My Hero Academia (c) Horikoshi Kouhei.
Warn! Sangat OOC—meski sudah berusaha supaya in-character sih, Future-canon, typo(s), the idea stolen from somebody's experience—sorry mai fren.
.
.
.
.
.
.
"Apa... Todoroki-san itu bisa bercanda?"
Midoriya hampir menumpahkan air teh dari mulutnya. Pertanyaan Yaoyorozu Momo itu membuatnya tiba-tiba sulit bernapas sesaat. Iida yang ada di sampingnya menunjukan gestur serupa, basa-basi menata posisi kacamatanya.
Karena bagi mereka berdua, jawabannya sangat jelas.
Ah, tidak.
Terlalu jelas.
"Tidak bisa." Iida menggeleng, air mukanya meyakinkan.
"Sangat, sangat, tidak bisa. Itu jauh dari keahliannya." Midoriya mengangguk, membenarkan sekaligus menekankan pernyataan si ketua kelas.
Wajah Yaoyorozu terlihat tidak begitu puas dengan jawaban mereka, alisnya bertaut dan matanya menyipit. Terpampang jelas masih ada keraguan di sana.
"Sungguh, Yaoyorozu-san," pewaris One For All itu mengeluarkan sedikit tawa, niat meyakinkan tapi teringat hal lucu tentang itu. "Dulu, dia pernah bilang soal kutukan yang ada padanya. Kepada aku dan Iida. Dia bilang, seperti setiap orang yang terlibat dengannya akan mengalami kerusakan tangan yang parah. Dan ya, saat itu memang kami merusak tangan kami sementara Todoroki selalu menjadi 'saksi' bagaimana kami merusaknya. Tapi dia bilang itu seperti kutukan yang dia bawa pada kami, bahkan sampai menyebut dirinya sendiri—"
Kalimatnya terpotong oleh gelak tawa. Meski sudah hampir dua tahun berlalu, kejadian itu masih tetap lucu di ingatan mereka berdua. Iida bahkan sampai melepas kacamata untuk menyeka air mata akibat terlalu bebas tertawa. Midoriya tak jauh beda.
Sementara Yaoyorozu hanya menunggu, wajahnya meminta jawaban lebih. Ia bersabar melihat dua lelaki itu tertawa sampai habis.
"Baik." Midoriya menarik napas, bersiap melanjutkan, "jadi... dia menyebut dirinya sebagai... pfft—Hand—" namun berakhir dengan menyerahkannya pada Iida karena masih tak kuasa menahan tawa.
"Hand Crusher." Iida mengatakannya, dengan lancar.
Setelah itu jeda sesaat, sebelum mereka berdua kembali tertawa. Kini diikuti Yaoyorozu dengan tawa kecil elegannya.
"Candaan itu cukup lucu," cetusnya di tengah tawa.
Mendengar itu Midoriya dan Iida berhenti tertawa. Seketika. Tatapan mereka serius pada gadis berkuncir itu.
"Aku rasa kamu salah paham, Yaoyorozu-kun. Itu bukan candaan." Iida meluruskan. Pernyataannya membuat Yaoyorozu meminta pengulangan.
"Aku juga berfikir itu candaan, tapi asal kamu tau Yaoyorozu-san, itu bukan. Wajahnya sangat serius, bahkan berkeringat. Dia seperti sedang berfikir keras kalau-kalau itu memang kebenarannya," tambah Midoriya. Iida mengangguk di sampingnya.
"Kami tertawa bukan semata karena candaannya, tapi karena dia sedang tidak bercanda. Coba pikirkan itu, Yaoyorozu-san pasti akan menemukan itu lucu sekali."
Sekali lagi, dua dari mereka tertawa. Yang satu masih dengan wajah tidak puasnya.
"Jadi... Todoroki-san memang tidak bisa bercanda, ya." Yaoyorozu kembali memastikan.
"Betul sekali."
"Kami berkata yang sebenarnya."
Dan begitulah jawaban dua teman paling dekat Todoroki menjadi kesimpulan akhir yang diambilnya. Ia mengangguk, membiarkan dua lawan bicaranya tau bahwa jawaban mereka cukup ia pahami. Gadis itu kemudian mengambil cangkir di depannya, yang terabaikan beberapa saat lalu.
"Ngomong-ngomong, jika aku boleh bertanya, Yaoyorozu-kun," Iida meminta izin, dan melanjutkan setelah yang bersangkutan mengangguk, "kenapa bertanya soal itu? Apa kemarin Todoroki-kun melakukan sesuatu seperti sedang bercanda?"
Mendengar itu, Midoriya menyahut lebih dulu sebelum Yaoyorozu sempat menaruh kembali cangkirnya. "Ah, benar juga. Kemarin Yaoyorozu-san dan Todoroki-kun ada kumpul bersama Aizawa sensei dan murid rekomendasi lain, ya. Jadi kalian berdua mungkin kembali ke asrama bersama... Apa dia bercanda?" tanyanya penuh rasa penasaran.
Yaoyorozu mengulum bibir sebelum mengeluarkan sepatah kata, "Todoroki-san memang bilang itu sebuah candaan."
"Tidak mungkin." Dua orang itu dengan cepat menyanggah.
"Tapi dia bilang begitu, Midoriya-san, Iida-san."
Ketiganya diam sebentar.
"Apa itu lucu?" Midoriya mencoba menganalisa.
"... tidak."
"Wajahnya? Bagaimana raut wajahnya?"
"... seperti Todoroki-san biasanya."
"..."
"Ini aneh, Midoriya-kun." Si ketua kelas ikut berfikir, lantas tercetus info di benaknya, "Todoroki-kun mungkin sedang belajar membuat candaan."
"Mungkin. Todoroki-kun akhir-akhir ini terlihat sedang berusaha memperdalam kemampuan sosialnya. Menurutku itu memang salah satu aspek penting untuk seorang Pahlawan, tapi... tak kusangka itu dimulai dari candaan."
Midoriya mulai mengeluarkan buku catatan-nya. Sementara mereka berdua sibuk berfikir perihal kejanggalan bahwa Todoroki membuat candaan, Yaoyorozu termenung oleh hal lain.
Mengingat-ingat bagaimana kemarin Todoroki berkata padanya dan bilang bahwa itu hanya sebuah candaan.
...
...
...
Tepat setelah Aizawa-sensei meninggalkan kelas, semua murid yang berasal dari jalur rekomendasi di kelas itu pun berdiri. Merapihkan meja dan menggandong tas mereka. Kemudia berbondong-bondong melewati pintu besar untuk kembali ke asrama. Tidak banyak jumlah mereka, tapi secara alami Todoroki jalan bersampingan dengan Yaoyorozu. Mungkin karena mereka berada di gedung asrama yang sama.
Maka basa-basi menjadi hal yang mau-tak-mau dilakukan di posisi mereka saat itu. Yaoyorozu mengerti hal itu.
"Bagaimana menurutmu, soal pertemuan tadi, Todoroki-san?" ia bertanya di tengah langkah pelannya.
"Itu bagus. Menurutku kita memang harus andil dalam hal itu, sebagai senior yang masuk lewat jalur rekomendasi." Jawaban itu datang dengan cepat, Todoroki menanyai Yaoyorozu balik dengan wajah 'menurutmu?'
Yaoyorozu tersenyum sebagai respon awalnya, "begitulah. Selain itu masing-masing dari kita ada magang di libur nanti. Jadi melakukannya setelah magang mungkin jadi pilihan kondisi yang tepat. Kita akan punya lebih banyak pengalaman."
Todoroki mengangguk, setuju mengenai segalanya.
"Todoroki-san masih magang di tempat Endeavor-san?"
"Ya. Bagaimana denganmu, Yaoyorozu?"
"Tempatku magang di tahun pertama kurang cocok untukku. Jadi aku menggantinya di tahun kedua, Todoroki-kun juga pasti tau. Nah, aku masih akan magang di sana."
"Ya, aku tau."
"Tempat itu juga dekat dengan rumahku, jadi karena libur, aku bisa bolak-balik dari rumah ke kantor magang. Cukup menyenangkan, bukan?"
"Ya," ujar Todoroki sambil menganggukan kepala.
Dari sana hening sebentar. Yaoyorozu berfikir keras harus membuka topik apa lagi karena jalan ke asrama masih cukup jauh, mereka baru keluar gerbang UA.
"Rumahmu dekat dengan kantor magang, katamu."
Ia sempat agak kaget saat Todoroki malah melanjutkan topik itu. Namun tak lantas ia enggan menjawabnya.
"Ya. Sekitar tiga kilo meter dari sana."
"Wah, dekat sekali, ya."
"Todoroki-san boleh mampir jika ada waktu, aku akan beri alamatnya. Lalu ada banyak teh dan kue, kalau ada yang ingin disediakan minta saja padaku."
Yaoyorozu hanya berbasa-basi. Tapi bukan berarti juga ia tidak menerima tamu. Ia pikir Todoroki paham soal itu, tapi saat gadis berkuncir itu melihat ke samping, ia dapati Todoroki tertinggal beberapa langkah di belakang.
"Kapan?" Lelaki bermata heterokom itu bertanya di tempatnya.
Yaoyorozu sempat berfikir sejenak, soal kenapa wajah Todoroki ini terlihat begitu serius atas basa-basinya. Kemudian menjawab, "kapan? Kapan pun. Liburan minggu depan pun boleh."
"Aku tidak bisa, Yaoyorozu."
Sejujurnya, ada rasa kecewa pada gadis kaya itu. "Kenapa tidak bisa?"tanyanya.
Todoroki menempuh beberapa langkah mendekat ke Yaoyorozu sebelum menjawab dengan wajah serius,
"Pertama, kita baru akan lulus setelah satu semester lagi, jelas kita belum cukup umur. Lalu Pak tua itu akan sangat sibuk saat itu, Ibuku mungkin belum bisa ikut juga. Kalaupun sudah cukup umur, satu minggu tidak akan cukup untuk persiapan."
"Eh?" Yaoyorozu merasa segala yang telah di dengarnya sangat asing. Ia tidak bisa mengerti jenis basa-basi apa yang sedang Todoroki lakukan saat ini. Meski begitu ia tak pantang menyerah meladeni acara basa-basi ini.
"Kenapa harus cukup umur? Lalu memangnya kedua orangtuamu harus ikut?" ia bertanya dengan tampang yang sangat, sangat bingung.
"Tentu saja mereka harus ikut, orangtuamu juga pasti akan ada di sana. Lalu kenapa harus cukup umur, katamu?" Todoroki kali ini yang memasang tampang bingung. Kemudian tak lama berubah kembali jadi serius, "Yaoyorozu, kamu harus bersabar. Kita harus menyelesaikan banyak misi dulu bahkan setelah lulus jadi Pro-Hero."
"Aku juga tau itu Todoroki-san, bagaimana pun kita adalah calon Pro-Hero. Tapi hal selain itu, aku sama sekali tidak mengerti maksudmu."
Yaoyorozu melihat Todoroki merenungkan sesuatu setelah itu.
"Aku pikir Yaoyorozu cukup pintar untuk memahami segalanya." Lelaki itu mengatakannya sambil menempel ibu jari dan telunjuk di dagu.
"Todoroki-san, aku tidak sempurna."
"Begitukah?"
"Ya. Jadi tolong beritahu aku, apa maksudnya semua itu?"
Ia hampir kesal karena kebingungan.
"Baik." Todoroki hanya menurut, ia baru kali ini melihat wajah tertekuk Yaoyorozu di depannya. "maksudnya jelas karena aku harus membawa orangtuaku ke rumahmu jikan akan—"
—melamar.
Todoroki terdiam. Kata terakhir yang tak bisa tersebutkan itu terngiang-ngiang memenuhi kepalanya. Sementara matanya menangkap alis Yaoyorozu yang bertaut—entah itu murni hanya karena bingung atau bercampur khawatir akan sesuatu. Melihat itu makin membuat stok kosa-kata berkomunikasinya hilang dalam sekejap.
"Todoroki-san?"
"Tunggu, Yaoyorozu. Mengapa aku seperti ini?"
"Eh?"
"Kamu tau kenapa aku seperti ini?"
Todoroki sama sekali tidak punya apapun untuk memadamkan topik yang baru ia sadari sudah berada di tingkat paling kacau itu. ia hanya mengeluarkan kalimat yang sebenarnya tertuju untuk dirinya sendiri.
Tapi meski begitu, Yaoyorozu Momo mungkin tidak punya pilihan lain selain menanggapinya—meski ia tidak tau pertanyaan itu begitu skeptis.
"Aku... tidak tau, Todoroki-san."
Kebingungan yang tadi mengisi seluruh air muka gadis berkuncir itu kini berganti jadi kekhawatiran. Yang mungkin saja, pikir gadis itu, Todoroki sedang punya masalah akan sesuatu.
"Aku sedang bercanda."
Lalu jawaban dari mulut pemilik luka bakar di sekitar mata kirinya itu membuat segala kekhawatiran di sekitar mereka hilang begitu saja.
Hening saat itu. Hanya ada dua pasang mata yang saling menggali pikiran.
"Ber...canda?" dan pertanyaan itu tak bisa terhindar.
"Ya. Benar sekali. Aku bercanda," jawab pemuda itu dengan ekspresi yang, seperti biasa, sulit terbaca. Lantas satu telunjuknya menggaruk belakang kepala, dan berujar, "tidak lucu, ya? Maafkan aku. Biasanya selalu berhasil."
"Ah... begitu. Aku... mengerti." Yaoyorozu merespon dengan kondisi tak punya pilihan lain.
"Kalau begitu, ayo kembali ke asrama."
Todoroki melangkah lebih dulu, tidak menunggu Yaoyorozu yang bahkan masih bergeming di tempatnya.
Saat itu keduanya berfikir jika menjauh satu sama lain adalah pilihan terbaik untuk saat ini. jadi disana lah Yaoyorozu Momo, masih termenung. Sementara Todoroki Shouto makin menjauh dari sana, pemuda itu berjalan dengan cepat.
Gadis itu terus berfikir, me-reka tiap dialog yang baru saja dilewati olehnya. Cukup umur, pro-hero, orangtuaku dan orangtuamu, rumah...
Dan BLUSH—wajahnya panas.
...
...
...
"Yaoyorozu-kun, kamu tidak apa-apa? Wajahmu tiba-tiba memerah."
Iida membawanya kembali pada masa kini. Dua pemuda di depannya ia dapati sedang menatap khawatir padanya. Karena itu ia bawa kedua telapak tangannya menutup seluruh wajah, dua orang di depannya mungkin bisa berfikir ia sedang mengingat hal yang sangat memalukan.
"Maaf, aku tidak apa-apa."
"Sungguh?"
Ia mengangguk, lalu membuka kembali wajah cantiknya setelah dirasa panas yang tadi tersebar di sana berangsur menghilang.
"Jadi, Yaoyorozu-san. Todoroki-kun bercanda soal apa?" Midoriya mengulang pertanyaan yang tadi tak sempat ia dengar saat terjebak di masa lalu.
Hampir-hampir wajahnya memerah lagi jika tak langsung ia tahan.
"Ah, itu. Kalian bisa tanya langsung pada Todoroki-san. Sejujurnya, aku kurang mengerti saat itu..."
"Begitu? Ah, sayang sekali."
"Ngomong-ngomobg dimana Todoroki-kun? Aku ingin segera menanyakannya."
"Biasanya sebentar lagi dia akan ke sini, jadi tunggu saja, Iida-kun."
Yaoyorozu tak dapat menghindar dari memikirkan segalanya saat ini. Karena segalanya itu sangat mengganggunya.
Ia bertanya-tanya apakah yang Todoroki maksud itu bahwa dia hendak melamarnya? Karena hal itu yang sejak kemarin terus membuat pipinya memerah, pikirannya tak karuan. Jika memang begitu, apa berarti Todoroki menyukainya? Karena ia pun sangat mengaguminya. Sangat, sangat mengaguminya hingga ia tak pernah ragu, selalu percaya pada setiap tindakannya, keputusannya. Namun tak pernah ia sangka perasaannya yang seperti itu bisa membuat pipinya memanas, sesuatu dalam dadanya tergelitik—kesan yang begitu aneh. Ia mulai berfikir bahwa sesungguhnya, dirinya juga menyukai Todoroki. Dan ia tak menyangka, pemuda itu, dari sekian banyak jalan yang ada, menempuh yang satu itu.
Meski Yaoyorozu jelas masih kebingungan soal apa yang membuat Todoroki seperti itu kemarin, atau jika memang pemuda itu menyukainya, apa yang ia suka darinya? Namun rasa menyenangkan namun berkesan aneh itu tak henti-hentinya menendang ulu hati. Ia tak bisa berfikir logis jika kesan aneh itu terus mengganggunya.
Kemudian tercetus dalam benaknya, hal aneh yang serupa.
"Em, Midoriya-san, Iida-san. Boleh aku menitip pesan untuk Todoroki-san? Aku tidak bisa mengatakanya sendiri."
...
...
...
Kacau.
Buku-buku dan segala referensi yang ia punya soal meningkatkan kemampuan bersosial membuatnya kacau.
Baru-baru ini, Todoroki Shouto, karena referensi itu, mendapati dirinya menyukai seseorang. Ia adalah lelaki usia 17 tahun yang berfikiran lurus dan maju ke depan serta serius. Maka ketika mendapati dirinya menyukai seseorang, hal pertama yang terfikirkan adalah; pasangan hidup. Alias hidup bersamanya. Alias berkeluarga dengannya. Alias menjadikannya istri.
Tak pernah terbesit soal 'berpacaran' di kepalanya. Mungkin karena hal itu condong pada sesuatu yang tak serius, maka itu menjadi kode yang tak dapat dibaca oleh teknologi dalam syaraf otaknya.
Karena itu, ia kacau.
Apalagi saat ingat kejadian kemarin sore dengan Yaoyorozu.
Ia makin kacau.
Todoroki tak pernah merasakan kacau semacam ini. Tidak penah.
Dan karena itu, ia makin, makin kacau.
Entah harus berapa kali kata 'kacau' itu di copas. Ia hanya tak habis fikir oleh kekacauan dalam dirinya bisa membuat ia salah menanggapi basa-basi seorang Yaoyorozu.
Ia bahkan tak tau itu basa-basi sebelum membaca kembali referensi pada malam harinya.
Oh, Tuhan.
Todoroki baru sadar betapa polosnya ia selama ini.
Namun disamping semua itu, beruntung bagi Todoroki, ia telah terbiasa dengan ekspresi datar. Jadi sekacau apapun ia saat ini, orang lain tidak akan mudah menyadarinya—kecuali jika ia mulai bertingkah seperti kemarin. Dalam hati, Todoroki menguatkan dirinya suapa itu tak pernah terjadi lagi. Stay cool, keep calm and love Yaoyorozu Momo.
Ah, Yaoyorozu saat ini sudah menemukan kesan buruk tentangnya. Ia bertanya-tanya, apakah gadis itu lantas membencinya karena mengakhiri segalanya kemarin dengan dalih bercanda?
Astaga, Todoroki Shouto.
Tidak bisa begini. Ia harus bangkit dari keadaan kacau ini. Ingat tujuan; menjadi Top Hero. Ya, menjadi pahlawan terhebat. Ia harus mempersiapkan diri untuk magang bersama pria tua bernick-name Endeavor minggu depan.
Maka Todoroki Shouto beranjak dari tatami, meraih gagang pintu kamar, dan keluar. Niatnya menuju Aula yang mungkin di sana ia bisa dapati Midoriya dan Iida sedang mengobrol.
Dan, ya. Mereka berdua ada di sana, duduk besampingan di meja dekat ruang tv, dengan tiga cangkir teh di atas meja.
"Ah! Todoroki-kun! Akhirnya datang juga." Midoriya melambai.
"Ke sini, duduk. Kami ingin bertanya." Iida melakukan pose robotic-nya.
Todoroki mempunyai perasaan tak enak. Lantas ia duduk di kursi tepat di mana satu cangkir kosong berdiri elegan di depannya.
"Apa?"
"Yaoyorozu-kun bilang kau bercanda kemarin. Benarkah itu?"
Deg. Firasatnya benar.
Ia diam sebentar sebelum menjawab, "Em... ya. Aku bercanda."
Dua orang di depannya memasang tatapan curiga.
"Sungguh, Todoroki-kun? Kami tau kau payah dalam bercanda."
Ia tertekan oleh pernyataan si rambut hijau.
"Kau tau aku sedang belajar, Midoriya."
Namun masih bisa menjawab dengan wajah stoic-nya. Yang, membuat dua orang itu yakin seketika dengan jawabannya. Iida dan Midoriya manggut-manggut paham setelah meneliti wajahnya selama beberapa detik. Tapi bukan berarti pertanyaannya habis setelah itu.
"Lalu, kau bercanda soal apa?" Iida yang bertanya.
"Bukan hal yang penting."
"Bukan hal yang penting, tapi mengapa Yaoyorozu-kun terlihat begitu kepikiran?"
"Begitu kah?"
"Hm. Dia bahkan meninggalkan pesan untukmu. Katanya dia tidak bisa bicara soal ini secara langsung." Midoriya mengambil alih.
Saat itu Todoroki sangat penasaran dengan pesan yang tertuju untuknya. Tapi terlalu takut untuk mendengarnya. Mungkin saja itu pesan berisi hal yang tak menyenangkan soal kejadian kemarin. Maka ia tak merespon apapun selain hanya pasang wajah datar andalannya.
Meski begitu Midoriya terlihat tetap akan mengatakannya.
"Dia bilang begini, 'soal kemarin...'"
Ah, sudah dimulai.
"... '... kalau Todoroki-san memang tidak bisa bercanda seperti kata Midoriya-san dan Iida-san—'"
"Tunggu, mengapa kalian mengatakan itu padanya?" Todoroki refleks meminta penjelasan.
"Karena Yaoyorozu-san bertanya." Midoriya menjawab.
"Yaoyorozu-kun datang sendiri ke sini, lalu duduk di tempat Todoroki-kun saat ini, dan bertanya apa kau bisa bercanda. Tadi. Saat kau datang dia baru saja pergi." Iida menambahkan.
Lalu Todoroki membeku. Sekaligus memanas. Dua quirk-nya sempat aktif sesaat. Ia melihat cangkir di depannya, berarti cangkir itu bekas Yaoyorozu.
Keadaannya mulai kacau di dalam.
Midoriya dan Iida yang dengan jelas melihat kejanggalan pada diri Todoroki baru saja terjadi di depan mata mereka, memilih abai dan melanjutkan penyampaian pesan yang sempat terpotong.
"Sampai mana tadi? Oh—'kalau Todoroki-san memang tidak bisa bercanda seperti kata Midoriya-san dan Iida-san, berarti kamu serius.'—lalu apa lagi, Iida-kun?"
Todoroki menunggu tiap kata yang akan terucap dengan jantung yang berdebar kencang—dan tentu saja, wajah stoic-nya tak pernah absen.
"Em, setelah itu... Oh iya, begini; '... berarti kamu serius. Karena itu aku akan bersabar dan akan menunggu.' Lalu Yaoyorozu-san menuliskan ini untukmu." Kalimat itu Iida sertakan dengan secarik kertas yang ia asongkan pada Todoroki.
Dan tebak? Apa yang ada di dalamnya, membuat suhu dingin dan panas meradiasi di sekitar tubuh Todoroki Shouto.
Itu sebuah alamat.
Apa ini? Sebuah penerimaan?
"Todoroki-kun, tidak apa-apa?"
"Quirk-mu sepertinya aktif."
Kemudian tampang khawatir kedua temannya itu ia balas dengan senyuman, "Aku bersyukur karena tidak bisa bercanda."
Biarlah kedua temannya ia tinggalkan dalam keheranan. Pada akhirnya kondisi paling kacaunya baru saja di mulai pada detik itu.
Kondisi kacau yang punya sensasi menyenangkan dan kesan aneh, menendang syaraf-syaraf otaknya dari mempertahankan tampang datarnya.
Ia benar-benar menyengir saat ini.
Seperti orang gila.
.
.
.
[Fin.]
.
.
.
AN;
Dan sangat OOC sekali pemirsah, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Salam perdamaian. *kabur*
