Disclaimer : Masashi Kishimoto

Pairing : Always Narusasu, SlightNejiSasu dan NaruSaku

Rated : M

Genre : Ente tahu gado-gado? Seperti itulah genre fict abal ini.

Warning : Yaoi, BoyXBoy, typo's banyak sangat, OOC dan lain sebagainya.

Happy reading, Minna-san...

THIS IS LOVE

BY : ALL MEMBER NARUSASU (SasUke & femSasu) di FB

.

.

.

Suasana Konoha yang sangat cerah di sinari oleh matahari pagi yang menyapa hangat. Burung-burung berkicau menyambut hari itu setelah di guyur hujan semalaman. Rumput, bunga dan pohon mulai mengering walaupun jejak basah masih terasa. Taman Konoha yang biasanya ramai kini terlihat sepi. Semua orang terlihat malas untuk keluar rumah, walaupun hari itu bukanlah libur.

Di sebuah rumah minimalis yang terletak tidak jauh dari taman Konoha juga terasa sepi. Tidak terlihat aktivitas apapun di sana. Oh, ayolah. Siapa yang mau bangun pagi walaupun suasananya sangat cerah. Apalagi, setelah melakukan aktivitas yang melelahkan sebelumnya. Tentu kasur yang empuk sangat sayang di lewatkan. Terlebih lagi di temani oleh seseorang yang sangat berarti. Begitu juga dengan penghuni rumah minimalis tersebut.

Terlihat sebuah kamar dengan cat biru muda menghiasi dindingnya. Di tengah ruangan itu terdapat ranjang berukuran king size dengan dua sosok yang masih terlelap di atasnya. Kamar itu sangat berantakan dengan pakaian bertebaran di lantainya. Tentu kita tahu apa yang telah mereka lakukan semalaman dengan tubuh yang hanya di tutupi selimut.

"Engh..." Lenguhan lirih terdengar dari pemuda cantik bersurai raven. Tubuhnya sedikit menggeliat dengan mata terpejam. Dia lalu menyamankan diri ke dalam pelukan pria tampan bersurai pirang yang malah mengeratkan dekapannya pada pinggang pemuda cantik itu.

Perlahan pria tampan itu membuka matanya, menunjukan shappier indahnya yang lembut. Sebuah senyuman terukir di bibirnya saat melihat tingkah manja kekasihnya. Perbuatan yang bahkan tidak pernah di tunjukannya pada orang lain selain dirinya.

Dengan perlahan dan sangat hati-hati, di kecupnya puncak kepala kekasihnya, kemudian membelai lembut pipi chubby di depannya.

Pemuda di depannya menggeliat kembali karena perlakuannya. Kelopak mata itu membuka, menampakan sepasang iris onyx seindah langit malam. Memperindah wajah putihnya yang sewarna salju.

Pemuda bersurai raven itu tersenyum kecil. Dia lalu menjulurkan tangan putihnya ke arah pipi tan berhias tiga garis yang selalu membuatnya terpesona. Ia tatap bibir yang membalas senyumannya dan...

CHUU~~

...Sang raven mengecup lembut bibir itu. "Morning kiss." Ujarnya kemudian.

Si pirang menatap lekat pemuda di depannya. "Kau manis seperti biasanya, Baby."

BLUSH

Wajah yang semula putih bersih itu kini tersapu warna merah. Ia segera membenamkan wajahnya pada dada bidang si pirang agar tidak terlihat olehnya. Sedangkan si pirang hanya mengusap gemas surai raven kekasihnya.

"Naru." Panggil sang raven pada pria bersurai pirang di depannya.

"Ya?"

"Jam berapa sekarang?" Tanyanya pelan.

Naruto melihat jam digital di atas meja nakasnya. "Jam 08.00 a.m, Sasuke."

Seketika Sasuke bangkit dari ranjang dan menuju kamar mandi. Dia bahkan tidak peduli saat kekasihnya memanggil namanya. Sekarang dia terburu-buru. Hari ini dia ada kuliah pagi. Sangat tidak baik bagi mahasiswa teladan sepertinya telat kuliah.

Setelah berkutat beberapa lama dalam kamar mandi, pemuda raven itu keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melingkari pinggangnya. Dia bisa melihat Naruto yang masih berbaring santai di atas kasur berukuran king size itu.

"Hey, kenapa kau terburu-buru?" Tanya Naruto yang merasa aneh melihat tingkah Sasuke sedari tadi.

"Aku ada kuliah pagi hari ini." Jelas Sasuke sembari memakai celananya. Dia lalu menghadap Naruto dengan wajah galak. "Dan kau malah tidak membangunkan ku tadi." Geramnya kasar.

Naruto menggaruk rambutnya yang bisa di pastikan tidak gatal. "Salah kau sendiri. Kenapa tidur dengan wajah malaikat seperti i..."

DUAGH

"...Ouch..." Erang Naruto kesakitan. Tangan kanannya sibuk mengusap dahi yang tadi di lempar Sasuke dengan buku yang terlihat tebal. "Itu sakit, Baby. Apa salah ku?" Gerutunya.

Sasuke menutup pintu lemarinya kencang. Dia kemudian menatap Naruto dengan pandangan hina. "Kesalahan mu banyak. Sepuluh jari tangan ku bahkan tidak bisa menghitungnya." Katanya sinis. "Dari pada kau sibuk memikirkan seberapa banyak kesalahan mu, lebih baik kau bersiap sekarang juga. Bukankah ada tiga kelas yang harus kau bimbing, Sensei?" Sindirnya dengan penekanan penuh pada kata 'Sensei'.

"Ck...Baiklah, Hime-sama." Balas Naruto sembari berlari cepat menuju kamar mandi dan menutupnya kencang. Dia bisa melihat sebuah benda berbentuk botol melayang ke arahnya sebelum pintu tertutup sepenuhnya.

"Aku bukan wanita, Dobe!" Terdengar teriakan kesal dari sang empunya suara yang di tanggapi kekehan senang dari kamar mandi.

Setelah selesai dengan ritual paginya, Naruto langsung berganti baju. Kemudian turun ke bawah menuju ruang tamu dimana kekasihnya menunggunya. "Teme, kau dimana?" Panggilnya saat menyadari kekasihnya tidak ada di sana.

"Aku di dapur." Sebuah jawaban datang dari arah ruangan yang di sebut dapur.

Naruto bergegas ke sana. Dia heran melihat kesibukan si raven di sana. "Katanya harus cepat-cepat, apa yang kau lakukan di sini?" Tanyanya melihat Sasuke tengah mengoles satu lembar roti tawar dengan selai strawberry.

"Paling tidak, kita bawa sarapan dan bisa makan di perjalanan nanti. Hari ini kita banyak kegiatan. Aku tidak mau kita kekurangan tenaga karena tidak sarapan." Balasnya mengambil satu lembar roti lain dan meletakannya ke atas roti yang sudah di olesi selai.

"Ooh...kau istri yang benar-benar perhatian." Puji Naruto tersenyum hangat.

"Baka." Sasuke memalingkan wajah merona mendengar pujian dari kekasihnya.

Selesai membuat bekal, Naruto dan Sasuke bergegas pergi menuju kampus. Kebetulan Naruto menjadi dosen di kampus yang sama di mana Sasuke menuntut ilmu. Sehingga mereka bisa berangkat bersama dengan mobil Naruto.

Pintu rumah terbuka dengan Sasuke sebagai pelakunya. Namun, ia hanya berdiri tidak melanjutkan langkahnya membuat Naruto yang berada di belakangnya mengernyit heran.

"Ada apa, Te...me?!" Suara Naruto memelan di ujung kalimat ketika secara bersamaan tatapan matanya jatuh pada sesosok wanita bersurai merah jambu yang berdiri tak jauh dari pintu masuk rumahnya. "Sakura-chan?" Naruto sedikit melebarkan matanya, sedangkan wanita bernama Sakura itu hanya tersenyum manis.

"Apa kabar, Naruto-kun?" Sapa wanita itu dengan senyuman ramah. Namun, tidak lama tatapan matanya beralih menatap Sasuke tajam, dengan sedikit seringai di bibir tipisnya. "Ah, dan juga, Uchiha-san. Apa kabar?" Sapanya kembali dengan keramahan palsu.

Sasuke menatap tajam wanita bersurai pink di depannya. Dia sangat tahu nada yang di gunakan Sakura untuk menyapanya tadi. Kenapa di setiap fict author ini harus Sakura yang menjadi musuhnya? Apa tidak ada wanita normal yang lain? Dan kenapa mesti di pagi hari yang berbahagia ini?

"Sangat baik, Haruno-san." Balasnya setelah terdiam lama dengan nada dingin.

Naruto menghela nafas melihat reaksi tidak bersahabat dari dua orang di depannya ini. Naruto berani bersumpah –hanya dalam hati, tentunya- kalau dia bisa mendengar suara geraman dari kedua sosok di depannya.

'Hah, ini tidak akan mudah.' Batinnya mendesah pilu.

.

.

.

Ruang tamu itu terlihat sederhana. Namun, barang yang menghiasinya sangatlah mewah. Wangi citrus tercium dari sana. Membuat kita bisa langsung terhanyut dalam buaian mimpi. Tapi, tidak untuk ketiga orang yang ada di sana. Nuansa canggung membuat telapak tangan Naruto berkeringat. Apalagi, melihat tatapan yang di layangkan oleh Sasuke dan Sakura. Jika ini di dunia anime, mungkin bisa terlihat kilatan listrik di mata mereka. Kalau dia tidak turun tangan, kegiatan ini akan berlangsung lama.

"Berhenti saling bertatapan seperti itu." Dia segera mengalihkan tatapannya pada Sasuke. "Bukannya kau ada kelas pagi. Sebaiknya kau pergi dan belajarlah yang rajin."

Sasuke mendecih sinis. "Dan meninggalkan kau dengannya berdua di sini? Maaf saja." Tolaknya.
Sakura hanya tersenyum tipis. "Aku hanya punya urusan dengan Naruto-kun. Bukan dengan mu." Balasnya lembut, tapi, menusuk.

"Ada! Karena aku kekasihnya." Jawabnya sengit.

"Ooh, Sasuke-kun, kau ini possesive sekali," Kekeh Sakura. "Apa kau segitu takutnya kalau mungkin aku berencana merebut Naruto-kun darimu?" Bibirnya menyeringai remeh.

Sasuke mendelik tajam. Irisnya menyiratkan kemarahan. "Tidak, aku hanya tak suka kau berduaan dengan Naruto. Dan aku percaya, apapun yang kau lakukan Naruto akan tetap memilihku." Ujarnya mantap. Membuat Sakura kesal dan marah. Naruto yang melihat, hanya bisa mengerjapkan mata.

"Oh, Tuhan. Bisakah kalian hentikan itu?" Umpat Naruto jengah melihat sikap kedua orang di depannya. Kemudian dia mengalihkan tatapannya pada satu-satunya wanita di sana. "Ne...Sakura-chan, ada apa kau datang kemari?" Tanya Naruto penasaran.

Sakura tersenyum amat manis pada Naruto, membuat Sasuke lagi-lagi melemparkan tatapan mengerikan padanya. "Aku bermaksud mampir sebentar, mungkin kita juga bisa berangkat bersama ke kampus, ya kan, Naru ?!" Tanya Sakura sambil tersenyum penuh harap.

Naruto menggerakkan matanya gelisah. Dia bisa melihat Sasuke yang menatapnya tajam seolah berkata ' Iya, berarti tidak ada jatah selama seminggu.' Naruto menelan ludah yang terasa seperti bongkahan batu. "Ma-maaf, Sakura-chan, hari ini aku berangkat memakai motor." Ucap Naruto menolak secara halus permintaan Sakura. Takut membuat teman wanitanya itu kecewa.

"Kalau begitu tidak apa-apa. Kau berangkat bersamaku saja." Ucap sakura berusaha merayu Naruto lagi.

Sasuke panas mendengar bujukan Sakura pada kekasihnya. Dia menggertakan giginya. Dia ingin sekali mengumpati wanita itu. Namun, di tahannya. Dia tidak mau Sakura merasa menang melihat kegusarannya. Lagipula, dia ingin melihat usaha Naruto dalam menolak Sakura. Dan untuk itu, tidak butuh waktu lama baginya untuk mendapatkan jawaban yang di inginkannya.

"Maaf, Sakura, aku sudah berjanji berangkat bersama Sasuke." Ucapnya dengan senyuman kecil.

"Kau dengar sendiri kan?" Sasuke menyeringai merasa menang.

Sedangkan Sakura mendengus pelan, ia benar-benar tak habis pikir rayuannya tidak mempan sama sekali. Tapi tunggu dulu, jangan panggil ia Sakura jika mengalah begitu saja pada bocah raven yang telah merebut Naruto darinya. Tentu saja itu hanya menurut Sakura, karena jika bertanya pada Naruto, ia akan menjawab tidak merasa direbut dari siapapun terlebih Sakura. Memang sih dulu mereka pernah pacaran. Tapi hey! Tolong garis bawahi, mereka putus sebelum Naruto berhubungan dengan Sasuke. Jadi, tidak ada yang merasa terganggu dengan hubungan mereka berdua.

"Baiklah kalau begitu, sepertinya kedatangan ku bukan pada waktu yang tepat." Sakura berusaha bersikap semanis mungkin. Sedangkan Sasuke menatapnya tajam dengan artian 'Cepat pergi dari sini'.

"Ah, maafkan aku, Sakura-chan!" Naruto merasa tidak enak.

"Tak apa, kalau begitu aku permisi." Sakura bangkit berdiri dari duduknya. Namun satu langkah ia berjalan...

BRUGH

"Awww!" Sakura jatuh hampir mengenai Naruto. Namun, reflek pria pirang itu memeluknya, meski bukan bermaksud memeluk. Sakura menyeringai dalam dekapan Naruto. 'Saatnya rencana B.' Batinnya senang. Sedangkan Sasuke membulatkan onyx indahnya melihat pemandangan yang menurutnya mengerikan, atau mungkin menjijikan itu.

Sasuke segera berdiri dan menarik Sakura dari pelukan Naruto. "Apa yang kau lakukan?!" Teriaknya marah. Dia lalu menatap Naruto. "Dan kau, kenapa mau-maunya memeluk dia?" Desisnya.

Naruto langsung berdiri. "Bukan begitu, Suke. Aku tidak tahu dia bakalan jatuh." Sanggahnya panik.

"Jangan beralasan! Aku tahu kau..."

"Aduh..."

Naruto mengalihkan tatapannya pada Sakura yang kini duduk menahan sakit. Tangan wanita itu memegang pergelangan kakinya. Sedangkan Sasuke hanya mendecih. Dia sangat tahu trik murahan yang akan di lakukan wanita iblis sialan itu.

"Kau tidak apa, Sakura-chan?" Tanya pria pirang khawatir. Tidak peduli dengan aura hitam yang menguar dari belakangnya.

Diam-diam Sakura menyeringai. 'Gotcha.' Dia lalu menatap wajah tampan di depannya. "Kaki ku sakit sekali. Sepertinya terkilir." Ringisnya menahan -pura-pura- sakitnya.

"Bagaimana kalau kita ke rumah sakit?" Tawar Naruto.

"Kau tidak perlu sekhawatir itu. Di kompres sebentar juga akan sembuh." Sahut Sasuke sinis. "Tidak perlu semanja itu dengan kekasih ku." Sindirnya telak.

"Sasuke!" Bentak Naruto, membuat Sasuke terlonjak kaget. "Bersikaplah dewasa. Sakura sedang terluka." Lanjutnya lembut memberi pengertian.

Tanpa berniat bicara lagi, Naruto menarik sakura ke pelukannya, lalu mulai berjalan keluar rumah dengan memapah Sakura. Dia tidak menyadari kalau Sakura diam-diam menyeringai senang. Bahkan dia juga tidak menyadari kalau Sasuke terluka melihat perbuatannya.

Sasuke menundukan kepalanya, bahunya terlihat bergetar. Ini pertama kalinya Naruto berani membentaknya. Ia merasa sakit, hatinya terasa perih. "Do-dobe...ka-kau membentak ku?" Ucapnya lirih. "Kau...KAU BRENGSEK, DOBE!" Umpatnya kasar. Dia segera berlari keluar dan menabrak bahu Naruto.

Naruto tersentak, ia baru sadar bahwa ia telah melukai Sasuke. "Sasuke...Sasuke tunggu!" Teriak Naruto kencang. Dia melepaskan pegangannya pada Sakura dan membiarkannya terjatuh.

"Aww...Naruto-kun!" Jerit Sakura kesakitan.

Naruto menoleh ke arah Sakura. "Maafkan aku, Sakura. Ada yang harus ku urus terlebih dahulu." Katanya meminta maaf.

"Tapi..." Sakura menghentikan ucapannya. Matanya memandang kepergian Naruto dengan geram. "Uchiha sialan itu memang kurang ajar. Lelaki sepertinya bahkan tidak bisa memberikan keturunan pada Naruto. Tapi, kenapa Naruto lebih memilihnya dari pada aku?" Tanyanya pada diri sendiri. Tidak lama sebuah senyuman sinis di tunjukannya dengan senang hati. "Setidaknya, dengan kejadian ini, mereka bertengkar dan akhirnya...berpisah." Kekehnya senang. Dia lalu beranjak dari duduknya dan berjalan dengan angkuh menuju mobilnya yang di parkir agak jauh dari rumah mantan kekasihnya itu.

Sementara itu...

Naruto berlari cepat berusaha mengejar Sasuke yang sudah cukup jauh darinya. "Berhenti, Teme! Kau salah paham." Teriaknya keras. Nafasnya mulai terasa berat. Syukurlah dia rajin berolahraga. Jika tidak, mungkin sekarang dia sudah pingsan di tengah jalan.

Akhirnya Sasuke berhenti setelah sampai di sebuah taman tak jauh dari rumah Naruto. Dia duduk di bangku taman untuk menormalkan nafasnya yang terengah. Naruto yang melihat itu, bergegas mendekati Sasuke. Tidak ingin melewatkan kesempatan untuk meminta maaf pada kekasihnya yang memang pencemburu berat.

"Sasuke..."

Sasuke berbalik dan menatap Naruto dengan tajam. "Jangan mendekat! Baumu seperti bau Sakura, dan itu membuatku ingin muntah," Hardik Sasuke tegas.

"Sasuke... aku tidak bermaksud untuk berkata seperti itu. Sungguh..." Naruto berusaha untuk menenangkan kekasihnya yang terbakar api cemburu itu, tapi, sepertinya tidak membuahkan hasil. Sasuke masih saja menatap Naruto tajam.

"Kau bilang, aku tidak dewasa, kan? Tapi coba lihat tingkahmu sendiri!" Bentak Sasuke.

"Maksudmu?"

"Sudah jelas-jelas dia menggodamu, tapi, kau..." Sasuke menatap Naruto kesal. "...tinggalkan aku sendiri. Kau urusi saja wanita sialan itu." Ucapnya terakhir kalinya. Setelah itu dia beranjak dari sana meninggalkan Naruto yang di landa kekalutan.

"Suke..." Hanya panggilan lirih yang di lakukan Naruto saat melihat kekasihnya meninggalkannya.

.

.

.

Naruto menatap kertas tugas di depannya dengan pandangan hampa. Dia terpaksa tidak mengajar karena masalahnya dengan Sasuke. Dia hanya memberikan kuis pada mahasiswanya. Pikirannya yang penuh dengan Sasuke tidak bisa membuatnya berkonsentrasi. Terlebih lagi, pemuda yang di sukainya tidak masuk kelas tadi. Sungguh membuat Naruto semakin frustasi.

Dia tidak tahu mimpi apa semalam sehingga mendapat cobaan yang sangat berat hari ini. Membuat dia dan Sasuke yang semalam berbahagia menjadi bertengkar. Padahal dia sudah merencanakan untuk memberikan Sasuke kejutan makan malam di restoran kesukaan pemuda cantik itu malam nanti.

"Sasuke..." Desahnya penuh kerinduan.

.

.

.

Orang yang di desahkan namanya saat ini sedang berada di dekat danau Konoha. Menyendiri merenungkan kebersamaannya dengan kekasih hatinya.

Kenapa jadi begini? Kenapa dia harus bertengkar dengan Naruto hanya masalah seperti ini? Pantas saja Naru menyuruhnya bersikap dewasa. Tingkahnya yang seperti ini malah akan membuat Naruto bosan. Tapi, dia tidak akan bersikap seperti ini jika saja si pinky itu tidak muncul di kehidupan mereka yang tenang ini.

"Apa yang harus ku lakukan?" Tanyanya entah pada siapa.

Semenjak kedatangan Sakura yang tiba-tiba. Kehidupan mereka mulai berubah. Sasuke selalu di landa ketakutan jika berpisah dengan Naruto. Takut kalau Naruto akan kembali lagi dengan mantan kekasihnya. Terlebih lagi, Sakura dan Naruto sangat lama berhubungan. Empat tahun. Selama empat tahun mereka menjadi sepasang kekasih. Sedangkan ia dan Naruto baru setengah tahun. Tentu jarak yang sangat jauh, bukan?

Sasuke terus melamun memikirkan hubungannya dengan Naruto. Tanpa menyadari satu sosok di belakangnya yang kini mendekat.

"Sasuke?"

Tubuh ramping itu tersentak mendengar panggilan seseorang yang sangat di kenalnya. Suara seseorang yang pernah singgah di hidupnya. Dengan perlahan dia menolehkan kepalanya. Apa yang di pikirkannya memang benar. Suara orang itu memang tidak asing. Suara dari...

"Ne...ji?"

...mantan kekasihnya, Hyuuga Neji.

.

.

.

BRAK

Naruto membanting ponsel pintarnya dengan kesal ke atas meja kerjanya. Bibirnya menggerutu tidak jelas. Memandang tajam ponsel yang bahkan tidak tahu akan kesalahannya. Hey, Bung. Dia hanya benda mati. Kau maki pun dia hanya diam saja.

Ini semua terjadi karena panggilannya tidak di jawab oleh Sasuke. Sudah 30 kali dia menelpon tetap tidak di angkat. Apa sebegitu kesalnya Sasuke padanya hingga ngambek selama ini? Bahkan pemuda cantik itu tidak terlihat di kampus ini sama sekali.

'Apa dia berniat bolos seharian ini?' Batinnya bertanya kalut. Namun, sedetik kemudian kepalanya menggeleng. 'Tapi, tidak mungkin. Sasuke itu tipe mahasiswa rajin. Paling tidak suka bolos walaupun pantatnya sakit habis ku gempur semalaman.' Batinnya kembali kalut + mesum.

TOK TOK TOK

Naruto mengalihkan pandangannya pada pintu cokelat di depannya. Hanya memandang tanpa melakukan hal yang lebih.

TOK TOK TOK

Masih diam.

TOK TOK TOK

"Masuk." Akhirnya, setelah beberapa saat, pria pirang itu membuka suaranya untuk seseorang yang berada di luar.

CKLEK

Pintu kayu itu terbuka pelan. Menampilkan seorang pria tampan dengan surai hitam sebahu yang di ikat menjuntai dan tanda lahir berbentuk kerip, errr... garis di dekat hidungnya. Dari ciri-ciri fisiknya saja kalian pasti tahu kalau dia adalah...

"Uchiha Itachi Sang Pengganggu." Ucap Naruto tanpa ekspresi.

...Naruto benar, Saudara-Saudara.

"Hey, hey. Apa begitu sambutan dari sahabat yang sudah lama tidak bertemu?" Sapa Itachi dengan tampang sedih yang sangat palsu.

"Terakhir kali kita bertemu tiga hari yang lalu, Itachi."

"Ah, benarkah? Kenapa rasanya berabad-abad?"

Naruto mendengus melihat tingkah sahabatnya itu. "Kalau kau punya waktu luang. Ku saran kan kau mencari kekasih. Melihat tampang mu setiap hari membuat ku terkena sial." Umpatnya kesal.

Itachi merengut sok imut. "Tidak mau. Sebegitu kejamnya diri mu pada ku. Kalau bukan karena aku, kau tidak akan pacaran dengan My Sweet Otouto."

Naruto akui hal itu memang benar. Jika bukan karena si brengsek Itachi, dia tidak bisa berpacaran dengan Sasuke.

Mereka berdua bersahabat sejak SMP. Berawal dari rival dan berakhir sebagai sahabat. Susah senang mereka lalui bersama. Mereka bahkan mengetahui rahasia masing-masing. Membangun persahabatan dengan kepercayaan, itulah prinsip mereka. Hingga hubungan mereka masih bertahan sampai sekarang, walaupun dengan profesi yang berbeda. Naruto seorang dosen sedangkan Itachi adalah dokter kandungan.

"Jika saja aku pasien mu, aku sudah sekarat dari tadi." Komentar pria pirang itu pedas.

Itachi terkekeh geli menanggapi ucapan Naruto. "Syukurlah kau bukan pasien ku. Aku tidak mau di tuntut oleh seorang dosen."

"Jadi..." Kini Naruto berubah serius. "...ada urusan apa kau kemari?"

Itachi yang melihat sikap sahabatnya berubah serius akhirnya mengikuti. "Nanti sore aku akan ke Jerman. Ada pelatihan selama sebulan di sana. Jadi, aku mau pamit dengan Sasuke. Tapi, aku tidak lihat Sasuke sedari tadi." Jelasnya menyampaikan urusannya. "Semenjak tinggal dengan mu dia jarang memberi kabar. Adik ku yang paling manis menghilang. Hah, dimana aku harus menemukan Otouto semanis dia?" Sepertinya sikap serius milik Itachi hanya bertahan beberapa menit.

Air muka Naruto ikut berubah saat mendengar Itachi menyebut nama kekasihnya. "Aku juga tidak tahu dia dimana. Ku telpon juga tidak di angkat." Desahnya hampa.

Sulung Uchiha itu mengernyitkan dahinya dalam. Dia merasa ada yang tidak beres dengan adik dan sahabatnya ini. "Apa terjadi sesuatu?" Tanyanya penasaran.

Naruto menghela nafas lelah. Dia sangat mengenal tabiat sahabatnya itu. Jika sudah penasaran akan sesuatu, dia akan mencari jawabannya sampai dapat. Jadi, dengan malas dia menceritakan masalahnya dengan Sasuke pada Itachi.

Itachi menganggukan kepalanya sok mengerti. Tapi, dari pada ketahuan sama Naruto. Lebih baik dia seperti ini. "Aku tidak tahu kalau Sakura masih mengejarmu sampai sekarang. Ku kira, setelah dia memilih menjadi model ternama di Paris dan meninggalkan mu membuatnya lebih memilih lelaki lain. Tidak tahunya..." Komentarnya mendramatisir.

"Jadi, apa yang harus ku lakukan?"

Pria onix itu menatap Naruto serius. "Begini saja, kau pilih Sasuke atau Sakura?"

"Tentu saja Sasuke." Erangnya kesal mendengar pertanyaan tidak bermutu Itachi.

"Bagus. Jika kau pilih Sakura, tentu aku akan memutilasi mu." Itachi berucap santai.

"Psikopat. Aku kasihan pada pasien mu."

Kekehan geli langsung terdengar. "Dari pada itu, sebaiknya kau berbaikan dengannya. Sebisa mungkin tolak Sakura secara terbuka. Jangan gunakan secara halus seperti kulit Otouto ku."

Naruto speechless mendengar Itachi membandingkan urusan tolak menolak Sakura dengan kulit mulus adiknya. Di antara para Uchiha, hanya Itachilah yang kurang waras. Naruto sangat bersyukur kekasih seksinya masuk kategori 'Uchiha waras'.

"Sebaiknya kau memikirkan ucapan ku. Aku tidak mau adik ku kau PHP seperti yang di iklan itu." Itachi melangkah santai menuju pintu. "Dan sampaikan pada Sasuke, aku pergi ke Jerman. Aku tidak sempat menemuinya selagi dia masih menghilang. Entah kenapa juga aku ternistai di sini. Author satu ini membuat ku tampil sedikit di fict jelek ini. Dengan tingkah idiot pula." Gerutu Itachi yang merasa di rugikan oleh author imut ini.

"Terima nasib saja, Itachi. Bagian ini hanya untuk ku dan Sasuke. Kau dan lainnya ke laut saja." Timpal Naruto mengejek sahabatnya.

"Sudahlah. Aku tidak tahu kenapa mulai OOC sekarang ini. Aku pergi dulu. Bye."

Naruto memandang pintu yang tertutup itu dalam diam. Matanya sesekali melirik ponsel di atas meja, lalu kembali memandang pintu. 'Apa dia ada di rumah?' Batinnya bimbang. "Sebaiknya aku ke rumah. Lagipula, tugas ku sudah selesai." Ucapnya seraya bergegas pergi dari ruangannya.

.

.

.

Sasuke memandang pemuda di depannya dengan lekat. Seolah-olah takut jika pemuda di depannya adalah orang lain. Namun, semakin sering di perhatikan, dia malah semakin yakin jika itu adalah mantan kekasihnya dua tahun yang lalu.

Hyuuga Neji.

Nama itu selalu terpatri di relung hatinya yang paling dalam. Walaupun sudah memiliki Naruto, nama Neji tidak bisa di gantikan begitu saja. Pemuda Hyuuga itu adalah cinta pertamanya. Pemuda yang mengajarinya apa itu cinta, kasih sayang dan kebahagian. Tapi, pemuda itu jugalah yang menorehkan luka dalam di hatinya. Membuatnya takut untuk mencintai dan di cintai. Membuatnya tidak bisa percaya pada orang lain, hingga akhirnya Naruto datang dalam kehidupannya.

FLASHBACK

PLAK

Suara tamparan itu menggema di ruang tamu yang terlihat mewah. Wajar saja, ruang tamu itu berada di dalam apartemen mewah yang perawatannya saja sangat mahal. Hanya orang-orang kalangan atas saja yang bisa memilikinya.

Tapi, bukan itu gambaran yang akan kita ambil saat ini.

Tiga orang pemuda, yang satu pemuda cantik bersurai raven dengan iris onix-nya yang indah. Yang kedua, seorang pemuda tampan bersurai cokelat panjang dengan iris lavendernya. Dan yang terakhir adalah seorang pemuda manis bersurai merah dengan iris jade-nya yang memandang dingin dua pemuda di depannya.

"Ini tidak seperti yang kau pikirkan, Suke." Kata pemuda bersurai cokelat, atau yang di panggil Neji pada Sasuke.

Sasuke menatap Neji dengan nanar. "Tidak seperti yang kau pikirkan?" Tanyanya sinis dengan suara serak menahan tangis. "Lalu, yang ku dengar tadi apa?!"

"Suke, dengarkan ak..."

"KAU YANG HARUS DENGARKAN AKU!" Teriak pemuda onix itu kalap. Air mata mulai mengalir dari pipinya yang mulus. Hatinya sangat sakit saat menguping percakapan dua orang di depannya.

Niat awalnya, dia ingin memberikan kabar pada kekasihnya kalau dia sudah lulus di Universitas Konoha yang selalu di impikannya. Dia sudah menelpon beberapa kali, tapi, tidak di jawab. Akhirnya dia berinisiatifsendiri untuk pergi ke apartemen Neji. Apalagi, dia tahu password apartemennya. "Neji, aku akan memberikan mu surprise yang sangat hebat." Ucapnya gembira.

Skip Time

Sasuke memandang pintu besar di depannya, lalu menekan password di depannya. Setelah pintu terbuka, dia melangkah dengan santai ke dalam. Samar-samar, dia bisa mendengar suara kekasihnya dengan orang lain dari ruang tamu yang tidak jauh dari pintu masuk

'Ada tamu rupanya.' Pikirnya santai.

Dengan pelan dia melangkah. Takut jika kekasihnya terganggu dengan suara berisik yang di timbulkannya. Tapi, langkahnya segera berhenti saat dia mendengar topik pembicaraan Neji dan tamunya yang seorang lelaki.

"Kau harus memutuskannya, Neji. Aku tidak mau pertunangan kita batal hanya karena pemuda cengeng itu."

DEG

Jantung Sasuke berdetak kencang saat mendengar kata itu. Pertunangan?

"Tidak bisa hari ini, Sayang. Aku sudah berjanji akan mentraktirnya jika lulus masuk ke UK. Dan pengumumannya hari ini. Aku tidak ingin membuatnya bersedih dengan putusnya hubungan ini."

Sasuke memandang dinding di depannya. Kekasihnya akan bertunangan dan berniat memutuskannya. Memutuskan hubungan mereka yang sudah terajut satu tahun.

"Kita akan bertunangan seminggu lagi. Dan kau malah menunda-nundanya?"

"Bukan begitu, Gaara."

'Gaara? Jadi, nama pemuda itu adalah Gaara?' Batin Sasuke kalut.

"Aku tidak peduli! Pokoknya, kau harus memutuskannya hari ini juga!"

Sasuke masuk ke ruang tamu dengan langkah mantap. Dia bisa melihat ekspresi kaget pada wajah Neji dan calon tunangannya. "Tidak perlu mengkhawatirkan hal itu, Gaara-san. Hari ini, jam ini, menit ini dan detik ini juga. Kami berdua sudah putus." Ucapnya tenang menahan kesedihan.

"Sasuke. Biar ku..." Perkataan Neji terpotong saat telapak tangan Sasuke melayang ke wajahnya. Sedangkan Gaara hanya diam menjadi penonton.

Pemuda cantik itu mengusap pipinya kasar lalu memandang Neji dengan tajam. "Aku tidak butuh penjelasan mu tentang hubungan kita yang lalu ataupun tentang calon tunangan mu. Jangan pernah menggangguku lagi. Jika kau melakukan itu, akan ku pastikan Aniki ku yang akan turun tangan menghadapi mu." Ancamnya dingin. Kemudian dia berbalik pergi tanpa memandang ke belakang.

FLASHBACK END

"...SUKE."

Sasuke berjengit kaget. Dia bisa melihat Neji yang memandangnya khawatir.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya pemuda brunette itu dengan nada khawatir yang kentara.

"Hn."

Neji menghela nafas melihat sikap mantan kekasihnya yang berubah setelah dua tahun tidak bertemu. Sasuke yang dulu cerewet dan mudah senyum kini menghilang di gantikan oleh Sasuke yang dingin dan pendiam.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan dengan ku?" Tanya pemuda cantik itu setelah lama berdiam diri.

Neji menatap Sasuke sendu. "Kembalilah pada ku, Sasuke." Bujuknya lembut.

Kening putih itu mengkerut dalam saat mendengar ucapan mantan kekasihnya. "Kembali?" Kekehan geli menguar dari bibir mungilnya. "Kau pikir, bisa semudah itu aku kembali pada mu setelah kau menyakiti ku? Jangan bermimpi, Neji." Komentarnya tajam.

"Aku minta maaf karena menyakiti mu. Tapi, bukan maksud ku melakukan hal itu. aku terpaksa bertunangan dengan Gaara karena masalah perusahaan kami. Kau pikir, kenapa aku terus-terusan minta waktu padanya untuk memutuskan mu?" Dia memandang pemuda onix itu intens. Sedangkan yang di pandang hanya diam mengalihkan matanya ke arah lain. Seolah takut keputusan yang di ambilnya akan goyah hanya dengan tatapan dalam yang di berikan mantan kekasihnya.

Neji menggenggam tangan Sasuke yang ada di atas meja lembut. "Aku dan Gaara di jodohkan oleh orang tua kami. Aku tidak bisa apa-apa waktu itu. Terlebih lagi Gaara ternyata mencintai ku. Membuat ku semakin sulit untuk menolak."

Sasuke terdiam dengan mata yang menatap tangannya. Ada apa dengannya? Kenapa dia tidak melepaskan genggaman Neji? Apa dia masih mencintai pemuda itu?

Neji mengangkat tangan Sasuke dan menciumnya lembut. "Dan sekarang aku terbebas dari Gaara. Kita bisa kembali bersama, Sasuke. Tidak akan ada yang mengganggu kita lagi. Ku mohon, kembalilah pada ku..."

Pemuda brunette itu tahu kalau Sasuke sudah mulai goyah akan keputusannya. Terlihat dari gerak tubuh mantannya yang mulai gelisah. "Kalau kau butuh waktu untuk berpikir, aku bisa berikan."

Onix dan lavender saling bertatapan. Menyampaikan apa yang di pikirkan oleh mereka. Akhirnya, sang onix menyerah. Dia lalu memejamkan matanya dan mengangguk. "Baiklah. Akan ku pikirkan dulu." Putusnya kemudian.

Sang lavender tersenyum puas. Dia mengecup kembali punggung tangan Sasuke. "Terima kasih, Sasuke. Ku harap kita bisa kembali bersama setelah dua tahun berpisah."

Sasuke hanya diam melihat tingkah Hyuuga di depannya. Seolah tidak terganggu akan perbuatan mantannya itu. Namun, yang tidak di ketahui bungsu Uchiha, ada tatapan terluka dari sepasang shappier yang kini melangkah menjauh meninggalkan onix dan lavender.

.

.

.

Naruto kembali menggerutu tidak jelas sepanjang perjalanan menuju rumahnya. Apalagi kalau bukan karena si Uchiha kesayangannya. Kekasihnya itu tidak terlihat dimanapun. Termasuk di rumah mereka. Rumah itu kosong tanpa ada penghuninya sama sekali.

'Apa dia di mansion Uchiha?' Pikirnya penasaran. Tapi, dia langsung menggeleng cepat. Tidak mungkin kekasihnya ada di sana di saat Itachi pergi keluar negeri.

Pria pirang itu menghela nafas lelah. Pikirannya berkecamuk. Apalagi dia sangat lapar dan haus. Maklum saja, dia tidak sempat ke kantin untuk makan siang tadi.

KRUKKKKKK

(Maaf, Ane tidak tahu bunyi perut kelaparan)

Naruto meremas perutnya saat mendengar nyanyian dari sana. Wajahnya memerah menahan malu. Syukurlah dia seorang diri di dalam mobil ini. Jika tidak, mau di taruh kemana wajah tampannya ini. Mungkin sebaiknya dia mencari makan lebih dulu. Kalau dia kelaparan seperti ini, dia tidak akan punya tenaga lagi untuk mencari kekasihnya.

Di dorong pemikiran barusan, Naruto langsung mengarahkan mobilnya ke sebuah cafe yang terlihat nyaman. Setelah parkir pada tempatnya, pria itu melangkah keluar dengan santai di iringi tatapan memuja dari beberapa wanita yang ada di sana.

TING...

Bunyi bel pintu menyambutnya saat membuka pintu. Aroma khas kopi tercium oleh hidung mancungnya. Seakan merayunya untuk menikmati minuman berkafein itu.

"Selamat datang di Mocca Cafe." Sambut seorang maid cantik saat dia masuk ke dalam bangunan minimalis itu. Maid itu segera menuntun Naruto ke sebuah meja kosong. "Silahkan duduk."

"Terima kasih." Balas pria itu dengan senyuman tipis. Dia lalu mengambil daftar menu yang memang di sediakan pemilik cafe di atas meja.

Gadis itu mengeluarkan note kecilnya untuk mencatat pesanan Naruto. Dengan sabar dia menunggu saat melihat pria itu bingung memilih pesanan.

"Saya pesan Macha Zen with Almond dan...ah, ternyata ada makanan khas Prancis." Serunya heboh.

Sang maid dengan name tag Matsuri tersenyum kecil menanggapi tingkah lucu Naruto. "Benar, Tuan. Apa Anda mau pesan menu Prancis? Saya sarankan Anda memesan Soupe à l'oignon dengan irisan Baguette di atasnya."

Naruto mengangguk kecil. Puas dengan apa yang di tawarkan oleh Matsuri. "Aku pilih itu."

Matsuri segera mencatat pesanan pria di depannya. "Baiklah. Saya ulangi pesanan Anda tadi. Satu Macha Zen with Almond dan satu Soupe à l'oignon." Pria itu tersenyum membenarkan perkataan gadis itu. "Apa Anda mau yang lain?"

"Tidak."

"Kalau begitu saya permisi."

Naruto menatap sekelilingnya dengan tertarik. Cafe itu memang tidak terlalu besar. Tapi, pengunjung yang datang sangat ramai. Membuat beberapa pelayan terlihat sangat sibuk. Mungkin dia akan ke sini lagi bersama Sasuke.

Sasuke?

Naruto mengarahkan kembali tatapannya pada sosok yang sangat familiar baginya. Sosok dengan surai raven berbentuk unik yang hanya satu orang memilikinya. "Bukankah itu Sasuke? Dengan siapa dia?"

Tanpa menunggu apapun lagi. Naruto bergegas mendekati kekasihnya itu. Namun, apa yang di lihatnya sungguh menyakiti hatinya. Tangan kekasihnya di genggam oleh pemuda yang tidak di kenalnya. Dan kekasihnya hanya diam tanpa protes. Samar-samar, dia bisa mendengar suara pemuda brunette itu di antara keramaian pengunjung.

"Aku dan Gaara di jodohkan oleh orang tua kami. Aku tidak bisa apa-apa waktu itu. Terlebih lagi Gaara ternyata mencintai ku. Membuat ku semakin sulit untuk menolak."

Naruto menggeram marah saat melihat tangan kekasihnya di kecup tanpa penolakan berarti dari sang empunya tangan. Apa Sasuke menyukai perlakuan pemuda itu?

"Dan sekarang aku terbebas dari Gaara. Kita bisa kembali bersama, Sasuke. Tidak akan ada yang mengganggu kita lagi. Ku mohon, kembalilah pada ku..."

Pria pirang itu menatap kegelisahan yang di rasakan oleh kekasihnya. Ada apa dengannya? Apa dia mulai luluh dengan kata-kata manis pemuda itu?

"Kalau kau butuh waktu untuk berpikir, aku bisa berikan."

Dia bisa melihat mereka berdua saling bertatapan. Apa yang akan di putuskan oleh Sasuke? Lebih memilih pemuda itu ataukah dirinya?

"Baiklah. Akan ku pikirkan dulu." Putusnya kemudian.

Hati Naruto hancur seketika begitu mendengar jawaban dari kekasihnya. Kenapa Sasuke tidak langsung menolak? Apa dia mulai ragu dengannya setelah kejadian tadi pagi? Apa...kebersamaan mereka selama ini tidak berarti bagi sang raven?

Naruto bisa melihat sang lavender tersenyum puas. Pemuda itu mengecup kembali punggung tangan Sasuke. "Terima kasih, Sasuke. Ku harap kita bisa kembali bersama setelah dua tahun berpisah."

Dan tidak perlu menunggu lama lagi, Naruto melangkahkan kakinya meninggalkan cafe setelah meletakan beberapa lembar uang di atas meja. Dia tidak berselera lagi untuk makan. Rasanya dia akan muntah bila makan di saat hatinya terluka. Lebih baik dia kembali ke rumah dan berpikir jernih. Mungkin akan ada jalan keluar untuknya dan Sasuke nanti.

.

.

.

Sasuke melangkah gontai saat memasuki pekarangan rumahnya. Raut lelah terlihat di wajah putihnya. Seharian ini dia menghilang dari hadapan Naruto. Dia tidak ingin menatap wajah kekasihnya untuk saat ini. Apalagi, dengan kedatangan Hyuuga saat di taman tadi. Membuat perasaannya semakin kacau.

Dia ingat, setelah bertemu dengan Neji di cafe pilihannya, dia langsung pergi ke mansion Uchiha dengan di antar oleh Neji. Dia ingin bertemu kakaknya dan membahas masalahnya dengan Naruto .Namun, sang kakak malah tidak ada di sana. Kata pelayan di sana, kakaknya pergi ke Jerman sebulan. Karena tidak tahu lagi harus kemana, dia akhirnya kembali ke sini dengan di antar Neji sampai persimpangan. Pemuda itu sempat menolak, tapi, karena paksaan Sasuke, membuat Neji menyetujui keinginannya.

Sasuke membuka pintu di depannya dengan pelan. Matanya di edarkan segala arah. Mencari Naruto yang di hindarinya seharian ini. Pelan di tutupnya pintu, kemudian dia melangkahkan kakinya ke arah ruang keluarga. Dimana Naruto paling sering menghabiskan waktunya di sana untuk mengoreksi tugas mahasiswanya sembari menonton tv dengannya.

Naruto memang di sana. Duduk seperti biasa dengan santai di atas sofa hitam yang di pilih sendiri olehnya. Tapi, yang tidak biasa adalah kekasihnya itu tidak di temani oleh kertas-kertas dan tv yang menyala. Kekasihnya hanya duduk diam memandang tv yang menampilkan warna hitam. Wajahnya sangat datar. Tidak terlihat ekspresi apapun di sana.

Kegelisahan menghampirinya yang tidak terbiasa dengan sikap Naruto yang sekarang. Dan semakin bertambah saat melihat Naruto hanya diam setelah dia berdiri di sebelahnya. Biasanya pria itu akan tersenyum ceria menyambutnya saat pulang. Tapi, pria itu bahkan tidak bergeming dari posisinya. Seolah-olah atensinya tidak ada.

"Naru..." Panggilnya pelan.

Pria itu berdiri setelah mendengar panggilan dari kekasihnya. "Ya." Bisiknya membalas panggilan Sang raven.

Sasuke tersenyum lega mendengar jawaban yang di berikan oleh kekasihnya. Perasaan gelisahnya menghilang seketika begitu melihat reaksi Naruto. "Apa kau sudah makan malam? Kalau belum biar ku buatkan untuk mu."

"Kau tidak marah lagi pada ku?" Tanya Naruto pelan.

Pemuda onix itu menghela nafas pelan mendengar pertanyaan kekasihnya. Bagaimana bisa dia marah saat melihat sikap Naruto yang lain dari biasanya? Itu membuatnya khawatir akan pria pirang itu. Dan mungkin, dia sudah keterlaluan dengan menghilang seharian tanpa memberi kabar. "Aku sudah tidak marah lagi, Dobe." Senyum tipis di berikannya saat melihat kekasihnya tersenyum lebar. "Dan sebaiknya kau jangan bertampang seperti itu lagi. Itu membuat ku takut." Ungkapnya.

"Osh!"

Pemuda Uchiha itu mendesah lelah melihat tingkah kekasihnya telah kembali. "Kau sudah makan malam?" Tanyanya kembali sembari menuju dapur.

Naruto mengikuti Sasuke menuju dapur. Dia bisa melihat pemuda itu dengan sigap menyiapkan bahan-bahan untuk memasak. "Aku bahkan belum makan siang."

Sasuke mendelik kesal. "Kenapa kau belum makan? Memangnya apa yang kau kerjakan seharian ini?!" Tanyanya galak sembari memotong-motong sayuran.

"Mencari mu."

Pemuda cantik itu terdiam mendengar jawaban singkat yang di berikan kekasihnya. Wajah putihnya merona. Dia merasa menyesal sudah membuat pria itu khawatir.

"Sebenarnya aku sempat makan di Mocca Cafe." Naruto menatap punggung kekasihnya yang menegang saat dia mengucapkan Mocca Cafe. Segurat senyum penuh luka dia tampilkan walau tidak di lihat oleh pemuda onix itu. "Tapi, ada satu kejadian yang membuat ku batal makan di sana."

Sasuke meneguk air ludahnya dengan susah payah. Berharap bisa mengurangi rasa gugupnya. Perkataan Naruto membuatnya panik. Pikiran-pikiran buruk menghantuinya. Pikirannya tentang Naruto yang melihatnya bersama dengan Neji di sana dengan tangan di genggam oleh mantannya.

Dia menarik nafasnya pelan dan membalikan tubuhnya. Entah kenapa dia bisa merasakan ada yang aneh dengan tatapan kekasihnya saat ini. "Kejadian apa?" Dia hanya bisa mengutuk dalam hati saat mendengar suaranya yang sedikit bergetar.

Dahi tan itu mengkerut pelan. "Kau baik-baik saja, Suke?" Kelopak mata putih itu mengerjap cepat mendengar pertanyaannya. "Suara mu bergetar. Apa kau sakit?" Tanyanya kembali.

"Ah, iya. Aku hanya sedikit lelah. Seharian ini aku keliling Konoha." Ungkapnya pelan. Seolah takut Naruto mengetahui kebohongannya. "Jadi, ada kejadian apa di sana?"

"Aku baru tahu kau bisa sepenasaran ini. Setahu ku, kau tidak peduli dengan apapun kecuali berhubungan dengan kekasih mu."

Sasuke semakin gelagapan mendengar pernyataan Naruto. "Aku hanya ingin tahu kejadian apa yang membuat mu sampai tidak jadi makan di sana. Kau bisa sakit jika kelaparan."

Seandainya Sasuke tahu kalau Naruto menggunakan kata 'kekasih'. Bukan 'ku' seperti biasanya.

"Ada seorang pria yang marah pada kekasihnya karena selingkuh dengan pria lain. Aku kasihan pada pria itu. Padahal dia sangat mencintai wanita itu, tapi, seakan cintanya tidak di anggap sama sekali." Keluh Naruto sembari melihat reaksi kekasihnya.

Dia bisa melihat Sasuke berhenti dari kegiatannya. Tubuh pemuda itu kaku. Naruto tidak tahu seperti apa ekspresi kekasihnya. Yang dia tahu, kekasihnya pasti merasa terganggu dengan ucapannya.

DRRTT DRRTT

Naruto mengalihkan tatapannya saat ponselnya berbunyi. Sebuah panggilan dari mantan kekasihnya, Haruno Sakura.

Dia menatap sekilas kekasihnya yang masih terdiam di depan kompor. Tanpa bicara apapun lagi, dia lalu pergi dari sana sambil menjawab panggilan itu. "Ya, Sakura-chan."

Tubuh Sasuke bergetar saat dia mendengar ucapan Naruto yang menjauh. Mendengar nama itu membuat hatinya teriris kembali. Perlahan, dengan linangan air mata, dia mengaduk panci di depannya. Sebuah isakan kecil kadang terdengar mengiringi kegiatannya.

"Kembalilah pada ku, Sasuke."

"Ada seorang pria yang marah pada kekasihnya karena selingkuh dengan pria lain. Aku kasihan pada pria itu. Padahal dia sangat mencintai wanita itu, tapi, seakan cintanya tidak di anggap sama sekali."

Sasuke menutup mulutnya saat tangisannya semakin keras. Dia tidak ingin Naruto mendengarnya dan menjadi khawatir.

"Ada seorang pria yang marah pada kekasihnya karena selingkuh dengan pria lain. Aku kasihan pada pria itu. Padahal dia sangat mencintai wanita itu, tapi, seakan cintanya tidak di anggap sama sekali."

Ucapan itu terus terngiang, membuatnya semakin kalut. Apa Naruto melihatnya dengan Neji? Apa kekasihnya melihat genggaman itu? Apa karena itu sikap kekasihnya di awal tadi berubah? Itu berarti, dia sudah menyakiti Naruto. Pria yang paling mengerti dirinya. Pria yang tidak pernah menyakitinya. Pria yang berjanji tidak akan meninggalkannya. Pria yang mencintainya.

'Ya, Tuhan. Apa yang telah aku lakukan?' Batinnya rapuh.

"Sasuke?"

Tubuh ringkih pemuda cantik itu tersentak. Dengan cepat dia usap pipinya dan mengaduk kembali masakannya. "Ya." Sahutnya tanpa menoleh.

"Kau baik-baik saja?"

"Hn."

"Apa makanannya masih lama?"

"Tidak. Sedikit lagi se..."

"Kau tidak perlu melanjutkan." Potong pria pirang itu cepat. "Kau bisa langsung istirahat. Aku akan makan di luar. Kemungkinan pulang agak larut."

Sasuke menolehkan kepalanya cepat, hingga lehernya terasa sakit. Tapi, bukan itu yang penting. Dia bisa melihat Naruto yang telah rapi dengan kemeja putih dan celana hitam. "Kau mau kemana?" Tanyanya penasaran.

Pria pirang itu tersenyum tipis sembari menggulung lengan bajunya. "Aku di ajak Sakura makan malam di restoran favoritnya. Karena ku lihat kau sedikit kelelahan, aku menyetujui ajakannya." Jawabnya santai tanpa beban.

"Makan malam di luar bersama Sakura?" Ulang Sasuke meyakinkan pendengarannya. Raut wajahnya langsung mengeras begitu melihat anggukan dari Naruto. "Kau anggap apa aku yang memasak makan malam mu?!" Teriaknya marah membanting sendok sayur yang di pegangnya sedari tadi.

Naruto menghela nafas pelan. "Suke..."

"Aku sudah menyiapkan makanan untuk mu dan kau malah makan malam dengan iblis itu?! Dia berusaha merebut mu dari ku. Dia bisa saja merencanakan sesuatu agar kalian kembali bersama. Kenapa kau tidak mengerti juga?!"

"KAU YANG TIDAK MENGERTI!"

Sasuke menatap syok kekasihnya. Kekasihnya yang penyabar itu kembali membentaknya. Dan itu karena Sakura. "Apa yang tidak ku mengerti?" Bibir tipis itu bergetar saat menanyakan hal itu. "Apa kau masih mencintainya? Apa kau ingin kembali bersamanya dan meninggalkan ku? Itu kan mau mu?" Dia menatap garang kekasihnya yang berdiri menahan marah. "Kalau begitu, kembali saja dengannya! Tinggalkan saja aku!"

"Apa itu yang kau pikirkan?" Tatapan tajam saling mereka berikan. "Apa itu yang kau inginkan dari ku? Agar kau bisa kembali pada pemuda brunette itu?!"

DEGG

Mata indah itu membola mendengar ucapan kekasihnya. Jadi, benar. Kekasihnya sudah melihatnya dengan Neji di cafe. "Naru..."

"Apa!"

Isakan keras terdengar dari bibir mungil itu. "Aku mencintai mu."

"Mencintai ku kau bilang? Mudah sekali kau mengatakannya. Di sana, aku melihat mu dengan dia, saling bergenggaman tangan, di saat kau masih berstatus kekasih ku. Kau bahkan tidak menampiknya seperti kau perlakukan pada ku dulu. Apakah itu yang di sebut cinta?" Shappier indah itu menyorot dalam. Menghujam onix sang raven untuk mencari jawaban. "JAWAB AKU!" Bentaknya kasar setelah tidak kunjung mendapatkan jawaban.

Sasuke mendekat perlahan. "Dia hanya mantan kekasih ku, Naru. Aku tidak ada hubungan apa-apa dengannya." Jelasnya dengan isakan.

"Mantan? Owh, pantas saja kau izinkan dia mencium tangan mu. Apa kau masih mencintainya?"

"Aku tidak mencintainya. Aku hanya..."

"Persetan dengan penjelasan mu. Aku sudah muak dengan sikap mu. Kalau kau ingin kembali dengannya, silahkan. Aku sudah tidak peduli lagi. Masih ada Sakura yang bersedia menerima ku."

Nafas Sasuke tercekat mendengar keputusan Naruto. Air mata mengalir deras di pipinya. "Ku mohon, Naru. Aku masih mencintai mu. Jangan tinggalkan aku."

"Bukankah itu keinginan mu tadi? Aku hanya mengabulkan permintaan mu. Tidak kurang dan lebih." Ujar pria pirang itu dingin. Dia lalu berbalik pergi meninggalkan Sasuke yang masih menangis. Telinganya pun di tulikan dari teriakan pilu kekasihnya yang memanggil namanya.

"NARU..."

.

.

.

Di sebuah restoran ternama yang terletak di pusat Konoha terlihat sangat ramai. Pelayan terlihat hilir mudik mengantarkan pesanan yang di pesan oleh pelanggan dengan gaun dan jas mahal. Wajar saja, bukan? Restoran itu memang berkelas. Makanan yang di sajikan sangatlah mahal. Tempat yang mewah dengan pelayanan nomor satu. Sehingga sangat pantas jika restoran itu di kunjungi oleh bangsawan kaya.

Dan salah satunya adalah Sakura.

Wanita cantik bersurai musim semi itu memang menyukai restoran mahal seperti ini. Suasana nyaman dan romantis begitu terasa. Membuatnya tidak berhenti tersenyum sedari tadi. Apalagi, dia akan di temani oleh pria tampan yang di cintainya selama ini. Ya, dia akan di temani oleh Namikaze Naruto.

Awalnya, dia hanya iseng menelpon Naruto setelah selesai pemotretan di studio. Dia tidak berencana mengajak Naruto bertemu. Mendengar suaranya saja sudah cukup bagi Sakura. Namun, siapa sangka kalau pria itu duluan yang mengajaknya untuk makan malam bersama, bahkan memintanya memilih tempatnya. Kaget? Tentu saja. Siapa yang tidak merasa kaget saat tahu orang yang kau sukai mengajak mu makan malam. Apa rencananya untuk memisahkan Naruto dan Sasuke berhasil? Ah, apapun itu, dia tidak peduli. Dia tentu tidak akan melewatkan kesempatan yang sangat berharga ini. Dan malam ini, dia akan mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk membuat Naruto berpaling dari pemuda Uchiha itu. Kalau bisa, dia akan membuat Naruto 'tidur bersama' sampai dia hamil. Memang terlalu pasaran rencana yang di buatnya. Tapi, jika itu bisa membuat pria pirang itu memilihnya, tentu akan dia lakukan dengan senang hati. Tidak peduli dengan karirnya sebagai model. Asalkan ada Naruto, dia pasti akan bahagia. Dia tidak ingin kejadian yang dulu terulang lagi. Kejadian yang membuatnya berpisah dengan Naruto.

SREG

Lamunan Sakura buyar seketika begitu mendengar suara kursi di geser. Di depannya, sudah muncul sosok yang di tunggunya. Man...ralat, calon kekasihnya.

"Menunggu lama?" Tanya pria itu dengan senyuman tipis.

Sakura juga membalas senyuman pria itu tidak kalah manis. "Tidak. Aku juga baru datang." Bohong. Sebenarnya sudah dari tadi dia di sini. Studio tempatnya melakukan pemotretan tidak begitu jauh dari sini. Sehingga dengan tidak sabarnya dia sudah sampai lebih dulu dari Naruto. "Style mu masih saja dengan yang dulu. Suka dengan kemeja putih dan celana hitam jika ku ajak berkencan." Kikiknya geli melihat tingkah Naruto yang masih sama saat SMA dulu.

Pri pirang itu juga ikut terkekeh geli mendengar perkataan wanita di depannya. "Mau bagaimana lagi, beginilah aku. Lagipula, aku tidak terlalu suka yang ribet. Kau seharusnya tahu hal itu." Jawabnya santai.

Sakura menatap penuh kagum pada pria di depannya. Tentu saja dia tahu bagaimana seorang Naruto. Selama empat tahun bersama sudah membuat dia hapal seperti apa pria itu. "Tapi, ada yang berubah dari mu." Katanya misterius.

"Apa?"

"Sikap mu. Setahu ku, Naruto yang dulu sangat nakal dan seorang biang onar. Selalu bolos di saat ada kesempatan. Tidur di kelas, tidak mengerjakan tugas rumah, tidak..."

"Stop!" Naruto mengarahkan telapak tangannya ke arah Sakura. Wajahnya memerah menahan malu. "Kau tidak perlu membeberkan seberapa buruknya aku dulu. Itu cukup membuat ku malu." Katanya pelan.

Sakura hanya bisa tersenyum melihat tingkah Naruto. Hah, sudah berapa lama dia meninggalkan Naruto. Setahun, dua tahun, ah, 8 tahun dia meninggalkan Naruto demi karir. Dan selama itu pulalah dia hanya bisa menahan rindu. Ekspresi Naruto saat dia memutuskannya selalu terbayang di benaknya. Hingga membuatnya menyesal setelah berada di Paris. Dan saat kembali ke sini sebulan yang lalu, dia sudah bertekad akan memulai hubungan ini dari awal kembali. Namun, dia tidak menyangka kalau Naruto sudah di miliki orang lain. Membuatnya sempat putus asa untuk mendapatkan pria itu.

"Kau tidak pesan makanan?" Tanya Naruto sambil melihat buku menu.

"Sudah. Aku juga sudah memesan makanan kesukaan mu."

"Kapan kau pesan?"

"Sebelum kau datang. Mungkin sebentar lagi pelayan akan mengantarkannya."

Baru saja Sakura mengatakan hal itu, muncul seorang pelayan pria yang membawa troli berisi makanan pesanannya. Pelayan itu lalu meletakan pesanan Sakura ke atas meja.

"Ini dia pesanan Anda, Nona. Satu Nicoise Salad dan satu Lasagna."

Naruto mengernyitkan dahinya melihat makanan Sakura. "Salad?"

Wanita itu tertawa pelan mendengarnya. "Kau tahu pekerjaan ku. Aku harus menjaga berat badan ku agar stabil." Jelasnya.

"Dan makanan mu hanya salad?"

"Salad ini berbeda, Naru. Walaupun banyak sayurannya, tapi, ada irisan tuna dan rebusan telur di dalamnya. Jadi, tetap seimbang kan?"

Pria itu menggeleng pasrah. "Dan aku tidak menyangka, kau masih hafal makanan kesukaan ku." Pujinya tulus.

"Ya. Tapi, ada satu hal yang masih ku ingat sampai sekarang." Ungkap wanita itu dengan raut misterius.

"Apa itu?"

Sakura menjetikan jarinya. Dan pelayan yang masih bersama mereka tadi segera mengeluarkan sebotol anggur dari balik kain yang ada di troli. Dan mata Naruto seketika membola melihatnya.

"Chateau Petrus Pomerol, 1960, red wine asal Bordeaux, Prancis." Bisiknya pelan menatap tertarik minuman yang masih di pegang oleh pelayan itu. "Kau masih ingat keinginan ku?"

FLASHBACK

Sepasang manusia sedang duduk di atas atap sekolah High School. Mereka memandang langit biru yang sangat mirip dengan mata salah seorang dari mereka. Mereka berdua adalah Naruto dan Sakura.

"Naruto." Panggil Sakura pelan.

"Hm?"

Helaan nafas terdengar begitu mendapat tanggapan singkat dari kekasihnya. "Tidak terasa kita sudah kelas 2. Setahun lagi kita akan lulus. Kau ingin apa setelah lulus nanti?"

"Sakura-chan, pertanyaan mu seharusnya kau tanyakan saat kita lulus. Jangan sekarang. Aku masih ingin menikmati hidup."

"Seakan kau mau mati saja." Cibir Sakura kesal.

"Hey, bukan seperti itu." Sanggah Naruto cepat. "Aku hanya tidak ingin terlalu berat berpikir tentang masa depan." Jawabnya dengan cengiran tampan.

"Tapi, aku ingin tahu." Ungkap gadis itu pelan. Merasa kecewa dengan jawaban kekasihnya.

"Baiklah, baiklah. Berhenti bersikap seperti itu." Ucap pemuda itu kesal. Dia lalu menghembuskan nafasnya kuat dan kemudian membaringkan tubuhnya. "Banyak yang ingin ku lakukan. Sampai aku tidak tahu harus mulai dari mana."

"Kalau begitu, mulai dari yang mudah saja."

"Aku ingin...sebotol Chateau Petrus Pomerol, 1960, red wine asal Bordeaux, Prancis"

GUBRAK

PLETAK

"Ouch, Sakura-chan. Kenapa kau memukul kepala ku?" Ringis Naruto mengusap kepalanya yang di pukul kekasihnya.

"Itu karena jawaban mu yang aneh. Kenapa di antara semua impian mu, harus terselip red wine?!" Bentak gadis itu kesal.

"Tapi, itu juga salah satu keinginan ku. Aku ingin sekali mencicipi minuman itu. di Konoha sangat susah mendapatkannya. Apalagi, orang tua ku melarang ku minum anggur itu."

Gadis itu hanya mendengus melihat tingkah kekanakan kekasihnya. Tanpa mempedulikan Naruto, dia melangkah santai meninggalkan kekasihnya.

"Lho, kau mau kemana?"

"Kelas."

"Bukannya kau mau tahu apa yang ku inginkan setelah lulus?"

"Tidak jadi."

"Tega sekali kau, Sakura-chan."

"Ya, ya, ya..."

FLASHBACK OFF

"Aku tidak menyangka kau masih ingat." Ucap Naruto setelah mengingat masa lalunya.

Sakura mengangguk kecil. "Waktu di Paris, aku berusaha mencari minuman itu. Dan setelah sekian lama, akhirnya aku bisa mendapatkannya." Dia lalu menatap pelayan di sampingnya dan tersenyum penuh makna."Tuangkan anggurnya."

Ternyata, si pelayan yang memang sudah di bayar oleh Sakura segera menjalankan rencana wanita itu. "Baik, Nona."

.

.

.

Sasuke duduk di depan pintu rumahnya dengan kaki di tekuk di depan dada. Matanya memandang kosong pintu itu. Berharap apa yang di nantinya muncul di sana. Mengagetkannya dan mengatakan kalau semua ucapannya hanya lelucon semata. Tapi, sudah dua jam dia melakukan itu, yang di tunggu tetap belum muncul.

"Dobe."

.

.

.

DEG

Naruto menghentikan gerakannya untuk meminum anggur pemberian Sakura. Matanya mengedar ke sekitar. Mencari sosok yang tiba-tiba melintas di pikirannya.

Sakura yang merasa heran dengan tindakan Naruto, bertanya. "Ada apa, Naru?"

"Apa kau mendengar suara barusan?" Tanyanya tanpa melirik Sakura.

"Suara?"

"Ya. Dia memanggil nama ku. Apa kau mendengarnya?"

"Tidak ada yang memanggil mu, Naru. Sebaiknya kau minum anggur itu sebelum rasanya tidak enak lagi."

Naruto terdiam menatap Sakura. Entah kenapa ada perasaan tidak enak menelusup ke hatinya. Dia merasakan ada yang tidak beres terjadi pada Sasuke.

"Naru..."

TAK

SREG

"Maaf, Sakura. Sebaiknya aku pulang." Naruto menatap mantan kekasihnya sekilas. Setelah itu dia berlalu pergi dari sana tanpa mempedulikan panggilan Sakura.

"Naruto, berhenti." Sakura bergegas mengejar pria itu. Jangan sampai rencananya gagal. Jika rencana ini gagal, dia tidak tahu harus berbuat apalagi untuk mendapatkan Naruto.

Naruto berlari dengan cepat menuju mobilnya. Dia lalu mengambil remot kuncinya dan menekannya untuk membuka pintu mobil.

TING

Begitu mendengar suara itu, Naruto bergegas membuka pintu. Namun, sepasang tangan putih menahan tubuhnya dari belakang.

"Ku mohon, jangan pergi."

Naruto mendesah. Dengan perlahan dia melepaskan tangan itu dan memutar tubuhnya. "Sorry, Sakura. Aku harus cepat ke rumah. Aku takut terjadi sesuatu pada Sasuke." Jelasnya penuh harap.

Sakura menatap nanar pria di depannya. "Lalu, bagaimana dengan ku? Kau akan meninggalkan aku sendirian di sana?" Teriaknya emosi. "Aku berharap bisa berkencan dengan mu. Dan saat keinginan itu terwujud, kau meninggalkan ku. Apa aku tidak penting lagi bagi mu?"

"Kau penting, Sakura. Sangat penting. Tapi, Sasuke yang paling penting di antara semua hal yang ku punya di dunia ini." Jelas pria pirang itu lembut. "Sasuke adalah separuh jiwa ku, Sakura. Jika terjadi sesuatu padanya, aku tidak jamin bagaimana kelanjutan hidup ku." Ungkapnya pelan.

"Kau juga separuh jiwa ku!" Ungkap Sakura emosi. "Tanpa mu aku kosong. Jika kau saja tidak bisa menjalani hidup tanpa Sasuke, bagaimana dengan ku?" Tanyanya lemah.

Pria beriris shappier itu menyentuh ringan wajah Sakura. "Bukankah 8 tahun sudah cukup membuktikan bahwa kau bisa hidup tanpa aku."

Mata Sakura melebar mendengar pernyataan mantan kekasihnya. Ingatan tentang kejadian 8 tahun lalu, kembali terbayang dan kini terulang kembali. Bedanya, Naruto yang sekarang melakukan hal yang sama seperti dia.

"Aku kecewa pada mu yang lebih memilih karir di bandingkan aku. Tapi, apa yang bisa ku perbuat? Itu keinginan mu, cita-cita mu. Aku harus merelakan diri mu pergi meninggalkan ku, walau hati ku merasa sakit. Kau tidak tahu, seberapa besar rasa rindu ku kepada mu, hingga membuat ku hampir gila."

"Aku juga merindukan mu di sana. Selalu memikirkan mu sampai hilang konsentrasi saat bekerja." Sanggah wanita beriris emerald itu cepat.

"Lalu, kenapa kau meninggalkan ku?"

"Itu..."

"Karena seluruh pikiran mu lebih tertuju ke karir mu. Sedikit pun tidak ada aku. Dan aku memilih rela, sangat rela kau tinggalkan."

"Naru..." Sakura tidak tahu harus bicara apa lagi.

"Sekarang, biarkan aku pergi, Sakura. Seperti dulu yang ku lakukan pada mu."

Tanpa menunggu persetujuan mantan kekasihnya, Naruto segera beranjak dari sana meninggalkan Sakura yang hanya bisa menangis meratapi kesalahannya.

.

.

.

Naruto membuka pintu perlahan. Sesosok pemuda cantik yang sedang tertidur dalam keadaan duduk langsung menyambutnya begitu pintu terbuka. Wajah pemuda itu sembab dengan linangan air mata yang masih mengalir.

Pria itu menatap kekasihnya iba. Mungkin perbuatannya sangat keterlaluan, hingga Sasuke menangis seperti ini. Dia memang tidak bisa lama marah dengan kekasihnya. Apalagi, melihat keadaan kekasihnya sekarang.

Dengan langkah pelan, dia mendekati Sasuke yang menyandarkan tubuhnya ke dinding. Di belainya lembut pipi chubby milik Sasuke, lalu mengecup dahinya singkat. "I'm sorry." Bisiknya sendu.

Geliatan singkat di berikan kekasihnya sebagai balasan. Membuat senyum tipis tersungging dari bibirnya. Dengan sigap, dia mengangkat tubuh ringan Sasuke dan membawanya ke kamar mereka. Pelan di baringkannya tubuh ringkih itu dan menyelimutinya.

"Oyasumi, Hime-sama."

Mungkin dia harus tidur di sofa malam ini, dan menyelesaikan masalah mereka esok hari. Dengan pemikiran seperti itu, Naruto segera pergi dari sana untuk beristirahat di ruang tamunya.

.

.

.

CIT CIT CIT

Kelopak mata itu bergerak gelisah saat mendengar suara cicitan burung dari luar. Dengan berat hati, dia membuka matanya. Pemandangan langit-langit yang familiar baginya, langsung menyambutnya.

Dahi mulus itu mengernyit bingung. Setahunya, dia tidur di depan pintu menunggu kepulangan kekasihnya. Jangan-jangan...

Tubuh langsing itu beranjak bangun dari ranjang empuk king sizenya. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling mencari sosok kekasihnya. "Naru..." Panggilnya. Tapi, tidak ada sahutan dari pria itu.

Dia lalu menuju kamar mandi dan hasilnya kosong. Berbagai pikiran buruk menghantuinya. Apa Naruto pergi meninggalkannya? Apa dia sudah tidak ingin lagi bersamanya?

Kepala itu dengan cepat menggeleng. Dia yakin Naruto masih di sini dan selamanya akan bersamanya. Dia melirik lemari di dekatnya. Untuk memastikan kekasihnya tidak pergi, dia harus melihat lemari itu.

Dengan takut, dia membuka pintu lemari itu, dan perasaan lega segera menghinggapinya. Isi lemari itu masih penuh dan tidak berkurang. Senyum tipis pun merekah dari bibirnya. Dan semakin merekah mendengar suara percikan air dari halaman belakang rumah mereka.

Dia mendekati jendela yang masih tertutup. Di bukanya jendela itu dan melihat ke arah bawah. Ternyata di sana sudah ada seorang pria bersurai pirang yang sedang menyiram bunga, sambil bersiul-siul ringan.

"Naru..." Bisiknya bahagia. Tanpa memikirkan apapun lagi, dia bergegas ke halaman belakang menemui Naruto.

Wajah putih itu merona saat melihat kekasihnya berdiri tegak di hadapannya. Dia seperti merasakan berada di dunia mimpi. Dengan gerakan lamban, dia melangkah menuju pria itu, kemudian melingkarkan tangannya untuk memeluk Naruto dari belakang dengan erat. Dia bisa merasakan tubuh yang di dekapnya tersentak pelan sebelum pria itu berbalik memandangnya.

"Naru..."

Jika di hitung, ini sudah ketiga kalinya dia memanggil nama Naruto. Perasaan bersalah dan rindu yang meluap membuatnya terus-terusan memanggil nama kekasihnya.

"Naru..."

TES TES TES

Panggilan terakhir terucap di iringi isakan pelan. Mata indahnya tersaput oleh genangan air mata yang siap tumpah kembali.

"Na..."

"Sstt...Aku di sini." Jemari tan itu menempel di bibirnya. Menahan dirinya untuk menyebut nama pria itu. Lalu, sebuah usapan lembut di pipi menenangkannya. "Ma..."

"Aku yang seharusnya minta maaf." Sasuke menatap penuh penyesalan pada Naruto. Dia lalu menyentuh tangan kekasihnya yang ada di pipi chubby-nya, kemudian mengecupnya. "Jika aku tegas saat Neji melakukan hal itu, mungkin kau tidak akan semarah itu pada ku." Ungkapnya pelan. "Ku pikir, kau akan meninggalkan ku dan kembali bersama Sakura. Aku ketakutan semalam. Pikiran buruk selalu menghantui ku." Lanjutnya dengan nada bergetar.

Sebuah ciuman lembut menghampiri dahi putihnya. Raut terkejut terpasang dengan cepat. Rona merah juga tidak luput menghiasi wajah cantiknya.

"Naru..."

"Aku tidak mungkin meninggalkan mu. Janji ku yang dulu masih ku ingat. Aku hanya marah semalam karena kau menyuruh ku pergi. Kecemburuan ku juga yang mendasari hal itu. Aku bertemu Sakura bukan untuk kembali padanya. Tapi, aku ingin menolaknya secara tegas seperti saran kakak mu."

"Aniki?" Tanya pemuda raven itu heran.

Naruto mengangguk membenarkan. "Kakak mu datang kemarin ke kampus untuk pamit pergi ke Jerman. Karena tidak menemukan mu di sana, dia datang ke ruangan ku. Membicarakan beberapa hal yang sangat tidak penting sampai akhirnya membicarakan masalah kita. Dia bilang aku harus tegas menolak Sakura jika ingin tenang berhubungan dengan mu."

Sasuke menatap tidak percaya pada kekasihnya. Kakaknya yang mesum dan kurang waras itu, bisa bicara seperti tadi?

"Aku tahu kau tidak percaya ucapan gilanya, tapi, karenanya juga aku tahu harus melakukan apa." Tatapan itu penuh rasa cinta. Tatapan yang membuat tubuh Sasuke bergetar. "Aku tidak akan pernah meninggalkan mu. Baik hari ini, besok, lusa dan selamanya."

Senyuman tipis membalas ucapan pria pirang itu. "Aku mencintai mu selamanya."

"Aku juga mencintai mu, Hime-sama."

.

.

.

Di sebuah taman Konoha terlihat sedikit ramai sore ini. Maklum saja, sore hari waktu yang tepat berkumpul dan bermain dengan keluarga masing-masing, atau dengan pasangannya sendiri.

Di sebuah bangku taman yang terletak di bawah pohon Sakura, duduk seorang pemuda bersurai brunette dengan posisi yang terlihat sangat angkuh. Sesekali memandang arloji di tangannya, kemudian mengalihkan pandangannya ke pintu masuk taman.

Neji, pemuda yang di sebut tadi sedang menunggu seseorang yang sampai sekarang masih di cintainya. Seorang pemuda cantik bersurai raven dan beriris onix. Pemuda yang membuatnya jatuh cinta sejak pandangan pertama. Pemuda yang membuatnya nekat melakukan hal yang memalukan keluarga besar Hyuuga.

Ya, demi mendapatkan kembali sang pemuda cantik, Neji menolak Gaara di depan keluarga mereka dan tamu yang lain saat mereka bertunangan. Membuatnya mendapatkan caci maki, bukan hanya dari keluarga Gaara. Tapi, juga dari keluarga Hyuuga. Keluarganya bahkan menyiksanya dengan hukuman yang berat. Hingga sang mantan tunangan turun tangan dan mengikhlaskan dirinya bersama orang lain.

"Aku rela kau tinggalkan, Neji. Aku rela kau lebih memilih lelaki itu dari pada aku. Tapi, ingatlah! Di sini aku tetap menunggu mu di saat kau sudah bosan dengannya. Pergilah! Kejar dia dengan seluruh kemampuan mu."

Neji tidak tahu harus membalas seperti apa atas kebaikan pemuda bersurai merah itu. Dia bahkan rela menunggunya setelah bosan dengan Sasuke. "Apa yang harus aku lakukan untuk membalas kebaikan mu, Gaara?" Bisiknya bertanya pada angin yang bertiup pelan.

"Kembali padanya dan bahagiakan dia."

.

.

.

Naruto menatap tumpukan kertas di depannya dengan gejala 5L. Suara dengusan terkadang keluar mengisi keheningan ruang kerjanya. Saat ini dirinya di landa galau. Kekasih hatinya atau bisa kita panggil Sasuke, sedang bertemu dengan seseorang di masa lalunya, yaitu, Hyuuga Neji.

Kenapa bisa seorang Naruto yang tampan di landa galau? Padahal dia sudah percaya pada kekasihnya. Apa...karena dia kurang tampan?

BRAK

"Aku bahkan lebih tampan dari si pemuda banci itu." Bentaknya kesal atas pemikirannya sendiri.

"EHEM!"

Naruto menoleh ke arah suara tersebut setelah menggebrak meja kerjanya. Dia bisa melihat seorang pria berwajah ular yang sedang menatapnya tajam.

"Saya sangat tahu Anda tampan. Bahkan lebih tampan dari saya sendiri. Tapi, setidaknya jangan lampiaskan pada benda mati yang ada di depan mu, Namikaze-san." Sindirnya telak.

Wajah Naruto memerah malu. Dia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Dengan cengiran khas-nya, pria itu meminta maaf. "Maafkan saya, Orochimaru-san."

Tanpa membalas permintaan maaf Naruto, pria ular itu segera beranjak dari sana menuju ruangannya sendiri.

"Huh, hampir saja."

.

.

.

"Kembali padanya dan bahagiakan dia."

Tubuh tinggi itu tersentak mendengar ucapan seseorang yang sangat di kenalnya. Dia bisa melihat seorang pemuda cantik yang sedari tadi di tunggunya, duduk di sebelahnya dengan santai. Dahi itu mengernyit samar. 'Sejak kapan Sasuke ada di sana?'

Mata itu mengarah padanya. Onix dan lavender saling menatap. Senyuman tipis segera terpasang di bibir sang lavender. "Ku kira kau tidak datang." Katanya lembut.

"Aku yang mengajak mu, sudah pasti aku akan datang. Maaf kalau terlambat."

Senyuman itu masih terpasang. "Tidak apa..." Jeda sebentar sebelum Neji menggenggam lembut tangan Sasuke. "Jadi, bagaimana jawaban mu?" Tanyanya pelan.

Neji menatap intens pemuda cantik di depannya. Wajahnya memang terlihat tenang, tapi, jantungnya berdetak kencang menunggu jawaban Sasuke. Dia sangat berharap kalau pemuda di depannya ini masih memiliki rasa yang sama dengannya.

"Sasu..."

"Bukankah ku bilang 'kembali padanya dan bahagiakan dia.' Kau tentu paham maksud ku, kan?" potong Sasuke cepat.

Pemuda tampan itu diam.

Helaan nafas terdengar dari bibir tipis itu. "Kalau dulu kau mengatakan hal itu, aku mungkin akan langsung luluh dan menerima mu tanpa pikir panjang. Tapi, sekarang...ada seseorang yang sudah mengisi hati ku. Lebih kuat dari pada apapun. Lebih mencintai ku dari siapapun. Aku tidak akan meninggalkannya hanya untuk kembali pada mu." Jeda sejenak hanya untuk menarik nafas pelan. "Lagi pula, bukankah ada seseorang yang masih menunggu mu hingga sekarang? Kenapa tidak kau temui dia dan kembali padanya? Aku yakin, cintanya bahkan sangat kuat melebihi aku."

Neji menghela nafa kasar. "Aku tidak mencintainya, Sasuke! Yang aku cintai hanya kau."

"Yang ku cintai hanya Naruto, kekasih ku. Bukan diri mu." Tegas pemuda onix itu. dia lalu berdiri dan memandang Neji dengan tajam. "Kau tidak perlu muncul lagi di hadapan ku. Sudah ada Naruto yang mengisi hati ku. Jika, kau mengganggu hubungan kami, aku tidak akan segan untuk menghancurkan mu. Ingat itu?!" Tanpa menoleh lagi, Sasuke meninggalkan Neji yang mengerang kesal.

"AKU SANGAT MENCINTAI MU, UCHIHA SASUKE! SANGAT MENCINTAIMU!" Teriak Neji kuat. Dia tidak peduli pandangan orang-orang yang melihatnya. Yang di pedulikan olehnya hanya perasaannya. "Aku hanya mencintai mu." Ucapnya lirih.

Sasuke terus melangkah tanpa menghiraukan teriakan mantan kekasihnya. Keputusannya sudah tepat dan tidak dapat di ganggu gugat lagi. Yang boleh mengisi hatinya sekarang dan selamanya hanyalah Naruto, bukan yang lain. Neji hanya masa lalu. Dia tidak butuh pemuda itu lagi. Yang di butuhkannya hanya Naruto dan Naruto.

.

.

.

Naruto mengemas barang-barangnya. Dia ingin secepatnya berada di rumah dan menemui kekasih hatinya. Memastikan apakah hati pemuda cantik itu masih miliknya atau bukan.

"Namikaze-san." Kegiatan pria itu berhenti saat melihat seorang satpam kampus berdiri di hadapannya.

"Ada apa, Izumo?"

"Ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda."

"Dimana?"

"Dia menunggu Anda di taman kampus."

"Baiklah, terima kasih, Izumo."

Izumo mengangguk pelan, kemudian dia pergi dari sana meninggalkan Naruto yang kebingungan. "Siapa yang ingin bertemu dengan ku?" Tanyanya pada ruang kosong.

.

.

.

"Hai, Naruto-kun." Sapa seorang wanita cantik bersurai pink.

Naruto diam memandang Sakura. Dia tidak menyangka akan melihat wanita itu lagi setelah kejadian semalam. Ada sebersit rasa bersalah saat meninggalkan wanita itu. Tapi, rasa khawatirnya akan Sasuke membuatnya tidak dapat berpikir jernih. Sehingga membuat wanita itu menangis di depannya.

"Apa kabar, Sakura?" Tanyanya ragu. Ya, tentu saja setelah semalam dia tidak akan baik-baik saja. 'Naruto bodoh.' Batinnya memaki diri sendiri.

Tawa pelan mengalun masuk ke telinga Naruto. "Tentu saja aku baik. Kalau tidak, aku mana mungkin ada di sini sekarang." Jawabnya dengan bercanda.

"Ku pikir kau..."

"Aku memang sedih semalam, Naruto. Sedih melihat kau memilih dia di bandingkan aku." Wanita itu tersenyum tipis pada Naruto yang terlihat gelisah. "Tapi, setelah ku pikir-pikir, apa yang kau katakan benar adanya. Aku yang meninggalkan mu dulu dan menyakiti mu. Tidak sepantasnya aku meminta mu kembali lagi setelah apa yang aku perbuat."

"Bukan seperti itu, Saku..."

"Jangan merasa terbebani, Naru." Potong Sakura cepat. Dia menatap pria itu dengan sayang. "Aku tidak akan mengganggu mu lagi dan Sasuke. Maafkan aku yang pernah menyakiti mu dulu. Sampaikan juga permintaan maaf ku pada Sasuke."

Dahi tan itu mengernyit. "Kenapa tidak kau sampaikan secara langsung?"

"Aku akan kembali ke Paris dan membuat kontrak baru. Mungkin aku bisa menemukan cinta sejati ku di sana."

"Semoga kau menemukan kebahagian di sana." Doa pria itu tulus.

Senyuman tipis kembali terukir di bibir merah itu. "Terima kasih, Naru. Terima kasih atas apa yang kau lakukan untuk ku dulu."

"Aku juga berterima kasih pada mu, karena telah hadir dalam hidup ku."

Sakura memeluk singkat tubuh Naruto. "Selamat tinggal." Bisiknya pelan. Dia lalu melepaskan pelukan itu dan berbalik pergi meninggalkan mantan kekasihnya. Sebuah senyum getir terpasang. "Semoga kau bahagia, Naru."

Naruto menghembuskan nafasnya lega. Entah kenapa, semua beban yang tadi menghinggapinya hilang tanpa bekas saat melihat tawa wanita itu tadi. Dia menatap punggung Sakura yang mulai menjauh. Dengan perasaan bahagia, dia menuju ke mobilnya untuk kembali ke rumah. Dia sudah tidak sabar bertemu dengan Sasuke dan menceritakan semuanya.

Sementara itu...

Sakura berdiri di depan gerbang kampus tempat Naruto mengajar. Menunggu sebuah taxi yang akan mengantarnya ke bandara. Perasaannya sekarang sedikit lega setelah melakukan hal yang paling sulit dalam hidupnya. Dia hanya berharap, perpisahannya dengan Naruto membawa kebahagian pada dirinya, Naruto dan Sasuke.

"Haruno."

Mata Sakura melebar melihat seseorang yang memanggilnya tadi. Seseorang yang baru saja di pikirkannya.

"Sasuke."

.

.

.

Naruto melangkah dengan semangat. Di dalam pikirannya sudah terbayang apa yang akan di lakukannya dengan sang kekasih setelah silih berganti menghadapi berbagai masalah. Mungkin berlibur ke Miami tidaklah buruk. Lagi pula, dalam beberapa hari ke depan, kampus mereka akan libur. Sudah di pastikan, liburan kali ini akan di habiskan berdua tanpa ada pengganggu lagi.

BRAK

"SASUKE!"

Hening.

Hening.

Hening.

Senyum lebar itupun luntur saat tidak dapat sahutan dari yang punya nama. Dahinya mengkerut bingung. "Sasuke?" Panggilnya sekali lagi untuk meyakinkan. Tapi, tidak ada satu jawaban apapun yang di berikan oleh sang raven.

Aneh. Ini sungguh aneh. Setahunya, Sasuke hari ini tidak ada kelas. Jika pemuda itu libur, dia lebih memilih bersantai di rumah dari pada berkeliaran tidak jelas.

'Kemana dia?'

Dia memeriksa setiap ruangan. Memastikan kalau kekasihnya ada di rumah dan mungkin sedang tidur, hingga tidak menjawab panggilannya.

"Sasuke?"

Hening semakin terasa. Pria itu akhirnya yakin kalau kekasihnya pergi keluar. Dia lalu memeriksa ponselnya, siapa tahu kekasihnya tadi sempat mengabari dan dia malah tidak mendengar ponselnya berbunyi. Dan hasilnya...

Nihil

Tidak ada satupun pesan atau panggilan dari kekasihnya yang mampir ke ponselnya. Jadi, kemana sang Uchiha?

"Apa dia masih bersama pemuda itu?"

Dia berlari keluar dengan cepat. Takut kalau pemikirannya ternyata benar. Dia harus memastikan kalau Sasuke tidak bersama dengan Hyuuga. Jangan sampai Sasuke-nya tergoda rayuan si Hyuuga dan akhirnya meninggalkannya. Jika itu sampai terjadi, dia bersumpah tidak akan melepaskan Hyuuga hidup-hidup.

"Tunggu aku, Suke." Bisiknya pelan.

.

.

.

Sakura menatap pemuda di depannya dengan intens. Kepalanya penuh oleh berbagai pertanyaan yang berhubungan dengan pemuda itu. Sedangkan lawannya malah asyik minum jus tomatnya tanpa terganggu sama sekali.

"Apakah kau mencintai Naruto?"

Sasuke mengangkat sedikit kepalanya. Tatapan tajam di berikannya dengan gratis. "Kau meragukan ku?" Desisnya.

Sakura mengedikkan bahunya. "Kalau kau tidak mau jawab, tidak masalah buat ku." Komentarnya santai. Dia lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Sasuke dan berucap pelan. "Tapi, aku kasihan sekali pada Naruto kalau pertanyaan ku tadi kau jawab 'tidak'." Lanjutnya dengan sinis.

Sasuke menaikan alisnya sedikit. "Bukankah kau meminta maaf tadi pada ku melalui Naruto?" Tanyanya pura-pura polos. Dia bisa melihat wanita itu memasang ekspresi tidak suka.

"Sejak kapan kau di sana?" Tanya wanita itu sinis.

"Apanya?"

"Grrr...Tidak usah berpura-pura lagi, Uchiha. Sejak kapan kau mendengar percakapan kami?"

Sasuke mengarahkan matanya ke atas seolah berpikir. "Emmm...sejak kau meminta maaf pada kami, mungkin?"

Sakura tersenyum senang. "Kau pasti melihat kami berpelukan, bukan?" Tanyanya dengan nada puas yang kentara.

"Kalau kau mengira aku cemburu, maaf saja, Haruno. Aku tidak akan cemburu pada orang yang akan pergi ke Paris."

"Kau..."

"Kenapa kau melepas Naruto? Apa kau sedang merencanakan sesuatu?" Tanya pemuda itu dengan nada menuduh.

Wanita itu mendengus sinis. "Kenapa? Takut kekasih mu berpaling pada ku?"

Sasuke terkekeh geli. "Berpaling? Yang benar saja, Sakura. Kekasih ku adalah orang yang paling setia di dunia ini. Buktinya, dia memilih ku dari pada diri mu."

Sakura mendelik tidak suka. "Ya, ya, ya. Teruslah tertawa mengejek." Katanya sinis. Dia lalu melihat jam tangannya. "Sebaiknya aku pergi. Sejam lagi pesawat ku akan berangkat." Ucapnya sembari merapikan barangnya.

"Terima kasih."

Pergerakan wanita itu berhenti saat mendengar ucapan pemuda di depannya.

"Terima kasih karena telah merelakan Naruto untuk ku."

Wajah cantik itu menatap pemuda di depannya dalam diam. Hanya beberapa detik sebelum membalasnya dengan senyuman. "Dia bahagia dengan mu. Tapi, jika kau menyakitinya sedikit saja, maka aku akan mengambilnya kembali dari mu." Ancamnya serius.

"Sampai matipun itu tidak akan terjadi." Balas Sasuke dengan penuh keyakinan.

"Kalau begitu aku pergi. Jaga dia untuk ku."

"Hn."

Onix itu terus menatap punggung itu hingga menghilang dari pandangan. Sebuah gumaman lirih keluar dari bibir tipisnya. "Semoga kau menemukan kebahagiaan di sana, Sakura."

.

.

.

Sasuke menatap aneh rumah minimalis yang ditinggalinya bersama Naruto. Rumah itu hampir semuanya terlihat gelap, kecuali di bagian ruang tamu. Dia mendengus pelan. Apa kekasihnya itu lembur lagi? Tapi, kenapa lampu ruang tamu menyala? Apa kekasihnya itu sudah pulang dan malah ketiduran?

"Ck, dasar Dobe." Gerutunya pelan

Dengan pasti, dia melangkah menuju ruang tamu dimana dia yakin kalau kekasihnya berada di sana. Dan dugaannya memang tepat. Sang kekasih sedang tertidur pulas di atas sofa dan masih memakai pakaiannya tadi pagi. 'Apa dia menunggu ku?' Batinnya kasihan.

Dia lalu pergi ke kamar untuk mengambil selimut dan kemudian menyelimuti tubuh tegap kekasihnya. Senyum tipis di berikannya saat melihat wajah polos Naruto yang tidur. Tangan putihnya segera terulur dan membelai lembut pipi bergaris pria itu.

"Apakah kau mencintai Naruto?"

Pertanyaan mantan rivalnya -menjadi mantan sejak Sakura mengalah- sore tadi kembali terngiang. Pertanyaan yang sudah pasti jawabannya.

"Bagaimana bisa aku tidak mencintai mu, jika tidur saja kau sudah membuat ku semakin jatuh cinta." Gumamnya pelan.

"Lalu, kenapa kau terlambat pulang?"

Sasuke terlonjak kaget –dalam artian lain- saat mendapat tatapan tajam dari sang empunya. Lidahnya kelu saat mendapati sosok itu mulai merubah posisinya menjadi duduk –dengan pandangan yang sama- dan bersedekap.

"Naru..."

"Kenapa? Kaget karena ku pergoki baru pulang?" Sergahnya sinis.

"Kau...belum tidur?"

"Tentu saja. Kau pikir aku bisa tenang saat mendapati kekasih ku belum pulang setelah bertemu mantannya tadi sore."

Tubuh ramping itu bergerak gelisah. "Bukan seperti itu, Naru. Aku tadi berniat pergi ke kampus untuk bertemu dengan mu. Tapi, aku..."

"Kau mau bilang 'Neji menghambat ku'. Begitu, kan?"

Sasuke menggeram marah. "Kau harus mendengarkan penjelasan ku, Dobe! Aku tidak pergi dengan Neji!" Bentaknya.

Si pirang mendengus sinis. "Kau pikir aku percaya begitu saja. Kau tidak tahu seberapa paniknya aku karena mendapati mu belum pulang sampai malam. Aku mencari mu seperti orang gila." Dia lalu berdiri dan meninggalkan si bungsu Uchiha. Tapi, sebelum itu...

"Kau membuat ku ketakutan. Ku pikir kau akan berubah pikiran dan meninggalkan ku setelah bertemu dengannya. Kejadian sebelumnya masih membayangi ku. Kejadian saat kau ada di sana dan saling bergenggaman tangan." Setelah berucap seperti itu, Naruto beranjak pergi meninggalkan Sasuke yang terpaku.

Sebuah senyuman lembut terpasang tidak lama kemudian. "Kau lihat kan, Sakura. Aku jatuh cinta lagi padanya."

Namun, tak lama kemudian senyum di bibirnya lenyap. Naruto marah padanya karena keteledorannya. Seharusnya dia memberitahu Naruto tadi, agar kekasihnya tidak khawatir. Apa yang harus di lakukannya? Dia tidak ingin Naruto marah berkepanjangan hanya karena hal ini. Dia harus membuat Naruto memaafkannya. Tapi, dengan cara apa? Tidak mungkin dia kembali bersikap seperti kemarin. Kekasihnya itu berada di rumah dan tidak meninggalkannya.

"Ck, apa yang harus ku lakukan?" Bisiknya kesal.

TRING

Seperti ada bohlam lampu yang menyala di atas kepalanya saat dia mendapatkan cara untuk meluluhkan Naruto. Cara yang benar-benar ampuh. Menguras tenaga dan keringat. Cara yang tidak akan membuat Naruto berlama-lama mengacuhkannya.

Sasuke berjalan ke arah kamarnya dengan seringai tipis, berharap bertemu kekasihnya di sana. Namun, ia tak menemukan Naruto di sana.

'Apa Naruto ada di taman belakang?'

Naruto memang sering kesana jika merasa lelah, lalu menghabiskan waktu dengan memandang bulan di kursi santai yang di tempatkan Naruto di pinggir taman. Dari luar tidak akan ada yang tahu bahwa ada taman indah di sana karena di batasi pagar yang sangat tinggi dari beton.

Sasuke menatap lemari dan menyeringai. "Untuk menarik perhatian Naruto, aku tidak mungkin berpakaian seperti ini."

Tanpa berpikir apapun lagi, Sasuke mengganti pakaianya dengan kemeja putih Naruto yang terlihat kebesaran di tubuhnya. Maklum saja, kekasihnya itu bertubuh tinggi tegap sedangkan dia ramping dan mungil. Kekasihnya memang suka berolahraga, apalagi jika di atas ranjang. Baiklah, bukan itu yang harus di pikirkan sekarang.

Dia memandang cermin yang ada di dekatnya. Cermin itu memantulkan sosoknya yang sexy. "Sempurna. Dengan ini, Naruto bahkan tidak bisa menolak. Tapi..." Sasuke mengangkat kemejanya dan memperlihatkan celana dalam berwarna hitam. Dengan gerakan erotis, dia melepas celana itu dan melemparkannya sembarangan. Hingga menampilkan kejantanan yang masih tertidur. "...lebih sempurna lagi jika seperti ini." Komentarnya angkuh.

Setelah selesai dengan penampilannya. Sasuke mulai berjalan ke taman belakang. Dan tepat seperti dugaannya, Naruto ada di sana dengan mata terpejam. "Berpura-pura tidur, heh?" Gumamnya sinis sembari melangkah pelan menuju kekasihnya. "Kita lihat, seberapa lama kau bertahan dengan sikap keras kepala mu itu." Bisiknya dengan seringai tipis.

Dia duduk di sisi kekasihnya yang masih memejamkan mata. Setelah mempersiapkan mentalnya, dia mulai menjalankan rencana dengan cara...

"Na...naru..." Panggilnya tergagap.

...pasang muka memelas.

Naruto membuka matanya saat mendengar namanya di panggil. Dia bisa melihat tatapan memelas dari kekasihnya. 'Huh, ingin mendapatkan maaf dari ku dengan cara seperti ini. Baiklah, coba saja kalau bisa.' Batinnya arogan. Ck, ck, ck, sama-sama bersaing rupanya.

Sasuke bergerak gelisah saat mendapatkan tatapan datar dari kekasihnya. 'Kenapa ekspresi Naruto biasa saja? Apa dia tidak tergoda dengan penampilan ku yang sekarang?'

Sungguh Sasuke, andai kau tahu kalau Naruto sedang menahan nafsunya saat ini, tentu kau akan berteriak senang. Tapi, itu tidak di lakukannya karena tahu tentang rencana mu, mungkin.

"A, aku minta maaf." Ujar pemuda cantik itu lirih. Rencana kedua mulai berlangsung. "Tidak seharusnya aku membuat mu khawatir seperti tadi. Apalagi di saat aku menemui Neji." Lanjutnya.

Shappier dan onix saling menatap dalam kesunyian. Selama beberapa saat tidak ada pergerakan berarti dari dua sosok itu.

"Apa yang akan kau lakukan jika aku tidak memaafkan mu?" Akhirnya sang pirang memecah keheningan.

Mata bulat itu melebar saat mendapatkan pertanyaan tidak terduga dari kekasihnya. "Na, naru..."

Sebuah dengusan terdengar. "Kau pikir, semudah itu aku akan memaafkan mu? Setelah seharian ini kau membuat ku panik setengah mati." Sindiran telak.

"Apapun akan ku lakukan, Naru. Asalkan kau mau memaafkan ku." Rayuan mulai keluar.

"Itu kalau aku mau memaafkan mu. Kalau tidak..."

Sasuke menahan kesal. Kenapa rencananya harus berantakan seperti ini? Kenapa Naruto tidak tergoda setelah dia menggunakan cara ini? Apa ada kesalahan yang sempat di lakukannya saat rencana ini berjalan? Tapi, apa masalahnya?

"Kenapa? Tidak bisa menjawab?"

Sasuke mendecak sebal. "Kau pikir, aku tidak bisa mendapatkan maaf mu dengan mudah? Jangan remehkan seorang Uchiha, Dobe."

"Ya, ya, ya. Lakukanlah, Uchiha-san."

Dengan cepat, Sasuke menduduki perut Naruto. Dia menatap penuh tekad dan nafsu pada kekasih tampannya itu. "Kita lihat sampai mana kau bertahan dengan kekeras kepalaan mu itu, Namikaze."

Seringai sinis pun terpasang manis. "Dan kita lihat sampai mana kemampuan mu dalam meluluhkan ku, Uchiha."

"Uh…" Sasuke menarik napasnya gugup. Setangguh apapun dia dalam menghadapi Naruto saat ini, tetap saja dia merasa malu. Apalagi di tatap intens oleh sang shappier, membuat rona merah di pipi chubby-nya semakin kentara.

Dengan ragu-ragu ia membuka kancing bajunya satu persatu, hingga terlepas seluruhnya, mengekspos dada putih polosnya. Tangannya mulai gemetaran saat melepas kemejanya.

"Takut? Kalau takut, tidak usah di lakukan." Ejek Naruto santai tanpa beban. "Bahkan kau sudah mempersiapkan diri sejak tadi." Lanjutnya saat menatap bagian terbawah Sasuke.

Ditatapnya manik shappire dengan intens. Ada rasa kesal di hatinya saat mendengar hinaan dari mulut kekasih pirangnya. Namun, bukan itu yang harus di pikirkannya sekarang. Dia harus menjalankan rencananya dengan sukses dan membuat Naruto bertekuk lutut di hadapannya.

Menghiraukan wajahnya yang memerah, ia menarik tangan Naruto dan memasukan dua jari panjang berkulit tan itu ke dalam mulutnya. Ia memejamkan matanya, mencoba semampu yang ia bisa memanjakan jari-jari itu. Ia menjilat, mengulum dan menghisap dua jari itu hingga basah. Napasnya pun terengah ketika ia melepas jari itu dari mulutnya, lalu menarik jari-jari basah itu ke bawah, menempelkannya pada dada, lalu ditariknya jari itu menelusuri dada polosnya, membuat jejak-jejak air liur tertinggal mengikuti gerakan jari itu, lalu berhenti pada salah satu puting di dadanya. Sasuke mengapitkan jari itu di dadanya, membuat jari itu mencubit dan memilin putingnya. Ia pun menatap sayu pada dua shappire, wajahnya memerah erotis, dengan serak ia berkata "Naru…sentuh aku…"

Naruto menelan ludah saat merasakan sensasi menggelitik berdesir di area selangkangannya. 'Sial, kenapa kekasihnya harus se-erotis ini?' Batinnya terganggu.

Naruto menggigit bibirnya, menggunakan seluruh kontrol di tubuhnya untuk tak tergoda.
Namun Sasuke tak sebodoh itu, ia tahu Naruto lebih keras kepala dari yang terlihat. Tanpa peduli apapun lagi, Sasuke menggerakan jari-jarinya kebawah untuk membuka kancing celana sang pirang, sebelum mengeluarkan batang kejantanan sang kekasih. Ia menelan ludah gugup, menatap batang yang masih setengah berdiri di depannya.
Ia melirik ragu-ragu pada manik shappire, lalu bergerak ke bawah, menempelkan bibirnya pada ujung kejantanan sang pirang. Tanpa mengalihkan pandangannya dari shappire, ia menjilat perlahan batang kejantanan Naruto.

Naruto mencoba menahan desahan ketika lidah hangat Sasuke menyapu kejantanannya. Ia tidak akan kalah semudah itu. Lagipula, dia ingin tau sejauh mana Sasuke mampu bertindak.

Sasuke terus menggerakkan lidahnya pada kejantanan Naruto. Tak lama ia pun meraup kejantanan yang mulai berdiri itu kedalam mulutnya, di gerakkannya maju mundur kepalanya untuk memuaskan sang dominan.

"Engg...hhh.." Desahan lirih terdengar dari Naruto, namun, cukup untuk di dengar oleh Sasuke. Pemuda cantik itu menyeringai dalam kulumannya saat melihat usahanya mulai berhasil. Dengan semangat dia mempercepat gerakan in-out di kejantanan gemuk kekasihnya dan bagian yang tidak sampai oleh mulutnya ia puaskan dengan remasan tangannya.

"Ngnn..." Sasuke mengerang sakit, saat rambutnya tiba-tiba diremas kuat. Kepalanya tiba-tiba didorong paksa sebelum ditarik lagi, mempercepat gerakan ulumannya pada benda tegang sang pirang

"Na...mmph! Na...Ahk!" Ia tersentak ketika kepalanya tiba-tiba ditarik keatas, ulumannya pun terlepas, sebelum satu detik kemudian, sesuatu yang lain menempel di bibirnya.
Sasuke mengerjap, napasnya tertahan saat merasakan sesuatu yang kenyal dan lembut bergerak di bibirnya. Sebelum diikuti dengan jilatan basah menyapu bibirnya. Sesuatu yang basah dan hangat pun dengan cepat menginvasi masuk ke dalam rongga mulutnya, membuatnya mendesah kecil ketika dua lidah mereka bertemu. Sasuke memejamkan matanya, membalas ciuman itu semampu yang ia bisa.

Lumatan itu menjadi semakin panas, Sasuke bisa merasakan jemari sang pirang yang meremas erat surai hitamnya, menariknya mendekat, membuat lumatan bibir itu semakin panas dan intim.

Tubuhnya tiba-tiba didorong hingga berbaring. Sasuke membuka matanya, memandang bingung pada sang kekasih. Naruto menyeringai kecil lalu mendekatkan bibirnya pada telinga Sasuke. "Kau bilang akan melakukan apapun agar aku memaafkan mu, bukan?" Bisiknya serak. "Kalau begitu, mari kita bersenang-senang 'Suke. Buat aku puas dengan kemampuan mu."

Belum sempat berkata apapun, bibirnya kembali dibungkam oleh bibir Naruto. Sasuke mengerang saat merasakan salah satu putingnya dicubit. Tangan Naruto mulai merayap, membelai setiap inci tubuh Sasuke, hingga berhenti di bagian terpenting sang kekasih.

Naruto menyeringai ketika melihat rona merah di pipi Sasuke, di kecupnya lagi bibir yang membengkak itu dan tanpa aba-aba dia meremas kejantanan Sasuke kuat.

"A-akhh...sakit...hghh...Naruhhh." Sasuke melepaskan ciuman Naruto paksa ketika merasakan nyeri di bagian kejantananya, namun, dia akui rasa nikmat terus menderu tubuhnya. Naruto menurunkan ciumannya menuju perpotongan pundak Sasuke lalu memberi banyak kissmark di sana.

Sasuke mendongakkan kepalanya memberi akses sang dominan untuk melanjutkan kegiatannya. Beberapa kali desahan lolos dari bibir merahnya. Naruto menurunkan jilatannya menuju nipple Sasuke, di jilatnya nipple yang sudah menegang itu lalu di kulumnya. Nipple yang satunya dia pilin dengan tangannya lalu di cubit membuat sang penerima lagi-lagi melenguh keras.

"Ouh...akhhh...Na-naruhh...hahh...hahh.." Sasuke membusungkan dadanya ketika Naruto menghisap dadanya, sengatan listrik statis seolah-olah menyengat tubuhnya membuat kejantanannya yang tegang mengeluarkan precum yang sangat banyak.

Naruto yang sedang menghisap nipple lezat miliknya, merasakan ada sebuah tangan menggerayangi penisnya. " Aaah...Naruu..~ lebih kuat." Ucap Sasuke di tengah desahannya. Tangan kanan Sasuke yang bebas, meremas sensual rambut Naruto dan menarik kepala Naruto agar lebih tenggelam lagi ke dadanya. Tangan Naruto yang tak ingin pasif turun sedikit demi sedikit, menuju bongkahan pantat bulat Sasuke.

GYUUT

"Aaah...Naruu~ jangan di remashh...nggh...akhh.." Desahan Sasuke menjadi saat Naruto meremas-remas pantat bulatnya.

PLAAK!

"AAGHKK...jangan digigit terlalu keras Dobe...ngghh...Ahnn" Kepala Naruto di pukul dengan ganasnya oleh Sasuke, karena pria itu terlalu gemas.

"Sakit, Teme." Umpat Naruto. Tanpa aba-aba ia menusukkan jarinya ke dalam anus Sasuke.

"Aaaakkhhh...ghogh...akhh...hhh.." Mata Sasuke membola, ia melengkungkan tubuhnya hingga terlihat indah di mata Naruto.

Naruto menyeringai, ia menggerakkan jarinya maju mundur membuat tubuh Sasuke bergetar nikmat. "Akh...aghh...Naruhhh...aghh...hhh.." Desahan terus terdengar dari bibir Sasuke.

Tanpa memperdulikan udara yang mulai dingin di taman belakang itu, Naruto terus merangsang tubuh putih yang penuh peluh di depannya. Dia menurunkan jilatannya menuju kejantanan Sasuke lalu meraupnya kedalam mulutnya, di hisapnya kuat kejantanan sang raven membuat sang pemilik menggelinjang nikmat.

"Oouughh...Na-naruuhhh...more...ouh...ahh...agh.." Desah sasuke kencang.

Melihat submissive-nya telah terlena, Naruto mulai menambahkan 2 jarinya sekaligus, membuat Sasuke menjerit sakit dan nikmat secara bersamaan. Naruto menggerakkan jarinya maju mundur di anus Sasuke, menggesek rectum-nya dan mencoba melebarkan lubang sempit itu. Sesekali dia mempercepat gerakannya dan terkadang memelankannya. Membuat Sasuke lagi-lagi mendesah nikmat. Serangan pada 2 organ sensitifnya membuat Sasuke tak tahan menahan denyutan pada kejantananya.

"Aaakh...Naruhh...aku...aku...ke-KELUAARR...Aaghhhh." Desahan panjang terdengar dari Sasuke ketika ia merasakan klimaks pertamanya. Tubuh Sasuke tergeletak lemah di atas kursi taman itu, nafasnya terengah dengan peluh yang terus menetes. Naruto menyeringai melihat keadaan kekasihnya. Tiga jarinya yang masih berada di lubang Sasuke di gerakanya kembali membuat Sasuke melenguh panjang ketika jari-jari tan itu menyentuh prostatnya.

"Akhnn...ahnn...akhh.., Naruhh...hahh...hnnhh.." Desahan Sasuke terdengar dan membuat kejantanan itu lagi-lagi berdiri. Saat ini Sasuke benar-benar merasa bergairah, ia mengetatkan anusnya dan meremas jari-jari yang berada di dalamnya. Itu tidak cukup. Sesuatu yang berada di dalamnya itu belum cukup untuknya. Ia butuh sesuatu yang jauh lebih besar dan keras dari sekedar jari-jari Naruto. Dia butuh...penis Naruto di dalamnya.

Naruto yang tahu akan ekspresi sang kekasih malah menyeringai. Dia sangat senang melihat Sasuke yang frustasi menunggu dirinya. "Memohonlah." Ucapnya dengan nada perintah.

"Engghh...Naruuhh, ehmm...o-onegai~." Lirih Sasuke yang sudah tidak sabar lagi. Suaranya serak menahan nafsu.

Naruto merasakan libidonya naik saat mendengar suara erotis itu. "As your wish, Suke-chan."

Naruto mempersiapkan kejantanannya yang sudah berdiri tegak di hadapan lubang anus Sasuke. Dalam sekali hentakan, kejantanan Naruto menerobos masuk ke dalam, rasa sakit dan kenikmatan bercampur menjadi satu tidak bisa di katakan dalam bentuk apapun oleh pemuda bungsu Uchiha ini. Sasuke merasa dirinya penuh akan kejantanan Naruto
"Na..ahh..Naruuu~ lakukanlah."

"Sshh..hhh..Suke, sempit sekali..hhmm" Racau Naruto merasakan kejantanannya di remas kuat dalam anus Sasuke.

"Naru..aahh..hhh, hayaku, hayakuu..aah." Desah pemuda onix itu kencang.

Gerakan in-out Naruto semakin menggila kala mendengar racauan dan desahan Sasuke. "Ohh..ahh..o...of..course, Su-suke-chan.."

Peluh membanjiri kedua insan yang tengah memadu kasih. Suara-suara rintihan, desahan memenuhi taman belakang seakan menghiraukan angin malam yang dingin menusuk tubuh.

"Aakhhh...Naruhh...more...akhnn...harder...please...hhh.."

Permintaan Sasuke di kabulkan. Sodokan di anusnya semakin brutal, membuat tubuh Sasuke terlonjak. Suara geraman terdengar dari bibir sang dominan saat mendapatkan pemandangan indah di depan matanya. Tubuh putih yang penuh peluh dengan cahaya bulan yang menyinari, wajah yang merona merah, bibir yang membengkak dan juga tatapan penuh nafsu. Betapa ia bernafsu menggagahi tubuh indah tanpa pertahanan di depannya. Siapa yang bisa menolak, jika ada makanan enak yang tersaji secara khusus.

"SHIT!...Kau...akh...hah...begitu sempit, Suke."

"Akh...Naruhh...fuck me...akhh...harder...deeper...akKH...aghh gi-give me more.." Sasuke terus mendesah dan meminta lebih. Tangannya menggapai kepala Naruto dan menciumnya ganas.

Naruto menyeringai, ia tau bukan ia yang lemah akan tubuh Sasuke, tapi kekasihnya yang lemah akan tubuhnya, dan itu adalah sesuatu yang menguntungkan untuknya. Naruto membalas ciuman pemuda itu. Dia meraup bibir Sasuke seolah ingin memakannya, lalu menciumnya dengan intim. Naruto menggerakan lidahnya menginvasi mulut Sasuke.

Suara decakan lidah terdengar diantara mereka. Naruto baru melepaskan ciumannya saat nafasnya mulai menipis, membuat benang saliva terlihat di antara celah bibir mereka.

"Naruhh...akh...ahnn...ahk..lebih keras...akhnn...aghh..." Sasuke mendesah nikmat kala kejantanan Naruto tepat mengenai prostatnya.

Naruto menyeringai lebar. Dia memutar tubuh Sasuke hingga menungging, dengan posisi ini, kejantananya melesat jauh lebih kedalam. Dia memaju mundurkan penisnya dengan brutal. Tidak peduli jika lubang kekasihnya lecet dan luka. "Yeah, baby...kau...hah...hangat..."

Sasuke tersenyum tipis saat mendapati Naruto semakin ganas menyodok anusnya. Tiba-tiba, dia mengetatkan anusnya hingga menjepit erat kejantanan kekasihnya. Membuat tubuh Naruto bergetar nikmat.

"Oughh...Sukehh...kau nighh-mathh...ohh...sempit...hhh.." Desahnya tertahan, tubuhnya mulai melemah, tapi tidak membuat sodokannya pada anus Sasuke melambat.

"Akhn...Naruhhh...akuhh...hahh...hampir...hhh...sampaihhh.." Desah Sasuke. Tubuhnya bergetar kuat menahan denyutan di kejantanannya. Tangannya yang menganggur kini bergerak untuk mengocok penisnya. Punggungnya melengkung dan mulutnya mengeluarkan racauan yang tidak jelas. "Aakh! Akuhhh...hampir...hah..."

Naruto menggeram keras. Dia juga sebentar lagi keluar. Jepitan Sasuke membuatnya semakin sekarat akan nikmat. "Hegghh...ahh...ahnn...Sukehhh.." Naruto mendesah menambah kecepatan sodokannya.

Tubuh Sasuke bergetar. Dia tidak dapat menahan denyutan di kejantanannya. Ia menaikan pinggulnya dan akhirnya klimaks untuk kedua kalinya. "Na-naruhhh...aku...ke-keLUAR.. Aaaakkkhhh.." Spermanya keluar dengan deras. Mengotori bangku yang mereka gunakan. Bahkan menetes ke lantai.

Naruto mengerang keras saat lubang Sasuke semakin menjepitnya. Otot perutnya mulai mengejang. Lalu, dengan hentakan terakhir, dia menyemburkan spermanya memenuhi lubang Sasuke. "Hagghh...Sukehh.." Pinggulnya bergetar saat merasakan seluruh spermanya keluar. Menyemprot dinding rektum Sasuke tanpa henti.

Naruto terengah-rengah. Dia menatap wajah sang Uchiha yang di sinari bulan. Menampilkan wajah yang merona merah dan bulir keringat yang memenuhi wajah putih itu. setelah mengatur nafasnya sejenak, Naruto mengeluarkan kejantanannya dari anus yang masih hangat itu. Spermanya tampak keluar dari anus Sasuke yang kini memerah.

"Kau hebat, Suke." Puji Naruto sembari mengecup dahi Sasuke lembut.

Sasuke tersenyum kecil, wajahnya memerah menerima perlakuan lembut Naruto. Jika seperti ini, itu tandanya Naruto sudah memaafkannya. Dia lalu menggerakkan tubuhnya, entah kenapa ia merasa kosong. Ia masih menginginkan sesuatu yang panjang dan keras memenuhi tubuhnya. Sasuke mencoba duduk, ia mengernyit ketika rasa perih menyerang bagian bawah tubuhnya. "Naru.." Panggilnya ragu pada kekasihnya.

Naruto menoleh ke arah Sasuke, lalu menaikkan alisnya bingung. "Ada apa, Suke?" Dia langsung menegakan tubuhnya saat melihat Sasuke meringis. "Kau pasti lelah, sebaiknya kita mas..."

BRUGH!

"Ukh...apa yang kau lakukan, Teme?!" Bentaknya kesal. Suasana romantis mereka yang sudah terbentuk tadi, kini lenyap akibat ulah kekasihnya itu. Dia tiba-tiba di dorong oleh Sasuke saat berusaha berdiri tadi.

Tanpa membalas pertanyaan Naruto, dia mendudukan diri di atas pria itu dan segera menggerakan pantat seksinya hingga membuat benda perkasa Naruto kembali menegang.

"Ssshhh...apa yang...hah...kau..."

"Sssttt..." Jari putih itu menempel di bibir tebal Naruto yang sedang terengah. "...aku tahu kau belum puas. Jadi..." Ada jeda sejenak di antara mereka. "...aku akan benar-benar memuaskan mu." Ucap Sasuke dengan kerlingan menggoda.

"Kau nakal, Suke." Ucap Naruto dengan seringai nakal.

"Hanya padamu." Balas Sasuke sebelum mengalungkan lengannya pada leher Naruto.

"Kalau begitu, lakukan!" Perintah Naruto yang di tanggapi Sasuke dengan seringaian.

"Tentu." Ucap Sasuke sebelum meraup bibir Naruto. Dia menggerakkan lidahnya masuk ke dalam mulut Naruto, menjelajahi isi dari gua hangat itu dan mencoba mencari titik sensitif dari sang dominan. Kali ini Naruto membiarkan ukenya yang bertindak agresif, ia pun hanya balas melumat sesekali saja. Setelah puas dengan mulut Naruto, Sasuke mulai mengangkat tubuhnya lalu mulai memasukkan penis sang dominan yang sudah menegang ke dalam anusnya.

"Aakhh.. sshhh.." Naruto mendesah menikmati detik-detik penisnya tertanam sempurna ke dalam lubang kekasihnya yang masih saja sempit setelah di masuki tadi. "Suke...ahh...akhh, kau...hah...benar-benar...hebath." Naruto senang, sangat senang dengan keagresifan Sasuke. Kali ini, ia akan membiarkan Sasuke bersifat dominan. Lagipula, dia bisa merasakan kenikmatan lebih dari yang tadi. Sebab, penisnya semakin masuk ke dalam anus Sasuke dan langsung tepat mengenai prostatnya.

"Hyaaahhh...hah...nikhmath...sodok aku lagi, Naruuhhh..." Erang Sasuke kuat. Dia menaik turunkan badannya dengan ritme perlahan hingga semakin cepat, kejantanan Naruto memenuhi anusnya. Naruto menarik dagu mungil Sasuke, menahan bibir merah menggoda yang membengkak akibat perbuatannya.

Ciuman panas antara dua insan itu terjadi lagi, lidah Sasuke menari-nari menggoda Naruto, menggelitik langit-langit mulutnya, bahkan mulai mengabsen barisan gigi putih Naruto. "Ehng..ehmm..ahh." Desahan Sasuke menambah intim kegiatan mereka.

Naruto memandang Sasuke penuh nafsu. Melihat bagaimana lubang anus Sasuke yang sempit menelan penisnya yang berukuran besar. Dia menjilat bibirnya yang entah kenapa terasa kering.

"Akh...akhh...aknn...Na-naruhh...akh...nik-mat...akh..." Desah Sasuke nikmat. Dia begitu merasa penuh oleh kejantanan Naruto. Dia bisa merasakan bagaimana batang yang besar itu menggesek dinding anusnya yang semakin licin.

Naruto menggapai nipple Sasuke yang terabaikan sedari tadi. Menghisap benda kecil itu dengan kuat. Berharap ada air susu yang keluar dari sana.

"AagHK! Ah...hisshap...hah...ugh..." Racau Sasuke tidak jelas. Tangannya meremas surai pirang Naruto dengan erat. Menahan kepala itu agar tetap menghisap putingnya.

Naruto yang melihat gelagat kekasihnya, menyeringai puas. "Ghh.. bagaimana rasa penis ku, Suke?! Ssshh.." Ucapnya dengan bariton serak.

"Engh...akh...akh.."

"Bagaimana rasanya...sshhh... penis ku...ughh...ketika menusuk...hah...prostatmu?!"

"Akhh...ughhg...hah..."

"Nikmat...hah... bukan ?!"

"Akh...yes...ohhhh..."

"Rasakan...ugh...rasakan ketika penis ku terus menyodok anus mu yang lapar." Naruto menyeringai senang saat dirty talk-nya berhasil mempengaruhi Sasuke. Lihat saja sekarang, kekasihnya itu tidak berhenti mendesah keras. Apalagi, saat penisnya terus-terusan menghantam titik nikmat pemuda itu.

"Ah...yes...faster...enghh...fuck me...hhh...Naruhh..."

Tubuh Sasuke tersentak ke atas dan ke bawah seiring dengan sentakan di lubangnya.
Tubuhnya gemetar, penisnya berdenyut. Mungkin ia akan klimaks untuk yang kesekian kalinya.
"Ohh...Naruhh...a-akuhh sampai...Aaakkhhh!" Tubuh putih itu melengkung indah saat spermanya kembali menyembur, hingga mengenai tubuhnya dan Naruto.

Ingin rasanya Sasuke tertidur. Dia sangat kelelahan setelah klimaks tiga kali. Namun, mengingat Naruto belum keluar, membuat Sasuke menegakan kembali tubuhnya dan kemudian menghempaskannya.

Naruto menggeram, terdengar dengusan nafasnya yang memberat. Dia harus cepat menyelesaikan ini, agar Sasuke bisa istirahat. Dia tahu pemuda itu sudah lelah dan masih memaksakan diri untuk memuaskannya. Jadi, dia mulai menggerakkan pinggulnya semakin cepat mengobrak abrik liang hangat Sasuke. Penisnya berkedut. Sebentar lagi dia akan mencapai batasnya.

"Aagkkkhhhh...aku...KEELUARRHHH...Aakkkhhhhh!" Dia menusuk liang Sasuke lebih dalam sebelum mengeluarkan seluruh spermanya ke dalam sana. Memenuhi liang hangat itu kembali sampai perut Sasuke menggembung.

Sasuke mendesah pelan saat merasakan cairan Naruto menguasai anusnya. Dia bahkan bisa merasakan sperma Naruto yang mengalir keluar karena tidak tertampung lubangnya. Tidak berapa lama, dia ambruk di atas tubuh Naruto.

Naruto mengusap rambut kekasihnya lembut. Ia membawa tubuh langsing itu ke pelukannya lalu mendekapnya erat. "Kau benar. Kau dengan mudahnya mendapatkan maaf dari ku. Seperti kata mu tadi." Ucapnya tulus.

Sasuke yang masih terengah hanya tersenyum kecil.

Naruto lalu menarik penisnya dari lubang Sasuke dengan perlahan. Membuat pemuda itu melenguh saat merasakan gesekan antara penis Naruto dengan dinding rektumnya.

"Arigatou, Naru." Bisiknya pelan. Matanya sudah semakin memberat. Dan... "Aku mencintai mu."...akhirnya dia terlelap.

"Aku juga sangat mencintaimu, Suke." Balas Naruto. Dia lalu mengangkat tubuh Sasuke dan membawanya masuk ke dalam rumah, tanpa mempedulikan pakaian mereka yang masih berserakan di taman belakang.

Naruto melenggang santai meninggalkan tempat yang sekarang penuh aroma 'cinta' tersebut. Naruto melirik jam dinding di kamar mereka. Wow! Pukul 23.30 p.m. Kira-kira, berapa jam mereka bermain?! Pantas saja Sasuke kelelahan.

Naruto membaringkan Sasuke ke ranjang, di ikuti dirinya yang berbaring di sisi pemuda raven itu. Dia lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh polos mereka.

Sebelum memejamkan mata, Naruto membawa Sasuke ke pelukannya dan mengecup dahi putih itu lembut. "Oyasuminasai, Suke-chan." Bisiknya pelan.

Sepertinya besok akan menjadi hari yang membahagiakan untuknya. Ah, dan juga untuk Sasuke, tentunya.

.

.

.

*END*

*Authorkejang-kejang*

Ya ampyun...

Setelah lama bergulat dengan nih fict, akhirnya selesai juga. Maaf kan Ane ya, teman-teman. Baru bisa publish nih fict.

Sebenarnya ini sudah selesai dari kemaren. Tapi, Ane harus pastiin lagi. Apakah masih ada typo's atau kagak. Mudah-mudahan tidak ada, ya? Soalnya mata Ane kebas nih mengkoreksinya sedari tadi.

Kalau ada yang kurang, Ane minta maaf. Inilah kemampuan Ane.

Ane kagak mau cuap lama-lama. Yang penting reviews nya, oce?

.

.

.

Thanks a lot for

MEMBER NARUSASU (SasUke & femSasu) di FB

NB : Ane kagak tahu nama-namanya. Soalnya agak berbeda nama fb sama yang di FFN.