Tittle : "The Ultimate Coordinator"
Cast : Cho Kyuhyun and all members
Genre : Brothership and family
Ceritaku ini diambil dari beberapa anime-anime kesukaanku. I hope you like my story fanfict.
Seoul. Sebuah kota besar yang memiliki banyak penduduk. Merupakan ibukota dari negara Korea Selatan. Setiap harinya kota itu ramai akan aktivitas warganya dari yang berangkat ke kantor sampai hanya berjalan-jalan saja.
Disebuah ruangan mewah terlihat seorang wanita sedang berusaha mempertahankan bayinya dari jangkauan tangan seorang pria dewasa yang berpakaian rapi. "Nyonya, tolong berikan bayi itu sekarang juga. Jika tidak kami akan menggunakan kekerasan."
Wanita itu menolak dengan lantangnya. Ibu mana yang tega memberikan anaknya pada tangan orang-orang serakah seperti mereka. "Tidak. Pergi dari sini sekarang juga."
"Kami akan pergi jika anda mau menyerahkan bayi itu." Salah seorang pria mencoba mendekat untuk mengambil paksa seorang bayi mungil yang ada di dekapan seorang ibu.
Saat berada didepannya, sang ibu melemparkan sebuah pas bunga keramik tepat kearah kepala pria tersebut. Tak ayal darah pun mengalir keluar dari robekan kulit akibat bergesekan dengan pas bunga yang pecah itu. "Jangan berani mengambil anakku. Pergi kalian. PERGI!"
Geram. Akhirnya pria itu melakukan kekesaran terhadap sang ibu. Ia mengambil paksa bayi mungil yang masih terlelap dengan damainya. Namun wanita tersebut tetap mempertahankannya walaupun tendangan dan pukulan ia dapatkan. Lalu kemana kah suaminya? Ya, suami dari wanita itu sudah terlebih dulu meninggalkan mereka. Ia dibunuh oleh dua orang pria tersebut jauh-jauh hari.
Sang wanita itu pun rubuh. Kini bayi kecilnya sudah berada didekapan pria jahat tersebut. "Jika kamu menyerahkan baik-baik, kamu takkan pernah mendapatkan luka seperti itu. Bahkan suamimu pun akan tetap bersamamu."
"Kem..balikan.. ba.. yikuhh.." dengan susah payah wanita itu berdiri. Namun tubuhnya sudah tak sanggup untuk menopangnya. Ia pun kembali rubuh. Dan napasnya pun ikut lenyap bersamaan dengan matanya yang tertutup.
"Cih." Saat pria itu berbalik, tiba-tiba kepalanya terasa sakit akibat hantaman benda tumpul. Ia pun tak sadarkan diri akibat pukulan itu.
"Ooekk.. Ooekk.. Ooek.." sang bayi yang tadi diperebutkan terbangun dan menangis keras.
"Cup.. cup.. cup.. Jangan menangis anak manis." Seorang wanita lainnya menggendong dan mencoba untuk menghentikan tangisan bayi itu. "Bagaimana keadaannya?"
Orang yang tadi memukulkan tongkat basbol ke pria jahat itu, memeriksa denyut nadi ibu dari sang bayi. Ia menggeleng menjawab pertanyaan istrinya. "Dia sudah meninggal." Ia mulai melangkah mendekati sang istri yang masih sibuk menenangkan bayi yang ia dekap. "Sebaiknya kita pergi dari sini. Dan memanggil polisi."
Mereka berdua pun pergi meninggalkan rumah mewah yang menjadi saksi atas pembantaian sang pemilik rumah tersebut. Bayi yang merupakan satu-satunya anggota keluarga yang masih hidup dibawa oleh pasangan suami istri itu untuk dirawat da dibesarkan mengingat kedua orangtua sang bayi adalah sahabat mereka.
Hari berganti bulan. Bulan berganti tahun. Kini sudah 15 tahun peristiwa mengenaskan itu terjadi. Peristiwa yang membuat gempar dunia. Peristiwa yang hampir memusnahkan keturunan keluarga tersebut.
Disebuah rumah mewah, terlihat seorang remaja yang sedang duduk dihadapan laptop-nya. Tangannya lincah menari-nari diatas keyboard. Matanya tak lepas dari layar datar yang menampilkan salah satu karakter yang ia mainkan sedang bertarung melawan musuh-musuhnya. Ya, namja itu kini sedang bermain game online suara menginterupsi permainannya. "Kyunnie, makan malam dulu."
"Ne, sebentar lagi hyung." Namja yang bernama asli Park Kyuhyun itu menjawab dengan tidak melepaskan pandangannya dari layar laptop.
"Nanti kamu sakit. Cepatlah." Namja yang memanggil tadi tersenyum maklum melihat sifat dongsaengnya yang maniak game. Park JungSoo atau biasa dipanggil Leeteuk itu, mulai kembali menata makanan diatas meja makan.
"Oh, kalian sudah pulang rupanya." Kedua mata Leeteuk menangkap keenam dongsaeng-nya. Sungguh keluarga besar Park.
Seketika ruang makan itu menjadi ramai akibat perbincangan keduabelas namja disana. Ada yang membicarakan soal pekerjaan, kuliah, sampai masalah wanita pun ada dalam keramaian itu. Keramaian itu berganti menjadi keheningan saat sesosok namja masuk ke ruangan itu.
"Duduklah, Kyu. Kita akan makan sekarang." dengan senyuman khasnya, Leeteuk menyuruh sang dongsaeng terkecilnya untuk duduk.
Makan malam pun kembali dilanjutkan. Kini hanya terdengar suara dentingan garpu dan sendok yang berbenturan dengan piring. Tak ada satupun yang memulai pembicaraan disana. Hingga sang namja tertua yang memecah keheninga itu.
"Bagaimana kuliahmu, Kyu? Lancar? Apa kamu sudah mendapatkan teman disana mengingat usiamu baru berumur 15 taun?" Tanya Leeteuk sambil menatap namja berambut hitam pendek yang kini sedang menikmati hidangan didepannya.
"Lumayan, hyung. Yang menerima keberadaanku hanya ada tiga orang. Shim Changmin si tiang listrik. Kibum hyung si snow white dan Minie-hyung." Kyuhyun masih tetap melanjutkan makannya.
"Baguslah kalau begitu. Hyung sempat khawatir jika kamu tidak mendapatkan teman disana." Leeteuk meletakkan sendoknya dan mengelus kepala sang magnae. "Belajar yang rajin, ne. Agar hyung semakin bangga padamu."
Namja berambut hitam itu mengangguk paham. Sedangkan hyung-nya yang lain hanya terdiam mendengarkan percakapan antara Park tertua dengan sang magnae.
Sepertinya kalian bingung dengan hyung-hyungnya Kyuhyun yang lain. Ya, memang mereka semua tidak menyukai kehadiran Kyuhyun. 6 tahun yang lalu, karena Kyuhyun, pasangan Park yang merupakan orangtua mereka meninggal dunia akibat kecelakaan. Alasannya sepele, karena pada saat itu terjadi Kyuhyun yang merengek pada orangtuanya untuk menemaninya ke Toko Game. Padahal orangtua-nya sudah menolak dan meminta Kyuhyun untuk tetap di rumah dan tidak pergi kemana-mana. Namun namja kecil itu tetap memaksa orangtua-nya untuk pergi. Dengan terpaksa mereka pun mengabulkan permintaan sang anak bungsunya.
Selama perjalanan, semuanya berjalan lancar. Hingga saat berada ditikungan, tiba-tiba mobil mereka oleng dan menabrak pembatas jalan. Pasangan Park dan sopirnya meninggal ditempat, sedangkan Kyuhyun menderita luka yang cukup serius.
Semenjak kejadian itu, hyung-hyungnya membencinya. Awalnya Leeteuk pun membenci dia, tapi dia sadar, sepenuhnya bukan salah Kyuhyun. Namun tidak bagi Heechul, Kangin, Shindong, Donghae, Eunhyuk dan Ryeowook. Mereka semua masih membenci sang dongsaeng hingga saat ini.
"Aku sudah selesai." Ucap Donghae. Ia kemudian bangkit dan pergi meninggalkan ruang makan. Diikuti dengan yang lainnya. Hingga tersisa Leeteuk dan juga Kyuhyun.
Namja berwajah lembut itu menatap miris sang dongsaeng yang kini masih menatap makanannya dalam diam. Ia tidak bisa berbuat apapun untuk mengubah keadaan. Ia tidak bisa memaksa dongsaeng yang lainnya untuk memaafkan Kyuhyun. Yang ia lakukan sekarang hanya menemaninya agar namja paling muda itu tidak merasa sendirian.
"Kyu.." Leeteuk memanggil Kyuhyun, namun tak ada jawaban dari sang magnae. "Kyunnie."
Panggilan kedua. Kyuhyun masih tetap diam. Tak bergeming sama sekali dengan panggilan sang hyung. Akhirnya Leeteuk menghampiri Kyuhyun dan memeluknya erat. Pelukan itupun masih tak menyadarkan Kyuhyun dari alam bawah sadarnya. Ia masih tidak bergeming.
"Kyunnie.. Jangan begini.. Hyung ada disini." Lirih Leeteuk. Ia masih tetap memeluk magnae-nya. Tak berapa lama tubuh Kyuhyun tersentak.
"Ah? Kenapa hyung memelukku?" Tanya namja bertubuh kurus itu dengan sedikit bingung. "Kenapa hyung menangis?"
"Ani. Kamu tidak apa-apa, Kyu?" Leeteuk menatap dongsaeng-nya khawatir.
"Gwenchanayo, hyungie." Jawab Kyuhyun manja.
"Lebih baik kamu pergi tidur, ne?" Tangan besar Leeteuk mengusap pelan kepala berambut pendek berwarna hitam itu. Kyuhyun mengangguk dan segera melesat ke kamarnya.
Sepasang mata lain yang mengintip kejadian itu hanya terdiam membisu. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Namun kedua matanya terlihat kosong dan diliputi sebuah rasa gundah. Bingung karena tidak tahu harus bersikap apa.
Tak menemukan jawaban, akhirnya orang tersebut meninggalkan tempat ia berdiri. Tanpa mengatakan sepatah katapun pada hyung-nya yang masih terdiam.
Malam pun berlalu begitu saja. Sang bulan kini kembali bersembunyi dan diganti dengan sang fajar. Burung-burung -rumput masih basah karena air embun. Suasana pagi itu sungguh segar dan hangat.
Suasana yang nyaman itu tak mampu mengusik seorang namja yang masih bergelung dengan selimut tebalnya. Kedua matanya masih tertutup sempurna. Namun tiba-tiba ia tersentak. Sepertinya namja yang tak lain adalah Kyuhyun mendapat mimpi buruk. Ia bangun seketika dengan peluh yang mengalir deras. Wajahnya yang pucat semakin terlihat pucat. Napasnya sedikit memburu.
Cklek!
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Namun Kyuhyun masih tetap diam. Namja yang masuk itu memandang dongsaeng-nya dengan tatapan sedih. 'Apakah aku harus kalah dengan egoku?'
"Bangunlah, ini sudah siang." Ucap namja tersebut. Park Donghae.
Kyuhyun masih berusaha menormalkan pernapasannya. Wajahnya sudah tidak sepucat tadi. Keringat dingin sudah berhenti mengalir.
"Kyunnie?" Tanya Donghae memastikan keadaan dongsaeng-nya.
Kyuhyun membelalakan matanya saat melihat salah satu hyung yang sangat membencinya. Ada rasa bahagia yang membuncah dihatinya saat nama kecilnya dilapalkan sang hyung. Senyuman manis terukir dibibirnya. Hingga ia lupa dengan mimpi yang baru saja dia lihat tadi. "Hyung."
"Gwenchana?"
"Ne, gwenchanayo. Aku akan bersiap sekarang. Gomawo, hyung." Ucap Kyuhyun dengan penuh ketulusan. Mau tak mau Donghae pun mengangguk dan tersenyum.
Rasa tenang dan bahagia pun dirasakan oleh namja tampan itu, saat ia melihat senyuman sang dongsaeng. Kemudian ia pun berlalu meninggalkan kamar yang bernuansa minimalis.
Senyuman masih terukir diwajah Kyuhyun. Sepertinya semangat sang namja berkulit pucat itu membungbung tinggi. Dengan semangat ia masuk ke kamar mandi dan bersiap untuk berangkat kuliah.
««« The Coordinator »»»
"Sepertinya kamu sedang bahagia, Hae. Ada apa?" Tanya seorang namja berambut blonde.
"Terlihat yah?" Donghae bukannya menjawab ia malah berbalik tanya.
"Dari tadi kamu senyam-senyum sendiri. Dari kamu memanggil 'dia' sampai kita di kampus pun senyumanmu tidak lepas." Eunhyuk menekan kan kata dia. Ya, Donghae tahu siapa yang Eunhyuk maksud. Kyuhyun. "Apa kebencianmu sudah hilang, Hae?"
Mimik Donghae menjadi serius saat, Eunhyuk, menanyakan hal itu. "Aku memang menyalahkannya karena dia, Eomma dan Appa meninggal. Tapi itu sudah berlalu, Hyuk. Dan dia membutuhkan kehadiran kita. Kehadiran Teuki-hyung tidak cukup. Apalagi umurnya masih sangat muda. Ia butuh perhatian kita, dari hyung-hyung-nya."
Eunhyuk geram dengan jawaban dari saudara kandungnya. "Kau..."
"Psikologisnya tidak baik saat ini. Matanya..." Eunhyuk diam mendengarkan kata-kata selanjutnya dari bibir sang casanova. "Matanya menyiratkan kekosongan, ketakutan dan rasa bersalah. Ia tampak rapuh tidak seperti terlihat diluar. Aku sudah beberapa kali melihatnya melamun bahkan ia sampai tidak merasakan kehadiran orang lain yang bahkan memeluknya."
"Tapi karena dia Eomma dan Appa meninggal. Ingat itu Donghae. Seharusnya anak itu yang mati, bukan orangtua kita." Eunhyuk menggebrak meja didepannya. Sepertinya ia tak sadar, bahwa objek yang dibicarakan berada di balik tembok.
"Park Hyukjae. Jaga mulutmu."
"Kamu yang seharusnya menjaga anak sial itu yang..." belum sempat Eunhyuk meneruskan kalimatnya, sebuah suara terdengar menginterupsi.
"Apa sebegitu bencinya hyung terhadapku?" Mata Donghae terbelalak saat melihat sosok Kyuhyun didepannya. Sedangkan Eunhyuk terlihat tidak bersalah sama sekali.
"Ne. Aku dan hyung yang lain membencimu. Karena rengekanmu itu, Eomma dan Appa meninggal."
Rasa sakit menyerang dadanya saat mendengar kata-kata itu dari mulut hyung-nya sendiri. Matanya menyiratkan luka yang sangat dalam. Dengan segera ia berlari meninggalkan kedua hyung-nya.
"KYUHYUN!"
"Biarkan saja dia. Kuharap dia mati setelah ini."
BUGGH!
Donghae memukul telak pipi saudara kandungnya. Darah pun keluar dari luka sobek dibibir namja penggila pisang tersebut. "Kuharap kau tidak menyesali kata-katamu, Hyukjae."
Donghae pun pergi meninggalkan namja blonde itu. Tanpa berniat minta maaf ataupun membantunya berdiri. Yang ada dipikirannya yaitu segera menemukan sang dongsaeng terkecilnya. Ia khawatir Kyuhyun akan berbuat nekat.
Kaki jenjangnya masih menyusuri lorong-lorong di kampusnya. Matanya bergerak mencari keberadaan sang namja berlabel jenius di kampus yang ia tempati. Kemudian 2 maniknya menemukan sosok dongsaengnya yang lain, Ryeowook.
"Wookie-ah.."
Namja berwajah mungil itu pun menoleh. Senyumnya terkembang saat kedua matanya melihat salah satu hyung-nya yang tampan. Namun senyuman manisnya pudar saat melihat wajah khawatir itu. "Ada apa, hyung?" Wajahnya pun ikut berubah menjadi panik.
"Apa kamu melihat Kyuhyunnie?"
Seketika raut yang tadinya panik, kini berubah menjadi datar dan dingin. "Ada apa hyung menanyakan anak itu?"
"Aish sudahlah. Kamu dan Eunhyuk sama saja. Perlu kamu tahu, Wookie-ah, tak seharusnya Kyuhyun mengalami kejadian ini dan perlakuan buruk dari kita semua. Kamu tahu dia itu lebih kuat daripada kita semua. Sedangkan kita, sampai sekarang masih sedih dengan kepergian orangtua kita. Yang Kyuhyun rasakan berkali-kali lipat dari yang kita rasakan. Rasa sakit akibat kecelakaan itu, orangtua yang meninggal didepan matanya serta harus menerima perlakuan buruk kita." Donghae menatap wajah dongsaeng yang pintar memasak itu. "Apa kamu bisa merasakan bagaimana hidupnya selama ini? Apa kamu pun lupa, pasca kejadian itu dia mengalami koma akibat shock berat di otaknya. Dan saat bangun, tak ada seorang pun yang menemaninya."
Ia menghela napas pelan sebelum melanjutkan perkataannya. "Apa kamu bisa membayangkan perasaannya saat itu hingga sekarang?"
Namja bertubuh mungil itu terdiam. Mencoba untuk mengenyahkan perasaan bersalah yang merasuk ke relung hatinya. Sekuat
apapun ia mengenyahkannya, sekuat itu juga perasaan sesak memenuhi dadanya. "K-kyunnie..." lirihnya.
"Baiklah, hyung pergi dulu. Pulangnya hati-hati, ne?"
Tanpa menunggu jawaban Ryeowook, ia berlalu begitu saja. Ia sungguh khawatir dengan keberadaan Kyuhyun. Apalagi cuaca tiba-tiba berubah begitu drastis. Hujan deras mengguyur kota metropolitan itu.
Dilain tempat, terlihat seorang namja muda sedang duduk diantara 2 buah nisan. Bajunya sudah basah kuyup terguyur air hujan. Badannya menggigil kedinginan. Bibirnya berubah pucat bahkan hampir membiru.
"Eomma, Appa.. Hikss.. M-mereka semua membenciku.. Hikss.. A-aku.. Hikss.. Akku sudah tidak tahan.. Hikss.." tangannya terjulur ke batu nisan. "Bawa aku bersama kalian.. Hikss.."
Hanya suara hujan yang tertangkap telinganya. Air dingin masih setia membasahi tubuh ringkih itu. Sepertinya Tuhan sedang ingin menemaninya menumpahkan segala rasa yang selama ini ia simpan. Buktinya hujan semakin deras mengguyur tubuhnya.
Tak sedikitpun ia ingin berteduh dan melindunginya dari tetesan air yang berasal dari langit. Matanya mulai meredup dan berkunang-kunang. Kepalanya sudah terasa sangat berat. Sudah lama ia berada di tempat itu. Tempat peristirahatan kedua orangtuanya.
"Akhirnya kutemukan juga..." sebuah suara terdengar dibelakang Kyuhyun namun namja bermarga Park itu tak mampu mendengarnya akibat beradu dengan kerasnya suara hujan dan petir.
Kedua mata Kyuhyun pun tertutup sempurna dan tubuhnya tergeletak dilumpur yang basah karena bercampur dengan air. Seragam putihnya kotor oleh lumpur yang menyerap ke pori-pori kain. Diambang kesadarannya yang semakin menipis, ia memanggil kedua orangtuanya..
"Eomma, Appa..."
Mind to review?
by Zizi Kirahira Hibiki
wp : .com
