke atas meja menarik perhatian Jungkook. "Jim."
"Apa?!" memekik pelan Jimin tak bisa menutupi kelegaannya setelah mendapat reaksi dari Jungkook.
"Apa aku…," menatap kedua mata Jimin lekat. "Aku memiliki masalah tentang kesopanan?"
Dahi Jimin berkerut dalam. "Aku tidak mengerti arah pembicaraanmu Jungkook."
"Apa kalimatku berpotensi menyinggung perasaan orang lain? Merendahkan harga diri orang lain?"
"Hmm..," gumam Jimin. "Untuk menyinggung perasaan orang lain kurasa kau sudah melakukannya ratusan kali. Tapi merendahkan harga diri orang lain, sepanjang ingatanku kau tidak pernah melakukannya. Atau ingatanku yang buruk, entahlah. Ada masalah apa? Katakan dengan jelas agar aku bisa membantumu."
"Aku merendahkan harga diri Kim Taehyung."
"Jungkook!" Jimin nyaris berteriak. "Sudah aku katakan lupakan Kim Taehyung, cari saja orang lain. Kau benar-benar membuat masalah kali ini. Apa yang kau katakan padanya?"
"Hanya obrolan yang aku anggap wajar saat aku menggoda seseorang."
Jimin menaikkan alis kanannya. "Ranjang?" Jungkook mengangguk pelan. "Oh." Balas Jimin. "Kurasa Kim Taehyung itu—seseorang yang masih berpikiran jika urusan ranjang dan hal-hal intim seperti itu tidak patut untuk dibicarakan."
"Dia lulusan Harvard." Jungkook bersikeras mencari pembelaan.
"Kim Taehyung lahir dan tumbuh besar di Korea Selatan, kau tidak bisa mencabut akar budaya seseorang hanya karena dia tinggal beberapa tahun di Negara lain."
"Astaga….," gerutu Jungkook. "Aku benar-benar membuat kesan pertama yang buruk, sangat buruk." Tanpa tenaga Jungkook menelungkupkan setengah tubuhnya ke atas meja.
"Selama ini kau tidak peduli dengan apapun, Jungkook. Kurasa kau jatuh cinta pada Kim Taehyung."
"Apa?!" pekik Jungkook sembari menatap Jimin tak percaya.
"Ya." Balas Jimin yakin. "Kali ini kau jatuh cinta Jeon Jungkook."
"Lalu—apa yang harus aku lakukan? Bagaimana caranya aku meminta maaf?"
"Tenang saja, aku akan membantumu." Jimin tersenyum lebar membuat kedua matanya tertarik dan menyipit lucu.
"Jimin kau penyelamatku!" pekik Jungkook girang sambil menggenggam kedua telapak tangan Jimin.
"Ah—Jeon Jungkook lepaskan. Kau akan membuat kesalahpahaman di antara kita berdua."
"Kau benar!" dengus Jungkook sambil menghempaskan tangan Jimin.
"Tidak perlu dihempaskan juga! Dasar!" protes Jimin.
.
.
.
"Jungkook." Ucap Taehyung, tak tahan untuk tidak bercerita. "Dia menghampiriku dan aku tidak menyukainya."
"Hyung pikir sekarang sudah saatnya memikirkan pasangan."
"Apa?!" protes Taehyung melirik tajam Namjoon dari kaca spion.
"Mencari pasangan, apa kau tidak memikirkan hal itu sama sekali?"
"Tidak. Aku bahagia dengan hidupku sekarang. Jangan membahas tentang pasangan. Semua laki-laki memuakkan."
"Hanya karena Hoseok berselingkuh bukan berarti semua laki-laki seperti itu Taehyung, dan astaga kau menjalin hubungan dengan Hoseok saat kau masih SMA. Itu cinta monyet." Terang Namjoon panjang lebar. "Sakit!" SeokJin mencubit keras lengan kanan Namjoon yang sedang menyetir.
"Tak masalah jika kau ingin sendiri saat ini Tae, jangan merasa terbebani." Hibur SeokJin.
"Kenapa SeokJin hyung bisa menikahi orang seperti Namjoon." Gerutu Taehyung, cukup keras untuk didengar SeokJin dan Namjoon. Dan membuat Namjoon tersenyum canggung mendapat protes tak menyenangkan dari adik iparnya.
"Bagaimana jika Jeon Jungkook tertarik padamu?" SeokJin mencoba memancing sang adik.
"Tertarik untuk menyeretku ke tempat tidur, aku cukup tahu dia orang seperti apa Hyung. Apa SeokJin hyung tidak tahu siapa Jeon Jungkook dan semua berita tentangnya? International Playboy."
"Baiklah Tae, apa kau lapar? Bagaimana jika kita makan malam bersama?" Menyerah dengan topik percintaan, SeokJin mencoba meredakan amarah sang adik dengan tawaran makan malam.
"Baiklah, Namjoon hyung yang bayar."
"Tentu." Balas SeokJin.
Dan Namjoon hanya bisa meratap di dalam hati, Taehyung pasti sudah menyusun rencana untuk menguras isi dompetnya malam ini. Bahkan Namjoon bisa melihat bayangan Taehyung yang menyeringai licik padanya lewat kaca spion.
TBC
